Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang


sering dijumpai, merupakan 6070% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi
obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh
kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Gawat perut dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya,
ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan
oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran
cerna atau perdarahan1,2,3.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus
dengan cara yang sebaik-baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang
bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan
umum penderita optimal.
2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3. Mencegah laparotomi negatif.
4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab
obstruksinya

1
BAB II

KASUS

A. IDENTITAS
Nama lengkap : Ny. M
Usia : 64 tahun
Jenis kelamin :P
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Raya rawa nuning no.64, Pulo gebang, jakarta
timur, telp. 48701758
Masuk RS tanggal : 8 Januari 2011
No. Rekam medis : 64.21.27

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit keluarga

Riwayat pengobatan

Riwayat psikososial

C. PEMERIKSAAN UMUM
KU : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 360C
BB : kg
TB : cm

Status generalis

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemi -/-
Sclera ikterik -/-
Reflex pupil +/+
Hidung :Deviasi septum nasi -/-

2
Secret -/-
Mulut : Sianosis (-)
Bibir kering (-)
Faring hiperemis (-)
Telinga : Serumen -/-
Nyeri tekan tragus -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Pulmo : Inspeksi simetris
Palpasi vocal fremitus normal, nyeri tekan (-)
Perkusi sonor pada lapangan paru
Auskultasi vesicular +/+, wheezing -/-, ronki -/-
Cor : Inspeksi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi ictus cordis teraba di ICS 5
Perkusi batas jantung kanan pada linea sternalis,
batas jantung kiri pada linea midclavikula ICS 5
Auskultasi S1 S2 normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Inspeksi distensi (+)
Palpasi nyeri tekan (+)
Perkusi timpani pada ke-4 kuadran
Auskultasi bising usus (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Imunologi serologi
o HbsAg : 0,525 IU/ml
Hematologi umum
o Hemoglobin : 12,3 g/dl
o Leukosit : 16.900/mm3
o Hematokrit : 34 %
o Trombosit : 385.000/mm3
o Hitung jenis
Basofil : 0
Eosinofil : 0
Neutrofil : 94
Limfosit : 3
Monosit : 3
Kimia

3
o Elektrolit / gas darah
Na : 141 m Eq/L
K : 3,6 m Eq/L
Cl : 106 m Eq/L
o Faal ginjal
Ureum : 111 mg/dl
Creatinin : 1,8 mg/dl
Asam urat : 10,1 mg/dl

o Faal hati
Protein Total : 6 mg/dl
Albumin : 2,8 mg/dl
Globulin : 3,2 mg/dl
Bilirubin total : 1,1 mg/dl
Bilirubin direk: 0,7 mg/dl
Alkali fosfatase : 149 mg/dl
SGOT : 14 U/L
SGPT : 25 U/L
o GDS : 137 mg/dl

Radiologi
Foto toraks
Cor CTR > 50% aorta elongasi
Pulmo : hilus tidak melebar, corakan vaskular perihiler bilateral
normal, parenkim tidak terlihat infiltrat, sinus, diafragma dan kosta
baik.
Kesan cardiomegali configurasi aorta
Pulmo dalam batas normal

Foto abdomen 3 posisi


Distribusi udara usus tidak sampai ke distal/rectum
Peningkatan udara terutama di small intestinal
Pre peritoneal fat bilateral menipis
Psoas line bilateral samar
Terlihat air fluid level intraintestinal multiple menyerupai step
leader
Tidak terlihat udara bebas intraperitoneal/subdiafragma
Kesan ileus obstruktif letak tinggi

E. Resume

4
F. Diagnosis

Diagnosis banding
Diagnosis kerja

G. Penatalaksanaan
1. Pasang O2 nasal
2. Infus cairan kristaloid
3. Pasang kateter
4. Pasang NGT
5. Pasien di puasakan
6. Rencana laparotomi eksplorasi

H. Laporan operasi
Asepsis dan antisepsis
Insisi mediana kulit, subkutis, linea alba, lalu perut di buka. Ileum
melebar dengan terdapat pocket obstruksi di daerah ligamentum treitz
dibebaskan
Dicari sumbernya tidak di temukan perforasi ileum, appendiks
menebal kesan meradang appendiktomi
Organ intraabdominal lain dalam batas normal, terdapat fibrin di
cavum douglas
Lapangan operasi di cuci dan di tutup
Operasi selesai

I. Follow up post operasi

Tanggal S O A P
10/1/11 flatus kesadaran : CM Post Metronidazol 3 x
KU : lemah
(+) 1x operasi 500 mg
TD : 120/70mmHg
HR : 91 x/mnt H-1 Ceftriaxon II x 2 gr
RR : 18 x/mnt Tutofusin
T : 360C
Abdomen lemas, datar,
BU(+)

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi 2,4,5


Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. Ileus Paralitik adalah hilangnya peristaltic usus sementara.

3.2 Klasifikasi 2,3


1. Ileus Mekanik
Lokasi Obstruksi

6
Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

Letak Tengah : Ileum Terminal

Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum


Stadium
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 6
2. Ileus Neurogenik
Adinamik : Ileus Paralitik
Dinamik : Ileus Spastik
3. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia

3.3 Etiologi 1,6,7,8,9


Penyebab obstruksi pada usus halus dapat dibagi menjadi 3 yaitu obstruksi
pada ekstraluminal, obstruksi intrinsik dan obstruksi intraluminal. Obstruksi
ekstraluminal misalnya adhesi, hernia, karsinoma dan abses. Obstruksi intrinsik
pada dinding usus seperti tumor primer. Dan obstruksi intraluminal seperti
enterolitis, gallstones dan adanya benda asing. Penyebab tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Penyebab Ileus Obstruksi
Lesi ekstrinsik pada dinding usus
Adhesi (postoperative)
Hernia (inguinal, femoral, umbilical)

Neoplasma

Abses intraabdominal
Lesi intrinsic
Kongenital (Malrotasi, kista)

7
Inflamasi (Chrons Disease, Divertikulitis)

Neoplasma

Traumatik

Intusepsi
Obstruksi intraluminal
Gallstone

Enterolith

Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering


menyebabkan obstruksi.Pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba - tiba dengan
keluhan perut membesar dan nyeri perut. Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA,
penyebab terbanyak adhesi yaitu pada operasi ginekologik, appendektomi dan
reseksi kolorektal.
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rongga peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum atau pasca
operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal atau
multipel.
Terdapat juga etiologi berdasarkan klasifikasi ileus obstruksi itu sendiri.
Berdasarkan pembagian tersebut etiologi ileus obstruksi dapat di bagikan seperti
berikut 3,4,5 :

1. Ileus Obstruktif
a. Hernia Inkarserata
b. Non Hernia
Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.

8
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.

Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.

Adhesi
Invaginasi
Volvulus
Malformasi Usus

2. Ileus Paralitik
a. Pembedahan Abdomen
b. Trauma abdomen
c. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d. Pneumonia
e. Sepsis
f. Serangan Jantung
g. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
h. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
i. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
j. Mesenteric ischemia

3.4 Patofisiologi 3,4,5,10 :


Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat dilihat pada
Gambar-2.1. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena
sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari10, tidak

9
adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah
penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan
absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.

Obstruksi Mekanik Simple.


Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian.

Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan
dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi
biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,
menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan
nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.

3.5 Manifestasi Klinik 2,3,8 :


1. Subyektif - Anamnesis

10
Dari anamnesis akan didapatkan gejala utama berupa :
Nyeri-Kolik
Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam

Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan

Obstruksi kolon : onset muntah lama.


Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat


kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului
oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik
e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang
menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi
usus. Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus
letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak
rendah.

2. Obyektif - Pemeriksaan Fisik


A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti:

11
Takikardia

Pireksia (demam)

Lokal tenderness dan guarding

Rebound tenderness

Nyeri local

Hilangnya suara usus local


Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi

B. Obstruksi
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio
inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi
dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.

Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.

Perkusi
Hipertimpani

Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
Feses yang mengeras : skibala

12
Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Radiologi
Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga
dan air-fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-
peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus.

C. Paralitik
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level.

3. Pemeriksaan Penunjang :
A. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium
yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan
nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan.Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi
hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44%
pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan
metabolik asidosis bila ada tanda - tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

B. Radiologik 3,7,9,10

13
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid
level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu
obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada
obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air
fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak
tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran
berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus.
Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis
akibat adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada
obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang
komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun
keganasan.

3.6 Penatalaksanaan 7,9,11,12,13,14


Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.

14
Farmakologis
Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Pada umumnya penderita yang akan operasi mengikuti
prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap. Persiapan penderita berjalan
bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus secara lengkap dan
tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya berkurang atau
hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :

o Dekompressi usus.
o Koreksi elektrolit dan keseimbangan asam basa.
o Atasi dehidrasi
o Mengatur peristaltik usus yang efisien.
o Antibiotik
o Pada umumnya persiapan pasien berlangsung selama 4--24 jam sampai
saatnya penderita siap untuk operasi.

Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah


yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa
kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.

Tabel 3: Tindakan operasi berdasarkan situasi


Situations necessitating emergent operation
Incarcerated, strangulated hernias
Peritonitis
Pneumatosis cystoides intestinalis
Pneumoperitoneum
Suspected or proven intestinal strangulation
Closed-loop obstruction
Nonsigmoid colonic volvulus
Sigmoid volvulus associated with toxicity or peritoneal signs
Complete bowel obstruction

15
Situations necessitating urgent operation
Progressive bowel obstruction at any time after nonoperative measures
are started
Failure to improve with conservative therapy within 2448 hr
Early postoperative technical complications
Situations in which delayed operation is usually safe
Immediate postoperative obstruction

Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi,


maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan


pada obstruksi ileus, yakni :
(a) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus
dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
(b) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang melewati bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

Pasca Bedah
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus
yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang

16
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena
caftan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan.
Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali
belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta
menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan
pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi stra
ngulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari
pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis.
Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting.

3.7 Komplikasi 11,12


Komplikasi dari ileus antara lain terjadinya :
Nekrosis usus, perforasi usus,
Sepsis,
Syok-dehidrasi,
Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
Gangguan elektrolit,
Meninggal

3.8 Prognosis 11,12


Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai

17
sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. dr. Niko M. Mana f dan dr. H. Kartadinata : Obstruksi Ileus di Cermin Dunia
Kedokteran No. 29,

18
1983.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIle
us.html.

2. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam


Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.
Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192

3. Anonymous. Ileus. [Online].2007 September 13 [cited 2008 May 19];[6


screens]. Available from:URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html.

4. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com.

5. Anonym. Ileus. http://www.Merck.com.

6. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mttox KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern
surgical practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 - 1342.

7. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L,


Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2 nd ed.
New York: Churchill Livingstone;2004. p.306-9.

8. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,


Giannopoulos P,et al. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation,
etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. 2007
January 21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com

9. Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors.
A lange medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2 nd ed. New
York : McGraw-Hill;2003. p. 383-88.

10. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price,
S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC,
1994.

11. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson
LM,editor. Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa:
dr.Peter Anugerah. Jakarta: EGC;1995. Hal.389 - 412.

12. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June
2];[6 screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com

13. Souba, Wiley W.; Fink, Mitchell P.; Jurkovich, Gregory J.; Kaiser, Larry R.;
Pearce, William H.; Pemberton, John H.; Soper, Nathaniel J, editors. Sigmoid
volvulus successfully decompressed by sigmoidoscopy. In : ACS Surgery:
Principles & Practice, 2007 Edition. [Book on CD-ROM]

19
14. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29
[Online]. 1983 [cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from:
URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.

20

Anda mungkin juga menyukai