Anda di halaman 1dari 4

INOVASI MEDIA RUANG LUAR DALAM URBAN DESAIN

Oleh: Mohammad Danisworo (Laboratorium Pusat Studi Urban Desain, Departemen Arsitektur,
Institut Teknologi Bandung)

PETER Drucker (1992) menyatakan pada awal tahun 1990-an bahwa basis utama
faktor produksi pada tatanan Ekonomi Lama yaitu lahan, tenaga kerja, dan
modal akan diambil alih oleh faktor baru yaitu informasi, pengetahuan, dan
teknologi.
Pada saat ini, proses transformasi sedang berlangsung dengan pasti dari tatanan
Ekonomi Lama ke tatanan Ekonomi Baru, dari penekanan pada kegiatan
memproses sumber daya produksi yang bersifat fisik kepada penekanan
kegiatan memproses sumber daya yang berbasis pada informasi dan
pengetahuan.Dalam kondisi pasar yang semakin hiperkompetitif, persaingan
pasar berlangsung dengan memanfaatkan pengetahuan, informasi, dan
teknologi sebagai basis operasi. Oleh karena itu, kelangsungan dari keunggulan
kompetitif (competitive advantage) suatu usaha akan sangat tergantung kepada
kapasitas inovatif yang dimiliki usaha tersebut.

Peluang yang diberikan oleh tatanan Ekonomi Baru ini telah dimanfaatkan para
pelaku bisnis yang secara jeli melihat potensi ruang kota sebagai media logis
untuk menyampaiakan pesan-pesannya kepada masyarakat luas. Mereka juga
melihat dengan memadukan secara sistematis serta inovatif materi informasi
yang ingin disampaikan ke dalam lanskap kota, mereka akan dapat secara
mudah menjaring jumlah peminat yang cukup besar atas produk-produk yang
mereka peragakan dengan harapan pada akhirnya di antara para peminat
tersebut, dalam jumlah cukup signifikan, akan mengambil keputusan untuk
membeli.Ruang kota dan maknanya ruang kota memang dapat dikiaskan
sebagai sebuah buku atau majalah berukuran raksasa, di mana segmen-segmen
ruang kota dapat disamakan dengan lembar-lembar halaman.

Setiap segmen kota yang kita lalui menyuguhkan informasi kepada kita dan
setelah melalui beberapa bagian ruang kota, maka kita mendapatkan
serentetan informasi yang berbeda-beda, ada yang menarik dan ada yang
membosankan.Berbeda dari buku atau majalah di mana untuk membaca isinya
kita harus membuka halaman demi halamannya, maka pada ruang kota
halaman-halaman itu terbuka dengan sendirinya bagi kita dan menyodorkan
isinya langsung ke hadapan kita pada saat kita melaluinya. Pada akhir
perjalanan, maka kita mendapatkan banyak pelajaran dan pengetahuan
tentang isi ruang kota.Dengan pengertian tentang potensi yang dimiliki ruang
kota ini, maka tidaklah mengherankan bila komunitas media, yaitu perusahaan
media, agen periklanan dan produsen, berangsur-angsur menjadi semakin
sensitif terhadap kapasitas yang dimiliki oleh ruang kota.

Mereka berlomba dengan berbagai cara untuk mendapatkan lokasi strategis di


dalam kota bagi penempatan titik-titik media ruang luarnya. Iklan memang
merupakan alat yang tangguh bagi penyebaran informasi untuk kepentingan
pemasaran. Alat ini akan menjadi semakin kuat pengaruhnya apabila
ditempatkan pada sudut-sudut kota yang dapat memberi kesempatan kepada
publik untuk mendapatkan akses visual yang baik ke arah sumber informasi
tersebut.Bisnis media ruang luar memang cukup menggiurkan karena
melibatkan anggaran biaya sangat besar. Dampaknya mudah diduga yaitu
tumpang-tindihnya titik-titik reklame di areal strategis tetapi sempit, atau
bertebarannya papan reklame secara acak dengan ukuran beragam dan
cenderung semakin besar sepanjang jalan utama kota. Kenyataan ini semakin
menjadi jelas pada kota-kota yang tidak memiliki instrumen yang mengatur
penataan titik reklame serta penyebarannya di dalam ruang kota.

Keberadaan papan-papan reklame tanpa penataan yang konseptual memang


merupakan bumerang bagi kualitas visual kota. Di satu sisi, kehadirannya
memberi akses kepada informasi bagi masyarakat luas kota serta memberi
kontribusi positif bagi pendapatan asli daerah, namun pada sisi lain
keberadaannya di ruang kota sering cenderung menghalangi pandangan ke arah
elemen-elemen kota yang justru menarik dinikmati seperti arsitektur
bangunan, unsur lanskap kota, dan sebagainya. Akibat hal tersebut adalah
merosotnya kualitas visual kota karena ruang kota dilanda polusi papan reklame
yang berlebihan.

Perlu diketahui, salah satu aspek penting yang menentukan kualitas desain
urban adalah kualitas visualnya. Artinya, kota itu harus memiliki keindahan,
baik yang bersifat alami maupun buatan, memiliki jati diri yang kuat,
informatif dan tidak membingungkan. Kualitas visual ini dibentuk oleh
komposisi urban desain dari elemen-elemen ruang kota seperti arsitektur
bangunan serta konservasi bangunan tuanya, estetika taman kota dan
arsitektur lanskapnya, geometri jalur jalannya, serta unsur infrastruktur
pendukungnya seperti jembatan penyeberangan orang dan jembatan layang.

Elemen-elemen desain urban ini merupakan materi informasi yang terkandung


di dalam lembar-lembar buku raksasa kota yang bercerita tentang ruang dan
waktu. Alangkah menyedihkan apabila cerita indah tentang kota itu dikacaukan
oleh kehadiran elemen media ruang luar yang berantakan, tidak saja bidang
bidang luas reklame tersebut menghalangi pandangan ke arah elemen kota
yang bagus, tetapi kaki-kakinya juga merebut ruang publik dan mendesak
pejalan kaki ke badan jalan untuk bersaing ruang dengan kendaraan bermotor.
Sungguh merupakan sebuah story book (buku cerita) yang menyedihkan.

Memang tidak semua sisi dari aspek visual kota itu menarik dilihat, bahkan
barangkali lebih banyak lagi yang tidak sedap dipandang sehingga merupakan
ganjalan di dalam mata.Banyak dari sisi bangunan gedung yang lebih berwujud
sebagai dinding mati dan memiliki kinerja visual yang buruk untuk dipandang,
akan tetapi justru menempati sudut pandangan strategis dalam ruang kota.Di
Jakarta banyak terdapat kerangka-kerangka gedung yang terlantar akibat krisis
ekonomi berkepanjangan yang tidak menentu nasibnya kapan akan diselesaikan
pembangunannya. Hampir semua menempati lokasi-lokasi prima dan strategis
di ruang kota, namun ungkapan yang dapat ditarik dari kehadiran elemen kota
yang tidak selesai tersebut adalah cerita sedih dari luka ekonomi bangsa yang
dalam.

Namun, haruskah kita terus bersedih. Bisakah kita mengubah masalah visual ini
menjadi suatu potensi untuk menjadikan wajah kota menjadi lebih bergairah
dan ceria. Ini adalah tantangan bagi para pakar desain urban, pemerintah kota,
dan pelaku bisnis media ruang luar untuk menemu kenali potensi yang
dikandung oleh elemen "ganjalan mata" ini.Teknologi selubung
pembungkusKenyataan yang mirip juga dialami kota-kota besar lain di dunia.
Era Ekonomi Baru yang berbasis pada sistem informasi dan pengetahuan telah
mendorong pencarian serta penciptaan berbagai bentuk medium yang bisa
dipakai sebagai basis penyebaran informasi.

Dengan dibantu pakar komunikasi visual, pelaku bisnis media ruang luar mulai
melihat sisi buruk dan tidak produktif dari wajah kota dapat disulap menjadi
komponen yang produktif dengan cara menyulamkan pesan komersial sebagai
bagian integral dari elemen kota yang sudah ada.Mengingat besarnya elemen
bangunan, maka ukuran bidang informasi yang disuguhkan pun harus berukuran
super besar sehingga pengaruh yang dihasilkannya juga berdampak
besar.Wacana ini juga telah menggugah kreativitas para artis grafis untuk
menjadikan poster raksasa sebagai karya seni dan budaya yang sekaligus
menjadikan ruang kota sebagai galeri seni raksasa.

Penemuan teknologi cetak untuk large images (gambar besar) dengan kualitas
yang menghasilkan kesan gambar yang hidup serta hasil pengembangan
teknologi wrapping (selubung pembungkus) untuk bidang super besar dan luas
telah menjadikan wacana tadi suatu kenyataan.Kelebihan cara penyajian
informasi ini dibanding dengan sistem billboard yang konvensional adalah
bahwa meskipun gambar yang disajikan berukuran raksasa, namun
kehadirannya tidak menghalangi pandangan ke elemen-elemen ruang kota yang
ada karena ia merupakan bagian integral dari elemen-elemen kota yag sudah
ada yaitu gedung-gedung itu sendiri.

Selain itu, keberadaannya juga tidak mengusik trotoar yang ada yang
menyebabkan pejalan kaki harus tersingkir ke jalur mobil. Tata informasi ini
bila diterapkan secara inovatif bahkan dapat memperkaya khazanah urban
desain kota.Aplikasi nyata teknologi wraping telah dilakukan di beberapa kota
dunia, antara lain di New York City, Munich, dan Sydney. Di kota New York
teknologi ini disesuaikan dengan kondisi bidang bangunan yang ditutup di mana
tampak antara lain dari jendela-jendela bangunan yang masih dapat berfungsi
seperti adanya. Begitu juga di kota Munich, Jerman, wrapping secara penuh
dilakukan pada kerangka bangunan. Sedang di Jalan Thamrin, Jakarta,
teknologi wrapping belum mendapat perhatian sewajarnya, terlihat antara lain
pada wacana yang memanfaatkan kerangka struktur bangunan Westin Hotel dan
sosok gedung Chandra yang terlihat terlantar.***

sumber: http://bergerilya.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai