Analisis Metabolit Sekunder Kultur Pucuk, Kalus, Dan Tanaman Lapang
Analisis Metabolit Sekunder Kultur Pucuk, Kalus, Dan Tanaman Lapang
dibutuhkan budidaya tanaman dalam skala (Phyto Technology Laboratories), spirtus, sukrosa
besar, disamping proses ekstraksi, isolasi, dan dan Zat Pengatur Tumbuh (3 ppm NAA, 1 ppm
pemurnian yang memerlukan biaya cukup BAP, 4 ppm 2,4-D, 2 ppm kinetin). Bahan tanaman
besar (Ningsih 2014). Teknik kultur in vitro yang digunakan adalah planlet dan tanaman lapang
krisan (C.morifolium) kultivar Yulimar dari Balai
sering digunakan sebagai alternatif untuk Pengembangan Benih Hortikultura dan Aneka
memproduksi metabolit sekunder. Menurut Tanaman Pasir Banteng.
Marchev et al. (2014) kultur in vitro dapat
mengubah jalur sintesis metabolit sekunder Metode Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan metode
dengan cara memperluas produksi fitokimia
eksplorasi di laboratorium untuk menganalisis jenis
pada tanaman. metabolit sekunder yang terkandung dalam kultur
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kalus, kultur pucuk dan sebagai pembanding
kultur pucuk terbukti mampu menghasilkan digunakan tanaman lapang krisan. Kalus diinduksi
metabolit sekunder seperti menthofuran pada menggunakan eksplan batang dan daun planlet
Mentha piperita L. (Fejér et al. 2018) dan asam krisan pada media MS berturut-turut dengan
rosmarinik pada Salvia virgata (Dowom et al. penambahan 3 ppm 2,4-D + 2 ppm kinetin (Lestari
2017). Demikian juga kultur kalus Naringi 2018) dan 4 ppm 2,4-D (Purwaningsih et al. 2016).
crenulata mampu menghasilkan 1,3,4,5- Kultur pucuk menggunakan eksplan nodus tunggal
dengan satu daun yang ditanam pada media MS
tetrahydroxy cyclohexane carboxylic acid
dengan penambahan BAP 1 ppm (Waseem et al.
(Singh et al. 2013). 2011). Pengamatan dilakukan pada 60 hari setelah
Produksi metabolit sekunder dari kultur sel tanam (HST) terhadap parameter tinggi planlet,
tanaman juga memiliki bermacam-macam jumlah daun, tekstur dan warna kalus dan ukuran
keuntungan, termasuk manipulasi biosintesis kalus. Analisis metabolit sekunder dilakukan
senyawa bioaktif dalam kuantitas yang banyak menggunakan GC-MS sedangkan analisis data
dari kultur yang steril dan terkontrol (Docimo dilakukan secara deskriptif. Bagian tanaman lapang
et al. 2015; Dias et al. 2016). Selain itu yang digunakan untuk analisis metabolit sekunder
tingginya produktivitas metabolit sekunder adalah daun yang diperoleh dari tanaman krisan
berusia 60 hari.
secara in vitro tidak dipengaruhi musim panen
dan potensi kontaminasi silang bila Prosedur penelitian
dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh Sterilisasi alat
secara in vivo (Murch & Saxena 2006). Semua alat yang akan digunakan disterilisasi
terlebih dahulu dalam autoklaf pada suhu 121oC dan
Beberapa penelitian membuktikan bahwa
tekanan 15 psi lb/inc2 selama 15 menit. Laminar air
kandungan metabolit sekunder pada kultur in flow sebelum digunakan untuk penanaman
vitro mendekati atau lebih banyak dari tanaman dibersihkan dahulu dengan kapas yang telah
yang ditumbuhkan secara in vivo. Nugroho et dibasahi alkohol 70% kemudian disinari dengan
al. (2009) melaporkan bahwa hasil analisis sinar UV selama 2 jam.
profil kromatogram metabolit sekunder
Pembuatan medium
temulawak ditemukan 83% senyawa yang Untuk membuat 1 L medium dilakukan dengan
terkandung pada kalus temulawak sama dengan menimbang serbuk MS siap pakai sebanyak 4,43 g,
yang ditemukan pada tanaman induknya. lalu dimasukkan dalam beaker glass dan
Demikian pula pada penelitian Kristina et ditambahkan gula sebanyak 30 g dan agar (pemadat)
al. (2007), pegagan (Centella asiatica) yang sebanyak 8g. Selanjutnya ditambahkan aquades
ditanam secara in vitro menghasilkan metabolit hingga mencapai 1 L. Penambahan ZPT dilakukan
sekunder yang lebih bervariasi dibandingkan sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan
dengan pegagan lapang atau in vivo. untuk menginduksi kultur pucuk dan kalus krisan.
Pengaturan pH media menggunakan pH meter
Penelitian ini bertujuan menganalisis jenis
dengan menambahkan NaCl 0,1 N atau NaOH 1 N
metabolit sekunder yang terkandung dalam hingga pH mencapai 5,8. Larutan media dimasak
kultur pucuk dan kalus krisan dan tanaman sampai mendidih lalu dimasukkan ke dalam botol
lapangnya (in vivo) sebagai pembanding kultur sekitar 15 mL/botol kemudian disterilkan
dengan menggunakan GC-MS (Gas dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan
Chromatography-Mass Spectrometry). 17,5 psi selama 15 menit.
diinduksi dari eksplan batang dan eksplan daun. dari lingkungannya. Sinyal awal akan
Batang planlet dipotong sepanjang 1 cm dan memengaruhi kemampuan eksplan untuk
ditanam pada media MS + 3 ppm 2,4-D + 2 ppm beregenerasi. Sinyal awal ini dikirim ke
kinetin, sedangkan eksplan daun dipotong dengan berbagai sel, seperti mesofil dan sistem
ukuran ± 0,5 cm2 dan ditanam pada media MS + 4
ppm 2,4-D. Masing-masing eksplan ditanam
vaskular untuk mengkonversi sel-sel yang
sebanyak 4 potong untuk setiap botolnya. Kultur rusak (Xu 2018) dengan bantuan zat pengatur
diinkubasi pada temperatur 18-21°C dengan tumbuh yang berfungsi dalam menutup luka
pencahayaan ± 2000 lux selama 60 hari. (Utami et al. 2007).
Analisis metabolit sekunder
Preparasi ekstrak dilakukan dengan metode
maserasi. Bahan kering tanaman dihaluskan
kemudian ditimbang sebanyak 2 gram dan
direndam dalam metanol selama 12 jam dengan
sesekali diaduk. Ekstrak yang telah direndam
kemudian disaring menggunakan kertas saring
Whatmann No.41. Sebelum disaring, kertas saring
dibasahi dengan metanol dan ditambahkan Na2SO4
sebanyak 0,2 gram pada kertas saring untuk
menghilangkan endapan dan mengikat air pada Gambar 1. Morfologi kalus eksplan daun C.
filtrat.
Morifolium (Ket: garis hitam
Sistem GC-MS dioperasikan menggunakan
kolom kapiler silika (30 x 0,25 mm ID x 1 μ Mdf). menunjukkan ukuran skala 1 cm)
Gas Helium digunakan sebagai gas pembawa Kalus asal eksplan daun pada hari ke-60
dengan laju 1 mL/menit, volume injeksi 0,5 μl, memiliki rata-rata ukuran 13 berdasarkan skala
temperatur injektor 250ºC dan temperatur sumber
clay models dengan warna kuning kecoklatan,
ion 280ºC. Temperatur oven diprogram pada 110ºC,
dengan laju kenaikan temperatur 10ºC/menit sampai bertekstur remah, dan sedikit berakar (Gambar
200ºC, kemudian 5ºC/menit sampai 280ºC, diakhiri 1). Penelitian Purwaningsih et al. (2016),
dengan isotermal selama 9 menit pada temperatur melaporkan bahwa kalus krisan yang bertekstur
280ºC (Sun et al. 2010). remah dan kecoklatan mampu menghasilkan
Hasil analisis GC-MS berupa kromatogram prekursor flavonoid quersetin, asam asetat, dan
dengan sejumlah puncak yang menunjukkan jenis tetrahidroksikalkon. Hasil serupa ditemukan
metabolit yang terkandung dalam sampel. dan kultur pada Ricinus communis (Abd Elaleem et al.
kalus krisan (C. morifolium). Interpretasi senyawa 2015), citrus (Ramdan et al. 2014) yang
dilakukan berdasarkan waktu retensi setiap puncak
menunjukkan bahwa kalus yang diinduksi
yang muncul dalam kromatogram menggunakan
pustaka standar Willey.
menggunakan 2,4-D memiliki warna
kecoklatan. Dalam induksi kalus, 2,4-D dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN media diperlukan untuk proliferasi sel sebagai
Pertumbuhan Kultur Kalus dan Kultur auksin yang penting untuk callogenesis. Dalam
Pucuk C. morifolium Ramat Kultur Kalus hal ini 2,4-D bertindak sebagai sinyal auksin
Eksplan daun C. morifolium diinduksi pada induktif untuk memicu aktivitas proliferasi
medium MS dengan penambahan 4 ppm 2,4-D eksplan (Ramdan et al. 2014).
(Purwianingsih et al. 2014). Pada 1 hari setelah Selain kalus, pada eksplan tumbuh juga
tanam (HST), eksplan mulai mengalami akar, hal ini dapat disebabkan adanya peran
elongasi dan pembengkakan. Pembengkakan auksin 2,4-D.Auksin berpengaruh terhadap
pada eksplan dapat disebabkan adanya pembentukan akar sebagai hasil interaksi
pengaruh auksin 2,4-D yang ditambahkan dengan fitohormon lain yang mengendalikan
dalam media. Wahyuni et al. (2014) perkembangan akar (Bellini et al. 2014;
melaporkan bahwa eksplan daun Aglaonema Pacurar et al. 2014). Selain auksin, Park et al.
sp. melengkung dan tulang daun membengkak (2017) menyatakan bahwa sumber gula pada
disebabkan adanya pengaruh auksin dan media juga merupakan faktor penting terhadap
tekanan turgor. Eksplan daun C. morifolium induksi akar. Sukrosa sering digunakan sebagai
mulai membentuk kalus pada 11 HST yang sumber karbon pada kultur jaringan sebagai
ditandai adanya butir-butir kecil berwarna penyedia energi untuk morfogenesis, termasuk
putih pada bagian perlukaan. Perlukaan pada akar (Yaseen et al. 2013). Sukrosa diketahui
eksplan memberikan beberapa sinyal termasuk sebagai penginduksi stress osmotik untuk
sinyal short-term dan long-term luka dan sinyal regulasi proses metabolik seperti sintesis asam
absisat, transportasi auksin, dan akumulasi meningkat, sehingga sel menjadi lebih kaku.
karbohidrat pada sel dan jaringan tumbuhan
yang akan meningkatkan atau menurunkan
pertumbuhan dan perkembangan eksplan
(Huang et al. 2012, Yaseen et al. 2013).
Kalus asal eksplan daun yang terbentuk
pada penelitian ini berwarna kuning kecoklatan
(Gambar 1). Serupa dengan hasil penelitian
Anjusha& Gangaprasad (2017) yang
menunjukkan bahwa Gynochthodes umbellata
Gambar 2. Morfologi kalus eksplan batang C.
yang ditanam pada medium dengan
morifolium (Ket: garis hitam
penambahan 2,4-D menghasilkan kalus
menunjukkan ukuran skala 1 cm)
berwarna kekuningan dan bertekstur remah
sebagai akibat adanya aktivitas 2,4-D yang Warna hijau pada kalus diduga karena
menghambat pembentukan klorofil. Warna adanya akumulasi klorofil pada kalus yang
kecoklatan pada kalus dapat juga disebabkan terbentuk. Klorofil disintesis dari asam
adanya respon kalus terhadap lingkungannya glutamat melalui reaksi enzimatik yang
atau kalus telah masuk pada fase stasioner. kompleks dan beberapa tahap sintesisnya
Perubahan kalus menjadi coklat menunjukkan dipengaruh cahaya (Ilag et al. 1994, Taiz &
pertumbuhan dan perkembangan kalus Zeiger, 2010). Selain cahaya, sitokinin dalam
memasuki fase stasioner (penuaan) yang media juga sangat berpengaruh dalam
selanjutnya dapat menyebabkan kalus menjadi perkembangan dan diferensiasi kloroplas.
mati (Purnamaningsih & Ashrina, 2011). Sitokinin menstimulasi perubahan ultrastruktur
Kalus asal eksplan batang C. Morifolium yang khas untuk transisi etioplast ke kloroplas
yang diinduksi pada MS dengan penambahan 3 (Cortleven et al. 2016). Selain itu menurut
ppm 2,4-D + 2 ppm kinetin menunjukkan Siddique & Islam (2015) di bawah cahaya
elongasi dan pembengkakan eksplan pada putih, sel-sel kalus akan membentuk pigmen
pertama setelah penanaman. Eksplan batang fotosintetik sehingga kalus dapat menghasilkan
mulai menghasilkan kalus pada 11 HST yang karbohidrat dan metabolit lain yang diperlukan
dimulai pada kedua ujung batang yang sel untuk pertumbuhannya.
merupakan bagian perlukaan. Pembentukan
Kultur Pucuk
kalus pada kombinasi ini menunjukkan efek
Kultur pucuk diinduksi pada medium MS
sinergis dan/atau komplementer auksin dan
dengan penambahan 1 ppm BAP. Eksplan
sitokinin, yang lebih lanjut merangsang
mulai tumbuh pada hari ke-6 setelah tanam
sensitivitas jaringan, khususnya sel-sel yang
dengan munculnya tunas baru dari nodus.
kompeten selama fase kalus (Ramdan et al.
Penambahan sitokinin dalam hal ini BAP dapat
2014).
berperan dalam menginduksi pertumbuhan
Pada hari ke-60 kalus asal eksplan batang
tunas.
yang dihasilkan memiliki ukuran 8 skala clay
models, berwarna hijau muda, bertekstur
kompak, dan berakar. Tekstur kompak pada
kalus dapat terjadi disebabkan adanya
pengaruh pemberian hormon sitokinin kinetin
ke dalam media. Hasil yang sama dilaporkan
Castro et al. (2016) bahwa konsistensi kompak
pada kalus Byrsonima verbascifolia dapat
disebabkan terutama oleh sitokinin BAP dan
kombinasi 2,4-D dengan BAP pada konsentrasi Gambar 3. Morfologi kultur pucuk C.
yang tinggi. morifolium (Ket : garis hitam
Penelitian Dwi (2012) menunjukkan bahwa menunjukkan ukuran skala 1
kalus yang diinduksi dengan penambahan cm)
sitokinin memiliki tekstur kompak sebagai efek Rata-rata tinggi planlet pada akhir
dari sitokinin dan auksin yang mempengaruhi pengamatan ±5 cm. Ghanti et al. (2004)
potensial air dalam sel. Hal ini menyebabkan menunjukkan bahwa sitokinin, khususnya BAP
penyerapan air dari medium ke dalam sel dapat menangani dominansi apikal dengan
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 21 No. 1, Januari 2020 : 1-10 5
menumbuhkan tunas lateral dari dormansinya photosynsthetic photon flux (PPF) pada kultur
dan mendukung pembentukan pucuk dan in vitro. Semakin tinggi photosynsthetic photon
elongasi. Kultur pucuk berwarna hijau dan flux (PPF) yang dihasilkan, maka proses
beberapa daun mulai layu saat dipanen pada 60 fotosintesis akan semakin tinggi dan
HST. Hal ini dapat disebabkan kultur tumbuh mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan
pada media dengan waktu yang cukup lama, tanaman.
sehingga berkurangnya suplai nutrisi dari
Perbandingan Jenis Metabolit Sekunder
media ke dalam eksplan mengakibatkan
Kultur Kalus, Tunas dan Tanaman Lapang
eksplan mengalami kekeringan dan kelayuan.
C. morifolium
Minarsih et al. (2016) mengungkapkan bahwa
Metabolit sekunder yang terkandung pada
kalus tebu yang disubkultur sampai subkultur
kultur kalus, tunas dan tanaman lapang
ketiga, menunjukkan pertumbuhan kalus yang
diidentifikasi menggunakan GC-MS (Tabel 1).
masih baik. Subkultur dilakukan untuk Tabel 1 menunjukkan senyawa-senyawa
mempertahankan stok bahan tanaman (eksplan) volatil yang teridentifikasi pada kalus daun,
agar planlet tetap tumbuh.
kalus batang, kultur pucuk, dan daun tanaman
Selain BAP yang digunakan dalam
lapang. Jumlah senyawa volatil yang terdeteksi
penelitian ini untuk mendukung pertumbuhan
pada kultur kalus eksplan daun, kalus eksplan
kultur pucuk krisan, penambahan gula sebagai
batang dan kultur pucuk berbeda berturut-turut
sumber karbon pada medium juga secara tidak sebanyak lima, delapan dan 10 senyawa,
langsung memengaruhi regenerasi tunas. Gula sedangkan pada tanaman lapangnya terdeteksi
merupakan faktor utama dalam metabolisme
sebanyak 5 senyawa dari berbagai golongan.
yang diproduksi selama fotosintesis dan akan
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa terdapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan secara
tiga senyawa yang sama ditemukan pada kultur
keseluruhan termasuk pertumbuhan tunas.
yang berbeda, seperti
Konsentrasi sukrosa pada medium dodekametilsikloheksasiloksan pada kultur
mempengaruhi kemampuan fotosintesis dan pucuk, kultur kalus daun, dan tanaman lapang,
perkembangan tunas pada konsentrasi tertentu,
3-metoksi-1,2-propanadiol pada kultur pucuk
sukrosa juga dapat menjaga potensial osmotik
dan kultur kalus daun, dan 2-propanon pada
pada dinding sel tunas, namun pada konsentrasi
kultur pucuk dan tanaman lapang. Hasil ini
yang tinggi akan menghambat efisiensi
menunjukkan bahwa kultur in vitro dapat
fotosintesis dengan menurunkan kadar klorofil menghasilkan senyawa yang sama atau lebih
dan enzim untuk fotosintesis (Gago et al.
bervariasi dibandingkan dengan tanaman
2014).
lapangnya. Penelitian Velayutham & Karthi
Kultur tunas pada penelitian ini diinkubasi
(2015) menunjukkan bahwa tumbuhan
dalam kondisi terang dengan pencahayaan ±
Hybanthus enneaspermus in vivo menghasilkan
3500 lux. Intensitas cahaya, fotoperiod, dan jenis metabolit sekunder lebih sedikit dari
kualitas spektral dapat mempengaruhi kultur in vitro berdasarkan hasil analisis profil
pertumbuhan, morfogenesis, dan produksi
kromatogram menggunakan GC-MS.
senyawa bioaktif pada kultur in vitro. Menurut
Hasil ini menunjukkan bahwa kultur in
Chung et al. (2010), cahaya menginduksi
vitro dapat dijadikan alternatif menggantikan
morfogenesis tumbuhan. Cahaya merupakan
penanaman tanaman secara tradisional, karena
sinyal yang diterima oleh foto reseptor yang kultur in vitro produksi metabolit sekundernya
kemudian akan mengatur diferensiasi dan terkontrol, dan ketersediaan tanaman pun akan
pertumbuhan tanaman (Muleo & Morini 2006).
terjaga (Rout, 2006). Kultur in vitro juga dapat
Penelitian Bello-Bello et al. (2016)
menghasilkan fitokimia yang beragam dan
menunjukkan bahwa vanila yang ditanam
dapat dikontrol, serta bebas akan gangguan
secara in vitro dengan penyinaran lampu LED
perubahan iklim, kondisi tanah, dan bebas
menghasilkan pertumbuhan yang baik karena mikroorganisme dan serangga (Siahsar et al.
meningkatkan proliferasi tunas vanila. Lampu 2011).
flourescent dapat meningkatkan
Tabel 1. Perbandingan jenis metabolit sekunder dalam kultur kalus daun, kalus batang, kultur
pucuk dan tanaman lapang C. morifolium
No. Nama Senyawa DTL KD KB KP Golongan
Siklobutana,1,2,2,3,3,4-
1. heksadetero-1,4-bis √ Sikloalkana
(1,2,2-trideteroetil)
Keton (prekursor senyawa
2. 2-Propanon √ √
fenolik)
Organoboron (prekursor
3. Trimetil borat √
alkaloid)
Dimetilsiloksan Organosilikon (prekursor
4. √
pentamer alkaloid)
Dodekametilsikloheksas Organosilikon (prekursor
5. √ √ √
il-oksan alkaloid)
3-Metoksi-1,2- Alkohol (prekursor senyawa
6. √ √
propanadiol fenolik)
1-Metoksi-2-propil Ester (prekursor senyawa
7. √
ester asetat fenolik)
Tetradekametilsiklohept Organosilikon (prekursor
8. √
asil-oksan alkaloid)
Aldehid
9. 3-Metilbutanal √
(prekursor senyawa fenolik)
Aldehid
10. Trans-2-Heptenal √
(prekursor senyawa fenolik)
Alkohol (prekursor senyawa
11. 2,3-Dimetil-2-pentanol √
fenolik)
Ester (prekursor senyawa
12. Iso amil salisilat √
fenolik)
Ester (prekursor senyawa
13. Metil palmitat √
fenolik)
14. n-Dotriakontan √ Alkana
15. n-Dotriakontan √ Alkana
Asam karboksilat (prekursor
16. Asam pentadesilat √
senyawa glikosidik)
17. 2-Metilpentana √ Alkana
Alkohol (prekursor senyawa
18. 3-Metil-1-butanol √
fenolik)
Aldehid
19. 2-Metilbutanal √
(prekursor senyawa fenolik)
20. Metilsiklopentana √ Sikloalkana
21. Heksanaften √ Sikloalkana
22. Metilsikloheksana √ Sikloalkana
Ket : DTL : daun tanaman lapang; KD : kalus eksplan daun; KB : kalus eksplan batang; KP: kultur pucuk
Pada Tabel 1 tampak bahwa terdapat senyawa organik hidrokarbon alifatik yang
perbedaan senyawa yang terdeteksi pada ketiga tidak memiliki gugus benzena (Chang, 2004).
jenis kultur yang diuji. Ali & Tariq (2013) Pada kalus asal eksplan daun dan batang
menunjukkan hasil penelitiannya bahwa ditemukan senyawa golongan ester, aldehid,
sebagian besar metabolit sekunder dari jaringan dan organisilikon. Senyawa-senyawa golongan
bibit yang tumbuh di lapangan ditemukan di ester dan aldehid ini berpotensi menjadi
kultur kalusnya namun tidak ada kaitan dalam prekursor senyawa fenolik, sedangkan senyawa
jumlah senyawa dan persentasenya. Selain itu golongan organisilikon berpotensi menjadi
terdapat perbedaan beberapa metabolit yang prekursor senyawa golongan alkaloid jika
terkandung dalam eksplan dengan yang bereaksi dan berikatan dengan senyawa yang
ditemukan pada kultur kalusnya. mengandung unsur N atau senyawa-senyawa
Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukkan turunan asam amino. Saifudin (2014)
bahwa sebagian besar senyawa yang terdeteksi menyatakan bahwa alkaloid mengandung unsur
adalah senyawa alkana. Alkana merupakan nitrogen pada kerangkanya. Alkaloid
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 21 No. 1, Januari 2020 : 1-10 7
Ali S & Tariq A. 2013. Analysis of Secondary Organ Cult. 120(3):1061– 1075.
Metabolites in Callus Cultures of Dowom SA, Abrishamchi P &Radjabian R.
Momordica charantia cv. Jaunpuri. 59 (1): 2017. Enhanced Phenolic Acids Production
23-32. in Regenerated Shoot Cultures of Salvia
Anjusha S& Gangaprasad A. 2017. Callus virgata Jacq. After Elicitation With
Culture And In Vitro Production of Ag+ions, Methyl Jasmonateand Yeast
Anthraquinone in Gynochthodes umbellata Extract. Industrial Crops and Products.
(L.) Razafim. & B. Bremer (Rubiaceae). 103 : 81–88.
Industrial Crops and Products. 95:608-614 Drozd J. 1985 Chemical Derivatization in Gas
Bellini C, Pacurar DI & Perrone I. 2014. Chromatography. J. Chrom Library.19.
Adventitious Roots And Lateral Roots: Dwi NM, Waeniati, Muslimin & Suwastika
Similarities And Differences. Annu. Rev. IN. 2012. Pengaruh Penambahan Air
Plant Biol. 65: 639–666. Kelapa dan Berbagai Konsentrasi Hormon
Bello-Bello JJ, Martínez-Estrada E, Caamal- 2,4-D Pada Medium MS Dalam
Velázquez JH & Morales-Ramos V. 2016. Menginduksi Kalus Tanaman Anggur Hijau
Effect of LED Light Quality on in vitro (Vitis vinifera L.). J. Natural Sci. 1.(1) : 53-
Shoot Proliferation and Growth of Vanilla 62.
(Vanilla planifolia Andrews). Afr. J. Fejér J, Gruľová D, Feo VD, Ürgeová E,
Biotechnol. 15(8) : 272-277. Obert B & Preťová A. 2018.
Castro AHF, de Queiroz Braga K, de Sousa Mentha×piperita L. Nodal Segments
FM, Coimbra MC & Chagas RCR. 2016. Cultures and Their Essential Oil
Callus Induction and Bioactive Phenolic Production. Industrial Crops & Prod.
Compounds Production from Byrsonima 112 : 550–555.
verbascifolia (L.) DC. (Malpighiaceae). Gago J, Martínez-Núñez L, Landín M, Flexas
Revista Ciência Agronômica. 47(1): 143- J & Gallego PP. 2014. Modeling The
151. Effects of Light and Sucrose on in vitro
Chang, R. 2004. Kimia Dasar: Konsep-konsep Propagated Plants: A Multiscale System
Inti. Ed. ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Analysis Using Artificial Intelligence
Chung JP, Huang CY & Dai TE. 2010. Technology. PLoS One. 9(1): e85989.
Spectral Effects on Embryogenesis and Ghanti K, Kaviraj CP, Venugopal RB, Jabeen
Plantlet Growth of Oncidium ‘Gower FTZ & Srinath R. 2004. Rapid
Ramsey’. Sci. Hortic. 124, 511–516. Regeneration of Mentha x pipperita L. from
Cook NC & Samman S .1996. Flavonoids- Shoot Tip and Nodal Explants. Indian
Chemistry, Metabolism, Cardioprotective J.Biotechnol. 3: 594–598.
Effects, and Dietary Sources. Nutritio Huang WL, Lee CH & Chen YR. 2012. Levels
Biochem. 7: 66- 76. of Endogenous Abscisic Acid Andindole-3-
Cortleven A, Marg I, Yamburenko MV, acetic Acid Influence Shoot Organogenesis
Schlicke H, Hill K, Grimm B, Schaller GE in Callus Cultures of Rice Subjected to
& Schmülling T. 2016. Cytokinin Osmotic Stress. Plant Cell Tissue Organ
Regulates The Etioplast-chloroplast Cult. 108 : 257–263.
Transition Through The Two-Component Ilag LL, Olson NH, Dokland T, Music CL,
Signaling System and Activation of Cheng RH, Bowen Z, McKenna R,
Chloroplast-related Genes. Plant Physiol. Rossmann MG, Baker TS & Incardona NL.
172(1): 464–478. 1994. DNA Packaging Intermediates of
Dias MI, Sousa MJ,RC Alves & Ferreira ICFR. Bacteriophage fX174. Structure. 3: 353–
2016. Exploring Plant Tissue Culture to 363.
Improve The Production of Phenolic Kim HJ & Lee YS. 2005. Identification of New
Compounds: A review. Industrial Crops Dicaffeoylquinic Acids From
and Prod. 82 : 9–22. Chrysanthemum morifolium and Their
Docimo T, Davis AJ, Luck K, Fellenberg C, Antioxidant Activities. J. Planta Med. 71:
Reichelt M, Phillips M, Gershenzon J & 871–876.
Auria JCD.2015. Influence of Medium and Kristina NN, Kusumah ED & Lailani PK.
Elicitors on The Production of Cocaine, 2009. Analisis Fitokimia dan Penampilan
Amino Acids and Phytohormones by Polapita Protein Tanaman Pegagan
Erythroxylum coca calli. Plant Cell Tissue (Centella asiatica) Hasil Konservasi in
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 21 No. 1, Januari 2020 : 1-10 9
Taiz L & Zeiger E. 2010. Plant physiology. 3rd From Nodal Segments. Afr J. Biotech.
Edition. Sinauer Associates Inc. Sunderland 10(8): 1477-1484.
MA. Xie YY, Yuan D, Yang JY, Wang LH & Wu
Utami ESW, Sumardi I, Taryono & Semiarti E. CF. 2009. Cytotoxic Activity of Flavonoids
2007. Pengaruh α- Naphtaleneacetic Acid From The Flowers of Chrysanthemum
(NAA) Terhadap Embriogenesis Somatik morifolium on Human Colon Cancer Colon
Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis (L.) 205 cells. J. Asian Nat. Prod. Res. 11(9):
Bl. J. Biodiversitas. 8(4) : 295- 299. 771-778.
Velayutham P & Karthi C. 2015. GC-MS Xu L. 2018. De novo Root Regeneration From
Profile of In Vivo, In Vitro and Fungal Leaf Explants: Wounding, Auxin, and Cell
Elicited In Vitro Leaves of Hybanthus Fate Transition. Current Opinion in Plant
enneaspermus (L.) F. Muell. Int J. Pharm Biology. 41: 39–45.
Pharm Sci. 7(10) : 260-267. Yang L, Aobulikasimu N, Ping C, Jin HW,
Wahyuni DK, Prasetyo D & Hariyanto S. 2014. Hong L. 2017. Analysis of Floral Volatile
Perkembangan Kultur Daun Aglaonema sp. Components and Antioxidant Activity of
Dengan Perlakuan Kombinasi Zat Pengatur Different Varieties of Chrysanthemum
Tumbuh NAA dan 2,4-D dengan BAP. J. morifolium. Molecules Article. 22: 1970.
BIOSLOGOS. 4 (1) : 10-16 Yaseen M, Ahmad T, Sablok G, Standardi A &
Waseem K, Jilani MS, Khan MS, Kiran M & Hafiz IA. 2013. Review: Role of Carbon
Khan G. 2011. Efficient in vitro Sources For in vitro Plant Growth and
Regeneration of Chrysanthemum Development. Mol. Biol. Rep. 40 : 2834-
(Chrysanthemum morifolium L.) Plantlets 2849.