Anda di halaman 1dari 20

BIODIESEL

Teknologi Industri Kecil dan Menengah


Magister Sistem Teknik, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, 2010

D o s e n P e n g a m p u
Ir. Supranto, M.Sc. Ph.D

RAW MATERIAL DAN


KARAKTERISTIK
B I O D I E S E L

Oleh
MURLIADI PALHAM
NIM : 09/298321/PTK/6714
Kebutuhan dan pemakaian bahan bakar termasuk minyak diesel/solar setiap tahun
semakin meningkat. Di sisi lain, ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari
semakin terbatas. Kedua hal ini mendorong pemikiran mengenai perlunya dikembang-
kan sumber energi yang terbarukan. Di samping itu, dunia internasional saat ini juga
sedang berlomba-lomba untuk mengunakan bahan bakar yang ramah lingkungan
dalam rangka mengimplementasikan isu global mengenai CDM (Clean Development
Mechanism).

Salah satu solusi untuk berbagai hal tersebut di atas adalah penggunaan minyak/
lemak dari tumbuhan untuk pengembangan biodiesel. Penggunaan minyak nabati
sebagai bahan bakar telah dicobakan dalam berbagai bentuk mulai dari minyak nabati
murni tanpa modifikasi (biofuel) hingga dalam bentuk metyl atau etyl esternya
(biodiesel).

Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester atau etil ester dari asam lemak (fatty
ester) yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk
digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Vicente dkk, 2006). Biodiesel memiliki
sifat menyerupai minyak diesel/solar sehingga dapat menjadi bahan bakar alternatif
bagi mesin diesel baik mesin kendaraan bermotor, kendaraan industri, alat-alat
pertanian, genset, maupun mesin kapal nelayan.

Gambar 1. Stasiun pengisian bahan bakar biodiesel


Kegiatan penyediaan dan pemanfaatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori utama yaitu :
sisi hulu (penyediaan bahan baku), merupakan prasyarat penentu keberhasilan
pengembangan biodiesel.
sisi tengah (pengolahan), berupa pengembangan teknologi proses.
sisi hilir (pemanfaatan) dan sektor pendukung.

Terdapat berbagai macam minyak yang dapat diproduksi menjadi biodiesel,


meliputi minyak nabati murni, minyak jelantah, lemak hewan, dan algae. Namun yang
paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak
nabati. Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai
macam jenis tumbuhan. Hampir semua minyak nabati bisa diolah menjadi biodiesel
baik itu edible oil maupun bukan.
Minyak nabati memilki struktur komponen antara lain :
Campuran Trigliserida dan asam lemak
Asam Lemak bebas
Gum
Karoten
Air

Untuk memilih jenis minyak nabati yang akan


digunakan sebagai bahan baku biodiesel terdapat
beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :
Tanaman tersebut merupakan kekayaan hayati asli
negara yang bersangkutan.
Dapat dibudidayakan dengan mudah di negara
tersebut.
Pemanfaatan minyak tersebut sebagai bahan baku
tidak menyebabkan terjadinya konflik dengan
penyediaan untuk kebutuhan pangan dan produk-
produk penting lainnya.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengem-
bangan biodiesel, karena banyak memiliki hasil alam yang dapat digunakan sebagai
bahan baku biodiesel. Berdasarkan hasil penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (2006), sedikitnya terdapat 49 jenis tanaman Indonesia (pangan maupun non
pangan) yang dapat menghasilkan minyak nabati dan digunakan untuk pengembangan
biodiesel. Jenis-jenis tanaman tersebut disajikan pada Tebel 1.

Tabel 1. Jenis tanaman yang menghasilkan minyak nabati

No Nama Nama Latin Sumber % Minyak DM/TDM


1 Akar kepayang Hodgsonia macrocarpa Biji ≈ 65 DM
2 Alpukat Persea gratissima Dg buah 40 – 80 DM
3 Bidaro Ximenia Americana Inti biji 49 – 61 TDM
Cerbera
4 Bintaro Biji 43 – 64 TDM
manghas/odollam
5 Bulangan Gmelina asiatica Biji ? TDM
6 Cerakin/Kroton Croton tiglium Inti biji 50 – 60 TDM
7 Cokelat Theobroma cacao Biji 54 – 58 DM
8 Gatep pait Samadera indica Biji ≈ 35 TDM
9 Jagung Zea Mays Germ ≈ 33 DM
10 Jarak kaliki Ricinus communis Biji (seed) 45 – 50 TDM
11 Jarak pagar Jatropha curcas Inti biji 40 – 60 TDM
12 Kacang suuk Arachis hypogeal Biji 35 – 55 DM
13 Kampis Hernandia peltata Biji ? TDM
14 Kapok/randu Ceiba pentandra Biji 24 – 40 TDM
15 Karet Hevea brasiliensis Biji 40 – 50 TDM
16 Kayu manis Cinnamomum burmanni Biji ≈ 30 DM
17 Kecipir Psophocarpus tetrag. Biji 15 – 20 DM
18 Kelapa Cocos nucifera Daging buah 60 – 70 DM
19 Kelor Moringa oleifera Biji 30 – 49 DM
20 Kemiri Aleurites moluccana Inti biji (kernel) 57 – 69 DM
21 Kemiri cina Aleurites trisperma Inti biji ? DM
22 Kenaf Hibiscus cannabinus Biji 18 – 20 TDM
23 Kepoh Sterculia foetida Inti biji 45 – 55 TDM
24 Ketiau Madhuca mottleyana Inti biji 50 – 57 DM
25 Kopi arab (Okra) Hibiscus esculentus Biji 16 – 22 TDM
26 Kursani Vernonia anthelmintica Biji ≈ 19 TDM
27 Kusambi Sleichera trijuga Daging biji 55 – 70 TDM
28 Labu merah Cucurbita moschata Biji 35 – 38 DM
29 Malapari Pongamia pinnata Biji 27 – 39 TDM
30 Mayang batu Madhuca cuneata Inti biji 45 – 55 DM
31 Nagasari (gede) Mesua ferrea Biji 35 – 50 TDM
32 Nimba Azadirachta indica Daging biji 40 – 50 TDM
33 Nyamplung Callophyllum inophyllum Inti biji 40 – 73 TDM
34 Padi Oryza sativa Dedak ≈ 20 DM
35 Pepaya Carica papaya Biji 20 – 25 DM
36 Pulasan Nephelium mutabile Inti biji 62 – 72 DM
37 Rambutan Nephelium lappaceum Inti biji 37 – 43 DM
38 Randu alas/agung Bombax malabaricum Biji 18 – 26 TDM
39 Rosela Hibiscus sabdariffa Biji ≈ 17 TDM
40 Saga utan Adenanthera pavonina Inti biji 14 – 28 DM
41 Sawit Elais guineensis Sabut + Dg buah 45-70 + 46-54 DM
42 Seminai Madhuca utilis Inti biji 50 – 57 DM
43 Sirsak Annona muricata Inti biji 20 – 30 TDM
44 Siur (-siur) Xanthophyllum lanceatum Biji 35 – 40 DM
45 Srikaya Annona squamosa Biji 15 – 20 TDM
46 Tangkalak Litsea sebifera Biji ≈ 35 TDM
47 Tengk. terindak Isoptera borneensis Inti biji 45 – 70 DM
48 Tengkawang tungkul Shorea stenoptera Inti biji 45 – 70 DM
49 Wijen Sesamum orientale Biji 45 – 55 DM

Keterangan: DM = Dapat dimakan; TDM = Tidak dapat dimakan


Sumber: Raw Material Aspects of Biodiesel Production in Indonesia, Tatang H.S.

Dari daftar tersebut di atas, terdapat beberapa tanaman yang mempunyai prospek
dan telah dikembangkan menjadi biodiesel seperti jarak pagar, kelapa sawit, dan
kelapa.

JARAK PAGAR ( Jatropha curcas )


Biodiesel berbahan baku minyak jarak sangat prospektif dikembangkan di
Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan seperti dapat tumbuh dilahan kritis
serta dapat tumbuh sampai 20 tahun dengan produktifitas stabil setelah tahun pertama.
Keunggulan lainnya adalah karena jarak pagar bukan merupakan bahan makanan
sehingga tidak mengganggu pasokan pangan manusia.
Jarak pagar dapat tumbuh hampir pada semua tempat, termasuk pada tanah
berpasir, atau pada tanah padas berbatu. Tanaman jarak pagar tumbuh sangat baik di
saerah tropis. Pohon jarak ini dapat hidup subur pada lahan kering dan gersang. Jarak
varietas genjah dan tengahan mulai berbunga pada umur 2,5 bulan dan dapat dipanen
pada umur 3,5 bulan dengan hasil 0,75 sampai 1 kg biji jarak kering per pohon
(Sujatmoko, 1992). Jarak Pagar (Jatropha curcas, Linn) mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
Family Euphorbiaceae.
Tanaman perdu, tinggi 1 – 7 m, bercabang tidak teratur.
Batang kayu slindris, bila terluka mengeluarkan getah.
Daun lebar, berbentuk jantung/bulat telur melebar dengan panjang 5 – 15 cm.
Bunga berwarna kuning kehujauan, berupa bunga menjemuk berbentuk malai,
berumah satu.
Umur tanaman dapat mencapai 20 tahun lebih.
Minyak jarak mempunyai kandungan asam lemak dengan komposisi seperti
disajikan dalam Tabel 2.
Sifat fisik dan kimia minyak jarak disajikan dalam Tabel 3.

Gambar 2. Tanaman, buah, kernel, dan minyak biodiesel jarak pagar

Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Jarak Pagar

Komponen Kimia Jumlah %


Asam risinoleat 86
Asam dihidroksistearat 1-2
Asam stearat 0,5 – 2,0
Asam oleat 8,5
Asam linoleat 3,5
Sumber : Bailey, E.A. (1950)
Tabel 3. Sifat fisik dan kimia minyak jarak

Sebagai alternatif bahan bakar minyak, maka minyak jarak sudah memenuhi syarat
ideal sebuah bahan bakar, yaitu nilai kalorinya 53,58 MJ/kg, bilangan asam 3,08 mg
KOH/g, titik nyala 290 oC, viscositas 50,80 cSt, dan densitas 0,0181 g/cm3. Minyak
jarak berwarna kuning bening, memiliki bilangan iodine tinggi yaitu 105,2 mg yang
berarti kandungan minyak tak jenuhnya sangat tinggi, terutama terdiri atas asam oleat
dan linoleat yang mencapai 90 persen (Trubus, 2005).
Tanaman jarak pagar yang umumnya dapat dipanen setelah berusia enam sampai
delapan bulan ini mampu menghasilkan buah yang optimal pada usia lima tahun. Dari
tiap 12,5 tonnya memiliki kandungan minyak sekitar 1.900 liter. Sebab, baik biji maupun
kulit (karnel) buah jarak itu sama-sama memiliki kandungan minyak, yaitu masing-
masing 33% dan 50%.
Beberapa hal berkaitan dengan penyediaan jarak pagar untuk biodiesel :
a. Berdasarkan kriteria tersebut di atas, tanaman jarak pagar potensial dikembang-
kan untuk bahan baku biodiesel di Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjamin
pasokan bahan baku bagi upaya pengembangan biodiesel di Indonesia, maka
upaya budidaya tanaman jarak pagar skala besar harus segera dilakukan.
b. Pengembangan jarak pagar sebagai sumber energi alternatif dilakukan dengan
prinsip kehati-hatian, dalam arti pengembangan dalam skala besar dilakukan
setelah tersedia kesiapan pengembangan, terutama dari aspek bahan tanaman,
teknologi budidaya serta kepastian teknologi pemanfaatan dan pemasarannya.
c. Setelah dilakukan identifikasi dan seleksi terhadap jarak pagar, pada tanggal 16
Julin 2006 telah dilepas 3 komposit benih unggul jarak pagar yang berasal dari
kebun perercobaan Pakuwon (untuk wilayah Basah), Asem Bagus (untuk wilayah
Kering) dan Mukti Harjo (untuk wilayah Sedang). Benih tersebut telah didistribusi-
kan kepada 14 propinsi untuk dikembangkan sebagai kebun induk masing-
masing 10 ha.
d. Beberapa perusahaan dan kelompok masyarakat telah mulai melakukan
penanaman jarak pagar walaupun masih dalam luasan yang terbatas berkisar
antara 1 - 100 ha. Sementara untuk mengembangkan biodiesel dari jarak pagar
dibutuhkan kontinuitas pasokan bahan baku biji jarak pagar dalam jumlah besar.
Selayaknya komersialisasi penanaman jarak pagar harus dilakukan dalam skala
besar. Sebagai gambaran, penanaman jarak pagar seluas 1 juta ha mampu
menghasilkan biodiesel sebanyak 25.000 barrel/hari.
e. Wilayah pengembangan jarak pagar diutamakan di kawasan timur Indonesia,
yaitu NTB, NTT, Sulawesi, Papua, sebagian Jawa dan kawasan barat Indonesia
sepanjang wilayah tersebut memungkinkan untuk pengembangan jarak pagar.

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)


Tanaman Kelapa Sawit termasuk ke dalam famili Palmae dan sub-kelas Mono-
cotyledoneae. Kelapa Sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati dan saat ini
menjadi komuditas utama dan unggulan Indonesia, khususnya dalam pembuatan CPO
(crude plam oil) yang merupakan bahan dasar pembuatan minyak goreng, sabun dan
lain-lain, baik untuk keperluan di dalam negeri maupun eskpor.
Secara anatomi buah kelapa sawit tersusun dari pericarp atau daging buah dan
biji. Pericarp terdiri dari kulit luar buah yang keras dan licin dan mesokarp, yaitu bagian
daging buah yang berserabut. Mesokarp merupakan bagian yang mengandung minyak
dengan rendemen paling tinggi. Biji kelapa sawit tersusun dari endokarp (tempurung)
yang merupakan lapisan keras dan berwarna hitam, dan endosperm (kernel) yang
berwarna putih. Kernel akan menghasilkan minyak inti atau palm kernel oil.
Gambar 3. Tanaman, tandan buah, kernel, dan minyak biodiesel kelapa sawit

Syarat-syarat pohon sawit induk yang baik adalah :


Pertumbuhan vegetatifnya lambat.
Produksi tinggi.
Persentase buah per tandan sekitar 60-70 %.
Kadar minyak daging buah 60 % dan kadar minyak per tandan 27 %.
Bentuk pohonnya baik dan sudut pelepahnya tidak sempit.
Tumbuh subur dan bebas dari gangguan hama dan penyakit.
Komposisi asam lemak jarak pagar disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi asam lemak kelapa sawit


Saat ini Indonesia merupakan negara produsen CPO nomor 2 terbesar di dunia
setelah Malaysia, dan dalam waktu dekat kemungkinan akan menggeser posisi
Malaysia sebagai produsen CPO terbesar didunia. Kelapa sawit sebagai tanaman
penghasil CPO merupakan tanaman perkebunan yang terdapat di hampir seluruh
wilayah Indonesia. Wilayah Sumatera saat ini merupakan wilayah yang mempunyai
lahan kelapa sawit terbesar di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, disusul Riau dan
Sumatera Selatan.
Hanya saja pemanfaatan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel
perlu dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati, karena fungsinya saat ini sebagai
bahan baku minyak goreng yang termasuk bahan makanan. Oleh karena itu supaya
tidak mengganggu pasokan CPO untuk kebutuhan non energi, maka penggunaan CPO
parit untuk memenuhi kebutuhan bahan baku biodiesel perlu dipertimbangkan. CPO
parit merupakan limbah proses pembuatan CPO, tetapi masih memiliki kandungan
minyak yang dianggap kurang ekonomis untuk diproses sebagai CPO. Potensi CPO
parit yang dapat diperoleh untuk pemanfaatan biodiesel. biasanya mencapai satu atau
dua persen dari total produksi CPO. Potensi ekstraksi bahan baku biodiesel dari CPO
parit diperkirakan mencapai dua persen dari total produksi CPO.

Tabel 5. Rencana Pengembangan Pabrik Biodiesel dan Lahan untuk Bahan


Baku sampai Tahun 2009
Beberapa hal berkaitan dengan penyediaan kelapa sawit untuk biodiesel :
a. Dalam jangka pendek, penyediaan CPO untuk biofuel dipenuhi dari sebagian
alokasi ekspor CPO. Kondisi ini memungkinkan kalau harga CPO untuk
biodiesel lebih tinggi dari harga ekspor, yaitu harga solar tanpa subsidi atau
subsidi yang berlaku saat ini untuk BBM juga dikenakan untuk biofuel (kebijakan
ini sebagai salah satu indikasi pemerintah dalam upaya pelestarian fungsi
lingkungan hidup).
b. Dalam jangka menengah dan panjang perlu pengembangan kebun khusus
(dedicated area) sebagai kebun energi. Upaya ini sangat memungkinkan
terutama dengan memanfaatkan izin usaha perkebunan (IUP) yang telah
dikeluarkan tetapi belum dimanfaatkan. Sebagai informasi, selama periode 2000-
2005, telah dikeluarkan IUP Pusat maupun daerah dengan luasan lebih dari 2
juta ha.
c. Penyediaan benih kelapa sawit relatif tersedia terutama dari produsien benih di
dalam negeri. Dari 7 (tujuh) produsen benih (PPKS Medan, PT. Socfin, PT.
Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, PT. Bina Sawit Makmur dan PT.
Tania Selatan), mampu menyediakan bahan tanaman kelapa sawit unggul
sebanyak 147 juta benih setahun atau setara dengan pengembangan tanaman
seluas 700 ribu ha.
d. Pada tahap awal, penggunaan CPO untuk biofuel diarahkan pada lokasi
kebun-kebun kelapa sawit di daerah remote dengan pembangunan biodiesel
plant skala kecil (kapasitas 20 ton/hari dengan biaya investasi sekitar Rp 15
milyar) yang digunakan untuk kebutuhan energi pabrik kelapa sawit (PKS) dan
perkebunan kelapa sawit serta kebuthan masyarakat sekitar. Untuk dedicated
area ataupun daerah sentra penghasil CPO besar, dapat dikembangkan
biodiesel plant skala besar.
e. Berdasarkan pengamatan industri minyak kelapa sawit di seluruh Indonesia
diperkirakan seluruh jenis kelapa sawit di Indonesia diharapkan dapat dipakai
sebagai bahan baku industri biodiesel. Mengingat CPO saat ini telah mempunyai
pasar sendiri yaitu untuk pembuatan minyak goreng, maka CPO sebagai bahan
baku biofuel harus dari hasil areal kelapa sawit baru. Luas areal Kelapa Sawit di
Indonesia tahun 2004 menunjukkan angka 5,24 Juta Hektare, dimana Sumatera
sebesar 4,19 juta Hektare dan Kalimantan seluas 1,050 Juta Hektare. Berbagai
pihak mengharapkan pembukaan areal kelapa sawit adalah dengan
memanfaatkan lahan kritis yang cukup luas di Indonesia, misalnya di Kalimantan
Timur luas lahan kritis mencapai 6,4 Juta hektare.
f. Kapasitas produksi setiap lahan Kelapa Sawit berbeda,1 hektare kebun sawit di
Sumatera per tahun (124 ton Tandan Buah Segar) mampu menghasilkan
biodiesel sebanyak 1,5 – 2,3 kilo liter per tahun, dan di Kalimantan hanya
mencapai sekitar 1,2 - 1,7 kilo liter per tahun. Pada tahun 2004 produksi CPO di
Sumatera mencapai 9,89 juta Ton, dan Kalimantan sebesar 1,51 Juta Ton,
dengan produksi CPO rata-rata di Indonesia sebesar 2,176 ton per Hektare.

Tabel 6. Proyeksi pengembangan biodiesel dari kelapa sawit


Secara umum kualitas biodiesel ditentukan oleh empat faktor yaitu :
1. Kualitas bahan baku,
2. Kompoisi asam lemak dari minyak dan lemak,
3. Proses produksi dan material yang digunakan adalam proses produksi,
4. Parameter (karakteristik) pasca produksi.

Proses pembuatan biodiesel sangat sensitive terhadap keberadaan air. Kandungan


air dalam bahan baku dipersyaratkan tidak lebih dari 1%. Kandungan air yang tinggi
menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan. Bahan baku biodiesel juga harus difilter
untuk memisahkan partikel agar tidak masuk ke dalam proses produksi. Filter 100 µm
akan memberikan yang baik utuk menyaring bahan baku. Meskipun begitu biodiesel
produk juga harus disaring menggunakan 5 µm.
Karakteristik yang umum perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan bakar diesel
antara lain viskositas, angka setana, berat jenis, titik tuang, nilai kalor pembakaran,
volatilitas, kadar residu karbon, kadar air dan sedimen, indeks diesel, titik embun, kadar
sulfur, dan titik nyala.

VISCOSITAS

Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler
terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk
mengalir pada jarak tertentu. Karakteristik ini sangat penting karena mempe-ngaruhi
kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada
viskositas, tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor.Jika viskositas semakin tinggi,
maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi.
Viskositas yang lebih tingi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan
yang lebih besar dengan momentum tinggi dan memiliki kecenderungan untuk
bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan
pemadaman flame dan peningkatan deposit dan emisi mesin.
Bahan bakar dengan viskositas lebih rendah memproduksi spray yang terlalu halus dan
tidak dapat masuk lebih jauh ke dalam silinder pembakaran, sehingga terbentuk daerah
fuel rich zone yang menyebabkan pembentukan jelaga.
Viskositas juga menunjukkan sifat pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar.
Viskositas yang relatif tinggi mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik. Pada
umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat
mudah mengalir dan teratomisasi Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat
membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas minimal
karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya
keausan akibat gerakan piston yang cepat.

ANGKA SETANA

Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (auto
ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa campuran
antara normal setana (C16H34) dengan alpha methyl naphtalene (C10H7CH3) atau
dengan heptamethylnonane (C16H34).
Normal setana memiliki angka setana 100, alpha methyl naphtalene memiliki angka
setana 0, dan heptamethylnonane memiliki angka setana 15. Angka setana suatu
bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai persentase volume dari normal setana
dengan campurannya tersebut. Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan
bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka
setana rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang
relatif tinggi.
Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi
dapat mencegah terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam
silinder pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi.

BERAT JENIS
Berat jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume, karakteristik ini
berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan
volume bahan bakar. Berat jenis bahan bakar diesel diukur dengan menggunakan
metode ASTM D287 atau ASTM D1298 dan mempunyai satuan kilogram per meter
kubik (kg/m3).
TITIK TUANG
Titik tuang adalah titik temperatur terendah dimana mulai terbentuk kristalkristal parafin
yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Titik tuang ini dipengaruhi oleh derajat
ketidakjenuhan (angka iodium),semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang semakin
rendah. Titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai
karbon maka semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan mengguna-
kan metoda ASTM D97.

TITIK NYALA

Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar dapat menyala. Hal ini
berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar.

NILAI KALOR PEMBAKARAN


Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam tiap satuan
massa bahan bakar. Nilai kalor dapat diukur dengan bomb kalorimeter kemudian
dimasukkan dalam rumus

Nilai kalor H, C, dan O dinyatakan dalam persentase berat setiap unsur yang
terkandung dalam satu kilogram bahan bakar.

INDEKS DIESEL

Indeks diesel adalah suatu parameter mutu penyalaan pada bahan bakar mesin diesel
selain angka setana. Mutu penyalaan dari bahan bakar diesel dapat diartikan sebagai
waktu yang diperlukan untuk bahan bakar agar dapat menyala di ruang pembakaran
dan diukur setelah penyalaan terjadi. cara menentukkan indeks diesel dari suatu bahan
bakar mesin diesel dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini

Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa nilai indeks diesel dipengaruhi oleh titik anilin
dan berat jenisnya.
VOLATILITAS

Volatilitas adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa menjadi fasa
uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah menandakan tingginya
volatilitas.
a. Kadar Residu Karbon
Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang mempunyai titik
didih lebih tinggi dari range bahan bakar. Adanya fraksi hidrokarbon ini
menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam ruang pembakaran yang dapat
mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur tinggi deposit karbon ini dapat
membara, sehingga menaikkan temperatur silinder pembakaran.
b. Kadar Air dan Sedimen
Pada negara yang mepunyai musim dingin kandungan air yang terkandung dalam
bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar.
Selain itu, keberadaan air dapat menyebabkan korosi dan pertumbuhan mikro
organisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Sedimen dapat
menyebabkan penyumbatan juga dan kerusakan mesin.

TITIK EMBUN
Titik embun adalah suhu dimana mulai terlihatnya cahaya yang berwarna suram relatif
terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak diesel dalam proses pendinginan.
Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metoda ASTM D97.

KADAR SULFUR
Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straight-run)
sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Pada umumnya, kadar
sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari kandungankandungan dalam
minyak mentahnya.
Kandungan sulfur yang berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat menyebabkan
terjadinya keausan pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena adanya partikel-
partikel padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan dapat juga disebabkan
karena keberadaan oksida belerang seperti SO2 dan SO3. Karakteristik ini ditentukan
dengan menggunakan metode ASTM D1551.
Biodiesel sebagai bahan bakar motor diesel dapat digunakan dalam keadaan
murni atau dicampur dengan minyak diesel dengan perbandingan tertentu. Spesifikasi
biodiesel yang dihasilkan tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai
bahan baku dan kondisi operasi pabrik serta modifikasi dari peralatan yang digunakan.
Tabel 7. Menunjukkan perbandingan sifat fisika kimia antara petrodiesel dengan
biodiesel.

Tabel 7. Perbandingan sifat fisika kimia antara petrodiesel dengan biodiesel

Agar dapat dan aman digunakan sebagai alternatif bahan bakar minyak dan layak
untuk diperjualbelikan, maka biodiesel harus memenuhi standar yang telah ditentukan
badan standar Amerika (ASTM) dengan property seperti disajikan pada Tabel 8.
Indonesia telah membuat standar terhadap biodiesel yang diproduksi berupa
Standar Nasional Indonesia (SNI) Biodiesel yaitu SNI 04-7182-2006 (Tabel 9). SNI
biodiesel ini disusun dengan memperhatikan standar sejenis yang sudah berlaku di luar
negeri seperti ASTM D6751 di Amerika Serikat dan EN 14214:2002 (E) untuk negara
Uni Eropa di mana di wilayah-wilayah tersebut pemakaian biodiesel sudah meluas dan
mencapai tahap komersia-lisasi. Pertimbangan lainnya adalah ketersediaan bahan
baku biodiesel di tanah air. Metode pengujian mutu biodiesel mengacu pada ASTM
dan OACS sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 8. Spesifikasi biodiesel

Tabel 9. Syarat mutu biodiesel ester alkil


Tabel 10. Metode uji mutu biodiesel ester alkil

Beberapa keuntungan penggunaan biodiesel :


1. Angka Cetane tinggi (>50), yakni angka yang menunjukan ukuran baik tidaknya
kualitas Solar berdasarkan sifaf kecepatan bakar dalm ruang bakar mesin.
Semakin tinggi bilangan Cetane, semakin cepat pembakaran semakin baik
efisiensi termodinamisnya.
2. Titik kilat tinggi, yakni temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap
Biodiesel menyala, sehingga Biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran pada
saat disimpan maupun pada saat didistribusikan dari pada solar
3. Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen, serta
dapat diuraikan secara alami
4. Menambah pelumasan mesin yang lebih baik daripada solar sehingga akan
memperpanjang umur pemakaian mesin
5. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi
dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun
6. Mengurangi asap hitam dari gas asap buang mesin diesel secara signifikan
walaupun penambahan hanya 5% - 10% volume biodiesel kedalam solar
7. Angka Cetane tinggi (>50), yakni angka yang menunjukan ukuran baik tidaknya
kualitas Solar berdasarkan sifaf kecepatan bakar dalm ruang bakar mesin.
Semakin tinggi bilangan Cetane, semakin cepat pembakaran semakin baik
efisiensi termodinamisnya.
8. Titik kilat tinggi, yakni temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap
Biodiesel menyala, sehingga Biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran pada
saat disimpan maupun pada saat didistribusikan dari pada solar
9. Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen, serta
dapat diuraikan secara alami
10. Menambah pelumasan mesin yang lebih baik daripada solar sehingga akan
memperpanjang umur pemakaian mesin
11. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi
dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun
12. Mengurangi asap hitam dari gas asap buang mesin diesel secara signifikan
walaupun penambahan hanya 5% - 10% volume biodiesel kedalam solar

Tabel 11. Perbandingan emisi gas antara bahan bakar


biodiesel dan petrodiesel

Anda mungkin juga menyukai