Anda di halaman 1dari 4

BioSMART ISSN: 1411-321X

Volume 5, Nomor 2 Oktober 2003


Halaman: 102-105

Perbanyakan Cepat Kunci Pepet (Kaempferia angustifolia Rosc.) melalui


Kultur in vitro

Rapid multiplication of kunci pepet (Kaemferia angustifolia Rosc.) through in vitro culture

ENDANG GATI LESTARI, SRI HUTAMI


Balai Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BALITBIOGEN) Bogor

ABSTRACT

Kaempferia angustifolia frequently mentioned as K. rotunda L., in Indonesia is called “kunci pepet”. It contains chemical substances
such as flavonoid, saponin, curcumin and antioxidant belongs to the chloroform fraction; the rhizome can be used as remedy for
diarrhea, tumor, and cancer. Due to the economic crisis in Indonesia, which makes the medical treatment expensive, the necessity for the
alternative medical herbs is escalating. Therefore, there will be an increasing demand for the medical plants herbs. To fulfill the demand
for the seed in a large amount and in a short time, in vitro propagation should be conducted. This research was conducted at the
reproduction and growth Laboratory of Reproduction and Plant Growth, Research Institute of Biotechnology and Genetic Resources for
Agriculture, Bogor. To increase the shoot proliferation speed, three steps of the research were successively carried out, namely (i) MS
+BA (0, 1, 3, and 5 mg/l) + IAA (0 and 1 mg/l); (ii) media MS + BA 5 mg/l+ IAA (0,1; 0,3 and 0,5 mg/l), (iii) media MS + BA (1, 3 and
5 mg/l) + thidiazuron 0,2 mg/l. As explants, lateral shoot was induced through in vitro. The result of the first experiment showed that the
highest amount of shoot is 5,8 coming from MS + BA 3mg/l media. For the second experiment, the highest shoot proliferation (4,8)
comes from MS + BA 5 mg/l + IAA 0 mg/l media. From the first and second experiments, the shoots were relatively low. But on the
third experiment, there was an increasing number to 6,28 derived from MS +BA 1mg/l + thidiazuron 0,2 mg/l media. The root was
formed at the shooting media and the acclimatized plantlet grows well. There was an effect of in vitro treatment media in the green
house growth.
Key words: Kaempferia angustifolia. Rosc, in vitro culture

PENDAHULUAN obat desentri dan obat sakit perut (Heyne, 1987; Kosahara,
1995). Senyawa kimia yang terkandung dalam rimpang
Beberapa tahun terakhir harga obat-obatan meningkat antara lain: saponin, sineol dan metil chavicol (Gunawan
tajam, sehingga pengobatan alternatif menggunakan obat dkk., 1989). Kunci pepet juga mengandung RIP (Ribosome
tradisional semakin meningkat. Sekitar 60% penduduk du- Inacting Protein) yang berfungsi untuk menonaktifkan
nia hampir sepenuhnya menggantungkan diri pada tumbuh- perkembangan sel kanker, merontokkan sel kanker tanpa
an untuk menjaga kesehatan (Farnsworth, 1994). merusak jaringan, anti oksidan dan anti imflamantasi.
Sedangkan menurut perkiraan WHO, lebih dari 80% Untuk mendapatkan bibit yang seragam dalam waktu
penduduk negara-negara yang sedang berkembang yang relatif singkat dapat dilakukan kultur in vitro. Salah
tergantung pada ramuan tradisional untuk mengatasi satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan cepat melalui
masalah kesehatan (Khan et al., 2002). Salah satu tanaman teknologi tersebut adalah kemampuan biakan menghasilkan
yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional tunas yang banyak pada periode tertentu. Keberhasilan
adalah kunci pepet (Indonesia) atau kunci menir (Jakarta) proliferasi tunas ditentukan oleh banyak faktor antara lain:
(Kaempferia angustifolia Rosc. atau K. rotunda) yang sumber eksplan, jenis media dasar, jenis dan konsentrasi
berkhasiat mengobati beberapa penyakit seperti tumor dan zat pengatur tumbuh serta kondisi lingkungan kultur.
kanker. Kunci pepet tumbuh liar di hutan-hutan terutama di Media dasar MS paling banyak digunakan untuk
Jawa Tengah dan Jawa Barat. Perbanyakan tanaman perbanyakan berbagai jenis tanaman, karena mempunyai
umumnya dilakukan secara vegetatif menggunakan kandungan hara makro paling tinggi terutama kandungan
rimpang atau anakan. Perbanyakan secara konvensional N. Penggunaan zat pengatur tumbuh sitokinin seperti BA,
tersebut mempunyai keterbatasan untuk menghasilkan bibit kinetin atau 2-iP dapat menentukan kecepatan dan arah
yang seragam dan bebas dari penyakit. pembentukan tunas (Heloir, 1997). Kombinasi sitokinin
K. angustifolia berupa terna kecil, berdaun kecil dan dan auksin dapat mempercepat pertunasan karena pengaruh
berumbi batang (Darwis, 1987). Daun bulat lonjong, sinergis antar zat pengatur tumbuh tersebut (Thorpe, 1987;
bergelombang, bergaris putih dan ungu pada permukaan Davies, 1995). Meningkatnya jumlah tunas karena
atas dan berwarna ungu terang atau hijau pada permukaan perlakuan kombinasi auksin dan sitokinin didapatkan pada
bawah. Akar tunggang, berbau harum, rimpang bulat, perbanyakan tanaman obat langka pulasari (Alyxia stellata)
berwarna putih kekuningan, dengan akar air berbentuk dan tanaman tangguh (Pettivera alliacea) (Gati dan
bulat telur berwarna putih. Rimpang berkhasiat sebagai Mariska, 1994).

© 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta


GATI-LESTARI dan HUTAMI – Kultur in vitro Kaempferia angustifolia 103

Penelitian ini bertujuan untuk medapatkan metode mg/l pada media yang sudah mengandung BA, ternyata
proliferasi tunas yang tinggi, sehingga dapat digunakan tidak meningkatkan jumlah tunas. Pada minggu ke-12 rata-
untuk pengadaan bibit kunci pepet secara cepat. rata jumlah tunas terbanyak didapatkan pada media MS +
BA 3 dan 5 mg/l, yaitu 5,8 dan 5,4 (Tabel 1). Pada media
MS dengan BA untuk setiap konsentrasi yang sama,
BAHAN DAN METODE penambahan IAA umumnya menurunkan jumlah tunas.
Bahkan dibanding dengan kontrol (MS 0), kombinasi BA 1
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi mg/l + IAA 1 mg/l jumlah tunasnya nyata lebih sedikit.
dan Pertumbuhan Tanaman, Balai Bioteknologi dan Untuk media MS + BA (3 dan 5 mg/l) + IAA 1 mg/l
Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Bahan tanaman jumlah tunasnya tidak berbeda nyata dengan kontrol.
yang digunakan sebagai eksplan adalah mata tunas kunci
pepet (K. angustifolia) berukuran 1 cm diambil dari Tabel 1. Pengaruh perlakuan kombinasi BA dan IAA terhadap
rimpang yang masih segar. Bahan tanaman dicuci bersih jumlah tunas.
dan direndam dalam air sabun selama 10 menit, selanjutnya
disterilisasi berturut-turut menggunakan larutan HgCl2 Rata-rata jumlah tunas
No Perlakuan (mg/l)
0,2% selama 4 menit, kloroks 30% selama 10 menit, Minggu ke-8 Minggu ke-12
kloroks 20% selama 12 menit dan terakhir dibilas dengan 1 BA 0 2,1 c 4,6 ab
akuades steril tiga kali.
2 1 2,5 c 2,7 ab
Media dasar yang digunakan adalah Murashige-Skoog
(MS) dan vitamin B kompleks (nicoticic acid 0,5 mg/l, 3 3 4,6 a 5,8 a
pyridoksin HCl 0,5 mg/l dan thiamin HCl 0,1 mg/l), serta 4 5 4,5 ab 5,4 a
myo inositol 100 mg/l. Sebagai sumber energi ditambahkan 5 BA 1 IAA 1 2c 1,6 b
sukrosa 30 g/l dan bubuk agar 7,5 g/l sebagai pemadat.
6 31 2,6 bc 3,2 ab
Adapun zat pengatur tumbuh BA, IAA dan thidiazuron
digunakan sebagai perlakuan. Kemasaman media dibuat 7 51 3,4 ab 4,5 ab
5,6-5,7 dengan menambahkan HCl 1 N atau KOH 1 N.
Intensitas penyinaran untuk rak kultur sebesar 1000 lux Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
mengunakan lampu TL 40 watt. kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1% uji DMRT.
Penelitian terdiri dari 3 tahap percobaan berturut-turut,
yaitu: (i) BA (0, 1, 3 dan 5 mg/l) + IAA (0 dan 1 mg/l), (ii)
Tinggi tunas pada masing-masing perlakuan
BA 5 mg/l + IAA (0,1, 0,3 dan 0,5 mg/l), (iii) BA (1, 3 dan
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata, pada Gambar
5 mg/l) + thidiazuron 0,2 mg/l. Percobaan disusun dengan
1. dapat dilihat adanya kecenderungan semakin tinggi
Rancangan Acak Lengkap, masing-masing perlakuan
konsentrasi BA yang diberikan, maka tunas yang
dengan 10 ulangan. Plantlet yang dihasilkan diaklimatisasi
dihasilkan semakin pendek. Jumlah daun yang dihasilkan
di rumah kaca menggunakan media tanah dan pupuk
menunjukkan hasil yang hampir sama dengan jumlah tunas,
kandang dengan perbandingan 1: 1. Parameter yang
yaitu jumlah daun tertinggi dihasilkan pada perlakuan MS
diamati adalah jumlah tunas, tinggi tunas, dan jumlah daun.
+ BA 3 mg/l (Tabel 2).
Analisis data menggunakan ANAVA dilanjutkan DMRT
pada taraf 1%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


16
Pada tahap awal percobaan, 14
dilakukan penanaman eksplan pada
12
media MS + BA 3 mg/l, tujuannya
untuk memperoleh tunas steril yang 10
akan digunakan dalam percobaan
8
perlakuan media. Dua minggu
pertama setelah tanam belum 6
menunjukkan adanya respon 4
pembentukan tunas, namun setelah
dilakukan subkultur beberapa kali 2
pada media yang sama terlihat adanya 0
respon pembentukan tunas baru
Jumlah tunas Jumlah daun Tinggi tunas
dengan jumlah cukup banyak untuk
digunakan pada percobaan tahap
pertama. BA 0 BA 1 BA 3 BA 5 BA 1 Iaa 1 BA 3 Iaa 1 BA 5Iaa 1
Percobaan tahap pertama menun-
jukkan bahwa penambahan IAA 1
Gambar 1. Pengaruh BA dan IAA terhadap jumlah tunas, jumlah daun dan tinggi tunas.
104 B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 102-105

Pada perlakuan tanpa zat pengatur tumbuh, tunas dapat gemuk dan lebih tegar (Gambar 2.). Namun tunas tampak
bermultiplikasi tidak berbeda nyata dengan perlakuan BA lebih pendek bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa
dan kombinasi dengan IAA, seperti halnya Mariska dkk. thidiazuron. Hal ini sejalan dengan penelitian
(1994) pada perbanyakan tanaman kencur. Diduga organ Purnamaningsih dan Gati (1999) pada tunas temu giring
mata tunas yang dikulturkan mempunyai zat pengatur (Curcuma heyneana), dan penelitian Preece dan Imel
tumbuh alami yang mencukupi, dimana keseimbangan dalam Lu (1993) yang menunjukkan adanya pembentukan
relatif antara zat pengatur tumbuh tersebut masih terpenuhi tunas yang lebih pendek pada media yang mengandung
untuk terbentuknya tunas-tunas baru. thidiazuron.

Tabel 2. Pengaruh BA dan IAA terhadap tinggi tunas dan jumlah


daun.

Rerata tinggi Rerata jumlah


No Perlakuan (mg/l) tunas, minggu daun minggu
ke-8 ke-12
1 BA 0 10,4 a 10,2 ab
2 BA 1 10,2 a 9 ab
3 BA 3 10,1 a 13,6 a
4 BA 5 10 a 12,1 ab
5 BA 1 + IAA 1 10,5 a 5,2 b
6 BA 3 + IAA 1 8,8 a 8,5 ab
7 BA 5 + IAA 1 9,0 a 9,7 ab

Gambar 2. Biakan kunci pepet pada media BA 1 mg/l +


Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada thidiazuron 0,2 mg/l.
kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1% uji DMRT.

Pada minggu ke-8 dari formulasi media yang dicobakan


Percobaan tahap pertama di atas menunjukkan bahwa media terbaik yang menghasilkan tunas terbanyak adalah
produksi tunas relatif masih rendah yaitu 5,8 dari perlakuan BA 1 mg/l + thi 0,2 mg/l yaitu 6,28 (Tabel 4).
dengan formulasi media terbaik. Untuk itu percobaan
dilanjutkan dengan menggunakan konsentrasi auksin yang Tabel 4. Pengaruh BA dan thidiazuron terhadap jumlah tunas,
lebih rendah. Konsentrasi IAA yang dicobakan yaitu (0,1, minggu ke-8.
0,3 dan 0,5 mg/l) ditambahkan pada media MS + BA 5
mg/l. Pada perlakuan kombinasi tersebut, rata-rata jumlah No
Media perlakuan Rerata
tunas pada minggu ke-8 dan ke-20 menunjukkan hasil yang (mg/l) jumlah tunas
tidak berbeda nyata pada semua perlakuan yang diuji 1 BA 1 + thi 0,2 6,28 a
(Tabel 3.). Pada perlakuan tersebut IAA yang diberikan 2 BA 3 + thi 0,2 2,28 b
tidak mampu meningkatkan laju proliferasi tunas. Untuk itu
3 BA 5 + thi 0,2 3,85 ab
pada percobaan tahap ketiga dicoba kombinasi BA dengan
thidiazuron.
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
Tabel 3. Pengaruh perlakuan kombinasi BA dengan IAA terhadap kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%, uji DMRT.
jumlah tunas

No Perlakuan (mg/l)
Rerata jumlah Rerata jumlah tuna Semakin tinggi konsentrasi BA yang diberikan maka
tunas minggu ke-8 minggu ke-20 jumlah tunas yang dihasilkan semakin sedikit, diduga
1 BA 5 + IAA 0 4,8 a 6,7 a thidiazuron pada konsentrasi yang diberikan sudah mampu
2 BA 5 + IAA 0,1 4,3 a 5,9 a memacu proliferasi, sehingga BA yang tinggi menghambat
pembentukan tunas baru. Lu (1993) menyatakan bahwa
3 BA 5 + IAA 0,3 4,5 a 5,4 a
thidiazuron dapat menstimulasi pembelahan sel dan
4 BA 5 + IAA 0,5 2,9 a 5,3 a prolifrasi tunas aksiler, sedang pada tanaman Pyrus
communis kombinasi BA dengan thidiazuron dapat
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada meningkatkan jumlah tunas. Pada multiplikasi tunas temu
kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%, uji DMRT. giring, penambahan thidiazuron 0,4 mg/l menghasilkan
tunas terbanyak (Purnamaningsih dan Gati, 1999).
Thidiazuron juga memacu frekwensi regenerasi pada
Percobaan ke-3 menggunakan BA (1, 3 dan 5 mg/l) kacang tanah (Arachis hypogaea) secara in vitro.
dikombinasikan dengan thidiazuron 0,2 mg/l memberikan Thidiazuron berpotensi untuk memacu pembentukan tunas
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan percobaan adventif pada beberapa jenis tumbuhan (Huetterman and
sebelumnya. Pada perlakuan ini tunas yang dihasilkan lebih Preece, 1993), karena dapat menginduksi proses
GATI-LESTARI dan HUTAMI – Kultur in vitro Kaempferia angustifolia 105

pembelahan sel secara cepat pada kumpulan sel meristem, media tanah dicampur pupuk kandang dengan
sehingga terbentuk primordial tunas (George dan perbandingan 1:1. Di samping itu terdapat pengaruh
Sherington, 1994). perlakuan media in vitro terhadap pertumbuhan bibit di
Semua perlakuan yang diberikan pada percobaan tahap rumah kaca.
pertama menunjukkan bahwa pada media yang sama,
biakan dapat membentuk tunas dan akar. Plantlet yang
diperoleh kemudian diaklimatisasi di rumah kaca, dengan DAFTAR PUSTAKA
menggunakan media campuran tanah dan pupuk = 1:1.
Semua tunas dapat tumbuh baik dan menunjukkan Darwis, S. N, A.B.D. Madjo-Indo dan S. Hariyadi. 1991. Tumbuhan Obat
Familia Zingiberaceae. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
pertumbuhan yang normal. Tunas yang berasal dari Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri
perlakuan media yang berbeda menunjukkan pertumbuhan (Puslitbangtri).
yang berbeda pula. Jumlah tunas terbanyak dihasilkan pada Davies. P.J. 1995. The plant hormone their nature, occurrence, and
tunas yang berasal dari perlakuan BA 5 mg/l yaitu (2,5 function. In Davies (ed.). Plant Hormone and Their Role in Plant
Growth Development. Dordrecht: Martinus Nijhoff Publisher.
buah) dengan rata-rata tinggi tunas 10 cm. Demikian pula Farnsworth, N.R. 1994. Ethnobotany and the Search for New Drugs. New
untuk parameter tinggi tunas terdapat pengaruh nyata atas York: John Wiley and Sons.
perlakuan yang diberikan pada tahap periode kultur in Gati, E. dan I. Mariska. 1994. Mikropropagasi tanaman obat langka
vitro. Tanaman tertinggi dihasilkan dari perlakuan BA (1 Alyxia stellata. Dalam: Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi I. Puslitbang Bioteknologi LIPI, Bogor,
dan 3 mg/l) dengan IAA (0,1 dan 0,3), yaitu 20 cm (Tabel 11-12 Mei 1994.
5). George, J. H and P.D. Sherington. 1984. Plant Propagation by Tissue
Culture. London: Exegetik Ltd.
Tabel 5. Pengaruh asal media kultur terhadap pertumbuhan bibit Gunawan,D., C.J. Soegihardjo., S. Maryani, dan K. Soemardiyah. 1989.
di rumah kaca umur 10 minggu. Empon-Empon dan tanaman lain Dalam: Zingiberaceae, cetakan
pertama. Yogyakarta: Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami
Asal media kultur Rerata Rerata tinggi (PERHIBA).
No Heloir, Mc., J.C. Fournior, L. Oziol, and R. Bessis. 1997. An improved
(mg/l) jumlah tunas tunas (cm) procedure for the propagation in vitro axillary-bud microcuting. Plant
1 BA 1 1 8 Cell, Tissue, and Organ Culture 49: 223-225.
Heyne, 1987. Tumbuhan Berguna Tumbuhan I. Jakarta: Badan Penelitian
2 BA 3 1 8,2
dan Pengembangan Kehutanan.
3 BA 5 2,5 10 Huetterman, C.A. and J.E. Preece. 1993. Thidiazuron: A potent cytokinin
for woody plant tissue culture. Plant Cell, Tissue and Organ Culture
4 BA 1 + IAA 1 1 15,2 33: 105-119.
5 BA 3 + IAA 1 1 20 Khan, M.T.H., L. Lampronti, D. Martello, N. Bianchi, S. Jabbar, M.S.K.
Choudhuri, B.K. Datta, and R. Gambari. 2002. Identification of
6 BA 5 + IAA 1 1,5 20 pyrogallol as an anti-prolifertive compound present in extracts from
the medicinal plant Emblica medicinalis: effect on in-vitro cell
growth of human tumor cell lines. International Journal of Oncology
20: 187–192.
KESIMPULAN Kosahara J. 1995. Medical Herb Index in Indonesia (Indeks Tumbuh-
tumbuhan Obat di Indonesia). Jakarta: PT. Eisai Indonesia.
Lu, C.Y. 1993. The Use of thidiazuron in tissue culture in vitro. Cell
Proliferasi tunas kunci pepet (Kaempferia angustifolia Development Biology 29: 92-96.
Rosc.) untuk tujuan perbanyakan bibit secara cepat dapat Mariska, I., D. Seswita dan E. Gati. 1994. Aplikasi kultur jaringan untuk
dilakukan melalui kultur in vitro, media terbaik untuk perbanyakan klonal tanaman kencur. Prosiding Seminar Nasional VI.
penggandaan tunas adalah media dasar MS + BA 1 mg/l + Tumbuhan Obat Indonesia. UNPAD Bandung. 2-3 Pebruari 1994.
Purnamaningsih, R dan E.Gati. 1999. Multiplikasi Tunas Temu giring
thidiazuron 0,2 mg/l, rata-rata tunas yang dihasilkan kultur in vitro. Buletin Plasma Nutfah 5 (1): 24-27.
sebanyak 6,28. Akar dapat terbentuk pada media yang Thorpe, T.A. 1987. Micropropagation of softwood and hardwoods. In
sama dengan media yang digunakan untuk pertunasan. Proceding of The Seminar on Tissue Culture of Forest Species. Kuala
Planlet dapat diaklimatisasi dan tumbuh dengan baik pada Lumpur, 15 –18 Juni 1987.

Anda mungkin juga menyukai