Rahmi, 2010
Rahmi, 2010
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of NAA, BAP and interaction both
in shoot multiplication Kanci orange shoots in vitro. The design used was factorial in
Complete Randomized Design (CRD) consisting of 2 factors with 3 replications. Factor A is the
BAP, with 4 levels of concentration (0.0, 2.5, 5.0, and 7.5 mg/l). While the factor B is the
concentration of NAA, with 4 levels (0.0, 0.5, 1.0, 1.5 mg/l). Data obtained were statistically
tested using F test at 5% significance level. The conclusions of this study are as follows: a)
giving different BAP concentrations, giving a different effect on the percentage of explants that
had emerged during multiplication and shoot, b) treatment of BAP at a concentration of 2.5
mg/l is the best treatment on the percentage of explants that had emerged during
multiplication and shoot, c) interaction of BAP-NAA showed no significant effect on the ability
of explants multiplied, d) provision of various concentrations of NAA did not show significant
effect on the percentage of explants which have multiplication, percentage of live explants, the
percentage of explants forming shoots and current shoots appear, e) iInteraction of BAP 2.5
mg/l with NAA at concentrations of 0.5 and 1.0 mg/l was the best interaction on the
percentage of explants which formed callus.
J
eruk merupakan salah satu komoditas berproduksi tinggi dan berkualitas baik, dengan
buah-buahan yang mempunyai peranan batang bawah yang memiliki adaptasi luas
penting di pasaran dalam negeri maupun terhadap tanah dan lingkungan tumbuhnya;
luar negeri, baik dalam bentuk segar tahan terhadap hama dan penyakit akar; serta
maupun dalam bentuk olahan sehingga sesuai dengan batang atas yang digunakan;
pengelolaan jeruk sekarang ini berorientasi akan menghasilkan bibit jeruk yang bermutu
pada pola pengembangan komprehensif tinggi (Rahayu, 1993).
(Djomaeijah et al, 1999). Walaupun populasi Jeruk kanci merupakan kelompok batang
tanaman mengalami peningkatan yang tajam, bawah indegeneous Muara Sijunjung yang
namun sampai saat ini buah jeruk belum mempunyai efek cebol (rendah) terhadap
memenuhi harapan, karena adanya serangan batang atas terutama untuk jeruk keprok siam,
penyakit Citrus Vein Phloem Degeration (CVPD) toleran terhadap kekeringan, tanah lempung
sehingga banyak tanaman jeruk menjadi dan toleran terhadap Tristeza (Purnomo et al,
musnah (Aksi Agraris Kanisius, 1994). 2000). Sekarang ini jeruk kanci cukup sulit
Dalam upaya pengembangan tanaman untuk didapatkan. Harga jual yang tidak
jeruk, pengadaan bibit unggul dan bermutu mendukung dan kurangnya pengetahuan
memegang peranan penting, apalagi mengingat masyarakat akan kegunaan tanaman ini
tanaman ini bersifat tahunan. Mutu bibit menyebabkan kurangnya minat masyarakat
tanaman jeruk selain ditentukan oleh batang untuk membudidayakannya secara khusus.
Selain itu kerusakan lingkungan dewasa ini, kombinasi 0,1 mg/l NAA, namun persentase
ikut andil dalam mengurangi jumlah jeruk tunas yang muncul adalah paling kecil.
kanci. Sedangkan kalus lebih sedikit muncul pada
Untuk masalah diatas perlu usaha penambahan 10 mg/l BA dan 1,0 mg/l NAA,
penyediaan bibit sebagai upaya konservasi tapi inisiasi tunas adalah maksimum. Penelitian
plasma nutfah jeruk kanci. Konservasi perlu Rahayu (1993), menyatakan bahwa perlakuan
dilakukan untuk mempertahankan BA 0,5 mg/l dan NAA 0,1 mg/l memberikan
keanekaragaman hayati, karena dengan jumlah tunas total terbanyak pada media MS
berkurangnya keanekaragaman hayati akan dengan eksplan yang berasal dari epikotil jeruk
sangat merugikan bagi pemulia tanaman dalam Troyer Citrange yang dikecambahkan secara in
merakit varietas-varietas baru. vitro.
Konservasi dapat dilakukan secara Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
konvensional, yaitu secara in situ dan ex situ, mengetahui pengaruh pemberian NAA, BAP
konservasi secara ex situ dapat dilakukan secara dan interaksi keduanya dalam multiplikasi
in vitro. Menurut Soetikno (1985), banyak tunas pucuk jeruk kanci secara in vitro.
keuntungan yang dapat diperoleh dari .
pengawetan plasma nutfah dengan
menggunakan teknik kultur jaringan, baik dari BAHAN DAN METODE
segi biaya maupun sarana. Dalam
perplasmanutfahan kultur in vitro berperan Tempat dan Waktu
sebagai alat penyimpanan dan penggandaan Penelitian ini telah dilaksanakan di
tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
Multiplikasi merupakan salah satu Jurusan Budidaya Pertanian Universitas
tahapan yang perlu dilakukan dalam kultur Andalas Padang. Penelitian dilakukan dari
jaringan selain inisiasi dan aklimatisasi. Salah bulan Juli 2004 sampai Januari 2005.
satu faktor pendukung laju multiplikasi adalah
kombinasi zat pengatur tumbuh. Menurut Bahan dan Alat
Wattimena et al (1992), pengaruh zat pengatur Bahan-bahan yang digunakan dalam
tumbuh untuk suatu proses morfogenesis atau percobaan ini adalah eksplan yang berasal dari
pertumbuhan dan perkembangan tanaman biji jeruk kanci yang dikecambahkan secara in
merupakan kerja sama dari dua atau lebih zat vitro. Zat kimia penyusun media MS, NAA,
pengatur tumbuh. Pemilihan zat pengatur BAP, NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, alkohol 70%,
tumbuh dikaitkan dengan urutan tingkat alkohol 96%, bayclin, sukrosa, aquadest, bubuk
pekerjaan kultur jaringan. Zat pengatur agar-agar, plastic wrap, selotip bening,
tumbuh yang banyak digunakan adalah auksin detergen, karet gelang, kertas label, tissue, dan
dan sitokinin. formalin. Adapun alat-alat yang digunakan
Golongan auksin dan sitokinin akan adalah autoklaf, timbangan analitik, laminar air
mempengaruhi respon eksplan yang flow cabinet (LAFC), lemari es, oven, pH meter,
dikulturkan. Proporsi yang relatif tinggi dari botol kultur, kompor gas, hand sprayer, scalpel,
auksin terhadap sitokinin menyebabkan pinset, bunsen,, cawan petri dan rak kultur
diferensiasi mengarah pada pertumbuhan akar yang dilengkapi dengan lampu neon 20 watt
dan jika sitokinin lebih tinggi dari auksin maka sebagai sumber penyinaran dan alat tulis.
jaringan akan terdiferensiasi kearah
pertumbuhan tunas, dalam percobaan kultur Rancangan
jaringan pada umumnya jenis auksin dan Rancangan yang digunakan adalah
sitokinin yang digunakan adalah NAA dan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap
BAP karena kedua zat pengatur tumbuh (RAL) yang terdiri dari 2 faktor dengan 3
tersebut relatif tahan terhadap degradasi, ulangan. Faktor A adalah BAP dengan 4 taraf
sedangkan media yang banyak dipakai adalah konsentrasi yaitu :
media MS (George and Sherrington, 1984). A1 = 0,0 mg/l BAP
Grinblat (1972) cit Rahayu (1993), A2 = 2,5 mg/l BAP
menggunakan potongan kotiledon yang berasal A3 = 5,0 mg/l BAP
dari kultur in vitro sebagai eksplan pada media A4 = 7,5 mg/l BAP
dasar MS. Kalus terbentuk cukup banyak pada Sedangkan faktor B adalah NAA dengan 4
penambahan BA 0,1 1 mg/l dengan taraf konsentrasi yaitu :
Tabel 1. Persentase eksplan hidup pada media MS dengan pemberian berbagai konsentrasi BAP
dan NAA pada umur 70 hst
Konsentrasi BAP Konsentrasi NAA (mg/l) Pengaruh
0 0,5 1 1,5 Utama BAP
(mg/l) (%)
0,0 77,78 88,89 77,78 88,89 83,33
2,5 88,89 88,89 100,00 100,00 94,44
5,0 100,00 88,89 100,00 100,00 97,22
7,5 88,89 100,00 88,89 88,89 91,67
Pengaruh utama NAA 88,89 91,67 91,67 94,44
Angka-angka pada kolom dan baris yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf 5%
Tabel 2. Persentase eksplan yang mengalami multiplikasi pada media MS dengan pemberian
berbagai konsentrasi BAP dan NAA pada umur 70 hst
Konsentrasi NAA (mg/l)
Konsentrasi BAP Pengaruh Utama
0,0 0,5 1,0 1,5
(mg/l) BAP
(%)
0,0 44,44 44,44 11,11 44,44 36,11 b
2,5 77,78 88,89 100,00 88,89 88,89 a
5,0 77,78 77,78 66,67 66,67 72,22 a
7,5 11,11 0,00 22,22 22,22 13,89 c
Pengaruh utama NAA 52,78 52,78 50,00 55,56
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa diduga karena pemberian BAP pada
pemberian BAP pada konsentrasi 2,5 mg/l konsentrasi tinggi diduga dapat menghambat
dapat meningkatkan persentase eksplan jumlah tunas yang terbentuk yang ditandai
mengalami multiplikasi yang merupakan dengan rendahnya persentase eksplan yang
persentase tertinggi. Tetapi pada konsentrasi mengalami multiplikasi.
BAP 5,0 mg/l terjadi penurunan walaupun Moore (1979) dan Wattimena (1988)
tidak nyata. Pada pemberian BAP dengan menyatakan bahwa pemberian zat pengatur
konsentrasi 7,5 mg/l terjadi penurunan yang tumbuh dengan konsentrasi tinggi bukanlah
sangat nyata. Adanya penurunan persentase ini bersifat mendorong pertumbuhan akan tetapi
menghambat perkembangan eksplan, karena percobaan Enjoni (2004) pada tanaman jeruk
keseimbangan tidak dapat terjadi sehingga Crifta-01, pemberian BAP pada konsentrasi 8
dapat menghambat proses pembelahan sel. mg/l memberikan jumlah tunas terbanyak, ini
Namun hal ini juga tergantung dari menandakan bahwa persentase eksplan yang
kemampuan masing-masing eksplan mengalami multiplikasi juga cukup tinggi.
menerima tambahan dari luar, karena pada
BAP 2,5 mg/l + NAA 1,5 mg/l BAP 7,5 mg/l + NAA 1,5 mg/l
Wareing and Philips,1981 cit Thaib (1997) Persentase Eksplan Yang Membentuk Kalus
menyatakan bahwa tanggap tanaman terhadap Hasil analisis ragam dari persentase eksplan
hormon dan zat pengatur tumbuh sangatlah yang membentuk kalus dapat dilihat pada
bervariasi tergantung pada kepekaan organ Lampiran 4c. Sidik ragam menunjukkan bahwa
tersebut. Bekerjanya hormon dan zat pengatur pemberian beberapa konsentrasi NAA, dan
tumbuh yang diberikan pada jaringan tanaman pada berbagai konsentrasi BAP serta interaksi
yang tanggap, akan membawa perubahan yang keduanya berpengaruh nyata terhadap
akibatnya dapat diukur pada pengaruh eksplan yang membentuk kalus. Hasil uji
fisiologis dan morfologis tanaman. DNMRT pada taraf 5% terhadap persentase
eksplan membentuk kalus dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Persentase eksplan yang membentuk kalus pada media MS dengan pemberian berbagai
konsentrasi BAP dan NAA pada umur 70 hst
Konsentrasi BAP Konsentrasi NAA (mg/l) Pengaruh
0,0 0,5 1,0 1,5 Utama BAP
(mg/l) (%)
0,0 0,00 b B 66,67 a B 87,50 a A 87,50 aA 60,42
2,5 44,44 b A 100,00 a A 100,00 a A 77,78 aB 80,55
5,0 33,33 a A 11,11 ab C 0,00 b B 33,33 aC 19,44
7,5 0,00 a B 0,00 a C 22,22 a B 0 ,00 aD 5,50
Pengaruh utama 19,44 44,44 50,00 47,22
NAA
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf besar yang sama dan angka-angka pada baris ang sama diikuti huruf kecil
yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
Pemberian NAA pada konsentrasi 0,5 biasanya terjadi jika perbandingan antara
mg/l dan 1,0 mg/l memberikan persentase konsentrasi auksin dan sitokinin seimbang.
eksplan membentuk kalus tertinggi jika Sumardi (1996) menyatakan, bahwa
dikombinasikan dengan BAP 2,5 mg/l. Ini pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh beberapa
berarti bahwa interaksi auksin dengan faktor terutama yang berhubungan langsung
konsentrasi 0.5 mg/l dan 1,0 mg/l dengan dengan eksplan seperti ketersediaan energi,
sitokinin 2,5 mg/l telah memberikan tempat eksplan tumbuh dan kehadiran zat
perbandingan yang seimbang terhadap eksplan pengatur tumbuh terutama auksin dan
yang membentuk kalus. Widiastoety (1985), sitokinin dalam media kultur dengan
menyatakan bahwa pembentukan kalus keseimbangan tertentu.
.
BAP 2,5 mg/l + NAA 1,0 mg/l BAP 2,5 mg/l + NAA 1,0 mg/l
Pemberian BAP pada konsentrasi 7,5 mg/l dengan berbagai taraf konsentrasi NAA
dengan berbagai interaksinya dengan NAA merupakan multiplikasi secara tidak langsung,
memberikan pengaruh yang tidak nyata. yang menghasilkan bahan tanam yang bagus
Perlakuan BAP pada konsentrasi 7,5 mg/l untuk diregenerasikan membentuk planlet.
dengan berbagai taraf konsentrasi NAA
menyebabkan tidak terbentuknya kalus, Persentase Eksplan Membentuk Tunas
kecuali bila dikombinasikan dengan NAA pada Hasil analisis ragam eksplan yang
konsentrasi 1,0 walaupun memberikan nilai membentuk tunas dapat dilihat pada Lampiran
yang tidak nyata. Hal ini diduga karena 4d. Analisis ragam menunjukkan bahwa
pemberian BAP yang terlalu tinggi tidak pemberian BAP dan NAA pada berbagai
seimbang dengan konsentrasi NAA dalam konsentrasi terhadap eksplan yang membentuk
pembentukan kalus. Hal ini terjadi tidak hanya tunas memberikan pengaruh yang tidak nyata,
pada persentase eksplan yang membentuk begitu juga dengan interaksi BAP dan NAA.
kalus, tetapi juga pada eksplan yang mengalami Hasil uji F pada taraf 5% terhadap persentase
multiplikasi. Kalus yang terbentuk pada eksplan membentuk tunas disajikan pada
perlakuan BAP dengan konsentrasi 2,5 mg/l Tabel 4.
Tabel 4. Persentase eksplan membentuk tunas pada media MS dengan pemberian berbagai
konsentrasi BAP dan NAA pada umur 70 hst
Konsentrasi NAA mg/l
Konsentrasi BAP Pengaruh Utama
0,0 0,5 1,0 1,5
(mg/l) BAP
(%)
0,0 77,78 66,67 77,78 66,67 72,22
2,5 100,00 77,78 100,00 88,89 91,67
5,0 88,89 77,78 100,00 88,89 91,32
7,5 88,89 100,00 88,89 88,89 91,67
Pengaruh utama NAA 88,89 80,55 91,67 83,33
Angka-angka pada kolom dan baris yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf 5%
Tabel 5. Saat muncul tunas dengan pemberian berbagai konsentrasi NAA dan BAP dalam media
MS.
Konsentrasi BAP Konsentrasi NAA(mg/l)
Pengaruh Utama
0,0 0,5 1,0 1,5
(mg/l) BAP
(hst)
0,0 29,44 21,06 25,44 34,50 27,61 a
2,5 19,67 18,50 14,57 14,44 16,79 b
5,0 8,11 18,56 14,78 21,22 15,67 b
7,5 16,55 15,22 20,06 20,00 17,96 c
Pengaruh utama NAA 18,44 18,33 18,71 22,51
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
hormon yang ada di dalam jaringan eksplan Allen, M. 2002. Pengaruh zat pengatur tumbuh
(Locy 1984 cit Enjoni 2004) terhadap induksi kalus dan
organogenesis nuselus jeruk kanci
Persentase Eksplan Membentuk Akar (Citrus sp) secara in vitro. Skripsi S1
Pada percobaan ini tidak terdapat eksplan Fakultas Pertanian Universitas
yang membentuk akar, hal ini diduga karena Andalas. Padang. 41 hal.
nisbah auksin-sitokinin yang rendah. George
Dixon, R.A and Gonzales. 1994. Plant cell
dan Sherrington (1984), menyatakan bahwa
culture. A Practical Approach. Second
auksin dalam konsentrasi tinggi tanpa atau
Edition. Oxford University Press.
dengan sitokinin rendah akan menginduksi
Oxford New York. Tokio. 230 pp.
perakaran. Penelitian Rahayu (1993) yang
menggunakan kombinasi NAA 2,1 mg/l Djoemaijah, D. P. Saraswati., R. Hardianto.,
dengan IBA 0,5 mg/l mampu memberikan M.C.Mahfud., N. Rangarso., Setiono.,
jumlah akar terbanyak pada jeruk Troyer dan Handoko. 1999. Penerapan
Citrange secara in vitro. teknologi produksi tanaman jeruk
pulung menggunakan bibit bebas
penyakit di daerah endermis CVPD di
KESIMPULAN Ponorogo Jawa Timur. Dalam
Prosiding Seminar Nasional
Adapun kesimpulan dari penelitian ini Hortikultura. 106-113 hal.
adalah sebagai berikut :
Enjoni. 2004. Respon eksplan pucuk tanaman
- Pemberian konsentrasi BAP yang berbeda,
jeruk (Citrus sp) terhadap konsentrasi
memberikan pengaruh yang berbeda
NAA dan BAP pada inisiasi dan
terhadap persentase eksplan yang
ploriferasi tunas secara in vitro. Tesis
mengalami multiplikasi dan saat muncul
S2. Program Pascasarjana Universitas
tunas.
Andalas. Padang. 61 hal.
- Perlakuan BAP pada konsentrasi 2,5 mg/l
merupakan perlakuan terbaik terhadap Ferita, I., Sutoyo., H. Yanti. 2003. Pertumbuhan
persentase eksplan yang mengalami dan perkembangan tunas pucuk
multiplikasi dan saat muncul tunas. melinjo (Gnetum gnemon.L) secara in
- Interaksi BAP-NAA tidak memperlihatkan vitro. 15-17 hal.
pengaruh yang nyata terhadap
George, L. E ., and P.D Sherrington. 1984. Plant
kemampuan eksplan bermultiplikasi.
propagation by tissue culture. Hand
- Pemberian berbagai konsentrasi NAA tidak
Book and Directory of Commersial
memperlihatkan pengaruh yang nyata
Laboratory Exegetics Ltd. Eversly,
terhadap persentase eksplan yang
Basingtoke. England. 341 pp.
mengalami multiplikasi, persentase eksplan
yang hidup, persentase eksplan Gunawan, L.W. 1988. Teknik kultur jaringan
membentuk tunas dan saat muncul tunas. tumbuhan. Pusat Antar Universitas.
- Interaksi BAP 2,5 mg/l dengan NAA pada Bioteknologi IPB Bogor. 120 hal.
konsentrasi 0,5 dan 1,0 mg/l merupakan Gunawan, L. W. 1987. Teknik kultur in vitro
interaksi terbaik terhadap persentase
dalam hortikultura. Penebar Swadaya
eksplan yang membentuk kalus.
Anggota IKAPI. Jakarta. 115 hal.
Mariska, I. 1987. Konsepsi pelestraian plasma
DAFTAR PUSTAKA nutfah dengan biakan in vitro. Edisi
Khusus LITTRO 3(1). 22-27 hal.
Aksi Agraris Kanisius. 1994. Budidaya tanaman Moore, T. C. 1979. Biochemistry and physiology
jeruk. Kanisius. Yogyakarta. 220 hal. of plant hormones. Springger-Verlag.
Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar pengetahuan New York. 174 pp.
tentang zat pengatur tumbuh. Angkasa Prahardini, P. E. R; T. Sudaryono dan Purnomo.
Bandung. 85 hal. 1993. Komposisi media dan eksplan
untuk inisiasi dan proliferasi salak
secara in vitro. Penelitian Hortikultura.
Vol. 5 no. 2 tahun 1993. Balai Penelitian Murr.) secara in vitro. Tesis S2. Program
Hortikultura Solok. 15-27 hal. Pascasarjana Universitas Andalas.
Padang 76 hal.
Purnomo., Sukarmin., Karsinah., D. Djatmiadi.,
S, Handjani., Nurhadi., Sunyoto., dan Thaib, R. 1997. Perbanyakan enau (Arenga
Sudjijo. 2000. Varietas unggul batang pinnata (Wumrb) Murr.) secara in vitro.
bawah jeruk. Balai Penelitian Tanaman Tesis. Program Pasca Sarjana
Buah. Badan Penelitian dan Universitas Andalas. Padang. 98 hal.
Pengembangan Pertanian. Departemen
Wattimena, G. A. 1988. Zat pengatur tumbuh
Pertanian. Solok. 15-16 hal.
tanaman. PAU. IPB Bogor bekerjasama
Rahayu, M.S. 1993. Pengaruh media, auksin, dengan Lembaga Sumberdaya Inform
dan sitokinin terhadap perbanyakan, IPB. 145 hal.
perbanyakan tunas jeruk Troyer
Wattimena, G. A; L.W. Gunawan, N.A. Mattjik,
Citrange secara in vitro. Dalam Seminar
E. Syamsudin, N. M. A. Wiendi, A.
Program Pascasarjana IPB. Bogor. 74
Ernawati. 1992. Bioteknologi tanaman.
hal
Pusat Antar Universitas Bioteknologi
Soetikno, P.R. 1985. Prospek kultur jaringan IPB. Bogor. 309 hal.
untuk pelestarian tanaman langka.
Widiastoety, D. 1987. Penggunaan teknik
Trubus: Pekan tanaman
kultur in vitro untuk perbanyakan
langka.(Jakarta : 1984). 38-39 hal.
tanaman. Bahan latihan dan diskusi
Soetisna, U. dan A.T. Soenarto. 1984. Tanaman penelitian Buah-buahan Malang. Pusat
langka di Indonesia. LBN Bogor. (tidak penelitian dan pengembangan
diterbitkan) Hortikultura. Balai Penelitian
Hortikultura. Lembang. 1-28 hal.
Sumardi. 1996. Penggunaan arang aktif pada
beberapa komposisi NAA dan BAP
dalam kultur durian (Durio zibethinus
------------------------------oo0oo------------------------------