Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

KEUANGAN NEGARA INDONESIA

DISUSUN OLEH

NAMA : UMAR TOMSIO

SEMESTER/RUANG : V/I

NIM : 2014010008

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

STIA ASY-SYAFIIAH FAKFAK

TAHUN AJARAN 2016/2017

1
Daftar Isi

Cover.................... 1

Daftar Isi................... 2

Kata Pengantar.............. 4

BAB I PENDAHULUAN......................... 5

A. Latar Belakang................. 5

B. Rumusan Masalah................... 10

a) Apa Itu Keuangan Negara....................................... 10

b) Apakah Asas-Asas Umum Pengelolaan

Keuangan Negara.................................................... 10

c) Yang Memegang Kekuasaan Atas

Pengelolaan Keuangan Negara................................ 10

d) Siapakah Yang Melakukan Penyusunan Dan

Penetapan APBN dan APBD.................................. 10

e) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Bank Sentral...................................................... 10

f) Bagaimanakah Pelaksanaan APBN Dan APBD...... 10

g) Siapakah Pertanggungjawaban Pengelolaan

Keuangan Negara.................................................... 10

2
C. Tujuan Pembahasan................. 10

a) Mengetahui Apa Itu Keuangan Negara................... 10

b) Mengetahui Asas-asas Umum

Pengelolaan Keuangan Negara................................ 10

c) Mengetahui Kekuasaan atas Pengelolaan

Keuangan Negara.................................................... 10

d) Mengetahui Penyusunan dan Penetapan APBN

dan APBD................................................................ 10

e) Mengetahui Hubungan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Bank Sentral......................... 10

f) Mengethui Pelaksanaan APBN dan APBD............. 10

g) Mengetahui Pertanggungjawaban Pengelolaan

Keuangan Negara.................................................... 10

BAB II PEMBAHASAN.............. 11

A. Apa Itu Keuangan Negara......................................... 11

B. Asas-asas Umum Pengelolaan

Keuangan Negara................................................ 17

C. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara..... 20

D. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD....... 26

3
E. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank

Sentral................................................................................. 38

F. Pelaksanaan APBN dan APBD........................................... 39

G. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara......... 40

BABA III PENUTUP............................... 42

A. Kesimpulan................. 42

B. Saran............................................................................... 43

Daftar Pustaka........................................................................... 44

4
Kata Pengantar

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan pertolonganNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Makalah ini tepat
pada waktunya.

Dalam Makalah ini Penulis membahas tentang Keuangan Negara. Telah kita
ketahui bahwa pembelajaran kita dalam Keuangan Negara Atau Daerah ini
menyangkut pembelajaran tentang pendapatan dan pengeluaran negara yang akan
dibahas di dalam APBN suatu negara.

Untuk itu semoga makalah yang Penulis buat ini dapat menjadi dasar dan acuan
agar kita menjadi lebih kreatif lagi dalam membuat suatu laporan atau makalah.

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keuangan (bahasa Inggris: finance) mempelajari bagaimana individu, bisnis,


dan organisasi meningkatkan, mengalokasi, dan menggunakan sumber daya
moneter sejalan dengan waktu, dan juga menghitung risiko dalam
menjalankan proyek mereka. Istilah keuangan dapat berarti:

Ilmu keuangan, dan asset lainnya

Manajemen asset tersebut

Menghitung, dan mengatur risiko proyek

Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan


diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki
kedaulatan.

Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan
yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara
independent.

Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan
memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah
mendapat pengakuan dari negara lain.

Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik Negaraberhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.

6
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan
dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek,
subjek, proses, dan tujuan.

Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.

Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh
subjek yang memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu:
pemerintah pusat, pemerintah daerah,perusahaan negara/daerah, dan badan
lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan denganpengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggunggjawaban.

Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan
hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan
objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara.

Berdasarkan pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek, terlihat


bahwa hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang diperluas

7
cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Dengan demikian, bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan
dalam:
a. subbidang pengelolaan fiskal,
b. subbidang pengelolaan moneter, dan
c. subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal meliputi


kebijakan dan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai daripenetapan Arah dan
Kebijakan Umum (AKU), penetapan strategi dan prioritas pengelolaan
APBN, penyusunan anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh
DPR, pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran, penyusunan perhitungan
anggaran negara (PAN) sampai dengan pengesahan PAN menjadi undang-
undang.

Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan moneter berkaitan


dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sector perbankan dan lalu lintas
moneter baik dalam maupun luar negeri.

Pengelolaan keuangan negara subbidang kekayaan Negara yang dipisahkan


berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di sektor Badan Usaha
Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD)yang orientasinya mencari keuntungan
(profit motive).

Berdasarkan uraian di atas, pengertian keuangan negara dapat dibedakan


antara: pengertian keuangan negara dalam arti luas, dan pengertian keuangan
negara dalam arti sempit.

8
Pengertian keuangan negara dalam arti luas pendekatannya adalah dari sisi
objek yang cakupannya sangat luas, dimana keuangan negara mencakup
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan.

Sedangkan pengertian keuangan negara dalam arti sempit hanya


mencakup pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal saja.

Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi


salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan negara.

Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem


pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan
pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas
umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan
negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan
negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia.

Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara


merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan
selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

9
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Itu Keuangan Negara?


2. Apakah Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
3. Yang Memegang Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara?
4. Siapakah Yang Melakukan Penyusunan Dan Penetapan APBN dan APBD?
5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral,
Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara,
Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana
Masyarakat?
6. Bagaimanakah Pelaksanaan APBN Dan APBD?
7. Siapakah Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Apa Itu Keuangan Negara?


2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ?
3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD ?
5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral,
Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara,
Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana
Masyarakat ?
6. Pelaksanaan APBN dan APBD ?
7. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?

10
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Keuangan Negara

Apa arti dari keuangan?


Sebelum kita mencari tahu pengertian keuangan, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu arti kata dasar dari kata tersebut, yang tak lain
adalah uang. Oke, mari kita bahas satu-persatu.

Pengertian Uang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008:1766) uang diartikan
: (1) Alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah,
dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau
logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu; (2) harta;
kekayaan.

Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, uang dalam ilmu ekonomi tradisional


didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum.

Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap
orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa.

Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang


tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi
pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya
serta untuk pembayaran hutang.

Nah merujuk pada dua pengertian di atas, di sini admin memberikan


kesimpulan bahwasannya arti dari uang adalah harta benda atau kekayaan.

Pengertian Keuangan

11
Setelah kita mengetahui arti dari uang seperti dijelaskan di atas.
Selanjutnya kita akan membahas tentang arti keuangan.

Keuangan dalam KBBI (2008:1767) diartikan :


1. segala sesuatu yang bertalian dengan uang
2. seluk beluk uang
3. urusan uang
4. keadaan uang. Contoh dalam kalimat: biaya rumah sakit tidak
terjangkau oleh keuanganku. (artinya: kondisi
uang/harta/kekayaanku tidak bisa menjangkau biaya rumah sakit)

Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, Keuangan adalah mempelajari


bagaimana individu, bisnis, dan organisasi meningkatkan,
mengalokasi, dan menggunakan sumber daya moneter sejalan
dengan waktu, dan juga menghitung risiko dalam menjalankan
proyek mereka. Istilah keuangan dapat berarti:
(1) Ilmu keuangan dan asset lainnya;
(2) Manajemen asset tersebut;
(3) Menghitung dan mengatur risiko proyek.

Ridwan dan Inge (2003). Keuangan merupakan ilmu dan seni


dalam mengelola uang yang mempengaruhi kehidupan setiap orang
dan setiap organisasi. Keuangan berhubungan dengan proses,
lembaga, pasar, dan instrumen yang terlibat dalam transfer uang
diantara individu maupun antara bisnis dan pemerintah.

12
Pengertian keuangan negara menurut pendapat para ahli

Pengertian Keuangan Negara selalu berkembang dan berbeda, baik


menurut tempat negara yang mengelolanya maupun menurut pendapat
para ahli. Pengertian-pengertian keuangan negara yang dikemukakan oleh
para ahli tersebut antara lain :

1. Hamid S. Attamimi menyatakan, keuangan negara tidak hanya


bersumber dari APBN saja, akan tetapi juga meliputi keuangan
negara yang berasal dari APBD, BUMN maupun BUMD dan pada
hakekatnya seluruh harta kekayaan negara merupakan keuangan
negara.

2. Menurut Arifin P. Soeria Atmadja menyatakan, definisi keuangan


negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD, keuangan negara
pada Perjan, Perum, dan sebagainya, sedangkan definisi keuangan
negara dalam arti sempit hanya meliputi setiap badan hukum yang
berwenang mengelola dan mempertanggungjawabkannya.

Sedangkan para ahli lainnya memberikan pengertian yang berbeda


terhadap Keuangan Negara yaitu :

3. M. Hadi menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah, semua hak


dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula
segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dapat dijadikan
milik negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
dimaksud.

4. Menurut M.Subagio, keuangan negara terdiri atas hak dan


kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula

13
segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajibannya itu.

Hak negara meliputi hak menciptakan uang, hak mendatangkan hasil, hak
melakukan pungutan, hak meminjam dan hak memaksa. Kewajiban negara
meliputi kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan
masyarakat; dan kewajiban membayar hak-hak tagihan pihak ketiga.

Sedangkan pakar lain, Otto Eckstein menyatakan, keuangan negara


adalah bidang yang mempelajari akibat-akibat dari anggaran belanja
negara atas ekonomi, khususnya akibat dari dicapainya tujuan-tujuan
ekonomi yang pokok, pertumbuhan , kemantapan, keadilan dan efisiensi.

Juga dipelajari tentang bagaimana seharusnya : andaikata kita ingin


mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti misalnya pertumbuhan yang lebih
cepat atau distribusi pendapatan yang lebih adil, kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang bagaimanakah yang akan dapat mengarah ke tujuan-
tujuan itu ?

Dari penjelasan para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa pengertian


keuangan negara tidak hanya terkait dengan uang negara, melainkan
seluruh kekayaan negara termasuk di dalamnya segala hak dan kewajiban

14
yang timbul karenanya, baik kekayaan itu berada dalam pengelolaan para
pejabat-pejabat dan/atau lembaga-lembaga yang termasuk pemerintahan
umum maupun yang berada dalam pengelolaan bank-bank pemerintah,
yayasan-yayasan pemerintah dengan status Hukum Publik ataupun
Privat, badan-badan usaha negara serta badan-badan usaha lain dimana
pemerintah mempunyai kepentingan khusus serta terikat dalam perjanjian
dengan penyertaan pemerintah ataupun penunjukan dari pemerintah.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-


unsur keuangan negara yang dikemukakan oleh para ahli tersebut hampir
sama dan saling melengkapi, yaitu mencakup :
1. anggaran pendapatan dan belanja negara,
2. kebijaksanaan-kebijaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
negara,
3. akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di bidang
ekonomi,
4. kegiatan mencari dan menggunakan dana untuk mencapai tujuan,
hak dan kewajiban negara,
5. uang dan barang yang dapat dijadikan milik negara,
f. keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan badan-badan usaha lainnya.

Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam


bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk
didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban
yang timbul karena :

15
1. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah.
2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan,
badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara,
atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan Negara.

Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah


dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.

Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua
hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang,
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi


seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan
Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
negara.

Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan


yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas
mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai
dengan pertanggunggjawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan
dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau

16
penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat


dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang
pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan.

2.2. Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara

Peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran


Sektor Publik menjadi semakin signifikan. Dalam perkembangannya, APBN
telah menjadi instrumen kebijakan multi fungsi yang digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan bernegara.

Hal tersebut terutama terlihat dari komposisi dan besarnya anggaran yang
secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan kepada masyarakat.
Oleh karena itu, agar fungsi APBN dapat berjalan secara optimal, maka
sistem anggaran dan pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus
dilakukan dengan cermat dan sistematis.

Sebagai sebuah sistem, pengelolaan anggaran negara telah mengalami banyak


perkembangan. Dengan keluarnya tiga paket perundang-undangan di bidang
keuangan negara, yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, sistem pengelolaan anggaran negara di Indonesia terus berubah dan
berkembang sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik.
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam
penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan

17
secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan
pokok yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar 1945.

Aturan pokok Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum,


yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan
keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan
asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan
kaidah- kaidah yang baik (best practices) dalam pengelolaan keuangan
negara.

Penjelasan dari asas tersebut adalah sebagai berikut:

Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran negara dibuat


secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif
(DPR). Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa
tidak diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara
dengan pengeluaran negara.

Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap,


berarti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena
itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam
anggaran adalah jumlah brutonya.

Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam


mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah
yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas
tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif berarti penggunaan
anggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah ditentukan.

Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa


setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja

18
organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi
tanggung jawabnya.

Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara


ditangani oleh tenaga yang profesional. Asas Proporsionalitas;
pengalokasian anggaran dilaksanakan secara proporsional pada fungsi-
fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan
yang ingin dicapai.

Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan


adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan
anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen.

Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan


mandiri, memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa
Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara secara objektif dan independen.

Asas universalitas, mengharuskan agar setiap transaksi keuangan


ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.

Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak


dan kewajiban Penyelenggara Negara, serta teralokasinya sumber daya
yang tersedia secara proporsional terhadap hasil yang akan dicapai.

Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya


prinsip-prinsip pemerintahan daerah.

Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di UU No 17 Tahun 2003,


pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi
manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh

19
landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

2.3. Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara menurut UU No. 17 Tahun


2003 Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 (UU No. 17 Tahun 2003)


tentang Keuangan Negara mengatur kekuasaan atas pengelolaan
keuangan negara sebagai berikut (Pasal 6):
1. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan

Kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud di sini


meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat
khusus.

Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan


umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan
pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman
penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan
tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara.

Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang


berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di

20
bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana
perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.

2. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut:

dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan


Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang
keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO)
Pemerintah Republik Indonesia.

dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna


Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya. Setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah
Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu
pemerintahan.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga


negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.

Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud dengan pimpinan


lembaga adalah pejabat yang bertangguing jawab atas pengelolaan keuangan
lembaga yang bersangkutan.

diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala


pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan

tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara


lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan
undang-undang.

21
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut juga diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah.

Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.

Prinsip pembagian kekuasaan ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar


terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab,
terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya
peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Selanjutnya, Pasal 7 UU No. 17 Tahun 2003 menegaskan bahwa:

1. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk


mencapai tujuan bernegara.

2. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai


tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun
disusun APBN dan APBD.

Sub-bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan


fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan,
administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.

22
Tugas Menteri Keuangan dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas
pengelolaan fiskal meliputi (Pasal 8):

1. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro

2. menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN

3. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran

4. melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan

5. melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan


dengan undang-undang

6. melaksanakan fungsi bendahara umum negara

7. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban


pelaksanaan APBN

8. melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal


berdasarkan ketentuan undang-undang.

Sementara itu, menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna


Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya
mempunyai tugas sebagai berikut:

1. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang


dipimpinnya

2. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran

3. melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga yang


dipimpinnya

23
4. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan
menyetorkannya ke Kas Negara

5. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab


kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya

Piutang yang dimaksud di sini adalah hak negara dalam rangka penerimaan
negara bukan pajak yang pemungutannya menjadi tanggung jawab
kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

Utang yang dimaksud di sini adalah kewajiban negara kepada pihak ketiga
dalam rangka pengadaan barang dan jasa yang pembayarannya merupakan
tanggung jawab kementerian negara/lembaga berkaitan sebagai unit pengguna
anggaran dan/atau kewajiban lainnya yang timbul berdasarkan
undangundang/keputusan pengadilan.

6. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab


kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya

7. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian


negara/lembaga yang dipimpinnya

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang dimaksud di sini adalah


dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
negara, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.

8. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya


berdasarkan ketentuan undang-undang.

Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yang diserahkan oleh Presiden


kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola
APBD dan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna
anggaran/barang daerah (Pasal 10).

24
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah, pejabat pengelola keuangan
daerahmempunyai tugas sebagai berikut:

1. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD

2. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD

3. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan


dengan Peraturan Daerah

4. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah

5. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban


pelaksanaan APBD.

Adapun kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna


anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

1. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

2. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran

3. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang


dipimpinnya

4. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak

25
5. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan
kerja perangkat daerah yang dipimpinnya

6. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab


satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

7. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja


perangkat daerah yang dipimpinnya.

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka


akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk
prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.

2.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD

Penyusunan dan penetapan APBN dan APBD menurut UU No. 17 Tahun


2003 Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD
dalam UU No. 17 Tahun 2003 meliputi penegasan tujuan dan fungsi
penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah
dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi
anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka
menengah dalam penyusunan anggaran.

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.


Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.

26
Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut
perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah
dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan
pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini disebutkan


bahwa belanja negara dan belanja daerah dirinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti
bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses
penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi
kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil
memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk
menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan
memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah.

Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran


kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus
kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran
akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang
bersangkutan.

27
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis
kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran
agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional.

Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan


untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan
gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah,
menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta
memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan
pemerintah.

Sebelum diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja


pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran
belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan
pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan
peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.

Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen


perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undangundang
dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.

Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan


membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan
anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana
dilaksanakan di kebanyakan negara maju.

28
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya
terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme
pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas
antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

Penyusunan dan penetapan APBN

Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBN (Pasal 11):

1. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan


tiap tahun dengan undang- undang.
2. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan.
3. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak,
dan hibah.

Pasal 1 angka 13 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan pendapatan


negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.

4. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas


pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah.

29
Pasal 1 angka 14 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja
negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.

5. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan


kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.

Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum,
pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan
fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan
perlindungan sosial.

Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri
dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah,
bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

Ketentuan umum penyusunan APBN (Pasal 12):

1. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan


negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.

Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional


tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

2. Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara.
3. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang
APBN.

30
Defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto.
Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.

4. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat


mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip


pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan
untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan
jaminan sosial.

Mekanisme penyusunan APBN (Pasal 13):

1. Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan


fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei
tahun berjalan.
2. Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh
Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun
anggaran berikutnya.
3. Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,
Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat
membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan
bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan
anggaran.

31
Mekanisme penyusunan APBN Pasal 14

1. Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga


selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan
anggarankementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
2. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
3. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sedang disusun.
4. Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN.
5. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada
Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang
tentang APBNtahun berikutnya.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan
anggarankementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Mekanisme penyusunan dan penetapan APBN (Pasal 15):

1. Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN,


disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
2. Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai
dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat.
3. Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan
perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-
undang tentang APBN.

Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan


oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

32
4. Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai Rancangan Undangundang tentang APBN dilakukan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
5. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
6. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-
undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun
anggaran sebelumnya.

Penyusunan dan penetapan APBD

Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBD (Pasal 16):

1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan


setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
2. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan.
3. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
dan lain-lain pendapatan yang sah.

Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai


penambah nilai kekayaan bersih.

Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai


pengurang nilai kekayaan bersih.

Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan


perangkat daerah/lembaga teknis daerah.

33
Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum,
ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas
umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan
sosial.

Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri
dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan
bantuan sosial.

Ketentuan umum penyusunan APBD (Pasal 17):

(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan


kemampuan pendapatan daerah.

Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak


melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara.

(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber


pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang
APBD.

Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto


daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk
Regional Bruto daerah yang bersangkutan.

34
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus
tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip


pertanggungjawaban antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):

(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran


berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan
penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun
berjalan.

(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah
Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,
Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi
setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 19):

(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah tahun berikutnya.

(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang
sudah disusun.

35
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan
kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan


anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD (Pasal 20):

(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,


disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada
minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.

(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai


dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.

(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah


penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh


DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah


tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan.

(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.

(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah
Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya.

36
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-
undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah,
penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan
penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan
penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai
instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali
tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran
sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa
belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran
anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses
penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja.
Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan
kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi
dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas
kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat
daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis
prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja
kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.

37
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja
di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai
dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam
pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan
proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar
akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan
kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja
rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran
belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk
memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya
telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan
anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen
perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang
dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis
dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal
yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai
dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure
Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya
terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh
karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan
anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara
panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral,


Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara,

38
Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana
Masyarakat

Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan


negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah
dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah,
pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara
pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan
badan pengelola dana masyarakat.
Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan
bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah
daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat
mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah.

Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar
negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat
ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan
modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah
setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

2.6. Pelaksanaan APBN dan APBD

Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya


dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi
kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam
keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di
dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan

39
kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja
pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian
negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana
perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan
keperluan perusahaan/badan yang menerima.

Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan


APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan
realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran
yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi
bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan
penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan


APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur
perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan
administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
2.7. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas


pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun
dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-
tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah.

Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan

40
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan
keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan


lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-
undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil
(outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-
undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output).

Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku


bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit
organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan
dalam UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi
tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi
sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah
tentang APBD yang bersangkutan.

Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa
yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau
menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab
secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya.
Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola
keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.

41
42
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:


Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan
Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN,
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD,
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.

43
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

3.2. Saran-Saran

Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca
khususnya para pembaca agar tergugah untuk terus dapat Menjaga kekayaan
Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan Negara yang
dikelola pejabat setempat, dan dapat menambah pengetahuan bagi rekan-rekan
mahasiswa. Demi penyempurnaan makalah, penulis berharap kritik dan saran
yang konstruktif.

44
DaftarPustaka

1. http://www.kompasiana.com/isharyanto/asas-asas-umum-pengelolaan-
keuangan-negara_552c35bd6ea83475158b4595
2. http://www.warsidi.com/2010/01/penyusunan-dan-penetapan-apbn-dan-
apbd.html
3. http://www.warsidi.com/2010/01/kekuasaan-atas-pengelolaan-
keuangan.html

45

Anda mungkin juga menyukai