Anda di halaman 1dari 48

HIPERGIKEMIA,HIPOGLIKEMIA DAN DIABETES MELLITUS

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah.
Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh
pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 ,
sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 225 . Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1) Sel sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity .
2) Sel sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 80 % , membuat insulin.
3) Sel sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 15 %, membuat somatostatin.
Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan.
Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak
mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda
dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua
rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4
7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan
balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100
mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah,
produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak.

2.2 HIPOGLIKEMIA
2.2.1 Pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat
dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya
dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 5 jam sesudah makan.
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar glukosa
darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L). keadaan ini dapat terjadi
akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemi dapat terjadi setiap saat pada siang
atau malam hari. Kejadian ini dapat dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan
tertunda atau jika pasien lupa makan camilan.
2.2.2 Etiologi
Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes
untuk menurunkan kadar gula darahnya
Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
Kelaiana pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.
Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan obat dan
yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita
diabetes dan berhubungan dengan obat. Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih
jauh dapat dibagi lagi menjadi:
Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan, biasanya
karbohidrat.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan
kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosisnya lebih tinggi
dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah.
Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena
sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya
tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme
utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.
Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa menyebabkan
hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-
diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya.
Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor. Olah raga berat
dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan hipoglikemia.
Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain (terutama
penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol.
Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat
mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan
hipoglikemia.
Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa
mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.
Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia diantara
jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia reaktif).
Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin
yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang
cepat. Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan.
Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan makanan
yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa
menghalangi pelepasan glukosa dari hati, leusin merangsang pembentukan insulin yang
berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah
memakan makanan yang mengandung zat-zat tersebut.
Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang dicampur
dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa
menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas
(insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai
insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.
Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang
menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena pankreas
menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut. Hal ini bisa terjadi pada
penderita atau bukan penderita diabetes.
Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker, kekurangan gizi,
kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat.
Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa menyebabkan
hipoglikemia.
2.2.3 Gejala
Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, system saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti :
Tremor
Takikardi
Palpitasi
Kegelisahan
Rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi
pada system saraf pusat mencakup :
Ketidakmampuan konsentrasi
Sakit kepala
Vertigo
Konfusi
Penurunan daya ingat
Pati rasa di daerah bibir dan lidah
Bicara pelo
Gerakan tidak terkoordinasi
Perubahan emosional
Perilaku yang tidak rasional
Penglihatan ganda
Perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, fungsi system saraf pusat mengalami gangguan sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang
dideritanya. Gejala dapat mencakup :
Perilaku yang mengalami disorientasi
Serangan kejang
Sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga sebelumnya. Kombinasi
semua gejala tersebut dapat bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Sampai derajat
tertentu, gejala ini dapat berhubungan dengan tingkat penurunan kadar glukosa darah yang
sebenarnya atau dengan kecepatan penurunan kadar tersebut. Sebagai contoh, pasien yang
biasanya memiliki glukosa darah dalam kisaran hiperglikemia (misalnya, sekitar 200-an atau
lebih ) dapat merasakan gejala hipoglikemi (adrenergik) kalau kadar glukosa darahnya secara
tiba-tiba turun hingga 120 mg/dl (6,6 mmol/L) atau kurang. Sebaliknya, pasien yang biasanya
memiliki kadar glukosa drah yang rendah namun masih berada dalam rentang yang normal dapat
tetap asimtomatik meskipun kadar glukosa tersebut turun secara perlahan-lahan sampai dibawah
50 mg/dl (2,7 mmol/L).
Factor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala hipoglikemi adalah
penurunan respon hormonal (adrenergik) terhadap hipoglikemi. Keadaan ini terjadi pada
sebagian pasien yang telah menderita diabetes selama bertahun-tahun. Penurunan respon
adrenergic tersebut dapat berhubungan dengan salah satu komplikasi kronis diabetes yaitu
neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa darah, limpahan adrenalin yang normal
tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala adrenergic yang lazim seperti perasaan lemah.
Keadaan hipoglikemi ini mungkin baru terdeteksi setelah timbul gangguan system saraf pusat
yang sedang atau berat.
2.2.4 Patofisiologi
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi diakibatkan
oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang, kurangnya simpanan
glukosa sebagai glikogen di dalam otak orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton dalam fase
makan atau kondisi pos absorptif.
Terdapat sedikit perdebatan tentang manakala gula darah turun dengan tiba-tiba, otak
mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum turun jauh dibawah sekitar 45 mg/dl. Kadar
dimana gejala-gejala timbul akan berbeda dari satu pasien dengan pasien lain, dan bukanlah hal
yang tidak lazim pada kadar serendah 30 sampai 35 mg/dl untuk terjadi (spt, selama tes toleransi
glukosa) tanpa gejala-gejala yang telah disebutkan. Yang lebih kontroversial adalah pertanyaan
tentang apakah gejala-gejala dapat berkembang dalam berespon terhadap turunnya kadar gula
darah bahkan sebelum turun di bawah batasan kadar normal. Karena suatu respon fisiologi
tertentu, seperti pelepasan hormon pertumbuhan, terjadi dengan penurunan gula darah namun
tetap normal, tampaknya gejala-gejala terjadi pada kondisi ini, tetapi stimulus penurunan kadar
kemungkinan kurang kuat dan konsisten dibanding penurunan dibawah ambang absolut.
Bagaimanapun, otak tampak dapat beradaptasi sebagian terhadap penurunan kadar gula
darah, terutama jika penurunan terjadi lambat dan kronis. Bukanlah hal yang tidak lazim bagi
pasien dengan gula darah yang sangat rendah, seperti yang terjadi pada tumor pensekresi insulin,
untuk memperlihatkan fungsi serebral yang sangat normal dalam menghadapi gula darah yang
rendah terus menerus dibawah batasan normal.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah suntikan dekstrosa. (Mansjoer A 1999:
604). Di kutip dari www.medicare.com ada berbagai pemeriksaan penunjang meliputi :
perpanjangan pengawasan puasa, tes primer untuk hypoglikemia, perpanjanganya (48-72 jam)
setelah pengawasan puasa.
Tes bercampur makanan, tes ini di gunakan jika anda mempunyai tanda puasa (2 jam PP)
Tes urine di simpan untuk mencari substansi keton.
Tes ini juga mencari tes pancreas atau penyakit endokrin.

2.2.6 Penatalaksanaan

Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita


mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air
gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita
diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan
memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya
sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama
(misalnya roti atau biskuit).
Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk
memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah
kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia
berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel
pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan
karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya
mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat
melalui pembedahan.
Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor
(misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat
menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.

2.3 HIPERGLIKEMI
2.3.1 Pengertian
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar
puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (
Elizabeth J. Corwin, 2001 )
Hiperglikemia, hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana jumlah
yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah. Ini umumnya merupakan tingkat glukosa
darah 10 + mmol / l (180 mg / dl), tetapi gejala mungkin tidak memulai untuk menjadi terlihat
sampai nomor kemudian seperti 15-20 + mmol / l (270-360 mg / dl) atau 15,2 -32,6 mmol / l.
Namun, tingkat kronis melebihi 125 mg / dl dapat menghasilkan kerusakan organ.
Kadar glukosa bervariasi sebelum dan sesudah makan, dan pada berbagai waktu hari,
definisi "normal" bervariasi di kalangan profesional medis. Secara umum, batas normal bagi
kebanyakan orang (dewasa puasa) adalah sekitar 80 sampai 110 mg / dl atau 4 sampai 6 mmol / l.
Sebuah subjek dengan rentang yang konsisten di atas 126 mg / dl atau 7 mmol / l umumnya
diadakan untuk memiliki hiperglikemia, sedangkan kisaran yang konsisten di bawah 70 mg / dl
atau 4 mmol / l dianggap hipoglikemik. Dalam puasa orang dewasa, darah glukosa plasma tidak
boleh melebihi 126 mg / dl atau 7 mmol / l. Berkelanjutan tingkat yang lebih tinggi
menyebabkan kerusakan gula darah ke pembuluh darah dan ke organ-organ mereka suplai, yang
mengarah ke komplikasi diabetes.
2.3.2 Etiologi :
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin
adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting.
Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau
langerhans. Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.
2.3.3 Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan
hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel,
sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan
glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa
mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke
dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak
merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang
disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat
lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem
saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
2.3.4 Pathway hiperglikemia

2.3.5 Menifestasi klinik :


Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa darah):
Poliplagi, merasa lapar, ingin makan terus
Polidipsi, merasa haus terus
Poliuri, kencing yang sering dan banyak
Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
Rasa kesemutan, kram otot
Visus menurun
Penurunan berat badan
Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh
2.3.6 Faktor risiko:
Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)

Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)

Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)

Riwayat keluarga DM

Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram

Riwayat DM pada kehamilan

Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)

Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

(http://endokrinologi.freeservers.com)
2.3.7 Komplikasi Hiperglikemia
Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
a) Komplikasi akut
1. Komplikasi metabolic
Ketoasidosis diabetic
Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik
Hipoglikemia
Asidosis lactate
2. Infeksi berat
b) Komplikasi kronik
1. Komplikasi vaskuler
Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer
Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
2. Komplikasi neuropati
Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare diabetik, buli buli
neurogenik, impotensi, gangguan refleks kardiovaskuler.
3. Campuran vascular neuropati
Ulkus kaki
4. Komplikasi pada kulit
2.3.8 Pemeriksaan penunjang :

Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg% (Plasma vena).
Bila GDS 100-200 mg% perlu pemeriksaan test toleransi glukosa oral. Kriteria baru
penentuan diagnostik DM menurut ADA menggunakan GDP > 126 mg/dl. Pemeriksaan lain
yang perlu diperhatikan pada pasien Diabetes Mellitus:
- Hb
- Gas darah arteri
- Insulin darah
- Elektrolit darah
- Urinalisis
- Ultrasonografi
2.3.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropati. Ada
4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia :
a) Diet
Komposisi makanan
Jumlah kalori perhari
Penilaian status gizi
b) Latihan jasmani
c) Penyuluhan
d) Obat berkaitan Hipoglikemia
Obat hipoglikemi oral
Insulin

2.4 DIABETES MELITUS


2.4.1 Asal mula diabetes mellitus
Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada Papyrus Ebers di Mesir
kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda banyak kencing.
Kemudian Celsus dan Paracelsus kurang lebih 30 tahun SM juga menemukan penyakit itu, tetapi
baru 200 tahun kemudian, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit anah dan menamai penyakit
itu diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu
tempat ke tempat lain. Cendekiawan india dan china pada abad 3 sampai 6 masehi juga
menemukan penyakit ini, malah dengan mengatakan bahwa urin pasien-pasien rasanya manis.
Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh karena itu
sejak itu nama penyakit ini ditambah dengan kata mellitus.

2.4.2 Pengertian
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi
insulin yang progresif yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin.(Suyono,2011).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemik kronis pada diabetes mellitus
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Sedang sebelumnya WHO 1980
berkata bahwa DM suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomic dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah factor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau
relative dan gangguan fungsi insulin.(Soegondo,2011).
2.4.3 Diagnosis
Diagnose DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menetukan diagnose DM harus
diperhatikan asala bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk
diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan ialah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
seyogyanya dilakukan dilaboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan
kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
dengan memperlihatkan angka-angka kriteria diagnostic yang berbeda dengan pembakuan oleh
WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.(lihat table 1).
Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM.
serangkaian uji diagnostic akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan
penyaringannya positif, untuk memastikan diagnosis definitive.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai
berikut:
1) Usia 45 tahun
2) Usia lebih muda, terutama dengan indeks masa tubuh (IMT) > 23kg/m 2, yang disertai dengan
fakrot resiko:
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi> 4000 gram, atau riwayat DM gestasional
Hipertensi (140/90mmHg)
Kolesterol HDL35 mg/dL dan atau trigliserida 250mg/dL
Menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan
resistensi insulin.
Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) standar.
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM(mg/dL)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-199 200
darah sewaktu
(mg/dL)
Darah kaliper <90 90-199 200
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-125 126
darah puasa
(mg/dL) Darah kapiler <90 90-99 100
Catatan:
Untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa factor resiko lain, pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun
2.4.4 Klasifikasi
Dalam bebrapa decade akhir inihasil penelitian baik klinis maupun laboratoris
menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan suatu keadaan yang heterogen baik sebab
maupun macamnya. Selama bertahun-tahun hal ini telah digumuli oleh banyak ahli ternama
dengan tujuan mencapai persetujuan internasional tentang prosedur diagnostic, kriteria dan
terminology. Pada tahun 1965 WHO dengan Expert Committee on Diabetes Mellitus-nya
mengeluarkan suatu laporan yang berisi klasifikasi pasien berdasarkan umur mulai diketahuinya
penyakit, dan menganjjurkan pemakaian istilah istilah pada klasifikasi tersebut seperti:
childhood diabetics, Young Diabetics, Adult Diabetics, Elderly Diabetics.
Tetapi kenyataannya di kemudian hari pembagian yang tegas tidak dapat dilakukan sebab
sebagian dari pasien yang berumur kurang dari 30 tahun mendapat diabetes tipe orang dewasa
yang tidak begitu berat (Maturity onset diabetes of the young atau MODY) dan sebaliknya
didapat pasien-pasien yang berumur lebih dari 40-45 tahun insulin dependen atau memerlukan
insulin (insulin requiring) untuk memasukan asupan makanan yang cukup untuk
mempertahankan kekuatan dan stabilitas berat badannya.
Klasifikasi yang dipakai WHO dan NDDG tidak didasarkan atas umur atau waktu
mendapat diabetes tetapi berdasarkan tipe diabetes. Joslin (1971) pernah membaginya atas
heredutery dan Non hereditery, dimana Hereditery terbagi lagi atas Growth onset
(juvenill) type dan Maturity-onset (adult) type.
Walaupun secara klinis terdapat dua macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang
berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spectrum defisiensi insulin. Individu yang
kekurangan insulin secara total atau hamper total dikatakan sebagai diabetes juvenile onset
atau insulin dependen atau ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam
beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis.
Kelompok besar lainnya (NIDDM atau diabetes tipe 2) tidak mempunyai hubungan
dengan HLA, virus atau auto-imunitas dan biasanya mempunyai sel beta yang masih berfungsi,
sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada insulin seumur hidup.
Table 2. klasifikasi etiologi DM
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
Autoimun
idiopari
Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain defek genetic fungsi sel beta
defek genetic kerja insulin
penyakit eksokrin pancreas
endokrinopati
karena obat atau zat kimia
infeksi
sebab imunologi yang jarang
sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes mellitus gestasional

Penetapan klasifikasi tipe 1 atau tipe 2


Diabetes pada orang dewasa seringkali langsung dinyatakan DM tipe 2, hal ini
merupakan suatu kesimpulan yang terlalu cepat diambil, karena diabetes tipe ini merupakan
suatu kelainan yang sangat heterogen dan mempunyai berbagai bentuk. Suatu studi di Denmark
memberikan suatu gambaran lain yaitu DM tipe 1 tidak jarang terjadi pada orang dewasa. Ia
dapat terjadi pada semua umur dan kekerapan akan meningkat secara kumulatif mulai umur 30
tahun, sehingga resiko terjadinya DM tipe 1 berhubungan dengan umur lama hidup. GAD
(Glutamic Acid Decarboxylase) merupakan autoantigen terhadap sel beta pancreas dan terdapat
pada 80% DM tipe 1 baru dan juga terdapat pada 80% subyek 10 tahun sebelum terjadinya
diabetes tipe 1.
Kadang-kadang memang sulit untuk menetapkan seseorang termasuk dalam klasifikasi
tipe apa. Misalnya seorang denga diabetes tipe 2 dan berat badan kurang, selama ini memakai
insulin sering kali dianggap sebagai tipe 1. Atau seorang anak atau remaja yang baru diketahui
diabetes dan berasal dari keluarga dengan diabetes dengan keturunan autosomal dominan
diabetes (MODY). Orang ini biasanya masuk dalam diabetes tipe 2 dan sebaiknya tidak
diklasifikasikan sebagai tipe 1 hanya berdasarkan umurnya saja. Juga didapat orang diabetes
dengan karakteristik diabetes tipe 2 dan memerlukan insulin untuk mengendalikan diabetes
tetapi tidak tergantung pada insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis, sebaiknya tidak
diklasifikasikan sebagai tipe 1, hanya berdasarkan tipe pemakaian insulinnya.
Di bawah ini ada beberapa karakeristik yang dapat digunakan untuk membedakan DM
tipe 1 dan DM tipe 2:
DM tipe 1
mudah terjadi ketoasidosis

pengobatan harus dengan insulin

onset akut

biasanya kurus

biasanya pada usia muda

berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4

didapatkan Islet Cell Antibody (ICA)

riwayat keluarga diabetes (+) pada 10%

30-50% kembar identic terkena


DM tipe 2:

Tidak mudah terjadi ketoasidosis

Tidak harus dengan insulin

Onset lambat

Gemuk atau tidak gemuk

Biasanya >45 tahun

Tidak berhubungan dengan HLA

Tak ada Islet Cell Antibody (ICA)

Riwayat keluarga (+) pada 30%

100% kembar identic terkena.

2.4.5 Patofisiologi
Pancreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang
terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau
pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan
hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur kadar glukosa darah. Insulin yang
dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu
masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan
menjadi tenaga. Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel
dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalams el dengan akibat kadar
glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak,
tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini dapat
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2, jumlah
lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena
lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian
keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bdanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar
glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa ditemukan
jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa
glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan
transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolism
energy.
2.4.6 Gejala dan Tanda-Tanda Awal
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari
oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :
a) Keluhan klasik
1. Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah.
2. Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relative singkat harus menimbulkan kecurigaan.
Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga
mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel
kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan
jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
3. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing
yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu
malam hari.
4. Banyak minum
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui
kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang
panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
5. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah
tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
b) Keluhan lain
1. gangguan saraf tepi/ kesemutan
penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga
mengganggu tidur.
2. gangguan penglihatan
pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong
penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
3. gatal/bisul
kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti
ketiak dan di bawah payudara. Seringpula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau
tertusuk peniti.
4. gangguan ereksi
gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang
dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu
membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
5. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang
merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan
2.4.7 Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul
beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus.
Komplikasi Akut Diabetes Mellitus
Dua komplikasi akut yang paling penting adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik.
1) Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-
tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Penderita koma hipoglikemik
harus segera dibawa ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infuse
glukosa. Diabetisi yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik,
biasanya disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau
penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2) Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam
tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul
adalah:
makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
Minum banyak, kencing banyak
Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau
aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus
segara dibawa ke rumah sakit
Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian
tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan, angiopati diabetik dibagi 2 :
Makroangiopati (makrovaskular)
Mikroangiopati (mikrovaskular)
Walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus
bersamaan.
2.4.8 Pengelolaan Diabetes Mellitus

Dalam pengelolaan diabetes mellitus untuk jangka pendek tujuannya adalah


menghilangkan keluhan/gejala DM dan memepertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka
panjang, tujuannya lebih jauh lagi, yaitu mencegah penyulit, baik makroangiopati,
mikroangiopati maupun neuropati dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas
DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha untuk memperbaiki kelainan
metabolic pada pasien DM, seperti kelainan kadar glukosa darah, lipid maupun berbagai kelainan
yang juga berpengaruh pada pencapaian tujuan jangka panjang tersebut, seperti tekanan darah
dan berat badan. Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe 2 adalah terdapatnya factor
genetic, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pancreas, maka cara-cara untuk memperbaiki
kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah pengelolaan.
Dalam mengelolah diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah
pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian
kalau dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum
tercapai, dilanjutkan dengan langkah berikut, yaitu penggunaan obat/ pengelolaan farmakologis.
Pada kebanyakan kasus, umumnya dapat diterapkan langkah seperti tersebut diatas. Pada
keadaan kegawatan tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, stress) pengelolaan
farmakologis dapat langsung diberikan, umumnya berupa suntikan insulin. Tentu saja dengan
tidak melupakan pengelolaan non farmakologis. Umumnya pada keadaan seperti tersebut diatas,
pasien memerlukan perawatan rumah sakit.
Pilar utama pengendalian DM
1) Perencanaan makan
2) Latihan jasmani
3) Obat berkasiat hipoglikemik
4) Penyuluhan
1) Perencanaan makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat 45-60%
Protein 10-20%
Lemak 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan jasmani. Untuk penentuan status gizi,
dipakai Body Mass Index (BMI) = indeks massa tubuh (IMT). IMT = BB(kg)/TB (m2).
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan kalori basal
(30 Kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan
kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30%, untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi,
sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (gemuk dikurangi,
kurus ditambah) dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stress akut (infeksi dsb) sesuai
dengan kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan(anak dan dewasa muda) serta ibu hamil,
diperlukan perhitungan tersendiri.
Makanan sejumlah kalori terhitung, dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan,
10-15%) diantaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan
pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula
penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan
bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori
dan waktu makan yang terjadwal. Pada dasarnya perencanaan makan pada diabetes mellitus
tidak berbeda denga perencanaan makan pada orang normal. Untuk mendapatkan keparuhan
terhadap pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan
sangat membantu pasien.
2) Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,
yaitu sifatnya sesuai CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal, disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang
adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging. Seperti perencanaan
makan, mengenai latihan jasmani juga memerlukan pembicaraan tersendiri yang lebih rinci
Adaptasi fisiologis pada olahraga pada orang diabetisi
Pada orang normal perubahan metabolic yang terjadi akibat berolahraga sesuai dengan lama,
beratnya latihan dan tingkat kebugaran. Hal yang sama juga terjadi pada diabetisi namun selain
itu dipengaruhi pola oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan
imbangan cairang tubuh.
Pada diabetisi tidak terkendali, olahraga akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa
darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Pada suatu penelitian di dapatkan bahwa
diabetisi tidak terkontrol dengan glukosa darah sekitar 332mg/dl, olahraga tidak menguntungkan
malah berbahaya. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya peningkatan glucagon plasma dan
kortisol, yang pada akhirnya menyebabkan terbentuknya benda keton. Sebaiknya bila diabetisi
ingin berolahraga, kadar glukosa darah tidak lebih dari 250mg/dl.
Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, karena itu
disebut sebagai jaringan insulin dependent. Sedangkan pada otot yang yang aktif, walaupun
kebutuhan otot terhadap glukosa meningkat, tetapi tidak disertai peningkatan kadar insulin. Hal
ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya kepekaan reseptor insulin di otot dan bertambahnya
jumlah reseptor insulin yang aktif pada waktu berolahraga. Oleh karena itu otot yang aktif
disebut juga jaringan non-insulin dependen. Peningkatan kepekaan ini berakhir hingga cukup
lama setelah masa latihan berakhir. Selain beberapa teori yang ada mengenai penyebab
terjadinya resistensi insulin, didapatkan sebuah teori yang menjelaskan penyebab peningkatan
sensitivitas insulin pada saat berolahraga. Keadaan ini dijelaskan sebagai berikut, yaitu pada
waktu berolahraga blood flow (BF) meningkat, ini menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler
terbuka sehingga lebih banyakm reseptor insulin yang tersedia dan aktif.
Sekresi katekolamin pada diabetisi sangat bervariasi tergantung kepada keadaan metabolic
diabetisi, ada atau tidak adanya mikroangiopati dan neuropati. Olahraga pada diabetisi terkendali
menyebabkan peningkatan sekresi katekolamin. Sedangkan pada diabetisi tak terkendali akan
menyebabkan peningkatan norepineprin sebesar 800 kali. Akibat peningkatan ini, terjadi
peningkatan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung, selanjutnya dapat terjadi
mikroangiopati. Olahraga pada diabetisi tidak terkendali akan menyebabkan pula terjadinya
peningkatan kadar kortisol lebih cepat.
Manfaat olahraga bagi DM tipe 1
Peran olahraga teratur pada pengaturan kadar glukosa darah (glikemic control) pada DM tipe
1 masih kontroversial. Perbedaan dengan DM tipe 2 adalah DM tipe 1 mempunyai kadar insulin
darah yang rendah akibat kurang atau tidak adanya produksi insulin oleh pancreas. DM tipe 1
mudah mengalami hipoglikemia selama dan segera sesudah olahraga sebab hepar gagal untuk
melepaskan glukosa sesuai laju kebutuhan.
Pada DM tipe 1 derajat pengaturan kadar glukosa darah akibat olahraga sangat bervariasi
artinya pada diabetisi tertentu olahraga akan menyebabkan terjadinya pengaturan kadar glukosa
darah dengan baik sedangakan pada diabetisi lain pengaturan kadar glukosa darah tidak
demikian, jadi efek olahraga pada DM tipe ini sangat individual. Meskipun didapatkan bahwa
olahraga tidak begitu besar mempengaruhi glikemic control pada banyak diabetisi tipe 1 tetapi
didapatkan keuntungan lain. Seperti diketahui resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh
darah perifer dan saraf pada DM tipe 1 lebih tinggi. Dengan olahraga diharapkan dapat
mengurangi resiko tersebut.
Olahraga pada DM tipe 1 dengan defisiensi insulin berat, akan menyebabkan gangguan
metabolic makin jelek (terjadi hiperglikemia dan ketosis makin meningkat).
Manfaat olahraga bagi DM tipe 2
Pada DM tipe 2, olahraga berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Produksi
insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita penyakit ini. Masalah utama
pada DM tipe 2 adalah kurangnya respon reseptor terhadap insulin (resistensi insulin). Karena
adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi
otot memiliki sifat seperti insulin (insulin like effect). Permeabilitas membrane terhadap glukosa
meningkat pada otot yang berkontraksi. Pada saat olahraga resistensi insulin berkurang,
sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi
tipe 2 akan berkurang. Respon ini hanya terjadi setiap kali berolahraga, tidak merupakan efek
yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu olahraga harus dilakukan terus-menerus
dan teratur.
Olahraga pada DM tipe 2 selain bermanfaat sebagai glikemic control juga bermanfaat untuk
menurunkan BB dan lemak tubuh.
Beberapa tip yang perlu diperhatikan diabetisi sebelum berolahraga
Setelah mengetahui berbagai perubahan fisiologis yang terjadi pada diabetisi pada saat
berolahraga, manfaat, prinsip dan bahaya olahraga, ada beberapa tip yang dapat diberikan antara
lain:
1. Untuk menghindari hipoglikemi lakukan olahraga yang teratur, intake makanan dan cairan yang
cukup serta pemakaian obat-obatan yang sesuai.
2. Bila kadar glukosa darah sebelum berolahraga 100-200 mg/dl dan akan berolahraga selama lebih
dari 1 jam, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan kecil setiap 30-60 menit, makanan
kecil 10-15 gr, dikonsumsi 15-30 menit sebelum olahraga.
3. Bila kadar glukosa darah <100mg/dl, dibutuhkan makanan ekstra (25 gr), sedangkan bila kadar
glukosa darah 100-250mg/dl, dan hanya akan berolahraga selama kurang lebih 1 jam, tidak
diperlukan makanan ekstra.
4. Akibat efek olahraga terhadap penggunaan insulin oleh sel tubuh, sebaiknya diabetisi tipe 1
mengurangi dosis insulin dan meningkatkan asupan makan mengawali olahraga.
5. Olahraga harus segera dihentikan pada awal ada gejala hipoglikemia
6. Kenakan sepatu yang sesuai, perhatikan perawatan dan kebersihan kaki.
7. Lakukan pemeriksaan medis dan EKG kerja sebelum memulai berolahraga
8. Program olahraga disusun sesuai beratnya penyakit dan tingkat jebugaran diabetisi.
9. Rencanakan pemeriksaan berkala untuk evaluasi program latihan.
3) Obat Berkhasiat Hipoglikemia

Sarana pengelolaan farmakologis diabetisi dapat berupa:


A. Obat hipoglikemia oral
1. Obat pemicu sekresi:
1.1 Sulfonilurea
1.2 Glinid
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin:
2.1 Biguanid
2.2 Tiazolidindion
3. Penghambat glukosidase alfa
4. Incretin mimetic, penghambat DPP-4
B. Insulin
A. Obat Hipoglikemik Oral

A.1. Pemicu sekresi insulin


A.1.1 Sulfoniluera
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak tahun 1957. Berbagai
macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga
efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa informasi baru mengenai obat golongan ini ada,
terutama mengenai efek farmakologis pada pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara
kombinasi dengan insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pancreas untuk melepaskan
insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang
mempunyai kemampuan untuk mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada
DM tipe 1. Efek ekstra pancreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak penting
karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.
Mekanisme kerja obat golongan Sulfoniluera:
1. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (storeds insulin)
2. Menurunkan ambang sekresi insulin
3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda dalam hal masa
kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat menyebabkan hipoglikemi yang
mungkin fatal. Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemi, apalagi pada orang tua dipilih obat
yang masa kerjanya paling pendek. Obat sulfonylurea dengan masa kerja panjang sebaiknya
tidak dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikemi juga lebih sering terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal, gagal hati dan pasien dengan masukan makanan yang kurang,
pemakai alcohol berlebihan ataupun jika dipakai bersama obat sulfa. Obat yang mempunyai
metabolit aktif tentu akan lebih mungkin menyebabkan hipoglikemi yang berkepanjangan jika
diberikan kepada pasien dengan gagal ginjal atau gagal hati.

Efek akut obat golongan sulfonylurea berbeda dengan efek pada pemakaian jangka lama.
Glibenklamid misalnya mempunya masa paruh 4 jam pada pemakai akut, tetapi pada pemakai
jangka lama > 12 minggu, masa paruhnya memanjang sampai 12 jam. (bahkan sampai 20 jam
pada pemakai kronik dengan dosis maksimal). Karena itu dianjurkan untuk memakai obat
glibenklamid saja dalam sehari. Glibenklamid menurunkan kadar glukosa darah puasa lebih
besar daripada glukosa sesudah makan, masing-masing sampai 36% dan 21%. Kalau diperlukan,
dosis terbagi dapat diberikan dengan dosis sore yang lebih rendah.
Pada pemakaian jangka lama, efektivitas obat golongan ini dapat berkurang. Fajans dan
Brown mendapatkan pada pemantauan selama 8-31 tahun, 58% pasien memakai klorpropamid
masih responsive menyekresi insulin. Pada pasien yang tidak responsive, keadaan tersebut terjadi
setelah 4-25 tahun memakai obat. Diperhitungkan bahwa sekresi insulin pasien tersebut turun 1-
4% per tahun. Jelas bahwa walaupun sedikit, sebagai pasien tentu akan mengalami kegagalan
obat sekunder. Kelompok gagal sekunder sulfonylurea ini merupakan persoalan tersendiri dalam
usaha mencapai kendali kadar glukosa yang sebaik-baiknya. Biasanya langkah lebih lanjut akan
dikerjakan untuk mencapai pengendalian kadar glukosa yang baik adalah dengan obat kombinasi
oral-oral atau oral-insulin.
Dosis maksimal obat golongan sulfonylurea tidak sama diberbagai tempat didunia. Untuk
glipizid ada sekelompok pakar yang memakai dosis maksimal 40 mg. kelompok lain memakai 10
mg dengan alasan bahwa dosis yang lebih besar dari 10 mg tidak memberikan tambahan efek
klinis yang menguntungkan.
Pada pemakai sulfonylurea, umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
menghindari kemungkinan hipoglikemi. Pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa darah
sangat tinggi, dapat pula diberikan sulfonylurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian
bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu
sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna, segeralah periksa kadar
glukosa darah dan atur kembali dosisnya.
Kombinasi sulfinilurea dengan insulin
Pemakaian kombinasi kedua obat inididasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah
sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. Umumnya kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa
darah puasanya. Dengan memeberikan dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa
hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah.
Selanjutnya kadar glukosa darah singa hari dapat diatur dengan pemberian sulfonylurea seperti
biasanya.
Kombinasi sufonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik dari pada insulin saja dan dosis
insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien lebih bisa menerima cara
pengelolaan kombinasi ini daripada pengelolaan dengan suntikan yang lebih sering.
A.1.2 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea, dengan
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivate asam benzoate), dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
A.2. penambah sensitivitas terhadap insulin
A.2.1. Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Fenformin dan
Buformin tidak dipakai lagi karena efek samping asidosis laktat. Pada metformin kemungkinan
terjadi asidosis laktat sangat kecil (0,01-0,08 rerata 0,03 per 1000 pasien per tahun) dan mungkin
terjadi pada pasien dengan predisposisi asidosis laktat seperti pasien dengan gagal ginjal atau
gagal hati.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat seluler, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan glukosa hati.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah
dan juga disangka menghambat absorbs glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan. Setelah
diberikan secara oral, metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam dan
diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5 jam.
Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan penurunan sampai
dibawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat
antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan sulfonylurea, hipoglikemia dapat terjadi
akibat pengaruh sulfonylureanya. Pada pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar
glukosa darah sampai 20%. Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak
menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada pemakaian sulfonylurea.
Kombinasi sulfonylurea dengan metformin tampak merupakan kombinasi yang rasional
karena cara kerja yang berbeda dan saling adiktif. Kombinasi ini dapat menurunkan kadar
glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing, baik pada dosis
maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah. Kombinasi dosis maksimal dapat
menurunkan kadar glukosa lebih banyak.
Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangan pada pasien gemuk yang
kadar glukosa darahnya sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfinilurea lebih baik
dari pada kombinasi insulin dengan metformin. Peneliti lain ada yang mendapatkan kombinasi
metformin dan insulin lebih baik disbanding dengan insulin saja. Deksfenfluramin dapat
diberikan pada pasien diabetes gemuk dan berpengaruh baik (adiktif) dengan metformin.
Efek samping gastrointestinal tidak jarang didapatkan pada pemakaian awal metformin.
Dapat dikurangi dengan memberikan obat mulai dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan
dengan makanan.
Disamping pengaruh pada kadar glukosa darah, metformin juga berpengaruh pada komponen
lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga pada PAI 1.
A.2.2 Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan
sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekeeja meningkatkan
glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.
Golongan obat ini diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasarn kelainan yaitu
resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin
tanpa menyebabkan hipoglikemi dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pancreas.
A.3 penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa didalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemi
postprandial.
Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan juga tidak
berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigesti karbohidrat berupa gejala
gastrointestinal seperti meteorismus, flatulen, dan diare. Faltulen merupakan efek yang tersering,
terjadi pada hamper 50% pengguna obat ini.
Penghambat glukosidase alfa dapat menghambat bioavailabilitas metformin jika
diberikan pada orang normal.
A.4 golongan incretin mimetic dan inhibitor DPP-4
Pada pemberian glukosa secara oral, akan didapatkan kenaikan kadar insulin yang lebih
besar daripada pemberian glukosa secara intravena. Perbedaan respon insulin ini disebut efek
incretin . sebagai respon terhadap pemberian glukosa, usus akan memproduksi GLP-1 yang akan
merangsang sel pancreas untuk mempertahankan dan memproduksi insulin serta juga sel
untuk menyeimbangkan kadar glukosa agat tidak terlalu rendah. Saying efek hormone incretin
ini pada keadaan normal hanya sebentar, karena diinaktifkan oleh Dipeptidyl Peptidase 4
menjadi bentuk inaktif.
Dengan memberikan incretin mimetic, efek incretin ini dapat diperpanjang, sehingga
perangsang terhadap sekresi insulin dan penekanan terhadap sekresi glucagon dapat menjadi
lama, dengan hasil kadar glukosa dapat diturunkan.
Dengan DPP-4 inhibitor juga akan didapatkan hasil yang serupa, karena GLP-1 didarah
dapat dipertahankan lebih lama.
B. Insulin
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan
insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat
dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonylurea dan metformin, langkah
berikut yang mungkin diberikan adalah insulin. Pengelolaan farmakologis memakai insulin
dibicarakan dalam bab tersendiri. Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari
dengan memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin
kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat di mana
perlu sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga pasien langsung
diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali sehari.
Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan
sulfonylurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan insulin saja, baik
satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan
kepatuhan pasien tentu lebih besar.
4) Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan
sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian intergral dari asuhan perawatan pasien diabetes.
Dengan berbagai macam usaha tersebut, diharapkan sasaran pengendalian diabetes
mellitus seperti yang dianjurkan oleh pakar diabetes di Indonesia dapat dicapai, sehingga pada
gilirannya nanti komplikasi kronik diabetes mellitus juga dapat dicegah dan pasien diabetes
mellitus dapat hidup berbahagia bersama diabetes yang didapatnya.

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOGLIKEMI
A. Pengkajian
A.1 Pengkajian primer :
Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputumatau benda asing yang
menghalangi jalan nafas
Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
Circulation : kaji nadi, capillary refill
A.2 Pengkajian sekunder
Pengkajian head to toe
a) Data subyektif :
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit sekarang
- Status metabolik : intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori,infeksi atau penyakit-
penyakit akut lain, stress yang berhubungandengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-
obatan atau terapi lainyang mempengaruhi glikosa darah, penghentian insulin atau obat
antihiperglikemik oral.
b) Data Obyektif
Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus ototmenurun, gangguan
istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitasLetargi/disorientasi, koma
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dankesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yanglama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yangmenurun/tidak ada, disritmia,
krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasanyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISK baru/berulang, nyeritekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembangmenjadi oliguria/anuria, jika
terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemahdan menurun, hiperaktif (diare)
Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badanlebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensiabdomen, muntah, pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhanmetabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi,
gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),gangguan memori (baru,
masa lalu), kacau mental, refleks tendondalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat .
Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnyakekuatan umum/rentang
gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan
cukup tajam)
Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.Penyembuhan yang lambat,
penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik
sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diit,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadapglukosa darah.
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan gastric berlebihan, diare, muntah, masukan di batasi,
kacau mental, diuresis osmotic, intake yang kurang,
Kemungkinan di buktikan : peningkatan haluran urine,urine encer, kelemahan, haus,
penurunan BB tiba-tiba, kulit membrane mukosa kering, turgor buruk, hipotensi, takikardia,
perlambatan pengisian kapiler.
Hasil yang di harapkan dan Kriteria evaluasi : Mendemonstrasikan hidrasia dekuat di buktikan
oleh tanda vital yang stabil, nadi perifer dapat di raba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluran urine tepat secara individu.
INTERVENSI:
1. Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan lamanya/intensitas gejala seperti
muntah, pengeluaran urine yang sangat berlebihan.
2. Pantau tanda-tanda vital
3. Frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot Bantu nafas dan adanya periode apnoe dan
munculnya sianosis.
4. Suhu, warna kulit/ kelembapannya.
5. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa
6. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
7. Ukur berat badan setiap hari
8. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat di
toleransi jantung.
9. Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman
10. Catat hal-hal yang dapat di laporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung.
11. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat edema, peningkatan berat badan, nadi
tidak teratur, dan adanya distensi pada vaskuler.
12. Berikan therapy cairan sesuai indikasi (kolaborasi)
13. Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai indikasi.

2) Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, anoreksia, mual,
lambung penuh,nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Kemungkinan di buktikan : Maloporkan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada
makanan, penurunan BB, lemah, kelelahan.tonus otot buruk, diare
Hasil yang di harapakan dan criteria evaluasi : Mencerna jumlah kaori/nutrient yang tepat,
menunjukkan tingkat energi seperti biasanya.
INTERVENSI :
1. Timbang BB setiap hari
2. Tentukan program diit dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat di
hasilkan pasien.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdoment/perut kembung, mual, muntahan makanan
yeng belum dapat di cerna.
4. Beri diit TKTP/diit DM
5. Identifikasi makanan yang dapat di sukai/di kehendaki termasuk kebutuhan etnik/cultural.
6. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai dengan indikasi.
7. Observasi adanya tanda-tanda hiperglikemia
8. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stiek
9. Lakukan konsultasi dengan ahli diit.

3) Infeksi, resiko tinggi terhadap sepsis b/d kadar glukosa darah, penurunan fungsi leukosit,
perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang sebelumnya.
Hasil yang di harapkan dan criteria evaluasi : Mengidentivikasi intervensi untuk mencegah
terjadinya infeksi, mendemontrasikan teknik, atau gaya hidup untuk mencegah infeksi.
INTERVENSI :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien.
3. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur invasive
4. Pasang kateter/lakukan perawatan perineal dengan baik
5. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
6. Awasi bunyi napas
7. Berikan tindakan kenyamanan pada pasien
8. Bantu pasien untuk melakukan oral hygine
9. Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat

4) Perubahan sensori perceptual b/d perubahan kimia endogen, ketidak seimbangan insulin
glukosa dan atau eletrolit.
Hasil yang di harapkan dan criteria evaluasi : Mempertahankan tingkat mental seperti biasanya,
mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
INTERVENSI:
1. Pantau tanda-tanda vital dan setatus mental
2. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhan
3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak terganggu waktu istirahat pasien.
4. Pelihara aktivitas pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kemampuanya
5. Lindungi pasien dari cidera (gunakan pengikat)ketika tingkat kesadaran terganggu.
6. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi
7. Berika tempat tidur yang lembut
8. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.

5) Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolic, perubahan energi darah defisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi:status hipermetabolik/infeksi.
Kemungkinan di buktikan : Kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk
mempertahankan rutinitas seperti biasanya, penurunan kinerja, kecendrungan terjadi kecelakaan.
Hasil yang di harapakan dan criteria evaluasi : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi,
menunjukkan penigkatan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan.
INTERVENSI:
1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas
2. Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup/tanpa gangguan.
3. Pantau nadi/pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
4. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi,berpindah tempat dan sebagainya.
5. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat di
toleransi.
C. Evaluasi
Volume cairan dalam batas seimbang
Nutrisi terpenuhi
Infeksi (sepsis) tidak terjadi
Perubahan persepsi sensori tidak terjadi
Kelelahan tidak terjadi
Komplikasi tlebih lanjut lebih terjadi
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS
A. Pengkajian
a) Data subyektif :
- Riwayat Kesehatan Keluarga: Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien
- Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya:
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.

b) Data obyektif
Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
Sirkulasi:
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
NeurosensorI
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma
dan bingung.
Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.
Integritas ego
Stess, ansietas
B. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d diuresis osmotic akibat hiperglikemia
Batasan karakteristik:
a. Peningkatan urin output
b. Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
c. Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit buruk.
d. Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill.
Kriteria Hasil:
a. Tanda vital stabil (nadi 80-88 x/menit, tekanan datrah 100-140/80-90 MmHg, suhu tubuh 36,5-
37,40C, respiratory rate 20-22 x/menit)
b. Nadi perifer teraba pada arteri radialis, arteri brakialis, arteri dorsalis pedis.
c. Turgor kulit dan capillary refill baik dibuktikan dengan capillary refill kurang dari 2 detik
d. Keluaran urine dalam kategori aman (lebih dari 100cc/hari sampai batas normal 1500cc-
1700cc/hari)
e. Kadar elektrolit urin dalam batas normal dengan nilai natrium 130-220meq/24 jam, kalium 25-
100 meq/24 jam, klorida 120-250 meq/liter, magnesium 1,2-2,5 mg/dl

INTERVENSI RASIONAL
1) Pertahankan untuk memberikan Mempertahankan komposisi cairan
cairan 1500-2500 ml atau dalam batas dalam tubuh, volume sirkulasi dan
yang dapat ditoleransi jantung jika menghindari over load jantung
pemasukan cairan melalui oral sudah
dapat diberikan
2) Pantau masukan dan Memberikan perkiraan kebutuhan akan
pengeluaran, catat berat jenis urin cairan pengganti dan membaiknya
fungsi ginjal
3) Pantau tanda-tanda vital, catat Penurunan volume cairan darah
adanya perubahan tekanan darah (hipovolemi) akibat dieresis osmosis
dapat dimanifestasikan oleh hipotensi,
takikardi, nadi teraba lemah
4) Pantau suhu, warna, turgor kulit, Dehidrasi yang disertai demam akan
dan kelembabannya teraba panas, kemerahan, dan kering di
kulit. Sedangkan penurunan turgor kulit
sebagai indikasi penurunan volume
cairan pada sel
5) Pantau nadi perifer, pengisian Nadi yang lemah, pengisian kapiler
kapiler, turgor kulit dan membrane yang lambat sebagai indikasi
mukosa penurunan cairan dalam tubuh.
Semakin lemah dan lambat dalam
pengisian, semakin tinggi derajat
kekurangan cairan

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak cukupan insulin
Batasan Karakteristik :

a. Berat badan tidak normal (lebih rendah 10% dari berat badan ideal)

b. Lingkar lengan < 10 cm

c. Kelemahan, mudah lelah, tonus otot buruk

d. Kadar gula darah > 150 mg/dl


Kriteria hasil:

a. Pasien tidak lemah atau penurunan tingkat kelemahan

b. Peningkatan berat badan atau berat badan ideal/normal

c. Lingkar lengan meningkat atau mendekati 10 cm

d. Nilai laboratorium hemoglobin untuk pria 13 -16 gr/dl, untuk wanita 12-14 gr/dl

e. GDS 60-110 mg/.dl, kolesterol total 150-250 mg/dl, protein total 6-7 gr/dl
INTERVENSI RASIONAL
1) Berikan pengobatan insulin Insulin regular memiliki awitan cepat dan
secara teratur dengan teknik karenanya dengan cepat pula dapat
intravena secara intermitten atau membantu memindahkan ke dalam sel,
secara kontinyu pemberian melalui intravena merupakan
rute pilihan utama karena absorbs dari
jaringan sub kutan mungkin tidak
menentu/sangat lambat
2) Berikan diet 60% karbohidrat, Intake kompleks karbohidrat(jagung,
20% protein, dan 20% lemak dan wortel, brokoli, buncis, gandum)
penataan makan dan pemberian berdampak pada penekanan kadar glukosa
makanan tambahan darah, kebutuhan insulin, menurunkan
kadar kolesterol, dan meningkatkan rasa
kenyang
3) Timbang berat badan atau Mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan
ukur lingkar lengan setiap hari nutrisi dan menentukan jumlah kalori yang
sesuai indikasi harus dikonsumsi
4) Libatkan keluarga pasien Meningkatkan partisipasi keluarga dan
dalam memantau waktu makan, mengontrol masukan nutrisi sesuai dengan
jumlah nutrisi kemampuan untuk menarik glukosa dalam
sel
5) Pantau tanda-tanda Karena metabolism karbohidrat mulai
hipoglikemi (perubahan tingkat terjadi, gula darah akan berkurang dan
kesadaran, kulit lembab/dingin, sementara pasien tetap diberikan insulin
denyut nadi cepat, lapar, peka maka hipoglikemi dapat terjadi
rangsang, cemas, sakit kepala,
pusing)
6) Pantau pemeriksaan Gula darah akan menurun perlahan dengan
laboratorium seperti glukosa darah, penggunaan terapi insulin terkontrol.
aseton, pH, dan HCO3 Dengan pemberian insulin dosis optimal
glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori.
Peningkatan aseton, pH, dan HCO3 sebagai
indikasi kelebihan bahan keton.

3. Resiko infeksi b.d kadar glukosa darah tinggi


Batasan karakteristik :

a. Angka leukosit > 11.000 ul

b. Suhu tubuh kadang mengalami periode naik dari 370C

c. Akral teraba hangat/panas

d. GDS > 150 gr/dl

e. Glukosa urin positif


Kriteria hasil

a. Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan infeksi seperti rubor, calor, dolor,
tumor, fungtioleisa, dan angka leukosit dalam batas 5000-11000ul

b. Suhu tubuh tidak tinggi (36,50C 370C)

c. Kadar GDS 60-100 mg/dl

d. Glukosa urin negative

INTERVENSI RASIONAL
1) Berikan pengobatan insulin Insulin regular memiliki awitan cepat dan
secara teratur dengan teknik intravena karenanya dengan cepat pula dapat
secara intermitten atau secara membantu memindahkan ke dalam sel,
kontinyu pemberian melalui intravena merupakan
rute pilihan utama karena absorbs dari
jaringan sub kutan mungkin tidak
menentu/sangat lambat
2) Pantau pemeriksaan Gula darah akan menurun perlahan
laboratorium seperti glukosa darah, dengan penggunaan terapi insulin
aseton, pH, dan HCO3 terkontrol. Dengan pemberian insulin
dosis optimal glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Peningkatan aseton, pH, dan
HCO3 sebagai indikasi kelebihan bahan
keton.
3) Libatkan keluarga pasien Meningkatkan partisipasi keluarga dan
dalam memantau waktu makan, mengontrol masukan nutrisi sesuai dengan
jumlah nutrisi kemampuan untuk menarik glukosa dalam
sel

4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual (penglihatan, pendengaran) b.d perubahan
kimia endogen (ketidakseimbangan glukosa-insulin dan elektrolit)
Batasan karakteristik :

a. Pasien mengeluh penglihatannya kabur atau diplopia

b. Visus dengan snellen card kurang dari 6 meter

c. Pasien mengeluh kepalanya pusing

d. Pasien mengeluh telinganya berdenging atau tidak jelas mendengar

e. Pasien mengeluh letih, pelupa

f. Nilai laboratorium natrium darah < 135 meq/dl

g. Kalsium darah < 3,5 meq/l

h. Klorida darah < 100 meq/l


Kriteria evaluasi

a. Pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur/diplopia lagi

b. Visus 6/6
c. Nilai laboratorium terkait eksitasi persarafan dalam batas : natrium 135-147 meq/l,
kalsium darah 9-11 mg/dl, kalium darah 3,5-5,5 meq/l, klorida darah 100-106
meq/l

INTERVENSI RASIONAL
1) Pastikan akses penggunaan alat Meningkatkan pendengaran dan
bantu sensori , seperti alat bantu dengar, penglihatan yang masih tersisa
dan kacamata
2) Bantu pasien dalam ambulasi Meningkatkan keamanan pasien untuk
atau perubahan posisi dan secara beraktivitas. Aktivitas dapat
bertahap dinaikkan derajatnya meningkatkan sirkulasi dan fungsi
jantung
3) Buat jadwal intervensi Meningkatkan tidur dapat menurunkan
keperawatan bersama pasien agar tidak rasa letih dan dapat memperbaiki daya
mengganggu waktu istirahat pasien fikir
4) Pantau tanda-tanda vital dan Sebagai dasar untuk membandingkan
status mental temuan abnormal, seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi
fungsi mental
5) Pantau pemasukan elektrolit Meningkatkan eksitasi persarafan dan
melalui makanan maupun minuman mencegah kelebihan elektrolit
6) Pantau nilai laboratorium seperti Ketidakseimbangan nilai laboratorium
glukosa darah, elektrolit, ureum kreatinin ini dapat menurunkan fungsi mental

5. Kelelahan b.d penurunan produksi energi metabolic


Batasan karakteristik :

a. Pasien mengeluh badannya terasa lemah

b. Skor kekuatan otot ekstremitas baik kanan dan kiri, atas maupun bawah kurang
dari 4

c. Ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan harian seperti mandi, gosok gigi,


berjalan
d. Pasien terlihat terhuyung atau mau jatuh saat berdiri
Kriteria hasil :

a. Pasien mengatakan badannya tidak lemah lagi

b. Skor kekuatan otot ekstremitas kanan, kiri, atas, serta bawah 5

c. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas seperti


mampu berdiri dan berjalan

INTERVENSI RASIONAL
1) Buat jadwal perencanaan dengan Aktivitas akan lebih terarah dan
pasien dan indikasi aktivitas yang menghindari kelelahan yang
menimbulkan kelelahan berlebihan
2) Berikan aktivitas alternatif dengan Memberi kesempatan untuk
periode istirahat yang cukup/tanpa diganggu mencukupkan produksi energi
untuk aktivitas
3) Tekankan pentingnya Membantu menciptakan gambaran
mempertahankan periksaan gula darah setiap nyata dari produksi energy
hari metabolic dari unsur glukosa
4) Pantau nadi, frekuensi pernapasan Mengindikasikan tingkat
dan tekanan darah sebelum/sesudah pemenuhan energi dengan tingkat
melakukan aktivitas aktivitas
5) Pantau aktivitas pasien dan jumlah Aktivitas yang tidak sesuai dengan
bahan energy yang masuk jumlah energi yang mempu
diproduksi pasien dapat
meningkatkan kelelahan

6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat


diobati, ketergantungan pada orang lain.
Batasan karakteristik :
a. Mengakui perasaan putus asa
b. Ketidak mampuan mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
c. Ketidak mampuan membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri
mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Kriteria hasil
a. Mengakui perasaan putus asa
b. Mampu mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
c. Mampu membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil
tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri

INTERVENSI RASIONAL
1) Anjurkan pasien/keluarga untuk Mengidentifikasi area perhatiannya
mengekspresikan perasaannya tentang dan memudahkan cara pemecahan
perawatan di rumah sakit dan penyakitnya masalah
secara keseluruhan.
2) Tentukan tujuan/harapan dari Harapan yang tidak realistis atau
pasien atau keluarga adanya tekanan dari orang lain atau
diri sendiri dapat mengakibatkan
perasaan frustasi.kehilangan kontrol
diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping
3) Berikan dukungan pada pasien Meningkatkan perasaan kontrol
untuk ikut berperan serta dalam perawatan terhadap situasi
diri sendiri dan berikan umpan balik positif
sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
4) Berikan dukungan pada pasien Meningkatkan perasaan kontrol
untuk ikut berperan serta dalam perawatan terhadap situasi.
diri sendiri

7. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi
Batasan karakteristik :
a. Ketidakmampuan mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
b. Ketidakmampuan mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
c. Tidak dapat melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan
Kriteria hasil:
a. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.

b. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala


dengan faktor penyebab.
c. Mampu melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
INTERVENSI RASIONAL
1) Ciptakan lingkungan saling Menanggapai dan memperhatikan
percaya perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam
proses belajar
2) Diskusikan dengan klien tentang Memberikan pengetahuan dasar
penyakitnya dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya
hidup
3) Diskusikan tentang rencana diet, Kesadaran tentang pentingnya
penggunaan makanan tinggi serat. kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan
makan/mentaati program
4) Diskusikan pentingnya untuk Membantu untuk mengontrol
melakukan evaluasi secara teratur dan proses penyakit dengan lebih ketat.
jawab pertanyaan pasien/orang terdekat
C. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes
mellitus adalah :
1) Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2) Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
3) Infeksi tidak terjadi
4) Tidak terjadi perubahan sensori perseptual
5) Rasa lelah berkurang
6) Penurunan rasa lelah
7) Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
8) Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati.
Jakarta : EGC
Isselbacher, K,dkk, editor Asdie,H.(2000).Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:EGC
Kidd, Pamela S, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz.(2010).Pedoman Keperawatan Emergensi.
Jakarta:EGC
Lippincot williams and Wilkins.(2011).Nursing the series for clinical excellence, Memahami
berbagai macam penyakit. Jakarta: PT Indeks
Mansjoer,Arif dkk.(2007).Kapita Selecta Kedokteran jilid 1.jakarta: Media Aesculapius FKUI
Setiadi.(2007).Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yokyakarta:Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare(2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta : EGC.
Soegondo,Sidartawan dkk.(2011).Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpada.Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
(http://endokrinologi.freeservers.com)
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/hiperglikemia/ downloaded on 09.pm at 2th mei
2012
http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/07/askep-diabetes-melitus-dm/downloaded on 09.pm at
2th mei 2012

Anda mungkin juga menyukai