Anda di halaman 1dari 267

1

UCAPAN KESYUKURAN

Satu karya yang diangkat dari Disertasi kembali saya persembahkan


mendampingi yang pertama: Bung Karno Sang Arsitek. Kali ini, bertajuk Bung Karno
dalam Panggung Indonesia menjadi setangkup karya penggal kehidupan Soekarno
yang saling melengkapi, yang Pertama pengungkap jati diri Soekarno yang diliputi
mentalite arsitek karena cenderung merancang apapun yang bersinggungan
dengannya, dan yang ini mengungkap cara Soekarno menafsirkan sense of spatial -
keruangan Projek Mercusuar sebagai Nation Pride era 1960-an.

Ucap kemuliaan bagi Cahaya di atas Cahaya Allah SWT yang telah
menghadirkan sosok-sosok inspiring, terutama sosok Soekarno, dan para guru-guru
yang membawa pencerahan. Terimakasih Promotor dan Kopromotor Prof.
Gunawan Tjahjono, Prof. Mudji Sutrisno, dan Dr. Donny Gahral Adian. Juga
Prof. Yusuf Affendi dan Prof. Dr. Mohammad Danisworo. Jajaran Pengajar dan
Penguji di program Doktor Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Keluarga Arsitek Soedarsono, Keluarga Empu Ageng Edhi Sunarso, Keluarga
Arsitek F Silaban, Tim Mahasiswa Arsitek ITB Pemenang Ketiga Sayembara
Perancangan Tugu Nasional Kedua, Ibu Dotty Siti Utamini, Ir. Sjaiful Arifin, dan
Ir. Noersjaidi M Koesoemo, Yayasan Bung Karno, Sekretariat Negara RI, Pimpinan
Istana Tampak Siring, Pimpinan Istana Hing Puri Bima Sakti, Pimpinan Tugu
Nasional. Sejawat Tim Penasehat Gubernur untuk bidang Pemugaran, Bapak Han
Awal, Sejawat di Universitas Trisakti, dan Ibunda Prof. Dr. Toeti Herati Roosseno
yang telah mengirimkan buket indah dan pustaka Roosseno Manusia Beton, Ibunda
Ratu Edi Sedyawati yang selalu menginspirasi. Yang terkasih Kangmas Asikin
Hasan, Kangmas Setyo Sudhiharto, Kangmas Mulyo Artono dan Ayunda Dhanie
Saraswati serta Keluarga Besar Eyang Soerobo, dan Mbak Tipluk Suyati.
Buku karya ini terwujud atas kebaikan budi dari: Bapak Ir. Anton
Suhardianto, MT Direktur Utama PT Perentjana Djaja Konsultan, Mas
Wondoamiseno PT Wastumatra Kencana Indonesia, Mas Widarko dan Rajah
Indrajana PT Wahanacipta Bangunwisma, Om Permadi, SH, Ibu Ummie PT Mutiara
Wiyatadarma Consultant, Dr. Linda Tondobala, Dr. Tutut, Mas Bundi Nugroho and
partner, Bapak Poerwanto Pusat Studi Bung Karno serta sejumlah Pribadi Mulia yang
tak dapat saya sebutkan satu persatu.

Di sebuah Rong Dialogis di Jakarta, September 2013

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Ucapan Kesyukuran 2
Daftar Isi 3
Dari Sang Promotor 4

PROLOG 5
BABAK PEMBUKA 17
TELAAH PUSTAKA MENDAHULUI KARYA INI

BABAK 1 48
BUNG KARNO DAN PROJEK MERCUSUAR

BABAK 2 81
KARYA BUNG KARNO DI KAWASAN TUGU NASIONAL

BABAK 3 106
KARYA ARSITEKTUR PANGGUNG

BABAK 4 183
BUNG KARNO dalam PANGGUNG INDONESIA

BABAK PENUTUP 246


ARSITEKTUR PANGGUNG SOEKARNOESTIK

GLOSARIUM 259

DAFTAR PUSTAKA 265


BIOGRAFI PENULIS 272

3
DARI SANG PROMOTOR
Naskah ini disajikan kembali sesuai yang dibacakan pada Sidang Terbuka
Ujian Doktor Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Indonesia

DOKTOR Yuke Ardhiati,

Anda adalah Doktor pertama Program Doktor Arsitektur Departemen Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Indonesia. Anda juga adalah Doktor pertama dan, sangat mungkin,
terakhir yang dibimbing saya selaku Promotor di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Namun anda adalah Doktor kedua di Universitas Indonesia yang telah
berhasil dibimbing saya sebagai promotor di Kampus UI. Gelar doktor ini adalah yang kedua
anda peroleh di Universitas Indonesia. Sungguh suatu catatan tersendiri baik dalam
pengalaman hidup anda maupun dalam sejarah Departemen Arsitektur FTUI.

Saya tahu betapa ulet anda selama menempuh pendidikan Doktoral di Departemen
Arsitektur ini. Anda memiliki tekad yang sangat kuat dan keinginan belajar yang amat teruji.
Meski anda telah mendapat gelar Doktor dari Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya
di UI, anda memerlukan gelar tertinggi di bidang Arsitektur demi karir di bidang pendidikan
tinggi. Semangat demikian seakan seirama dengan tokoh yang anda angkat dalam disertasi.
Sungguh suatu pencapaian kehidupan. Jerih upaya ini pantas anda petik di saat acara ini
digelar. Bagaikan suatu pentas kehidupan, di sini panggung bersiap bagi anda!

Dua hari yang lalu panggung Galeri Nasional mementaskan pameran Emerging Architecture 1.0
dengan tema Ruang Dari, Di, dan Ke. Saat ini anda mengalami ruang Di, sebelumnya anda masih
bergelut di ruang Dari yang peristiwanya hanya anda yang tahu dengan pasti. Di, hanya sekejab,
dan anda segera dari ruang Di menjelang ruang Ke. Tiada seorang pun akan tahu dengan pasti
apa yang menjelang. Barangkali di sini pula Khora mendapatkan pemahaman lain. Saya yakin
anda akan senantiasa melangkah dengan pasti menghadapi ruang dan waktu yang menjelang.
Hamparan itu kini terbuka bagi anda. Di sini akan bermula suatu lembaran baru kehidupan.
Pencapaian anda itu titik mula baru bagi kehidupan dunia akademik, bukan titik akhir.

Terima kasih kepada anda yang mau dan berani memilih saya sebagai promotor. Itu berarti
anda berani memasuki ruang yang senantiasa meragukan, diragukan, dan teragukan demi
mencapai pengetahuan. Kini atribut itu telah menjadi bagian Dari, yang memasuki ruang dan
waktu yang sudah berlalu. Hubungan akademik antara pembimbing dan yang dibimbing itu
sesungguhnya tidak kenal derajat. Dalam kesetaraan ini pula hubungan kita berlanjut. Saya
hanya dapat mengucapkan Selamat kepada anda untuk menjelang asa anda. Selamat Doktor
Yuke Ardhiati!

Depok, 18 Desember 2012


Gunawan Tjahjono
Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia
4
PROLOG

Karya ini, saya harapkan mengisi kemandegan pemikiran dalam arsitektur,


meski masih teramat jauh untuk menyumbang sebagai pencerahan. Dan, agar
supaya karya berbasis disertasi ini diminati oleh masyarakat luas, perlu diawali
peristilahan kearsitekturan; arsitektur, khora pesona,Panggung Indonesia sebagai
konsep terintegrasi, sebagai upaya pemutakhiran pengertian arsitektur yang
selalu berproses sejak Empu Ageng Vitruvius hingga pakar kekinian yang
menganggap pentingnya makna dalam kehadiran arsitektur. Untuk perluasan
itu, saya merujuk pengertian arsitektur sebagai perpaduan rumusan dari budaya
Romawi dan Yunani, bahwa arsitektur itu sebagai pengetahuan membangun karya
arsitektur yang indah (secara fisik dan visual), yang dalam proses penciptaannya terkait
ruang-tempat-waktu-peristiwa yang bersinggungan makna terkait khora (dalam proses
penciptaan rancangannya). Khora bukanlah istilah baru, Plato menyebutnya saat ia
menggambarkan proses mengualitas dari sesuatu (Timaeaus Plato: 360 BC).
Khora/Chora, telah dibaca secara kritis dibingkai kesementaraan/dekonstruksi
oleh Derrida dalam On the Name (Derrida: 1995:89).
Berbasis itu, khora saya rujuk sebagai pengertian baru untuk
menyatakan proses memutu kehadiran karya arsitektur menjadi form/bentuk. Dus,
khora untuk menggambarkan representasi makna atas karya yang semula
Tiada menjadi Ada. Khora juga menggambarkan penyedia bagi yang hadir untuk
being terkait form. Khora menggambarkan sesuatu bukan yang fix menyerupai
objek/ruang melainkan sesuatu yang representasi karya arsitektur, dan yang
diulik antara lain proses kehadiran maknawi objek arsitektur yang ditelusur
bersandar khora, sehingga memposisikan khora menyerupai metode
penggambaran ide form/bentuk arsitektur yang mendahului karya material.

5
Sebelumnya, telah digelar teori baru Arsitektur Panggung teori arsitektur
non-material melalui disertasi yang teruji di hadapan publik akademisi. Sebagai
konsekuensinya teori ruang Space in Architecture (Van Ven:1978) yang dirujuki
sejak 1980-an memperoleh sandingan, melengkapi teori arsitektur fisik
material yang diajarkannya. Basis teori Arsitektur Panggung merujuk
pengertian khora sebagai ide/konsep bentuk arsitektural dalam proses memutu nya
yang memiliki sifat-sifat menampung/mewadahi seperti halnya rahim Ibu.
Bentuk menampung sedemikian itu menyerupai esensi panggung sebagai
ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung, yang
meninggalkan difference-jejak sesuai jaman sekaligus mitos serta moda
komunikasi sebagaimana uraian Mythtologies (Barthes:1957:109). Tersebab, jejak
yang sesuai jaman itulah menjadikan makna panggung yang Ada di masa
lalu kemungkinan berbeda di kekinian, maupun esok terkait lakon. Pergeseran
maknawi-nya tidak mengubah esensi panggung yang menggelar kehadiran
lakon dan peristiwa secara langsung. Di keseharian panggung memperoleh
kedudukan sentral penampilan lakon arahan Sutradara/Dalang berupa kehadiran
Aktor secara langsung. Kini, dimungkinkan terjadi tanpa memunculkan jati diri
Aktor ke atas panggung melainkan sesuatu yang merepresentasi
kehadirannya, bahkan oleh teks seperti Opera Tan Malaka (Mohamad: 2010).
Pementasan itu memperluas esensi panggung yang merepresentasi spectre
Tan Malaka. Spectre , semacam kehadiran kembali sesuatu yang telah tiada
bagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk
pengetahuan yang telah tumbang/kalah namun ruh/semangatnya masih
bergentayangan seperti Marxism (Derrida:1994). Spectre dalam drama
memperjelas esensi panggung pengungkap presence terkait absence sesuatu
yang tak hadir/metafisika kehadiran (Of Grammatology : Derrida:1982:49).

6
Metafisika kehadiran menggambarkan dekonstruksi logosentrisme melalui cara
mengandaikan logos/kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di
permukaan. Makna hadir pada intertekstualitas tanda sebagai teks
terkait cara-cara metafor (Ricouer:1981:166). Dalam karya ini
intertektualitas tanda mewujud keserupaan esensi panggung pada
jajaran karya arsitektur Projek Mercusuar era 1960-an, kehadirannya
menggambarkan spectre ke-Indonesia-an Soekarno, dalam kalimat metafor
Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno 1960-an sebagai
visualisasi moda komunikasi panggung yang Ada di masa-lalu yang
dimaknai di kekinian. Di dalamnya terdapat sesuatu yang bersifat
mengkualitas, yaitu khora pesona sebagai penunjuk sesuatu kualitas tertentu yang
dituju yang mempesona tentang Indonesia tergubah dalam karya arsitektur.
Kata pesona sebagai daya pikat, daya tarik, daya magnet, daya pukau, setara
kata artistik, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia.
Frase khora pesona mengandung pengertian sebagai proses memutu kehadiran karya
arsitektur yang diiringi laku yaitu sebuah kesungguhan yang dilakukan oleh aktor
pelakunya bagi mewujudnya daya pesona tentang Indonesia dalam karya ini oleh
Arsitek Soekarno. Khora pesona hadir sebagai ide arsitektural dari Tiada menjadi
Ada melampaui kesungguhan eksplorasi keindahan Indonesia yang
direpresentasi oleh budaya Jawa Kuno melalui perwujudan Arsitektur Modern.
Khora pesona terbedakan dengan taksu - kekuatan batin/spiritual diri yang
memancarkan pesona, daya pukau, wibawa, dan karisma sekaligus dalam
budaya Bali (Sarad, ed. 40, Juli 2003:18). Taksu, diperoleh melalui pemurnian
diri, proses memutu bagi kecerlangan karyanya. Dalam Taksu-karisma penyatuan
gerak-raga berdasar keterampilan disatukan dengan ritual-spiritual pada Sang
Dewa Siwa Natha Raja. (Pangdjaja: 1998:iii).

7
Taksu dimohonkan kepada Dewa tertentu di bangunan suci-palinggih taksu
diiringi kesungguhan berlatih ketrampilan dan spiritual. Senafas taksu dikenal
laku kesungguhan sikap dan laku dalam budaya Jawa untuk memperoleh
ilmu melalui cara-cara khas, antara lain pantang makanan tertentu (mutih),
tafakur (samadi), berendam (kungkum) diiringi permohonan ke Gusti Allah di
hening malam. Sementara itu khora pesona hanya diperoleh melalui edukasi
kearsitekturan atau pengalaman untuk mampu membuahkan karya menawan,
terlebih bila diiringi kepekaan akan rasa seni. Antara khora pesona dan taksu
dimungkinkan terjadi perpaduan yang terjadi ketika dalam diri Arsitek atau
Seniman melakukan taksu atau lelaku terpancar dalam karya nya, karena telah
ditanamkannya unsur-unsur daya pukau dalam proses artistik kreatif-nya,
sehingga dikatakan Arsitek/Arsitek yang mampu berkarya menawan
dimungkinkan dirinya telah melampaui taksu atau lelaku.
Mendahului karya ini, saya telah mengamati fenomena yang
menyerupai pentas karya arsitektur di beberapa Negara yang penting
peranannya sebagai pegungkap peradaban. Fenomena serupa itu juga
direpresentasi oleh karya arsitektur di Indonesia yang dinamai oleh media
mancanegara sebagai istilah sindiran kepada Soekarno. Sebutatan Projek
Mercusuar sebagai yang simbol nation pride gagasan Soekarno yang dilaksanakan
secara besar-besaran. Proyek yang ikonik sebagai karya Soekarno ini, didanai
oleh bantuan Negara-Negara Besar dan Negara yang tergabung sebagai NEFO
New Emerging Forces yaitu; 1) Jakarta City Planning, 2) Gedung Pola, 3) Compleks
Stadion Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional,
7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, 10) Gedung ex
Conefo Gedung DPR-MPRRI termasuk sejumlah patung realis dan monumen
skala kota yang bahkan didanai secara mandiri oleh Soekarno.

8
Sejauh ini warisan Projek Mercusuar mengandung misteri serta
konotasi yang kurang menguntungkan dari sisi Soekarno akibat peliputan
media mancanegara yang secara tidak proporsional menyudutkannya serta
menilainya tidak memihak kepada situasi masyarakat di masa itu. Terdorong
oleh adanya misteri kehadiran Projek Mercusuar itulah saya melakukan upaya
meneri interpretasi baru yang maknawi agar dipahami proses kehadirannya. Akan
tetapi, pengungkapannya memerlukan kecermatan, karena merekonstruksi
peristiwa sejarah. Selain memerlukan metode yang tepat, penelusurannya-pun
bukan hanya bersandar data fisik semata melainkan juga hal-hal yang selama ini
tersembunyi sebagai data metafisik berupa konsep dan gagasan bagi ide fisik
yang penelusurannya dilakukan melalui ketokohan Soekarno yang kini telah
menjadi mitos bagi Indonesia, termasuk hal-hal antagonis-nya serta peran
Arsitek, Ahli Konstruksi, Seniman dan Kontraktor yang terlibat di dalamnya.
Projek Mercusuar kala itu dipandang sebagai peristiwa unik di
Kebayoran Baru-Thamrin di saat Jakarta relatif lapang. Jajaran bangunan
bertingkat tinggi melalui beragam form/bentuk itu menyerupai pentas yang
menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta serta meluas ke seluruh negeri.
Menilik keluasan peristiwanya, Projek Mercusuar dapat disejajarkan sebagai
events-cities (Tschumi:1999:13) setara karya Tschumi yang berskala metropolis di
Parc de la Villette Paris tahun 1992. Warisan Projek Mercusuar yang telah
tergelar melampaui 50 tahun itu, keunikan peristiwanya masih menjadi memori
kolektif masyarakat telah menggelitik pertanyaan: Bagaimanakah proses kehadiran
karya arsitektur Projek Mercusuar tersebut? Projek Mercusuar berlangsung
senarai perintah Soekarno untuk mempercantik Kota Jakarta sebagai Wajah
Muka Indonesia (Soekarno:1962), peristiwanya sekaligus sebagai penegasan bahwa
dirinya juga sebagai Penguasa (Soekarno, 1960) penggubah peradaban :

9
...Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan suatu kebudajaan daripada kelas jang
berkuasa atau De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse

Selain menganalisis objek dari sisi bentuk/form yang bermuatan


kultur-material dan/ kultur non-material, kini, terbuka jenis penelitian di
ranah arsitektur yang tidak difokuskan pada artefak semata, akan tetapi
sekaligus mengangkat persoalan makna karya arsitekturnya. Karya ini
mengungkap makna objek arsitektur melalui hal tersembunyi - hal metafisik
terkait proses kehadiran karya arsitektur, menjadi bagian dari studi Teori dan
Perancangan Arsitektur yang berbasis pada peristiwa sejarah. Agar mencapai
pengungkapan maknawi ditempuh tiga cara sekaligus: Pertama, pengalaman
visual terhadap Apa yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan
bentuk dan kualitas objek. Ketiga, mengungkap makna berdasar konsep khora
melalui sasaran pengamatan karya arsitektur Projek Mercusuar di koridor
Kebayoran Baru- Thamrin, Hotel Indonesia, Wisma Nusantara, Sarinah Department
Store, Tugu Nasional, Masjid Istiqlal, Planetarium, Gedung Pola, termasuk Jembatan
Semanggi dan Compleks Stadion Utama Asian Games serta ex. Gedung Conefo.
Karya yang bertujuan untuk membongkar makna kehadiran objek
arsitektur Projek Mercusuar ini dilalui dengan penelusuran proses kehadiran
karya arsitektur terkait konsep khora sekaligus untuk memperkaya penerapan
metode penelitian Grounded Theory di ranah arsitektur, desain, dan seni
Pengungkapan peradaban yang diciptakannya Soekarno sepanjang 1926-1965
ditelusur melalui cara penulisan sejarah peristiwa diawali Soekarno Muda
sebagai insinyur-arsitek hingga menjelang akhir sebagai Presiden. Di akhir studi,
uraian kawasan Tugu Nasional sebagai representasi karya arsitektur Projek
Mercusuar akan memperkaya wacana space-knowlegde- power melalui kehadiran
karya arsitektur yang diakibatkan Penguasa yang sekaligus sebagai Arsitek.

10
Berdasar pengamatan intensionalism pada Projek Mercusuar di Jakarta
era 1960-an, terungkap pertanyaan penelitian: Bagaimana proses kehadiran yang
mengualitas menjadi form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap ruang
(mitos) dan waktu melalui fenomena arsitektur Projek Mercusuar yang Ada di masa
lalu dalam konteks Ada di kekinian? Untuk menanggapinya telah diupayakan
menjawab dua pertanyaan yang mendasar: Apa yang dimaksud dengan Panggung
Indonesia serta Bagaimana proses kehadirannya?. Untuk mengungkap maknawi
proses kehadiran karya arsitektur terkait form saya merujuk pernyataan Soekarno
sebagai Penguasa penggubah peradaban sebagai landasan teoritis: Sesuatu
djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa. Jejak-jejak
kebudayaan/peradaban tinggalan Soekarno itu disebut absolute space (Lefebvre:
1991: 234) berupa level ruang alamiah (ruang absolut) yang memiliki makna
sosial (sosial space), yang tergubah sebagai ruang politik karya Soekarno demi
memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur berciri visual
geometris, spectaculer, geometric, phallic megah, struktural dan menjulang.
Keunikan karya arsitektur Projek Mercusuar itu terletak pada unsur
keindahan khas Indonesia sebagai basis perwujudan karya Arsitektur Modern di
jamannya, sehingga memperlihatkan identitas, analogi serta oposisi sebagai
sebuah difference (Deleuze:1994:29). Pada jejak karya arsitektur Projek
Mercusuar terkandung semacam monad yang berupa terkecil dari jiwa seni,
yang berasal dari budaya Jawa Kuno. Monad adalah istilah Leibniz untuk
menggambarkan jiwa seni yang abadi yang tak teraga/abstrak yang terbedakan
dengan atom sebagai partikel terkecil molekul/benda teraga. Istilah monad itu
digunakannya saat meneliti seni Baroque 1660-1760. Kala itu, Leibniz
menemukan fluiditas materi, elastisitas bentuk serta semangat mekanis yang
bersifat keabadian jiwa seni melalui bentuk lentur draperi/lekukan kain.

11
Dengan tersingkapnya monad budaya Jawa Kuno yang terpatri dalam
karya Arsitektur Modern era 1960-an itu, maka tampaklah sifat keabadian-
immaterial principle of life dari jiwa seni Jawa Kuno itu yang merepresentasi
karakteristik keabadian dari proses memutu kehadiran arsitektur sebagai form
atau yang saya sebut sebagai Khora sebagai pemutakhiran istilah dari Plato pada
360 BC dan juga Derrida pada 1995.Buku ini tidak akan secara khusus
mendeskripsikan metodologi penelitian yang dirujuk, namun hanya disinggung
sebagai wacana untuk memudahkan pembacaan.Penerapan metode Grounded
Theory dan penerapannya dalam ranah arsitektur, desain dan seni akan saya
sajikan sebagai pustaka lain. Perlu diketahui, bahwa karya ini dipumpun oleh
metode Grounded Theory yang memiliki ciri intensif, terbuka, serta proses berulang
dalam pengumpulan data sehingga memungkinkan penghimpunan data mencapai
memoing yaitu pembentukan teori. Metode dengan cara demikian itu berpeluang
untuk mengungkap proses kehadiran karya arsitektur yang tidak dimiliki oleh jenis
strategi lainnya. Selain itu penerapan Grounded yang memungkinkan menempuh
metode yang sesuai situasi di lapangan. Karya ini diperkarya oleh sepilihan
pustaka bertema arsitektur dan politik, serta pustaka terkait Soekarno ditelaah
untuk memastikan kebaharuan
Delueze telah memumpun pengertian adanya paranoid regime of sign
sebagai tanda kegilaan Penguasa seperti halnya yang dilakukan oleh
dalang/puppeteer terhadap boneka / wayang-nya (Deleuze: 2007:11) dalam karya
ini, adalah jejak tinggalan Soekarno yang tergubah atas keinginan Soekarno
melalui Arsitek, Seniman dan Kontraktor di lingkaran dekatnya berupa karya
arsitektur.Kehadiran arsitektur yang bagaikan pentas kekuasaan itu, dimengerti
setelah mengulas karya Lyes tentang kehadiran Colloseum di Roma (Lyes:1999).

12
Fenomena kekuasaan yang berdampak pada budaya material sebagai
Totalitarian Art yang bersandar kekhasan ideologi Penguasa dalam arsitektur di
empat Negara terkemuka era 1960-an yaitu Rusia, Jerman, Italia dan China
dipahami usai mengulas karya Golomstock, 1990, sementara itu fenomena
New Culture di masa Hitler terungkap rinci usai menelaah karya Adam, 1995.
Dalam studi ini, fenomena karya arsitektur era Soekarno, saya pandang
memiliki nuansa totalitarian art, untuk memahami itu saya juga mengulas
Socialist Realism karya Lahusen, 1997 yang berupaya mengungkap doktrin
totalitarian art yang mengaungkan seni indah (beauty) dan menistakan seni yang
buruk (ugly) namun kemudian berdampak pada kemandegan seni. Di era
sejaman dengan Soekarno, Stalin di Soviet mengagungkan Gothic Stalinis
sebagai rujukan gaya Neo Klasik bagi karya arsitektur di negerinya, gaya serupa
juga dijunjung oleh Jerman sebagai simbol untuk mengagungkan Hitler.
Sementara itu, di Indonesia ungkapan keruangan Soekarno menampakkan
gaya Arsitektur Modern khas, karena basis perancangannya bersandar budaya
Jawa Kuno. Dengan Soekarno memberi kebaharuan gaya Arsitektur Modern yang
khas Indonesia melalui basis perancangan ataupu tampilan ornamen khas Jawa
Kuno seperti padma, wijayakusuma, lingga-yoni, relief ukir ke jasad Arsitektur
Modern - yang esensinya meniadakan ornamen.
Karya ini, didahului pembacaaan kritis karya akademisi terkait tema
arsitektur dan kekuasaan. Gotty Harjoko dan Jo Santoso, menggambarkan
dampak kekuasaan terhadap penciptaan ruang kota pada realitas masa yang
berbeda. Harjoko merujuk cara Chora (Harjoko:2003:10) memfokuskan kasus
pemukiman buruh rendahan era Soeharto yang mendorong terwujudnya urban
kampung sementara itu Jo Santoso mengungkap okthoton sebagai perubahan
bentuk tanpa meninggalkan maknawi akibat peran Dewa-Raja (Santoso:2008).

13
Keduanya berupaya menggambarkan kekuasaan yang mengabaikan wong cilik
dalam memperoleh ruang yang mengingatkan ideologis Marhaen sebagai
metafora wong cilik di era Soekarno. Karya lain yang bertema Soekarno terkait
pendirian Ibukota di Palangkarya telah pula diulas oleh Wijanarka, 2006 dan
upaya Soekarno membangun kekaguman dunia disajikan oleh Farabi, 2005.
Tentu saja, media televisi nasional yang menyorot peran Soekarno dan Arsitektur
menjadi rujukan, di antaranya Telaah: Dwi Tunggal Untuk Indonesia, (Astro
Awani TV: 2007), Riwajatmoe Doeloe: Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia (TV
One: 2008), Monumen Sang Pemimpin (MetroTV: 2009) dan tayangan Merah
Putih-Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana (TransTV:2011).
Dan sebagai karya yang berinduk pada disertasi, karya ini memerlukan
telaah karya akademi yang berbobot seimbang, yaitu disertasi satu dasa warsa
terakhir bertema Soekarno pada karya Abidin Kusno, Yuke Ardhiati, dan Eka
Permanasari. Tujuannya adalah membidik ceruk penelitian yang terlepas dari
karya ketiganya sebagai landasan penelitian, sekaligus mengungkapkan state of
the art atau kebaharuan penelitian sebagai hal utama dalam ranah ilmiah.
Sejumlah kata kunci pembeda: khora, proses kehadiran karya arsitektur, dan
arsitektur panggung menyatakan perbedaan terhadap ketiga karya disertasi
sebelumnya. Senarai karya yang bertema arsitektur dan kekuasan terkait Soekarno
sebagai Arsitek ini memang belum ditemukan, juga cara penggarapan Grounded Theory
yang mempertautkan sejarah peristiwa dalam rentang yang panjang dan terintegrasi juga
merupakan sebuah kebaharuan gagasan. Adapun rentangnya di awali
Soekarno Muda hingga Presiden melalui penelusuran ide/konsep khora sebagai
sesuatu non material mendahului kehadiran karya arsitektur, yaitu upaya
penggambaran proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form yang menyerupai
pagelaran lakonpanggung berupa keunikan-keunikan yang berbasis filsafati.

14
Karya arsitektur yang dimetaforakan bagaikan pentas panggung ini
memposisikan karya disertasi Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Arsitek
Soekarno 1960-an memenuhi karya yang mengusung kebaharuan. Pertama,
peran Arsitek Penguasa Soekarno. Kedua, kelangkaaan penggarapan tema
Soekarno yang ter-integrasi peristiwa sejarah terkait ranah arsitektur. Ketiga,
karya disertasi Kusno, Ardhiati, dan Permanasari belum mengungkapkan
unsur makna dalam karya arsitektur. Keempat, terungkap pendorong kehadiran
arsitektur; hasrat, intervensi dan rasa seni yang melekat pada Soekarno.Kelima,
memumpun prosedur metode Grounded Theory terkait konsep ruang Khora .
Maknawi kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar sebagai tonggak
baru kemajuan di bidang perancangan di Indonesia yang mengusung konsep
sebagai yang ter: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi. Sekaligus, telah
mengubah cara memandang karya arsitektur Projek Mercusuar yang semula ter-
fragmentasi menjadi sebuah karya utuh yaitu dalam bingkai Panggung Indonesia
gubahan Soekarno yang mengandung teori arsitektur non-material sebagai
Arsitektur Panggung. Padanya, bagaikan pentas karya arsitektur sebagai lakon
dibingkai skenario Nation Pride. Visualisasi Arsitektur Panggung sebagai form
dalam proses memutu itu memiliki lakon sebagai ruang ideal ke-Indonesia-an yang
ditanamkan Soekarno. Tersebab, aktornya berupa karya arsitektur, ia
memerlukan ruang pementasan dalam skala kota yaitu tergelarnya di koridor
Kebayoran Baru-Thamrin Jakarta. Uniknya, dalam pagelaran itu spectre Soekarno
menandakan diri secara transedental sebagai Arsitek. Bahkan, pengetahuan
kearsitekturan yang melingkupi Arsitek Soekarno dalam perwujudan
Arsitektur Modern yang berbasis kosmologi Jawa Kuno itu menjadi pembeda
terhadap kemegahan arsitektur Neo Klasik di era Hitler, Gothic Stalinis di
Soviet, ataupun di Cina era 1960-an.

15
Tema ke-Indonesia-an dalam Projek Mercusuar bersinggungan
dengan semangat Nasionalisme (Ben Anderson: 1999). Soekarno mem-visual-
kan komunitas yang dibayangkannya bagai pentas panggung sebagai karya
generik/khas yang hanya dimiliki Bangsa Indonesia atau Indonesia Banget!
Gagasan ruang ideal ke-Indonesia-an impian Soekarno itu, sejatinya terungkap
sejak risalah pledoi Indonesia Menggugat 1930 yang telah mampu
menggambarkan teritorial Indonesia, gagasannya itu bersepadan dengan
karakteristik ruang khora yang kemudian mengalami proses memutu usai
Indonesia Merdeka, dan lalu mewujud di segala lini termasuk karya arsitektur.
Dalam proses memutu itulah tergubah adanya ide Arsitektur Panggung yang
direpresentasi bagaikan drama di kawasan Tugu Nasional yang menjadi
puncak dari Panggung Indonesia ala Soekarno.
Karya ini disengaja diliputi sejumlah footnote untuk memudahkan
pembaca mencari rujukan sumbernya, terdiri atas PROLOG, sebagai intisari
karya, dan BABAK PEMBUKA, yang dilanjutkan BABAK 1: Bung Karno dan
Projek Mercusuar sebuah rumusan ide arsitektur yang direpresentasi oleh
sepilihan karya arsitektur. BABAK 2 : Karya Bung Karno di Kawasan Tugu
Nasional merupakan pengalaman spasial di Kawasan Tugu Nasional yang
ditafsir secara hermeneutik-intepretatif BABAK 3: Karya Arsitektur Panggung
mengungkapkan teori baru berdasar pengamatan intensional di Kawasan Tugu
Nasional. BABAK 4, Bung Karno dalam Panggung Indonesia mengungkap
praktek dekonstruksi Soekarno pada situs Kemaharajaan melalui perwujudan
karya Arsitektur Modern bersandar budaya Jawa Kuno. BABAK 5 sebuah
kesimpulan berupa persembahan teori baru Arsitektur Panggung, terakhir
BABAK 6: sebuah gagasan implementasi serta beberapa kemungkinan
penelitian lanjut.

16
BABAK PEMBUKA

TELAAH PUSTAKA
MENDAHULUI KARYA INI

Dengan memuliakan ranah ilmiah yang ingin mengedepankan state of


the art sebagai penunjuk kebaharuan pengetahuan terkait tema penelitian
ilmuwan lainnya, karya ini juga mencoba mencapai tataran itu. Penelusuran
pustaka dan karya terkait Arsitektur dan Kekuasaan, serta pustaka Soekarno
sebagai tema yang mempertajam pembahasan Bung Karno dan Projek
Mercusuar antara lain: Delueze1 mengamati berlangsungnya kekuasaan
sebagai paranoid regime of sign - tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan
Dalang/puppeteer terhadap boneka/wayang-nya. Wujudnya abstract line sebagai
akibat gerakan tangan sang Penguasa saat memainkan cerita, dalam konteks
ini berwujud karya arsitektur. Dalam Politics and the Architecture of Choice, Jones
menganggap perlunya Penguasa berpikir arsitektural dalam penyelenggarakan
kehidupan politik yang maknawi melalui rancangan perilaku adaptif yang
dinamai Human Cognitive Architecture2 yang mensyaratkan kepedulian Penguasa
akan masalah ruang dan lingkungan. Dalam karyanya, Paul Hirst
mengutarakan globalisasi sebagai bentuk lain kekuasaan berupa perang
ekonomi yang terungkap dalam Space and Power: Architecture, Politics and War3.

1 Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.)Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two
Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007, h. 11-16.
2 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance.

Chicago: The University of Chicago Press. 2001, hal. 5.


3 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press. 2005,

hal.21.
17
Pustaka inilah memumpun pemahaman makna kekuasaan di era
Soekarno di saat ia menggubah tanda kegilaan berupa Projek Mercusuar
sebagai visualisasi Nation and Character Building . Gagasan futuris Soekarno
ditujukan untuk memerangi segala bentuk eksploitasi terhadap bangsa lainnya.
Gagasan konstruktif yang bersesuaian jiwa arsitek4 dalam kehidupan politik
telah memampukannya menggubah karya arsitektur. Sejatinya, dalam pledoi
Indonesia Menggugat5 di tahun 1930, Soekarno telah mengutarakan adanya gejala
imperialisme modern sebagai nafsu angkara murka untuk merajai ekonomi
negeri bangsa lain, pledoi itulah pendorong gagasan Nation and Character Building
dan To Built the World New saat Soekarno menjadi Presiden. Termasuk
penghapusan eksploitasi bangsa lain dengan memerangi imperialisme modern.
Tampaknya, pemikiran Hirst dengan Soekarno saling bersambut. Bila Hirst
menelaah tentang perluasan kekuasaan, Soekarno menggagas cara menangkis
nafsu kekuasaan melalui watak bangsa dan menggagas ulang tatatan dunia
yang baru melalui kesejajaran dalam berkebangsaan masyarakat internasional.
Lyes dalam Roman Architecture from Augustus to Hadrian6 mengulas
kehadiran Colosseum sebagai wadah atraksi keperkasaan Gladiator sekaligus
wadah persatuan bagi bangsa Romawi. Colosseum tergelar menyerupai pentas
amphitheater oval dengan undakan melingkar sebagai ruang penonton itu
menjadi ruang ideal untuk menyaksikan atraksi karena mengutamakan
kenyamanan visual bagi seluruh pengunjung.

4Soekarno. Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia, 17 Agustus 1963 dalam Di bawah Bendera Revolusi II. Jakarta: Panitia Penerbit
DBR. 1965, hal. 527.
5
Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial
Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung (Cet ke-3), 1989, hal. 14 dan 28.
6 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum: an Analysis of the Inherent

Political and Architectural Significance @C.J. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art,
Archaelogy Anistoriton ISSN 1108-4081, hal.2.
18
Secara tidak disadari Soekarno tampak terinspirasi oleh konsep
Colosseum ketika menghadirkan Gelora Bung Karno di Jakarta. Bangunan
melingkar yang berselaras dengan Colosseum dinamai Temu Gelang sebagai dasar
gubahan ruang. Keduanya berbeda objek yang dipergelarkan yaitu adu
keperkasaan Gladiator pada Colosseum dan adu sportivitas Atlet pada Gelora
Bung Karno. Keduanya menunjukkan universalitas Penguasa di saat menggubah
bangunan publik, Colosseum ataupun Gelora Bung Karno menyerupai pentas
pertunjukan sekaligus fungsi politis sebagai wadah penghimpunan massa.
Karya Pavlovits bertajuk Politics, Architecture and Activism 7
mendeskripsikan awal mula kehadiran ruang publik masa Yunani Kuno
merujuk konsepsi Hannah Arendt. Menurut Arendt peristiwa orasi/pidato
Sang Politisi/Penguasa mencipta ruang arsitektur yang dinyatakan hadir
sebagai tindakan politis the releasing of processes8 sebuah proses tindakan yang
menunjukkan ruang sebagai tanda politik. Karya arsitektur merupakan
jantung tindakan dan ucapan yang berpotensi sebagai pentas politis. Pavlovits
mengingatkan awal mula kehadiran ruang publik di Indonesia yang terjadi saat
Soekarno didampingi Hatta mengucapkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada peristiwa itu, Soekarno telah
membuat tanda politik. Peristiwanya menyerupai pentas pertunjukan di lokasi
yang kini menjadi situs cagar buudaya di serambi depan rumah tinggal
Soekarno yang telah dirobohkan senarai pembangunan Gedung Pola9.

7Pavlovits,Daniel. Politics, Architecture and Activism. L'cole Nationale Suprieure d'Architecture de


Paris La Villette. Nov 4th, 2010, hal.5.
8Arendt, Hannah. The Human Condition.Chicago & London:The University Press.1958, h. 323.
9 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola Pegangsaan

Timur Djakarta, 16 Agustus 1961, hal. 2. Dalam pidatonya Soekarno menyatakan:


pengajunan tjangkul pertama daripada Pembangunan Semesta Berentjana tahapan-
tahapan pertama didjalankan di bumi Pegangsaan Timur 56. Ada jang mengatakan bahwa
19
Dalam Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet10, Cope
mengungkap peran rancangan gedung parlemen yang lekat dengan
kepentingan nasional, tradisi, otoritas Negara sekaligus tanda keterkenangan
massa. Cope mempersandingkan konservasi The Reichstag yang hancur usai
Perang Dunia II di Berlin kemudian direhabilitasi menjadi Gedung Parlemen di
tahun 1999. Kenyataan itu membedakannya dengan kehadiran bangunan New
Parlement House Australia di Canberra yang dinilai sebagai refleksi sisi gelap
arsitektur karena tidak memiliki makna keterkenangan. Gedung yang kini
disebut Gedung DPRRI itu, digagas Soekarno sebagai political-venue bagi
Konferensi Conefo tahun 1966 namun urung. Di masa Soeharto gedung ex. Conefo
dialih-fungsikan menjadi Gedung DPRRI hingga kini. Bangunan megah yang
semula digagas sebagai simbol pemersatu kelompok NEFO itu sekalipun lekat
nilai keterkenangan, namun secara fungsional belumlah memadai sebagai
gedung parlemen, karena kehadiran gedung parlemen seharusnya mampu
menaungi kepentingan nasional dengan ketersediaan ruang penerima publik.
Ketiadaan fasilitas utama itu menjadikan Gedung DPRRI berperan kurang optimal.
Totalitarians art sebagai panduan ber-ekspresi seni yang senafas
dengan ideologi Negara, oleh Adams11 diungkap manifestasi stability, order,
tradition in art sebagai cara melawan inferioritas kompleks bangsa Jerman
melalui kemegahan gaya arsitektur Neoklasik, seperti The Braunes Haus,
Konigsplatz, Party Buildings: The Fuhrer and Adminstration Building of NSDAP.

bumi ini adalah keramat, dikatakanlah keramat oleh karena di tempat ini dibatjakan pada
tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
10 Cope, Russell L. Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet. Parliament Journal

No.37 Nov. 2001, hal.3.


11 Peter Adam. Art of The Third Reich. New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 209.

Disebutkan maestro Paul Ludwig Troost, Albert Speer, Hermann Giesler, dan Fritz Todt
yang menggubah karya bernuansa gaya Neoklasik bagi Adolf Hitler.
20
Nuansa serupa totalitarians arts berimbas pada praktek Nation and Character
Building gagasan Soekarno, tetapi keterpaduan ekspresi seni dan ideologi
tidak mewujud sebagaimana di Jerman ataupun di Rusia, hal itu disebabkan
keberagaman etnik, agama serta sebaran wilayah kepulauan Indonesia.
Dalam Socialist Realism12, Lahusen membedakan seni indah dan
buruk. Patung Industrial Worker and Collective Farm Girl13 sebagai ungkapan
seni indah ala Rusia di World Expo 1937 di Paris. Doktrin Gothic Stalinis
bergaya seni formalis-geometris sedemikian harmonis itu menghasilkan
karya monoton yang membelenggu kreativitas dan imaji, seperti halnya
Mausoleum, arsitektur makam bagi keabadian material jasad Vladimir Lenin,
di Rusia14 terbedakan dengan cara pengabadian terhadap Soekarno yang
dipertunjukkan hanya melalui immaterial energi suaranya di saat
membacakan kembali Teks Proklamasi di Tugu Nasional.
Republik Rakyat China15 mengubah arsitektur tradisional dan
bangunan kolonial bersanding dengan bangunan pencakar langit. The
Oriental Pearl Radio & TV Tower setinggi 468 meter di Shanghai, karya
simbolis percikan mutiara di atas piring giok yang diangkat dari puisi
Dinasti Tang oleh arsitek Jiang Huan Chen, Lin Benlin dan Zhang Xiulin.

12 Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas
Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke
University Press.1997, hal. 51-64-70.
13Periksa dokumentasi foto Soekarno sedang menunjuk gerakan tangan ke atas sebagai

pengarah gesture patung Selamat Datang menyerupai gesture patung karya Vera Mukina di
Moskow tahun 1937 dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang. Yogyakarta: PT Hasta Kreatifa
Manunggal. 2010, hal. 162.
14 Youtube Mauseuleum _Vladimir Lenin_diunduh pada 19 Juli 2011_pukul 19.00 WIB.

Menunjukkan suasana Mauseuleum Lenin.


15 Inspiring Expo. Incridible Shanghai. Shanghai World Expo Visitors Guide. 2010, dan studi

banding ke Shanghai Februari 2012.


21
Situasi di Shanghai itu menyerupai suasana kota Jakarta 1960-an di
awal kehadiran kawasan Tugu Nasional 16. Bentuk arsitektural kedua
bangunan itu sama-sama digali dari kekayaan budaya masa lampau oleh arsitek
lokal sebagai penggubahnya. China yang lekat dengan tradisi mengandalkan
arsitek negeri sendiri, demikian juga Indonesia yang mengandalkan Arsitek
Djempolan Pilihan Presiden17 bagi rancangan Tugu Nasional. Perbedaannya,
pada andil besar Soekarno dalam proses perancangannya.
Tema Soekarno terkait sebagai Arsitek dan Arsitek belum
dieksplorasi, sekalipun tersirat dalam Soekarno an Autobiography as told to Cindy
Adams18 atau Bung Karno Putra Fajar19, pledoi Indonesia Menggugat20, risalah
Mentjapai Indonesia Merdeka, Sarinah21 serta Di Bawah Bendera Revolusi22, juga
dalam Bung Karno Sang Arsitek23. Sepilihan pustaka lebih ditujukan untuk
memahami mentalite Soekarno. Giebels24 mengungkap kisah Soekarno sebagai
Arsitek yang memiliki hubungan baik dengan Arsitek Wolff Schoemaker.

16 Monumen Nasional di masa Soekarno dipagari oleh tanaman bambu kuning. Periksa
Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. Kini
pemandangan seperti itu tidak tampak lagi karena dipagari oleh vegetasi yang menutupi
Kawasan Tugu Nasional yang semula ruang terbuka kini menjadi lokasi yang semi tertutup.
17Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang

Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6.
18Cindy Adams. Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York:

Indiana Polis, 1965, serta terjemahan oleh Abdul Bar Salim menjadi Bung Karno Penyambung
Lidah Rakyat Indonesia oleh penerbit Ketut Masagung Corp PT Tema Baru, Jakarta, 2000,
hal. 100 dan 165. Dituturkan Soekarno tanggal 16 Juli 1926 bersama Ir. Anwari membuka
biro tekniknya yang pertama, yang kedua bersama Ir. Roosseno tahun 1932.
19 Solichin Salam. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1966, hal. 272.
20 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial

Bandung 1930. Jakarta: CV Haji Mas Agung (Cet ke-3). 1989.


21 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko

Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 189.


22 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965.
23
Ardhiati, Yuke. Komunitas Bambu, 2005
24 Lambert Giebels (Terj.) Soekarno, Biografi 1901 1950, Jakarta: Gramedia Group, 2001,

hal.x.151, dan 184.


22
Era itu ia menghasilkan beberapa karya arsitektur rumah tinggal di Bandung.
Juga dalam Bung Karno Dalam Kenangan oleh Oey Tjeng Hien25 yang merekam
ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur dan furnitur, bahkan semasa
pembuangan di Bengkulu Soekarno dan Oey sempat mendirikan perusahaan
mebel/furnitur yang dinamai Mebel Soekamerindoe.
Sebuah karya Legge26 mengungkap gagasan pembentukan Demokrasi
Terpimpin hingga masa kejatuhan Soekarno, sementara itu Dahm meneliti
ketokohan Soekarno27 sebagai sinkretisme Jawa serta menyebut Soekarno
sebagai manifestasi tokoh Ratu Adil. Nazaruddin Sjamsuddin28
mengetengahkan fragmen-fragmen Soekarno seputar nasionalisme,
internasionalisme, demokrasi, marhaenisme serta ekonomi. Solichin Salam
dalam Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah29 dan Bung Karno di Mata Bangsa Indonesia
mengungkapkan sportifitas Soekarno saat bersilang pendapat tentang
arsitektur dengan Arsitek Silaban. Sisi humanis Soekarno ditemukan dalam
karya Guntur Soekarno, Bapakku, Kawanku, Guruku30. Dokter pribadi dr.
Soeharto31 mengungkapkan sisi spiritual Soekarno, Juru Bicara Kepresidenan
Ganis Harsono mencatat kegiatan persiapan pembangunan Gedung Conefo32.

25 Oey Tjeng Hien.Catatan Pengalaman Seorang Sahabat dalam Solichin Salam.Bung Karno
Dalam Kenangan. Jakarta:Pusaka, 1981, hal. 201.
26 John D Legge. Soekarno, Sebuah Biografi Politik. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1996,h.321.
27 Bernhard Dahm. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES, 1987, hal. xiii.
28 Nazaruddin Sjamsuddin (ed). Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. 1993.


29 Solichin Salam. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966, hal. 63-

67. Solichin Salam. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka. 1981. Artikel Oei Tjeng
Hien. Catatan Pengalaman Seorang Sahabat pada hal. 201-235.
30 Guntur Soekarno. Bapakku, Kawanku, Guruku. Jakarta: PT Dela Rohita. 1977. Buku

setebal 265 hal. ini mengungkapkan keseharian Soekarno sebagai sosok Ayah di mata
Guntur putera pertamanya.
31 R Soeharto. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung. 1984
32Ganis Harsono.Cakrawala Politik Era Soekarno. Jakarta: Yayasan Idayu. 1985, hal. 180.

23
Sementara itu Ajudan Kepresidenan Mangil Martowidjojo dalam
Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-196733 mengungkap ketertarikan Soekarno
pada arsitektur dan seni lukis. Bambang Wijanarko dalam Sewindu Dekat Bung
Karno34 mengungkapkan kesukaan Soekarno mendengarkannya menembang
Jawa, Maulwi Saelan35 mengungkap sejumlah benda-benda yang ditinggalkan
Soekarno saat meninggalkan Istana, di antaranya buku-buku tentang Arsitektur
Modern. Sejarawan Onghokham36 menyimpulkan adanya kepribadian Gemini
dari Soekarno sebagai tipe kompleks namun mengalami kesepian di akhir
kekuasaannya. Dalam Bung Karno & Seni37, Soedarmadji Damais mengungkap
peran Soekarno dalam Seni Rupa melalui pameran bertema tata ruangan dan
tata bangunan/tata kota. Di tahun 1990 Huib Akihary38 menuliskan Soekarno
sebagai salah seorang Arsitek di Indonesia. Wiryomartono39 menyebutkan
Soekarno Aktor Pembangunan Kota di Indonesia. Peran Soekarno sebagai
Arsitek praktisi ditemukan dalam karya Haryoto Kunto40 yang mencatat
Soekarno menjadi arsitek magang di biro Arsitek Schoemaker.

33 Mangil Martowidjojo. Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967. Jakarta: Grasindo. 1999,
hal. 27, 108, 141, 485.
34 Bambang Widjanarko. Sewindu Dekat Bung Karno. Jakarta: PT Gramedia. 1988, hal.53 -57.
35Maulwi Saelan.Dari Revolusi 45 sampai Kudeta66, Kesaksian Wakil Komanda Tjakrabirawa.

Jakarta: Yayasan Hakl Bangsa. 2001, hal. 343-394. Berupa lampiran benda-benda milik
Soekarno.
36Onghokham.Soekarno: Mitos dan Realitas dalam Taufik Abdullah.Manusia Dala Kemelut

Sejarah. Jakarta:LP3ES.1988, hal. 45


37 Soedarmadji JH Damais. Bung Karno & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Karno. 1979, hal. 35.
38 Huib Akihary. Architectuur & Stedebouw in Indonesie 1870-1970. Zutphen: De Walburg

Pers.1990, hal.142.
39A Bagoes P Wiryomartono. Seni Bangunan Dan Seni Bina Kota di Indonesia, Kajian Mengenai

Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Buddha, Islam Hingga Sekarang.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1995, hal. 159-170.
40 Haryoto Kunto (ed) Deddy H Pakpahan. Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997.Bandung:

PT Aerowisata.1997, hal. 67-91.


24
Menjelang peringatan 100 tahun Soekarno, mengungkap sejumlah
karya Soekarno di Bandung Bung Karno dan Arsitektur41, Ali Chanafiah sahabat
Soekarno semasa di Bengkulu42 mengungkap sedikitnya lima rancangan karya
arsitektur Soekarno: masjid jami Bengkulu, rumah Residen dan Demang yang
sempat didokumentasikan di tahun 2001. Di tahun 2007 arsitek Bambang
Eryudhawan43 menyebutkan Soekarno sebagai Bapak Arsitek Indonesia.
Kelekatan Soekarno dan Seni Rupa melalui koleksi lukisan maestro
milik pribadi Soekarno yang dihimpun Dullah dan Lee Man Fong, serta peran
Soekarno sebagai pelukis diungkapkan oleh Djuli Djatiprambudi44 melalui
sejumlah lukisan Soekarno yang ditinggalkannya di Ende. Penyair Sitor
Situmorang45 mengutarakan bahwa peran Soekarno sebagai Arsitek sekaligus
pencipta puisi, melalui Aku Melihat Indonesia tampak kecintaan Soekarno pada
Indonesia terutama panorama alam serta kanak-kanak. Kemampuan
menuliskan skenario drama tonil semasa pembuangan di Ende ditemukan
dalam Bung Karno: Ilham Dari Flores Untuk Nusantara46. Dan semasa di
Bengkulu dalam Bung Karno Maestro Monte Carlo 1938-194347.

41Indah Widiastuti, Bung Karno dan Arsitektur dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung
Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta :
Grasindo, 2001, hal. 565-574.
42 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press. 2003,

hal. 45, dan periksa juga M. Ali. Bung Karno di Bengkulu dalam dalam Iman Toto K Rahardjo
et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno.
Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 910-919.
43 Eryudhawan Bambang. Sukarno Arsitek Indonesia dalam Pusat Dokumentasi Arsitektur

Indonesia (ed.). Tegang Bentang. Jakarta:Gramedia.2007, hal. 75-88.


44 Djuli Djatiprambudi. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar

Utomo. 2001, hal. 37.


45 Sitor Situmorang, Bung Karno Suka Sesuatu yang Indah dalam Bung Karno, Bapakku,

Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Ibid. hal.740 - 749.
46 Lukas Batmomolin.et.al Bung Karno: Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Nusa Indah. 2001,

hal. 50.
47 Agus Setyanto. Bung Karno Maestro Monte Carlo.Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal.

54-192.
25
Wijanarka mengungkap gagasan Ibukota Negara dalam Soekarno dan
Desain Rencana Ibukota RI di Palangkaraya48. Farabi Fakih dalam Membayangkan
Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno49 mengungkap cara-cara Soekarno
membangun kekaguman dunia melalui rancangan bangunan estetis sebagai
bagian esensial dari pembangunan watak bangsa. Selain itu, ketokohan
Soekarno juga mengilhami tayangan televisi swasta; Astro Awani50
menayangkan Dwi Tunggal Untuk Indonesia mengungkap ketertarikan Soekarno
terhadap arsitektur. Sementara itu TV One51 menayangkan Gelora Bung Karno
dan Hotel Indonesia sebagai destinasi wisata. MetroTV52 dalam Monumen Sang
Pemimpin mengungkap monumen era Soekarno, menyusul Komunitas Salihara53
dalam The Monument tentang sisi artistik Soekarno dalam karya Edhi Sunarso.
TransTV54 menayangkan Pencitraan Negara Lewat Busana, melalui jas dan peci
hitam, MetroTV55 dalam Indonesia Merangkul Dunia menggambarkan Soekarno
di forum Internasional, MetroTV dalam Melawan Lupa menyingkap Tugu
Nasional dan TV One tentang Mega Projek Bung Karno.
Sebagai sentral telaah terkaji tiga karya disertasi satu dasa warsa
terakhir bertema Soekarno pada karya Abidin Kusno dari Binghamton (2000),
Yuke Ardhiati dari Universitas Indonesia (2004), dan Eka Permanasari dari
Melbourne University (2007).

48Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya.Yogyakarta:Ombak. 2006


49 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak. 2005,
50 Astro Awani TV .Program Acara Telaah : Dwi Tunggal Untuk Indonesia, 2007.
51 TV One 51. Riwajatmoe Doeloe :Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia. 2008.
52 MetroTV. Monumen Sang Pemimpin tayang Desember 2009 dan Juni 2010
53 Asikin Hasan. Video Dokumenter : The Monument, 2010.
54 TransTV 54. Program Acara Merah Putih Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana, 2011.
55 MetroTV. Indonesia Merangkul Dunia, 2011. Dapat di-download melalui Youtube MetroTV.

26
Kusno56 dalam Behind the Postcolonial Architecture, Urban Space and
Political Cultures in Indonesia mendeskripsikan peran Soekarno dan Soeharto
sebagai aktor kunci kemunculan dan perkembangan sosio-budaya terkait
pembentukan arsitektur dan perkotaan sebagai akumulasi pengetahuan masa
kolonial berbasis kebangsaan. Ceruk yang terlepas darinya adalah makna dalam
arsitektur dan arketipe keruangan warisan kolonial. Pada karya Yuke Ardhiati,
Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno di Indonesia
1926-196557 lebih mengungkap mentalite58 alam pikiran bawah sadar serta
perilaku otomatis berupa peran, norma, interaksi, dan makna yang mencuat
(emergent) melalui artifak peninggalannya berupa, pertama, budaya multikultur
dan pendorong tindakan Soekarno. Kedua, periodisasi karya SoekarnoKetiga,
mengulas semiotika karya Soekarno. Keempat, mengungkap etik dan estetik
karya Soekarno.Kelima, menyimpulkan mentalite Soekarno, dan yang belum
terbahas adalah persoalan keruangan dan makna kehadiran arsitektur.
Eka Permanasari59 dalam Constructing And Contesting the Nation: The Use
and Meaning of Soekarnos Monuments And Public Places in Jakarta mengungkap
makna nasionalisme pada monumen dan area publik era Soekarno serta
perlakuan pemerintah melalui pendekatan spasial. Ceruk yang terlepas darinya
adalah kedalaman filosofis perancangan, makna arsitektur, serta kurangnya
memanfaatkan sumber data primer.

56 Kusno, Abidin, Behind the Postcolonial. Architecture, Urban Space and Political Cultures in
Indonesia, 2000.History and Theory of Art and Architecture Graduate Program at The State of New
York, Binghamton.2000, hal. x.
57 Yuke Ardhiati, Disertasi Doktor Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2004.


58 Lloyd, Christopher.The Structure of History. London: Blackwell. 1993, hal. 89.
59 Permanasari, Eka.Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Soekarnos

Monuments And Public Places in Jakarta, 2007.

27
Ceruk-ceruk yang terlepas dari ketiga Disertasi itu menjadi karya ini. Pada
karya Abidin Kusno: 1) pengungkapan makna arsitektur postcolonial, 2)
arketipe keruangan, 3) eksplorasi Apa serta Bagaimana karya arsitektur di
awal kemerdekaan, 4) penyuguhan otensitas data. Sementara itu karya Yuke
Ardhiati, 1) persoalan keruangan yang diakibatkan Penguasa, 2) makna dalam
arsitektur, 3) perluasan penelitian ke ranah arsitektur. Pada karya Eka
Permanasari: 1) kedalaman filosofis perancangan, 2) ungkapan estetis dalam
arsitektur, 3) optimalisasi pemanfaatan narasumber. Dari ketiganya perbedaan
mendasar kata kunci karya ini dan disimpulkan tema proses kehadiran karya
Arsitektur, dan terminologi Arsitektur Panggung tidak terdapat pada ketiganya.

Memahami Ruang dan Arsitektur

Untuk memahami teori terkait ruang dan arsitektur, disinggung teori


ruang planimetrik Van de Ven, Space in Architecture60, kini tergantikan oleh
teori ruang displacement-container Newton dan Teori Relavitas Ruang, space-
time continuum gagasan Einstain. Namun, Ven berjasa dalam pengungkapan
sejarah The Modern Movement dan sekolah desain Bauhaus61. Teori Ven dirasa
terlalu mengagungkan hal-hal teknis yang didikte oleh produsen material.

60 Cornelis Van de Ven. Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of
the modern movement.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978, hal. 135. yang telah menjadi
rujukan dalam pendidikan arsitektur termasuk di Indonesia sekitar tahun 1980-an bersandar
budaya Romawi yang merumuskan ruang sebagai perluasan kata space. Berasal dari kata
spatium yang dicetuskan oleh Aristoteles. Ven telah merumuskan persepsi ruang
berbasis geometri-matematis dan konsep keindahan, antara lain; a) ruang planimetrik atau
ruang dua dimensional, b) ruang perspektif satu titik atau tiga dimensional, c) ruang waktu
irasional atau ruang empat dimensional, d) ruang imajiner seperti film bergerak.
61 Periksa Bagoes P Wiryomartono.Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern di Jerman dan Post

Modernism. Yogyakarta:Universitas Atmajaya, 1993,h.47. Sekolah Desain Bauhaus memiliki


arti khusus pembinaan arsitektur abad ke 20 didirikan Walter Gropius.
28
Hal itu menjadikan ranah arsitektur kurang mampu menjadi media untuk
mengekspresikan ide-ide maknawi sebagaimana pernah diperankan Bauhaus.
Untuk pengungkapan makna kehadiran objek arsitektur menempuh
tiga cara sekaligus. Pertama, mengungkapkan pengalaman visual terhadap Apa
yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan bentuk dan kualitas
objek secara teraga tangible. Ketiga, mengungkap pengamatan intangible tak
teraga sebagai khora menyerupai proses memutu melalui intepretasi makna. Teori
Ruang Ven digunakan untuk memahami cara kedua yaitu persepsi ruang
karya arsitektur Projek Mercusuar yang juga menampilkan gaya Arsitektur
Modern, sebagai pemandu mengalami keruangan secara dua dimensional, tiga
dimensional, penjelajahan waktu irasional serta ruang imajiner.
Pengertian arsitektur telah berproses sejak Vitruvius menuliskan De
Architectura atau The Ten Books of Architecture62 pada 33-14 SM, arsitektur sebagai
imitasi dari alam dan cara merancang bangunan yang bersandar tiga tonggak
ketergunaan, kekokohan dan ketercintaan/keindahan. Pengertiannya meluas
sebagai pengetahuan merancang lingkung bangun untuk menjamin kualitas
kehidupan manusia terkait cara membangunnya63 sekaligus wadah berkegiatan
yang bersifat resemblance berupa kemiripan, kesamaan, persamaan, keserupaan
yang mewujud visual. Akar kata arsitektur berkorelasi dengan tekhn
menjelaskan kerajinan, ketrampilan dan kepekaan seni dalam arsitektur skala
ruang hingga skala kota. Budayawan Mangunwijaya memperkenalkan
wastuwidya sebagai pengganti istilah architektuur yang dinilai mengandung makna
dari sekadar tekhn.

62 Vitruvius.Morris Hicky Morgan (terj.)The Ten Books of Architecture. New York: Dover,
1960, hal. 31.
63Websters New Encyclopedic Dictionary mengartikan architecture sebagai seni dan pekerjaan

merancang bangunan, metode/gaya bangunan.A Dictionary of Architecture merujuk John


Raskin perlunya seni demi tergubahnya arsitektur yang berkesan indah.
29
Arsitek Gunawan Tjahjono64 menambahkan unsur makna sebagai
sesuatu yang tercerap melalui penciptaan ruang-tempat-waktu-peristiwa
sebagai hal tersembunyi dalam proses memutu menjadi ruang/arsitektur
pengembannya disebut Arsitek. Kata Arsitek dimahkotakan pada Aktor yang
berkecakapan teknis membangun serta kepekaan keindahan dalam
menghadirkan karya secara poetic sebagai karya konstruktif sekaligus inspiratif.
Kata poetic terilhami oleh Poetics of Space65 karya Bachelard untuk
menggambarkan ruang inspirasi yang abadi dari tempat kelahirannya.
Bachelard juga mengilhami Antoniades penggubah Poetics of Architecture66
sebagai kesepadanan karya arsitektur dengan gubahan puisi karena telah
melampaui perenungan mendalam (contemplative), ketelitian tinggi (rigorous),
rohaniah (mentally), spiritual (spiritually) serta kemampuan sains (scientifically).
Sejumlah Pakar dan Maestro di bidang arsitektur perlu pendefinisian
arsitektur menurut pandangan pribadinya. Di tahun 1923, maestro Le
Corbusier mengatakan, arsitektur sebagai sesuatu yang tiba-tiba menyentuh
hati dan mendorong rasa senang yang diperoleh melalui material konstruksi.
Louis Kahn menyatakan bahwa arsitektur sebenarnya itu tidak ada, yang ada
adalah karya arsitektur. Arsitektur itu ada di dalam pikiran seseorang yang
berkarya, yang menawarkan semangat bukan sebuah gaya, yang memahami
teknik bukan metode. Arsitektur adalah perwujudan yang terukur.

64 Tjahjono, Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato


Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember
2002, dan Tjahjono, Gunawan. Rajin dalam Hardiati, Endang Sri (ed). Pentas Ilmu di Ranah
Budaya. 9 Windu Prof. Dr. Edi Sedyawati. Denpasar: Pustaka Larasan, 2010, hal. 528-539.
65Bachelard, Gaston. La potique De lespace.Seminaire. 1954. ENSAM 2005/

2006 Studio-S4, Chapitre 2. Periksa Gaston Bachelard (transl.) French by Maria Jolas.
The Poetics of Space. Boston: Beacon Press, 1958, hal 8.
66 Antoniades, Anthony C. Poetics of Architecture. New York :Van Nostrand

Reinhold, 1990, hal. 4.


30
Raskin67 mewacanakan arsitektur dalam trio emosions; emotion intended,
emotion inherent, dan emotion evoked. Ia membedakan objek yang diamati adalah
arsitektur atau hanya sekedar bangunan. Emotional intended untuk mengamati
objek arsitektur untuk dapat dipahami Pengamat sesuai maksud kehadiran
objek. Cara memandang emotional inherent untuk memahami sejauh mana objek
arsitektur mampu menyampaikan pesan dan kesan tertentu dan pendekatan
emotional evoked melalui sejauh mana objek arsitektur mampu
merangsang/menggugah. Ketiganya memumpun makna kehadiran ruang dan
bentuk dalam memahami fenomena komunikasi simbol-simbol yang ertangkap
manusia.Rasmussen68 memumpun cara memberi makna karya arsitektur bukan
melalui menjelaskan secara visual yang ditampakkannya melainkan juga dengan
mengalami keruangannya bersandar pada pengamatan keterpautan seni yang
menjadi struktur pembentuknya, karena arsitektur memasuki ranah sebagai
karya fine art. Melalui form nya sebuah karya akan tampak kedalaman
impresinya, demikian pula melalui proporsi dua ataupun tiga dimensionalnya.
Yi Fu Tuan mengutarakan keberhasilan arsitektur69 diperoleh saat karyanya
mampu mengartikulasikan pengalaman sebaik mungkin melalui bentuk-bentuk
yang peka terhadap suasana hati, perasaan, ritme kehidupan/kegunaan. Arsitek
Tadao Ando70 mengutarakan cara berpikir arsitektural sebagai logika abstrak
menandai eksplorasi yang meditatif sebagai kristalisasi atas kompleksitas dunia.

67 Raskin, Eugene.Architecturally Speaking. New York: Bloch Publishing Company.1954, h.10


68 Rasmussen, Steen Eiler.Experiencing Architercture. Cambridge: The MIT Press.1962, hal. 9.
69Tuan, Fu Yi.Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of

Minnessota.1977, hal. 100.


70 Ando, Tadao.Toward New Horisons in Architecture in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New

Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York:


Princenton Architectural Press. 1996, hal. 458.
31
Di Indonesia, wastuwidyawan Mangunwijaya71 memandang karya
arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra yang
disebut vasthu. Yuswadi Saliya72 mengibaratkan arsitektur menyerupai expanding
universe dari alam raya secara terus-menerus yang batas-batasnya adalah
kreatifitas dan imajinasi manusia. Dalam the Architecture of Good Intentions73
Rowe, menggagas cara-cara re-trospeksi sebagai pandangan kritis dalam
memaknai karya Arsitektur Modern. Rowe mewacanakan pengamatan melalui
bingkai epistemology, eschatology, iconography, mechanism dan organism.
Pencerahan dalam arsitektur terjadi saat kemunculan karya arsitektur
kelompok postmodernism di tahun 1980-an saat Peter Einsenman, Frank Gehry,
Benard Tschumi, dan Zaha Hadid menggubah karya kontemporer yang dinilai
oleh Derrida sebagai karya dekonstruktivis. Peter Eisenman74 memandang
arsitektur sebagai proses menciptakan di masa lalu agar berkah di masa depan.
Frank Gehry berpendapat bahwa arsitektur merupakan upaya kecil dari
manusia yang berlatih untuk percaya pada potensinya dalam membuat
perbedaan yang mencerahkan melalui konteks indah. Melalui karya Event-Cities,
Tschumi75 menerapkan konsep Cities of Pleasure yaitu keterkejutan bagi
kesenangan khayalak. Sementara itu Zaha Hadid mengutarakan artspace - a
sense artificial place for a walk berupa promenading yaitu karya yang dinikmati seraya
berhenti sejenak dengan tampilan menarik.

71 Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi


Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h.332 dan 348.
72 Saliya, Yuswadi.Perjalanan Malam Hari. Bandung: LSAI-IAI Jawa Barat. 2003, hal. 200.
73 Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. London:

Academy Editions.1994, hal. 6-7.


74 Eiseman, Peter. The End of the Beginning, the End od the End in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing

a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York:


Princenton Architectural Press.1996, hal. 211.
75 Prosesi pembakaran kembang api berlangsung di Paris 20 Juni 1992, Tschumi, Benard.

Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press.1999, hal.11.


32
Pemikiran kritis Derrida, filsuf yang bukan arsitek mengandung nilai
gagasan yang mampu memumpun proses kehadiran arsitektur. Gagasan
Derrida LMaintnant Architecture76-arsitektur dalam konteks kekekinian, bukan
hanya membicarakan karya arsitektur akan tetapi juga tata cara menggubah
ruang menjadi tempat bagi peristiwa yang mengesankan. Karya arsitektur
sebagai trans-architecture muncul sebagai peristiwa memperluas perannya
kontemplatif bagi seni dan pengguna. Events peristiwa menurut Derrida
tidaklah sesederhana pengertian lazimnya, melainkan events yang dekat
hubungannya dengan madness/La folie - kegilaan sesuatu yang megalomaniak.
Pengutaraan Derrida tentang arsitektur sebagai peristiwa menyenangkan,
menghibur selain sisi keindahannya menjadi semacam konsepsi atau
narasi/skenario yang mendahului fisiknya sebagai makna yang ditanamkan ke
dalam fisik arsitektur. Konsepsi itu merefleksi proses memutu menyerupai
karakteristik khora sebagai sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk
arsitektural. Rumusan arsitektur di atas menggiring pengertian arsitektur dalam
karya ini merujuk pengetahuan membangun karya bangunan yang indah serta bermakna
karena mengandung skenario artistik untuk menyenangkan pemirsanya yang dalam proses
memutu dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa yang selaras dengan konsep point
de folie LMaintenance Architecture gagasan Derrida. Sekilas, pandangan Derrida
tidak dimungkinkan sebagai rujukan dalam mengungkap proses kehadiran
arsitektur Projek Mercusuar karena ruang-tempat-waktu serta peristiwanya
tidak sejaman, namun setelah menelisik konsep Cities of Pleasure - karya
arsitektur yang dipandang sebagai metafora kesenangan atau hiburan kota,
maka analogi Events-Cities dapat dirujuk.

76Derrida, Jacques. Architecture Where Desire Can Live dalam Neilleach (ed). Rethinking
Architecture: a Reader in cultural theory. London: Routledge, 1997, hal. 324 330.

33
Dalam proses memutu karya arsitektur Projek Mercusuar telah
menunjukkan diri sebagai karya a Place of Pleasure - tempat yang
menyenangkan/membanggakan. Penerapan konsep a Place of Pleasure
mengandung skenario artistik peristiwa yang bersifat la folie - kegilaan,
sehingga karya arsitektur Projek Mercusuar yang merepresentasi LMaintnant
Architecture sebagai Arsitektur di kekinian. Selain spectre Sang Penggagas terjejak
padanya, juga mempertunjukan esensi ide arsitektur menggelar ber-proses
memutu yang selalu berubah di setiap ruang-waktu.

Khora - Proses Memutu Karya Arsitektur

Wacana arsitektur yang bermakna memposisikan makna menjadi hal


yang penting, yaitu sesuatu kualitas yang tercerap melalui penciptaan ruang-
tempat-waktu-peristiwa merupakan hal yang tersembunyi, hal metafisik yang
terkandung dalam process memutu kehadiran karya arsitektur yang dinamai
khora77. Khora merupakan realitas ketiga dalam Timaeus karya Plato; pertama,
Fix sesuatu yang tidak berubah bentuk, tidak diciptakan/dihancurkan
dan tak terlihat indera. kedua, Being menjadi Ada sebagai bentuk
menyerupai, bergerak dan dipahami indera. Ketiga, Khora sesuatu yang
abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being,
tertangkap indera, seperti mimpi yang ada di suatu tempat atau ruang.
Plato menggambarkan FORM' sebagai bentuk yang Ada didalam pikiran
manusia dan bukan 'SHAPE' sebagai wujud objek di luar sana.

77Khoraistilah Yunani.Periksa Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus.360 BC.Republished


2008 by Forgotten Books, hal. 60. Sebagai unsur dari Tiga Realitas gagasan Plato dari
Yunani yang didekonstruksi oleh Jacques Derrida: On The Name, 1995, hal. 89.
34
Saat Plato78 menjelaskan api g bukan dari warna atau bentuknya
melainkan kualitas yang dipancarkan sebagai rasa panas atau dingin. Khora
kemudian didekonstruksi oleh Derrida79 Khora reaches us, and as the name and
when a name comes, it immediately says more than the name: the other of the name and
quite simply the other, whose irruption the name announces. Khora sebagai si Nama/si
Lyan yang kehadirannya mendadak/meletup menggambarkan sosok unik-
alien, dissymetri-sesuatu yang tak berbentuk, triton genos - sejenis ras ketiga.
Derrida memandang khora memiliki karakteristik ruang dalam arti tempat,
lokasi, wilayah, area luas/country, disebut figures, form, perwujudan wadah,
wujud, representasi rahim ibu-perawat yang feminine, objek penerima isi
muatan-receptacle dan pembawa-tanda/jejak-imprint bearer. Khora dicerap
sebagai ide form/ bentuk arsitektural dalam proses memutu. Krell80 mengapresiasi
khora dengan menyatakan feminitas khora sebagai upaya mengisi kemandegan
teori Arsitektur Barat yang hanya bersandar pada penguasaan teknis,
teknologis dan arsitektonis namun melewatkan unsur tic atau desain. Selain
dirujuki khora juga dikritisi. Chanter81 mengkritisi feminine Chora sebagai
ketidakstabilan yang mengubah hal semiotik menuju simbolis. Juga penolakan
dari Peneliti Arsitektur Nusantara, Prijotomo yang menolak cara platonic-chora
untuk mendiskusikan rong82 dalam Arsitektur Jawa.

78 Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus. 360 BC. Republished 2008 by Forgotten Books,


hal. 60. Khora digunakan Plato untuk menjelaskan tentang api.
79 Dalam risalah Jaques Derrida (ed) Dutoit, Thomas. On The Name. California: Stanford

University Press,1995, hal.89, termuat karakteristik Khora sebagai hasil dekonstruksinya.


80David Farrel Krell. Ecstacies of Space,Time and The Human Body. New York: State University

of New York Press. 1997, hal. 12.


81 Chanter, Tina. Abjection, Death and Difficult Reasoning:The Impossibility of Naming Chora in

Kristeva and Derrida.In Woodruff, Peter and Kujundzic, Dragan (ed).Khoraographies for Jacques
Derrida, Tympanum 4, 2000, risalah nomor enam..
82 Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas

Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25


35
Demikian juga Adiyanto83 yang memandang chora pengutaraan Derrida
bukanlah filsafat yang mantap karena penuh goncangan dan kerapuhan
yang menempatkannya di ranah epistemologi. Sekalipun menjadi wacana yang
diperdebatkan, karya ini merujuk khora84 hasil dekonstruksi Derrida karena
tafsirnya membuka wacana diffrance85 sebagai penangguhan makna yang purna,
kesementaraan yang justru memberi ruang kreatif kepada Peneliti terutama
bagi ranah arsitektur dan desain yang ingin mengungkapkan proses memutu
sebagai ungkapan kreativitasnya. Kontroversial yang terjadi terhadap khora itu
bahkan meneguhkan khora/ chora sebagai kelenturan dalam memaknai
keilmuan, karena kemudian khora mengilhami pe-redifinisi-an kehadiran karya
arsitektur, salah satunya melalui karya Alberto Perez-Gomez. Dalam Chora:
The Space of Architectural Representation 86, khora sebagai ruang pengakuan-
space of recognition melalui panggung proscenium di masa Yunani Kuno.
Khora yang bermakna sebagai ruang pengakuan juga
ditampakkan pada ide rancangan amphitheater di Ruang Kemerdekaan di
Tugu Nasional. Ruang pengakuan terjadi saat mendengarkan rekaman
suara pembacaan kembali Teks Proklamasi oleh Soekarno. Pernyataan itu
membimbing pengakuan kewilayahan ke-Indonesia-an dilengkapi atribut-
atribut kemerdekaan seperti aksara proklamasi, peta wilayah kepulauan
Indonesia, Sang Saka Merah Putih serta lambang Negara Garuda Pancasila.

83 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge,
1997, hal.300.
84 Derrida secara khusus mendekonstruksi Khora merujuk naskah asli Timaeus Plato dengan

tajuk On the Name dan mendeskripsikan rinci karakteristik Khora.


85Istilah diffrance diciptakan Derrida melalui "Cogito et histoire de la folie" 1963. Diffrance

diartikan penangguhan makna dan adanya perbedaan, espacement atau jarak menyangkut
kekuatan yang membedakan unsur-unsur satu sama lain menyerupai oposisi biner.
86Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez,

Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of


Architecture.London Buffalo:McGill-Queens University Press, 1994, hal. 15.
36
Sepilihan risalah serial Chora87 cenderung menggiring konsep
Khora/Chora melampaui ranah metafisik yang tidak dapat dijangkau rasionalitas
karena bersandar hal-hal yang gaib, kecuali Krell yang menganggap Khora
sebagai pemberi nafas feminine kehadiran karya arsitektur serta konsep ruang
pengakuanmerujuk Perez. Oleh karenanya, Khora saya rujuk dari Derrida yang
disederhanakan pengertiannya sebagai proses memutu kehadiran karya
arsitektur sebagai penyedia bagi yang hadir untuk being terkait form.

Menyingkap Peradaban Melalui Arketipe

Pengungkapkan proses memutu kehadiran karya arsitektur Projek


Mercusuar di era Soekarno bersinggungan dengan kekuasan, akan dirujuk teori
arsitektur berpotensi menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban
termasuk karya arsitektur. Penelusurannya melalui jejak peradaban, jejak
keruangan, dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba
arketipe. Teori Arketipe Keruangan - Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell88
memumpun pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa yang
sering kali didorong oleh alam tidak sadar unconscious bahkan tidak jarang
ditemukan berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik. Lobell
terilhami oleh Jung. Dalam Approching Unconscious. Man and His Symbol, manusia
cenderung menciptakan simbol-simbol tertentu tanpa disadarinya, yang
menyiratkan sesuatu secara lebih jelas dari makna langsung yang mewakili
konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar.

87Simak David Farrel Krell Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: New
York Press. 1997, hal. 13.
88Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6

no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.


37
Terdiri dari beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal
masa lalu. Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang
tidak dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang
kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap. Arketipe keruangan akan
diterapkan sebagai penelusuran non material berupa pikiran impersonal tokoh
Soekarno sebagai metode menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang
telah wafat dan berjarak terhadap masa penelitian, sehingga ditelusur melalui
jejak karyanya. Cara ini masih dikatakan langka bagi penelitian arsitektural.
Lazimnya, pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui
wawancara atau tulisan oleh yang bersangkutan. Akibatnya, pengungkapannya
sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris89. Penguasa ingin
mengontrol yang diucapkan, atau dituliskan, bahkan membuang hal yang
dirasanya tidak perlu. Penelusuran merujuk Lobell menjadi terobosan karena
bersandar jejak yang dipertautkan dengan hal metafisik90 yang terlewatkan.
Spatial Archetype-Arketipe keruangan gagasan Lobell dan Sanberg, terilhami
oleh ingatan kolektif berupa citra kepurbaan yang timbul di permukaan
kesadaran ketika mewujud batas ruangnya.
Selain merujuk khora, cara memahami makna Projek Mercusuar
Soekarno ini merujuk konsep Ruang Jawa dan Bali sebagai latar
memahami budaya multikultur yang terdapat dalam diri Soekarno yang
dipengaruhi adanya perbedaan budaya kedua orang tuanya, Raden
Soekeni Sang Ayah, Ningrat Jawa yang Islam, dan Ida Ayu Nyoman Rai
Sarimben, Sang Ibu dari kasta Brahmana dari Bali.

89 Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan


mengabaikan tulisan.
90 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang

menyertai fisiknya.
38
Budaya multikultur meliputi diri Soekarno merujuk Ardhiati 91 berdampak
pada cara Soekarno merancang keruangan Kawasan Tugu Nasional.
Pengaruh budaya Jawa terpancar dari jejak ide rancangan bentuk yang
bersepadan konsep Pajupat Kalima Pancer berupa orientasi empat arah mata
angin pada rancangan Tugu Nasional. Pola-pola ruang mewujud empat
persegi/bujur sangkar ber-undak menyerupai bentuk candi Jawa.
Keruangannya mengisyaratkan makna spiritual Rumah Jawa, yang semakin ke
arah dalam semakin menggelap sebagai ungkapan hirarki kesakralan ruang
merujuk Tjahjono92. Ide keruangan di Tugu Nasional yang didasarkan pola
empat persegi sama sisi memperteguh konsep mandala93. Simbol esensi mutlak
mandala menyerupai lingkaran; lingkaran dalam bujur sangkar; bujur sangkar
dari lingkaran; pusat dengan arah ke segala ruang sekaligus lambang ruang,
waktu, keterbatasan, serta wujud yang berbatas. Mandala , sebagai hadirnya
esensi dalam ruang dan waktu eksistensi, hadir yang sempurna, suci dan
mutlak dalam dunia manusia. Ide pola keruangan menyerupai mandala di Tugu
Nasional diartikan sebagai upaya-upaya menghadirkan ruang dan waktu yang
suci serta mutlak bagi manusia Indonesia, sekaligus memberi perbedaan
eksistensi jagad manusia, jagad semesta dan jagad transendental Illahyah sebagai
tatanan hirarkis keruangan di Tugu Nasional yang menyerupai Ruang Jawa94.

91 Ardhiati, Yuke. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia
1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta: Universitas Indonesia, 2004,
hal. 106.
92 Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The

Symbolic Dimension of House Shapes in Kota Gede and surroundings Unpublished dissertation,
University of California at Berkeley, 1988, hal. 104.
93 Sumardjo, Jacob. Arkeologi Budaya Indonesia. Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap artefak-

artefak kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Qalam. 2002, hal. 195.


94Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian

Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana


Universitas Diponegoro Semarang, 2010.
39
Visualisasi Ruang Jawa juga termanifestasi pada Kala-Makara di
Ruang Kemerdekaan berupa sepasang gerbang megah yang membuka serta
menutup otomatis, disertai lantunan rekaman nyanyian Padamu Negeri. Di saat
lempengan logam penutup permukaan itu menghilang ke atas, terkuaklah
kotak kaca keemasan sebagai tempat Bendera Sang Saka Merah Putih.95 Suasana
itu mengungkap tabir dimensi ruang sakral dan profan dari Ruang Jawa yang yang
dinamai pakeliran96. Dalam keadaan kala-makara tertutup, tercipta ruang
profan tersaksikan mata, saat kedua sisi gerbang menepi, terkuaklah
lempengan logam berhias padma membatasi ruang masa kini dengan ruang
masa lampau yang menggelar atribut-atribut peristiwa sakral 17 Agustus 1945,
yaitu Sang Saka dan Teks Proklamasi yang pernah disuarakan Soekarno.
Senarai mengasah mata batin saat berlangsungnya rekaman suara
Soekarno membacakan kembali Teks Proklamasi itu di lokasi itu menjadi pusat
perhatian karena tepat di sumbu bangunan sebagai adanya ruang sakral di
tempat yang sakral, karena sang Tugu Nasional ditancapkan tepat di catuspatha
titik pusat garis persilangan suci oleh budaya Jawa Kuno. Ruang pakeliran yang
tercipta, juga tepat di garis sumbu tegak/axis mundi bangunan Tugu Nasional,
sehingga Tugu Nasional juga merefleksi diri sebagai bangunan suci. Jagad
transendental Illahyah di Kawasan Tugu Nasional bersepadan dengan kosmologi
Jawa Kuno. Sementara itu, di lokasi puncak tugu yang berbatasan angkasa
sebagai manifestasi Ruang Manusia yang melebur ke Ruang Illahyah
terjadinya awang-awung atau ruang tanpa orientasi sebagai tujuan akhir manusia Jawa.

95 Berdasar foto dokumentasi arsip pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh
Keluarga kepada saya, terungkaplah misteri lokasi bendera Sang Saka Merah Putih adalah
pada kotak kaca yang ditempatkan di balik pintu gerbang Kala-Makara di Ruang
Kemerdekaan Tugu Nasional.
96Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian

Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana


Universitas Diponegoro Semarang, 2010.
40
Dalam hal ini, secara tidak disadari Soekarno menggubah filsafat Manunggaling
Kawula Gusti melalui ide penempatan Lidah Api. Situasi itupun berselaras
dengan konsep Arsitektur Jawa97. Untuk itu disimpulkan, bahwa Soekarno ingin
menggemakan cita-cita bangsa Indonesia menggapai langit sebagai simbol
tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia melalui Api Kemerdekaan di lokasi
puncak Tugu. Soekarno yang tidak terlepas dari Dualitas Jawa mempercayai
keberadaan penghuni jagad yang saling melengkapi secara harmonis maupun
paradoksal, termasuk ilmu kecocokan atau ngelmu gathuk (bhs. Jawa) berdasar
petungan sebagai penentu kedudukan seseorang dalam kosmos. Namun, konsep
petungan di Tugu Nasional, terungkap bukan merujuk petungan Jawa, melainkan
ukuran bangunan yang didasarkan angka-angka sakral 17-8-1945. Angka 17
sebagai ukuran ketinggian Cawan dari muka tanah, angka 8 sebagai ukuran core
bangunan, dan angka 45 sebagai lebar Cawan Tugu.
Gagasan unik Prijotomo yang mengeksplorasi Arsitektur Jawa melalui
konsep rong sebagai kehadiran yang menghadirkan bayangan yang menaungi98
nampaknya terwujud di Tugu Nasional sebagai ruang berteduh yang
terbentuk dari liukan Cawan Tugu raksasa sebagai kesepadanan ruang
Arsitektur Jawa dengan konsep khora. Penyandingan konsep rong dan konsep
khora ini disandarkan universalitas keilmuan manca dengan nusantara
terinspirasi wacana filsuf Islam Al-Farabi dan Ibn Sina penggagas Neo-Platonic,

97 Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur


Jawa. Disertasi Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Program Pasca Sarjana Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011, hal.4.
98Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas

Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25. Rong yang artinya liang, lubang, atau kamar disanding dengan
sebagai ruang melalui cara diskusi batiniah-jasmaniah. Prijotomo menolak cara platonic
untuk mendiskusikan rong.
41
Al-Kindi dan Al-Razi99. Universalitas keilmuan juga terungkap melalui Serat
Gumalaring Dumadi: Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni100 sebagai
kehadiran Sang Suksma Sajati (Sang Pencipta) yang mendahului asal-muasal
terjadinya bumi (bawana) dan sebelum terjadinya awung-awung.
Satuhune ing sadurunge ana apa-apa (sadurunge ana awang-
uwung) iya ing sadurunge bawana iki dumadi, Pangeran wus
jumeneng, mangkono uga ingsun : Suksma Sajati Iya ing kono
mau kang sinebut kahananing Pangeran lan Ingsun lan iya
kahananing alam sajati, iya Kadhatoning Pangeran lan Iingsun,
Ingsun lan Pangeran lenggah aneng telenging urip, sadurunge
Bawana mau dumadi.
Pangeran kagungan karsaa nurunake Roh suci, iya woroting
Pangeran, nanging karsa mau kandheg, sabab durung ana
wadhahe lan panggonane, mula Pangeran banjur yasa Bawana,
kang tinitahake dhingin, ya iku anasir patang prakara kang
diarani : swasana, geni, banyu, lan bumi.
Dumadining anasir patang prakara iki, sanadyan saka
pangwasaning Pangeran, nanging uga mijil saka Pangeran, mula
kena den upamakake diyan lan kukuse, upama Pangeran diyane,
anasir kang dadi kukuse.

Diceriterakan, sebelum Bumi dicipta, Sang Pencipta Sang Pangeran


ingin menurunkan Roh Suci, tertunda karena Bumi Bawana belum ada. Maka
diciptakanlah Bumi dari bahan dhingin, terdiri dari swasana, geni, banyu, lan bumi
(udara, api, air, tanah). Substasi Serat itu menunjuk kesepadanan realitas
gagasan Plato yang juga menyebutkan udara, api, air dan tanah sebagai unsur
pembentuk Bumi. Gagasan teritori juga terungkap melalui Serat Babad Donya101
mengungkapkan wilayah geografis kawasan pulau Djawa dan Benua Asia
Tanah Asia sebagai tanah terbesar di seluruh dunia tanah air para Nabi besar.

99Fakry, Majid. AHistory of Islamic Philosophy.New York:Columbia University Press,


1983, hal. 116.
100Sunarta. Gumalaring Dumadi:Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni. Surakarta: (Wet)

setat seblan 1912 No.600), 1932, hal. 9.


101 Ismangun, RM. Babad Donya. Surakarta: Yayasan Paheman Radya Pustaka.1915, hal. 93.

42
Luasnya mencapai 880.000 mil persegi setara sebagai 40 kali luas pulau Jawa.
Pemaparan sastra nusantara itu meneguhkan karakteristik khora menyerupai
teritori/wilayah/Negarasebagai titik temu perbedaan cara pandang keilmuan
manca dengan nusantara. Gagasan teritori Jawa yang dieksplorasi Prijotomo
melalui mitos kentut Semar sebagai ungkapan energi yang maha dahsyat yang
mampu mengeluarkan Gunung Mahameru sebagai pengungkap jirim yaitu
ruang melalui wilayah bau sekaligus tempat bersepadan dengan konsep Khora.
Menggambarkan konsep teritori bersandarkan pada energi rekaman
suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan melalui resonansi suara Soekarno di
saat membacakan kembali Teks Proklamasi sebagai gema ke segala arah
sekaligus menunjukkan teritori ke-Indonesia-an. Resonansi suara Soekarno
yang diperdengarkan itu bukan sebagai mitos semata, melainkan sebuah
metafisika kehadiran dari spectre Soekarno.
Kosmologi Bali102 yang mengagungkan keselarasan Bhuana Agung dan
Bhuana Alit berorientasi pada sembilan arah mata angin dinamai Nawa Sanga103
yaitu delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya dan Ctuspatha sebagai
pusat perpotongan empat garis bersilangan yang terbentuk, sementara itu Tri
Hita Karana merupakan a senses of place yang mengandalkan arah mata angin
menyerupai konsep kosmologi Jawa Pajupat. Nawa Sanga104 mengandung
sumbu ritual Timur-Barat surya-sewana yang berorientasi ke arah terbit-
terbenamnya matahari, dengan orientasi Timur yang dinilai lebih utama.

102 Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai
Tradisional.1986, hal. 11.
103Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture.

Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on
Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
104Nawasanga dipaparkan Julian Davison & Bruce Granquist dalam Discover Indonesia. Balinese

Architecture. Singapore: Periplus.1999, hal. 5. Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on
Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
43
Sumbu natural spiritual Kaja-Kelod merujuk arah gunung dan lautan, disebut
nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci. Ruang
dikategorikan suci menempati Kaja-Utara mengarah ke gunung; untuk pura,
arah bersembahyang, arah tidur, sebaliknya, profan-kurang sakral di Kelod-
Selatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan dan sebagainya. Nawa
Sanga yang disimbolkan padma bermahkota delapan dinamai105 kompas orang
Bali. Pusat pancarannya sebagai hasil perpotongan sumbu Kaja-Kelod dengan
Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci-pura desa berada di Timur
(Kaja-Kangin) mengarah ke gunung Agung, dan pura kematian-pura dalem dan
kuburan di Barat Daya mengarah ke laut (Kelod-Kauh) sedangkan permukiman
berada di antara Pura Desa dan Pura Dalem.
Istilah Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk akibat
perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai pedoman penempatan
bangunan suci pada keempat sudutnya. Pola Perempatan Agung memiliki
catuspatha106 berupa titik pertemuan dua pasangan dualistik celestial-teresterial
surgawi-manusia. Kangin-kauh sebagai dualisme celestial surgawi, dengan
kangin-kelahiran dan kauh kematian, dan arah Kaja-Kelod merupakan
dualisme celestial - surgawi. Kaja - dunia atas dan Kelod- dunia bawah. Melalui
pengamatan dari pesawat udara citra Nawa Sanga juga tersirat di Kawasan
Tugu Nasional berupa garis perpotongan imajiner empat jalan tegak lurus
Tugu Nasional dengan Jalan Silang Monas.

105Davison, Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture.


Singapore:Periplus.1999, hal. 5. Periksa juga Nawa Sanga dalam The Balinese compass rose
(nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked
to a particular deity- Hindu in origin and has symbolic and ritual association, This provides a
comprehensive framework for the proper orientation of building.
106 IGM Putra. Catuspatha, Konsep, Transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah. Vol

3 No.2 Agustus 2005, hal. 62-101.


44
Keserupaannya menyeeupai pancaran Nawa Sangaabila dipertautkan
dengan simbol Padma yangd diutarakan Eisman107. Dengan kata lain, lokasi
Tugu Nasional tepat berada di pusat catuspatha yang digambarkan sebagai
padma bermahkota delapan. Bersandar telaah konsep Pajupat, Mandala, Ruang
Jawa dan Nawa Sanga juga diterapkan sebagai pola-pola rancangan di Kawasan
Tugu Nasional. Peritiwa ini semacam sensasi subliminal yaitu keserupaan
rancangan yang beorientasi pada budaya Jawa dan Bali sebagai ekspresi diri
Soekarno di saat memvisualisasikan gagasannya. Sikap memadu-padankan
konsep ruang yang merepresentasi budaya multikultur Jawa- Bali yang
bernuansa nusantara itu saya pertautkan dengan konsep khora yang berasal
dari manca sebagai cara menelusuri proses memutu kehadiran karya arsitektur
Projek Mercusuar era Soekarno.

Pendorong Kehadiran Karya Arsitektur

Tiga dasa warsa sejak teori ruang Space in Architecture diterbitkan,


Pakar menganggap terjadi kemandegan dalam keilmuan arsitektur yang
mendorong eksplorasi terhadap hal-hal metafisik yang belum terwadahi oleh
teori Van de Ven, salah satunya menggali faktor-faktor pendorong kehadiran
arsitektur. Derrida mengutarakan wacana desire dan spatialisation sebagai
pendorong kehadiran karya arsitektur108 yang haruslah hadir sebagai tempat
yang dapat mengenali hasrat pengguna untuk berlangsungnya kehidupan.

107Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore:
Periplus.1990, hal. 4.
108Derrida, Jacques.As interviewed by Eva Meyer.Architecture Where Desire Can Live. In

Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory


1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 144.
45
Tschumi mengutarakan desire melalui The Pleasure of Space 109. Karya
arsitektur hanya terjadi di saat hasrat desire terefleksi sehingga sebuah karya
bukanlah arsitektur apabila belum mampu menggelorakan hasrat yang
digerakkan oleh keinginan di bawah sadar. Sedangkan Tjahjono menggali lima
hal pendorong kehadiran arsitektur110 yang mewujud berkat hasrat-hasrat
manusia sebagai urutan akibat kesadaran atas keberadaan dirinya dalam suatu
lingkungan ; 1) hasrat mempertahankan hidup, 2) hasrat berhidup dengan
sesama, 3) berhidup damai dengan alam adikodrati, 4) hasrat pernyatakan diri,
dan 5) menurunkan citra diri serta mewariskannya. Senafas dengan Tjahjono,
Hays juga menggagas faktor pendorong kehadiran arsitektur.
Dalam Architectures Desire: Reading The Late Avant-Garde111 Hays
menyebutkan intervensi dan rasa seni selain hasrat sebagai pendorong kehadiran
arsitektur. Intervensi sebagai pendorong terwujudnya karya arsitektur
dirasakan perlu, karena dorongan hasrat semata tanpa intervensi berupa campur
tangan konstruktif bagi terwujudnya karya arsitektur megah dan monumental
merupakan kemustahilan, karena dalam berkarya yang sedemikian kompleks
intervensi dari Aktor/Penguasa dinilai mampu mengatasi permasalahan.
Sementara itu, adanya rasa seni dalam proses memutu karya arsitektur sebagai daya
pukau/pesona yang terpancar dari karya secara terintegrasi dalam rancangan.
Rasa seni sebagai upaya untuk menciptakan bentuk/form yang menyenangkan
yang dapat memuaskan kesadaran estetis manusia.

109Tschumi, Bernard. The Pleasure of Architecture. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda


for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995. New York: Princenton
Architectural Press.1996, hal. 534.
110Gunawan Tjahjono. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato

Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember
2002, hal. 3.
111 Michael Hays. Architectures Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press.

2010, hal. 1-20.


46
Salah satunya akibat apiknya komposisi elemen merujuk Adams112
yaitu berupa garis, bentuk, warna, cahaya, gelap yang tergubah dalam
komposisi yang disertai keseimbangan, keteraturan, dan proporsi, pola, irama.
Karya dikatakan mengandung rasa seni apabila mampu menghadirkan momen
estetik bagi pemirsanya. Seniman Edhi Sunarso mengutarakan momen estetik
sebagai ekspresi seninya yang mampu menggugah rasa keindahan pemirsanya.
Sementara itu Edi Sedyawati113 menguraikan sebagai tumbukan antara serapan
panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik,
sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan,
keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan. Momen estetik dalam penelitian
merujuk kedua pengertian itu. Melalui rumusan ini, tidak semua objek dinilai
mampu untuk menghadirkan momen estetik. Berdasar pengutaraan Derrida,
Tschumi, Tjahjono dan Hays di atas, dipertautkan sebagai faktor-faktor
pendorong kehadiran karya arsitektur yang dinamai trilogi: hasrat, intervensi dan
rasa seni sebagai pengetahuan tersembunyi dalam diri Arsitek yang
memampukannya menggubah arsitektur yang ber-makna. Peran hasrat, intervensi
dan rasa seni sebagai unsur penting pada proses kehadiran karya arsitektur
sebagai ekspresi kekuasaan, seperti yang terjadi pada Pyramid 400 tahun
lampau, ataupun Taj Mahl.

112Adams, Laurie Scheider.The Methodologies of Art. New York: Harper Collins


Publishers,Inc. 1996, hal. 17.
113Merujuk pengutaraan Budayawati Edi Sedyawati, 2008 dan Seniman Patung Edhi

Sunarso, 2009 tentang rumusan Momen Estetik


47
BABAK 1

BUNG KARNO
DAN PROJEK MERCUSUAR

Babak ini memumpun situasi di saat Bung Karno menggelar apa yang
disebut Projek Mercusuar. Kata Projek Mercusuar dalam karya ini ditujukan
sebagai demystify yaitu upaya memberi jarak atau distansiasi (Ricouer: 1983)
terhadap gagasan Soekarno untuk memperoleh sebuah makna baru. Sejumlah
karya arsitektur yang dimaksudkan sebagai Projek Mercusuar itu adalah
sepilihan bangunan megah gagasan Soekarno yang ditujukan untuk
membangkitkan kebanggaan Bangsa Indonesia agar dipandang setara dengan
mancanegara yang berlokasi di koridor jalan Thamrin-Sudirman yang
direpresentasi oleh: 1) Jakarta City Planning 2) Gedung Pola, 3) Complex Asian
Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara,
8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, dan 10) Gedung ex Conefo gedung
DPR-RI serta sejumlah patung realis skala kota.
Projek Mercusuar Soekarno termasuk pula pendirian sejumlah
bangunan fasilitas publik terutama di Jakarta, antara lain Pusat Perdagangan
Senen, Bank Bappindo, Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, serta sejumlah
bangunan hotel yang diprakarsai oleh Hotel Indonesia Group yang bukan
hanya di Jakarta melainkan juga di Samudera Beach di Pelabuhan Ratu,
Ambarukmo di Yogyakarta, dan Bali Beach di Sanur. Namun, perlu dipahami
adanya perbedaan antara bangunan yang ditampilkan sebagai karya arsitektur
yang megah sebagai Projek Mercusuar dengan karya arsitektur yang
mengandung ide arsitektur panggung.
48
Di saat menyaksikan Piramyd di Mesir, yang tampak adalah gubahan
batuan raksasa yang muncul di tengah gurun pasir 114, pyramid semula diyakini
sebagai moda transportasi menuju keabadian bagi Sang Pharaoh, kini bergeser
menjadi pertunjukan bagi turis. Hal serupa tampak pada Sphinx, Istana
Hatshepsut, Temple di Karnak dan Luxor serta kuburan-Tomb Dinasti Ramses. Di
Saudi Arabia, arsitektur Kaba di kawasan masjid Al Haram Makkah juga hadir
menyerupai pertunjukan jutaan muslim yang tawaf115. Kaba sebagai pusat
orientasi tawaf umat Muslim itu bagaikan pentas, demikian juga karya Antony
Gaudy Sangrada Familia di Barcelona116 yang dibingkai nuansa kekristusan
bergaya Art Nouveou dan seni mozaik. Ketiganya menunjukkan kehadiran
karya arsitektur mercusuar, sekaligus mengandung keilmuan arsitektur non-
material, namun tidak serta merta entitasnya menunjukkan ide arsitektur
panggung bagi Sang Penguasa, karena ide arsitektur panggung mensyaratkan
ke-khas-an penampilannya dengan mengekspresikan Ideologis Sang Penguasa
sebagai ruh berupa skenario tertentu yang dileburkan ke fisik arsitekturnya.
Karya arsitektur mercusuar mancanegara yang mengandung Ideologis
Sang Penguasa terdapat pada karya arsitektur Gothic peninggalan Joseph Stalin di
Moskow, ataupun arsitektur Neo Klasik peninggalan Adolf Hitler di Jerman,
dan karya arsitektur pencakar langit di Shanghai pasca Mao Tse Dong 117.
Ketiganya, menunjukkan adanya ide arsitektur non material menyerupai ide
pentas pertunjukan bagi ideologi Sang Penguasa.

114Serangkaian kunjungan ke National Museumof Egypt, Piramyda dan Sphinx di Cairo.Istana


Hapsepsut, Luxor and Karnak Temple dan Tomb of King Ramses, November 2010 sebelum
kerusuhan politik dan lengsernya Husni Mubarok di Mesir.
115 Tawaf yaitu ibadah Muslim seraya mengelilingi Kaba sebanyak 7 kali di Masjidil Al

Haram. Kini terjadi perluasan arsitektural masjid yang menambah suasana ibadah
menyerupai perayaan berdasar pengamatan tahun 2001 dan 2009.
116Kunjungan ke Temple Sangrada Familia karya Antony Gaudy di kota Barcelona, 2000.
117 Pengalaman mengunjungi Kota Shanghai, Februari 2012.

49
Di Indonesia, kehadiran ide arsitektur menyerupai pentas ideologi
Sang Penguasa itu masih dapat disaksikan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-
Thamrin Jakarta, meski sepilihan karya ekspresi ideologi Soekarno itu kini telah
bersanding dengan gedung-gedung pencakar langit. Dikenal sebagai Proyek
Mercusuar yang berpusat di Jembatan Semanggi yang membelah kota Jakarta ke
arah Timur-Barat dan berujung di Istana Merdeka dinamai Jl.Soedirman-
Thamrin. Ke arah Utara-Selatan dinamai Jl. S.Parman dan Jl. MT Haryono118.
Dari arah Jembatan Semanggi menuju Jl. Thamrin dijumpai patung Selamat
Datang yang berdiri di bundaran kolam, berhadapan dengan Hotel Indonesia.
Di seberang Hotel Indonesia berlokasi Wisma Nusantara, dan tak jauh
darinya berlokasi Sarinah Departement Store. Lokasi Tugu Nasional di Kawasan
Medan Merdeka berdekatan Masjid Istiqlal dan monumen Pembebasan Irian Barat.
Bangunan sejaman yang tidak berlokasi di koridor itu, adalah Planetarium di
Jl.Cikini Raya dan Gedung Pola di Jl. Proklamasi. Di koridor Jl. MT Haryono
berlokasi monumen Dirgantara. Di arah Jl. S Parman tergelar Complex Asian
Games dan ex. Conefo kini gedung DPR-MPRRI. Kemenarikan visual karya
arsitektur Projek Mercusuar terjadi saat situasi Kota Jakarta masih lapang119
bahkan dikenali sebagai kampung besar yang becek120.

118Jakarta City Planning merupakan bagian dari Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama
1961-1969. Periksa Mochammad Said(ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera Jilid
I&II. Surabaya: Pedarmilda, 1961, hal. 525.
119Pustaka pemandu fenomena Kota Jakarta 1960-an; 1)Firman Lubis: Jakarta 1960an.

Kenangan Semasa Mahasiswa, 2) KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali.Demi Jakarta (1966-


1977), 1993, 2) Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966, 3) Sadikin,
Ali.Buku Catatan Gubernur Ali Sadikin, 1977, 4) Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah
Arsitektur Jilid I, 1981, 5) Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan
Dan Penataan Kota.1995.
120Berdasar pada dokumentasi foto koleksi Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso ketika

dirinya dan Keluarga Artja dipercaya Soekamo membuat diorama Museum Sejarah Nasional,
patung Selamat Datang dan patung Pembebasan Irian Barat.
50
Kehadirannya menonjol di lingkungannya menyerupai pentas
pertunjukan yang aktornya berupa gubahan karya arsitektur. Berlangsung tahun
1960-an usai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kebijakan politik Soekarno yang
bermuara pada pembangunan watak bangsa. Nation and Character Building
digaungkan melalui penggalian potensi keelokan Indonesia di segala hal.
Sehingga, kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar mengandung makna
penting pembentukan peradaban Indonesia, sebagai pembawa budaya
material, berupa bangunan sebagai Kebanggaan Nasional. Bila dipandang lebih
jauh, karya arsitektur megah itu juga mengandung ide-ide tertentu yang
bersepadan dengan karakteristik khora sebagai pembawa tanda/jejak dan
sehingga ide arsitektur divisualisasikan berperan sebagai wahana pertunjukan.
Di awal kehadirannya, karya arsitektur Projek Mercusuar121
mengandung kritik sebagai sikap politik Soekarno untuk mendapatkan nama
dan bergagah yang divisualkan menyerupai pentas bagi Apa yang juga ingin
dihadirkan dibalik penampilan fisiknya termasuk merepresentasi diri Soekarno.
Kehadirannya bukan semata-mata tontonan spectacle karena pentas-pentas
yang digelar bukan saja merepresentasi kemajuan peradaban Bangsa122 namun
sekaligus pembawa tanda/jejak kebesaran Penguasa Soekarno.

121 Merujuk Tesaurus Alfabetis hal. 275, karya artinya buatan, kerja, nukilan, pekerjaan,
penjelmaan, perwujudan, tindakan, tugas, ciptaan, gubahan, karangan, komposisi, kreasi,
rekaan, seni, susunan. Mercusuar dalam Kamus Kontemporer BI sebagai menara di pantai,
kiasan, sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan nama dan untuk bergagah, hal. 966.
122Karya arsitektur Projek Mercusuar buah gagasan form Soekarno direalisasikan bukan atas

kemampuan teknologi Bangsa Indonesia masa itu, melainkan didukung oleh teknokrat-
teknokrat dari kelompok Negara maju. Jembatan Semanggi dibantu oleh Swiss, Gelora Bung
Karno dibantu oleh teknisi Soviet, Hotel Indonesia dan Tugu Nasional oleh Jepang dan Italia.
Jakarta-Bypass oleh Amerika. Keunggulan justru tampak pada beragam karya seni rupa
Seniman yang dilekatkan pada bangunan itu.
51
Ironisnya di saat berlangsungnya pembangunan, Indonesia sedang
mengalami inflasi sebesar 650%123 sehingga pembiayaan proyek bertumpu
pada dana bantuan Negara-Negara Besar dan Negara Sahabat yang tergabung
sebagai NEFO-New Emerging Forces dan institusi swasta. Bila mempertautkan
kenyataan itu, Projek Mercusuar yang dinilai oleh media mancanegara
mengandung konotasi kurang menguntungkan Soekarno sebagai Penguasa di
masa itu dapatlah dimengerti. Situasinya berlangsung demikian menarik
perhatian karena megah dan besarnya lingkup pekerjaannya dan berlangsung
di saat Kota Jakarta masih lengang, sedang mengalami kemerosotan ekonomi,
serta dipicu oleh peliputan media mancanegara yang menyudutkan Soekarno
dengan tuduhan yang dinilai tidak memihak kepada situasi masyarakat saat itu.
Secara moral tindakan Soekarno ini sukar diterima pada masa itu, namun di
kekinian karya arsitektur Projek Mercusuar justru menjadi penanda kemajuan
di bidang perancangan bangunan di Indonesia sebagai bangunan Arsitektur
Modern yang mengandung ornamen khas.
Sedikitnya 10 karya Projek Mercusuar: 1) Jakarta City-Planning dan
Jembatan Semanggi- Kebayoran Baru-Thamrin, 2) Gedung Pola, 3) Compleks Stadion
Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7)
Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, serta 10)
Gedung ex Conefo DPR-RI serta sejumlah monumen skala kota. Beberapa
yang menojol: Tugu Nasional setinggi 142 m124, Wisma Nusantara berketinggian
29 lapis, Gelora Bung Karno sebagai stadion olah raga terbesar di Asia Tenggara.

123 Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia.


Edisi Pemutakhiran.Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hal. 565.
124 Ketinggian Tugu Nasional menurut gambar Arsitek Soedarsono setinggi 128,7 m. Pada

saat pembangunan berlangsung Soekarno memerintahkan untuk ditambahkan 10 meter lagi


sehingga menjadi 142 meter. Disayangkan pada penelitian ini kepastian ketinggian Monas
belum dapat dipastikan.
52
Kehadiran pentas karya arsitektur Projek Mercusuar tahun 1960-an itu
membedakan secara signifikan suasana kota Jakarta yang semula menyerupai
kampung besar125. Pembangunan ekonomi dan fisik belum terjadi karena
kekosongan pemerintahan yang terjadi ketika Soekarno memindahkan pusat
pemerintahan ke Yogyakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia Serikat
(1946-1949). Sekembalinya Soekarno tahun 1950 ke Jakarta perhatiannya
belum ditujukan pada kegiatan fisik, karena lebih dikonsentrasikan untuk
memantapkan situasi politik yang kurang kondusif serta saling menjatuhkan
antar partai sehingga terjadi krisis Kabinet126.
Melalui film dokumenter ANRI, tayangan televisi Jakarta Tempo
Doeloe127 serta sepilihan pustaka128, Jakarta masa lampau menampakkan
suasana kota peninggalan masa Kolonial di kawasan Weltevreden-Lapangan
Banteng, Old Batavia-Kota Tua dan Menteng. Embrio terbentuknya ide
arsitektur menyerupai pentas di Jakarta berlangsung usai Soekarno
membangun Kota Satelit Kebayoran Baru di Selatan Jakarta tahun 1948 sebagai
embrio pertumbuhan berbagai gaya bangunan, perkantoran serta perbankan.
Gaya arsitekturnya bernuansa Indonesia, terutama atap limasan sebagai
penyederhanaan bangunan tropis karya arsitek-arsitek Belanda sebelumnya.
Bangunan fasilitas umum mulai dibangun dengan lokasi yang tidak
terkonsentrasi di satu wilayah diantaranya.

125 Disarikan dari penuturan Alwi Shahab dan Dr. Rusdhy Husein di Jakarta, 2011.
126 Selama 1950-1959 pemerintah Indonesia pernah mengalami tujuh belas kali krisis
Kabinet, sehingga memicu Soekarno mengambil kebijakan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 sebagai arah baru politik Indonesia melalui Demokrasi Terpimpin.
127 Sepilihan tayangan serial Jakarta TempoDoeloe dari TV One sepanjang 2010-2011.
128Disarikan dari Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung: Yayasan

Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1978, hal.136-138 dan Indonesian Heritage.


Singapore.1998 tentang Seri Arsitektur. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 2007.

53
Bank Industri (1958), Gedung Pembangunan Perumahan (1959), Bank
Indonesia (1960-an) termasuk flat tingkat empat milik Departemen Luar
Negeri, Gedung Pos dan Telkom, PLN. Masa itu, nuansa arsitekturnya telah
mencirikan modernitas yang diimbangi oleh penghematan-penghematan biaya
rancangan maupun material untuk menyelaraskan pertumbuhan
perekonomian. Kota Jakarta belum menggambarkan tata perkotaan yang
terpadu dengan infrastruktur kota. Perubahan signifikan terjadi usai Soekarno
menerapkan sistim Demokrasi Terpimpin sebagai hasil Dekrit Presiden 5 Juli
1959129, momentum baru sistim politik Indonesia sebagai jalan keluar bagi
kebuntuan persoalan politik. Di era itu Soekarno memperoleh kekuasaan
penuh termasuk sistim Ekonomi Terpimpin untuk menggiatkan pembangunan
ekonomi sebagai akibat inflasi yang bersamaan kekacauan politik tahun 1959.
Melalui Dewan Perancang Nasional (kini Bappenas) ia berhasil
disusun Rancangan Dasar Pembangunan Nasional Pola Semesta Berentjana
Delapan Tahun 1961-1969130 sebagai dasar inilah Soekarno mengemban Projek
Jakarta City Planning antara lain; Museum Nasional dan Gallery Kesenian Nasional
serta beberapa proyek Tjadangan: Theater Nasional Djakarta, Konservatorium
Nasional, Sirkus Nasional, Tjagar Alam dan Taman Margasatwa, Perpustakaan Desa.
Namun, sejumlah karya arsitektur yang dipandang menyerupai pentas
pertunjukan sebagai karya arsitektur Projek Mercusuar justru tidak ditemukan
dalam dokumen formal kecuali sejumlah projek Jakarta City Planning131.

129 Poesponegoro,Marwati Djoned & Notosusanto,Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi


Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka. 2008. hal. 419.
130Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961 -1969 memberi penelanan pada

pembangunan fisik dan industrialisasi di Indonesia dengan konsep berdikari (berdiri di atas
kaki sendiri). Proyek yang dimaksud meliputi, Pertama, Pola Berentjana 8 Tahun berupa 335
proyek yang di sebut A dan Kedua, cara untuk mencari Pembiayaan disebut B .
131 Dalam Pidato PJM Presiden Sukarno, pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola,

Pegangsaan Timur, Djakarta, 16 Agustus 1961 tidak disebutkan apa itu Projek Mercusuar.
54
Proyek Gedung Pola, Complex Stadion Utama Asian Games, Hotel Indonesia, Masjid
Istiqlal, Tugu Nasional, Wisma Nusantara, Sarinah Departement Store, Planetarium,
Gedung ex Conefo-gedung DPR-RI diketahui melalui sejumlah Pidato
Kenegaraan132. Dapat dikatakan, Proyek Mercusuar merupakan kebijakan
politik Soekarno karena bukan bersandar TAP MPRS. Setelah mencermati
situasinya, dapatlah dimengerti bila proyek tersebut dinamai Projek
Mercusuar Soekarno sebagai proyek politis propaganda dalam upaya
menggapai kedudukan Indonesia sebagai Negara terkemuka di antara Negara-
Negara di Asia-Afrika yang mengalami sebagai koloni Bangsa-Bangsa Eropa.
Karena di masa pembangunannya Indonesia sedang dililit permasalahan
ekonomi, maka sumber pendanaannya bukan bergantung pada dana
Dalam Negeri melainkan bantuan Negara-negara Besar dan Kelompok
Negara Sahabat yaitu NEFO - New Emerging Forces serta dukungan swasta.
Saat penelitian ini berlangsung, paras Kota Jakarta tidak dikenali
lagi sebagaimana tahun 1960-an. Usai Kenop November 1978133 dan Deregulasi
Perbankan - Pakto 88, Soeharto mengawal masuknya investor asing ke
Indonesia. Kota Jakarta menjadi sasaran pencarian lahan real estat. Di
lokasi-lokasi strategis di koridor Kebayoran Baru-Thamrin satu persatu
bangunan didirikan berupa perkantoran, hotel sampai apartemen. Bangunan
Projek Mercusuar yang semula mendominasi perwajahan kota, kini hanya
tampak sebagai gubahan yang kurang menonjol.

132Dimungkinkan masih terdapat sejumlah Proyek Mercusuar Soekarno selain yang


disebutkan di atas.Nama-nama proyek itu disesuaikan dengan sejumlah pidato Soekarno
yang dapat dihimpun dari ANRI pada saat penelitian berlangsung.
133Kebijakan Kenop 15 di masa Soeharto merupakan kebijakan yang sangat populer

tahun 1978. Sebagai keharusan pemerintah melakukan devaluasi ketika kondisi ekonomi
mengalami keropos di bidang produksi, yang menunjukkan politik ekonomi belum
menjadi konsepsi dan bagian integral dari politik anti-inflasi dan stabilitas moneter.
55
Bahkan sebagian perwajahan Hotel Indonesia134 dan Gedung Departement Store
Sarinah telah berubah. Sosok Gelora Bung Karno semula dapat disaksikan dari arah
Jembatan Semanggi kini tertutupi oleh gubahan-gedung jangkung dan untuk
menyaksikan Tugu Nasional kita harus mendekat ke arah Kawasan Medan
Merdeka. Sementara itu Projek Jakarta-City Planning yang membebaskan radius
15 km dari Tugu Nasional tidak terwujud135 karena jatuhnya pemerintahan
Soekarno. Sungguhpun situasinya demikian, kehadiran karya arsitektur
Projek Mercusuar layak dicatat, terutama keunikan serta memori
keterkenangan masyarakat Indonesia terhadapnya. Berdasar pengamatan
visual terdapat kekhasan: Pertama, sosok karya arsitektur Projek Mercusuar
memperlihatkan bangunan modern dengan keunikan masing-masing. Kedua,
memiliki lokasi di sepanjang koridor utama Kota Jakarta. Ketiga, wujud
visualnya dilingkupi sentuhan rasa seni. Keempat, masing-masing bangunan
memiliki esensi/fungsi khas. Kelima, ia menampakkan sifat-sifat keabadian
material. Keunikannya mendorong mencermatinya lebih mendalam, terutama
proses kehadiran yang mengubah wajah kota Jakarta era 1960-an, dengan
pertanyaan: Bagaimana proses kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar yang
mengkualitas sebagai form, sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap
waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur yang Ada di masa-lalu
dalam konteks kekinian.

134Sejak Hotel Indonesia dioperasikan sebagai Hotel Indonesia Kemnpinski tahun 2009
perwajahannya berubah secara signifikan.
135Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 memuat gambar berpola density ring yang

menyatakan Tugu Nasional sebagai pusat perkembangan kota Jakarta ber-radius 15 km.
56
JEJAK VISUAL KARYA ARSITEKTUR PROJEK MERCUSUAR

Pengamatan karya arsitektur Projek Mercusuar ditempuh di koridor


utama Kebayoran Baru-Thamrin, Kawasan Medan Merdeka, Jl. Cikini Raya Jl.
Proklamasi serta Gelora Bung Karno dan ex. Conefo/Gedung DPR-RI untuk
mencerap apa yang ditampakkannya. Jejaknya menunjuk adanya absolute space136
yaitu ruang politik untuk memperteguh homogenitas sosial melalui arsitektur
yang berciri: spectaculer, geometric, phallic megah, struktural dan menjulang yang
melekatkan keindahan khas Indonesia dalam konteks jaman.
Jejak-jejak karya arsitektur Projek Mercusuar memperlihatkan
difference137 melalui identitas, analogi, oposisi, kemiripan, serta memperlihatkan
jejak seni yang khas, menyerupai apa yang disebut monad138, berupa jejak-jejak
seni kebudayaan Jawa Kuno sebagai basis perancangan Arsitektur Modern.
Monad, sebagai partikel terkecil jiwa seni yang bersifat abadi, berupa sesuatu
yang tak teraga, yang terbedakan dengan atom - partikel terkecil dari molekul
benda teraga. Monad diutarakan Leibniz pada seni Baroque139 berupa fluiditas
materi, elastisitas bentuk, dan semangat mekanis yang bersifat keabadian atau
immaterial principle of life yang juga menjadi karakteristik khora140.

136 Lefebvre, Henri (trasl.) Nicholson, Donald-Smith. The Production of Space. Victoria:
Blackwell.1991, hal. 234.
137 Deleuze, Gilles. (Transl. Patton, Paul). Difference & Repetition. Paris: Columbia University

Press, 1994, hal. 29.


138Leibniz, Gottfried Wilhem (transl) Latta, Robert. The Monadology.1898. Republished by

Forgotten Books, 2008. The Monad of which I shall here speak is nothing but is a simple substance which enter
in to compound by simples is meant without parts.
139Baroque merupakan gaya seni arsitektur abad 1660-1760 berkarakter memusat pada

mahkota kubah, bangunan terbagi atas, gerbang, jalan, facade bangunan, ruang tengah dan
relung. Periksa Stilhandbuch karya Ernest Rettelbusch 1914 - Pika Semarang, 1997.
140Sifat keabadian Khora dalam Timaues Plato: sesuatu yang abadi, tidak dapat

dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit
dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ruang.
57
JEMBATAN SEMANGGI DAN JAKARTA CITY PLANNING

Projek Jakarta City Planning sebagai modalitas komunikasi Soekarno


untuk meneguhkan tanda kebanggaan bangsa agar setara Negara lain yang
telah mengalami kemajuan teknologi seperti Soviet dan Amerika, serta
mengungguli sesama Negara NEFO. Kehadirannya secara moral bangsa dapat
diterima, karena memfasilitasi seluruh aspek kehidupan. Tidak mengherankan
bila proyek Jakarta City Planning dilakukan Soekarno secara otoriter serta
berlebih-lebihan141. Henk Ngantung mencatat: semua gagasan-gagasan maupun
pembangunan-pembangunan yang berarti hanya terlaksana bila dicetuskan, direstui, atau
ditangani oleh Presiden Soekarno sendiri. Artinya, Soekarno berperan sebagai
Arsitek dalam proyek Jakarta City planning untuk mengawal Ibukota agar
indah dan cantik di saat menyambut Dasawarsa Asia-Afrika.
Untuk mencapai tujuannya, secara khusus Soekarno memberikan
memo Lima P yaitu: perut, pakaian, perumahan, pergaulan, pengetahuan.
Ditambahkan pula peran pembudayaan untuk mencapai kebahagiaan hidup
setelah terpenuhinya kebutuhan utama, berupa pola kota yang cantik serta
desa-desa yang menyegarkan jiwa. Pemikiran Soekarno kurang berselaras
dengan Teori Hierarchy of Needs142 Maslow yang bersandar hirarki kebutuhan
manusia mulai dari yang mendasar yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan dicintai, kebutuhan dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri
setelah tahap sebelumnya terpenuhi.

141 Henk Ngantung,Seniman yang dipercayai Soekarno sebagai Gubernur Kota Jakarta
periode Agustus 1964-Juli 1965 menyampaikan memoairnya: Diantara Tekanan dan
Kecurigaan dalam Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah
Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal.170-171.
142 Abraham H. Maslow. Toward a Psychology of Being, 2d ed. New York: D. Van Nostrad,

1968, hal.25.
58
Secara tegas Soekarno menyisipkan kepuasan jiwa rakyat melalui
keberhasilan city-planning. Dapat diartikan Soekarno telah memadukan tahap
keempat dan kelima teori Maslow sekaligus. Kebijakannya itu dinilai kurang
memihak kepentingan masyarakat kecil143. Kesungguhnan Soekarno
mempermegah Kota Jakarta agar setara kota Internasional: Djakarta is daarom
Djakarta, omdat wij er zijn. Jakarta ada karena kita! Jakarta sebagai Mercusuar144
menyingkap adanya hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno:
Saja sendiri jang pimpin, saja sendiri jang pimpin
pembangunan-pembangunan di kanan-kiri djalan Thamrin.
Dan nantipun kanan-kiri djalan Thamrin ke Kebajoran. Saja
sendiri jang melukis Tugu Nasional, saja sendiri jang mem-
projecteer djalan silang, saja sendiri jang mengadakan sajembara
Mesdjid Istiqlal, saja sendiri jang mengadakan air mantjur
Istiqlal jang 45 meter tingginja. Oleh karena Djakarta
sekarang ini sebagai kukatakan, what Djakarta think, today, Asia
Africa will thinking tomorrow.

Delapan poros jalur utama Kebayoran Baru-Thamrin tampak terilhami


oleh City Plan Brazilia145 karya Lucio Costa dan Oscar Niemeyer. Perpusat di
perempatan jalan melingkar menyerupai sebentuk daun dari arah Kebayoran
Baru menuju Istana Negara menyilang arah Cawang-Slipi-Grogol dinamai
Jembatan Semanggi, dengan ruas pejalan kaki serta membebaskan Kota Jakarta
dari becak.146 yang dinilai mengandung unsur penindasan manusia atas manusia.

143 Soekarno. Pidato Presiden pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana
Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal.8. Disarikan percakapan
Soekarno dengan Nikita Kurchev tentang prioritas kebutuhan rakyat: Manusia itu bukan
menjadi puas hanya karena barang materieel, karena roti, tetapi jiwa, apalagi jiwa bangsa memerlukan
pula makanan, dan salah satu makanan untuk jiwa bangsa ialah monumen.
144 Soekarno.Amanat Presiden Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965.
145 Soekarno melakukan dua kali kunjungan ke Brasilia tahun 1956 dan 1961. Menyaksikan

kota Rio de Jainero dari arah udara bersama arsitek Silaban. Periksa: Olly GS. Soekarno
Sang Arsitek dalam majalah Kartini 286 tahun 1985, hal. 124.
146 Gagasan pembebasan becak dari Kota Jakarta, Pidato PJM Presiden Sukarno Peringatan

UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Tanggal 22 Djuni 1962, h. 7
59
Di lingkar luar kota dibangun Djakarta-By pass147menghubungkan
Cililitan dengan Bogor148sebagai embrio hinterland kota Jakarta. Keunikan
Jembatan Semanggi terletak pada bentuk jembatan melingkar serta bebas kolom.
Arsiteknya, Soenarjo Sosro, dan perencanaan strukturnya oleh Sutami dan
AM Lutfi, sedangkan permasalahan konstruksinya dipecahkan bersama-sama
teknisi dari Swiss149. Kehadiran Jembatan Semanggi menjadi fenomenal, bahkan
untuk beberapa waktu di sepanjang pagarnya digelar beberapa kursi taman
menyerupai balkon sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta dari atas
Jembatan Semanggi. Kini, untuk menyaksikan jejak keruangan di koridor jalan
Kebayoran Baru-Thamrin sebagai produk Jakarta City Planning telah dipadati oleh
jajaran bangunan bertingkat, serta dipadati arus pengendara fenomena ide
arsitektur yang menyerupai pentas panggung - catwalk- stage terasakan.

GEDUNG POL A

Gedung Pola sebagai modalitas komunikasi untuk meneguhkan


kepercayaan masyarakat terhadap ide-ide Soekarno yang tertuang dalam
Jakarta City Planning. Perannya menyerupai pentas bagi Pola Pembangunan
Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Bangunan Gedung Pola
dirancang Arsitek Silaban sebagai ruang pamer dengan konsep ruang
terbuka150.

147Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Djalan Djakarta By Pass. Djakarta, 21 Oktober 1963.


148 Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-
1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal. 113.
149 Ketika perancangan Jembatan Semanggi berlangsung, Arsitek Han Awal memperoleh

kesempatan merancang bagian pagarnya. wawancara, di Bintaro Jaya, 2012.

150Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan
Timur Djakarta,16 Agustus 1961.
60
Di sisi lain kehadiran Gedung Pola telah menyinggung situs Rumah
Proklamasi di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tempat dibacakannya
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.
Perintah pembongkaran terhadap Rumah Proklamasi oleh Soekarno akhirnya
terjadi dan berdampak kegalauan masyarakat151. Akibat kebijakan Soekarno
meniadakan Rumah Proklamasi demi kehadiran Gedung Pola, masyarakat tidak
lagi dapat menyaksikan seperti apakah Rumah Proklamasi kecuali melalui
dokumentasi yang sempat dilakukan sebelum seluruh bangunan rata dengan
tanah. Posisi Soekarno membacakan teks Proklamasi telah digantikan Tugu
Petir yang sebagai tengaran. Dialog kontroversial berkenaan Rumah Proklamasi
terjadi hingga kini. Antara lain Memoar Heng Ngantung dalam Karya Jaya152.
Ngantung sempat mendokumentasi serta membuat maket sebelum Rumah
Proklamasi dirata-tanahkan.
Dalam sebuah dialog antara Solichin Salam dengan Bung Karno yang
dituturkan ke dalam Bung Karno Putera Fajar153 terungkap gagasan Soekarno
dalam menengarai situs Rumah Proklamasi154:
Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, yang sekarang bekas
gedung pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka gedung
Pola inilah akan dipancangkan terbuat nantinya dari perunggu
satu tugu 17 meter tingginya dan saya sudah minta pesan
kepada Gubernur Sumarno dan Wakil Gubernur Heng
Ngantung, supaya tugu ini bentuknya seperti hal pancangan.
Katakanlah seperti, ya seperti hal yang akan dipancangkan,
dipancangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus
1945 jam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita dibacakan.

151Walikota Sudiro mengaku telah menantang keras pembongkarannya karena dinilai


sebagai bangunan bersejarah. Pembongkaran terlaksana pada masa Gubernur Dr. Sumarno
dan Wakil Gubernur Heng Ngantung.
152 Ibid. hal.185-187.
153 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal. 279.
154 Soekarno.Pidato pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga,

Djakarta pada tanggal 22 Djuni 1962.


61
Djangan dibikin tanda yang kriwil-kriwil, jangan dibikin tanda
yang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu
hal yang dipancangkan. Pancangan, disinilah dulu Proklamasi
Republik Indonesia 17 Agustus 45. Didirikan bukan untuk
kami, untuk kita dari pada generasi sekarang. Seribu tahun yang
akan datang Insya Allah Subjanahu wataala rakyat Indonesia
dan rakyat seluruh dunia masih harus bisa melihat tempat
dimana Proklamasi 17 Agustus dibaca. Disini Proklamasi 17
Agustus 45 itu dibaca.

Soekarno beranggapan sebuah tengaran yang bersifat keabadian


diwujudkan selugas mungkin menghindari ornamen. Pernyataan itu
menunjukkan intervensi dan rasa seni Soekarno. Rancangan Tugu Petir
penanda berdirinya Soekarno di saat pembacakan Teks Proklamasi 17 Agustus
1945 menyiratkan makna pentingnya kehadiran diri Soekarno sebagai
representasi Indonesia, sungguhpun kenyataannya peristiwa Proklamasi
melibatkan tokoh serta masyarakat Indonesia lainnya yang tampak pada foto
dokumentasi koleksi IPHOS karya fotografer Mendur. Tekad Soekarno
membongkar ex.Rumah Proklamasi dengan dalih keutamaan Gedung Pola sebagai
wadah monitoring pembangunan bangsa ke arah mendatang dinilai sebagai
diskontinuitasyaitu terputusnya peristiwa sejarah akibat peristiwa yang
mendahuluinya, oleh Foucault disebut diferensi. Tindakan diskontinuitas
Soekarno sebagai penguasa yang kurang menghargai pentingnya tengaran fisik
bagi kelahiran Bangsa Indonesia di situs ex. Rumah Proklamasi dinilai sebagai
sikap inkonsistensi terhadap ajaran yang selalu digaungkannya yaitu Jasmerah
Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Akan tetapi situasi di saat
pembongkaran Rumah Proklamasi pada tahun 1961, legitimasi Soekarno
sebagai Penguasa sedang mencapai puncaknya dan mengungkapkan adanya
trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa dalam kehadiran arsitektur.

62
GELORA BUNG KARNO

Tidak jauh berbeda dengan Gedung Pola, kehadiran Gelora Bung Karno
juga merupakan gagasan Soekarno untuk meneguhkan kepercayaan
masyarakat atas ide-ide besar Soekarno melalui karya arsitektur. Ide besar itu
didorong oleh hasrat Soekarno untuk menjadi tuan rumah Pesta Olah Raga
Asian Games IV tahun 1962, yang kemudian mengharuskan Indonesia
menyiapkan venue olah raga dengan standar internasional155.
Semula, Soekarno memilih kawasan Dukuh Atas paralel koridor
ebayoran Baru-Thamrin dengan Bundaran Hotel Indonesia. Arsitek Silaban156
meminta Soekarno mempertimbangkan kembali penentuan lokasi tersebut
untuk mengantisipasi kemacetan jalan yang mungkin akan terjadi bila
ditempatkan di kawasan utama. Sedianya akan dipilih daerah Kemayoran
untuk memudahkan Atlet Tamu yang tiba di Bandara Kemayoran. Urung,
karena permasalahan tanah yang belum terselesaikan, maka diputuskan daerah
Senayan sebagai lokasi. Perancangan gelora diserahkan kepada Tim Arsitek
Rusia yang didampingi Arsitek Indonesia. Dalam pelaksanaannya sejumlah
wong cilik menjadi tenaga kasar ikut merajut berdirinya bangunan ini. Dibalik
kehadiran Gelora Bung Karno tersimpan hasrat, intervensi dan rasa seni
Soekarno yang mewarnainya.

155 Menteri Penerangan Maladi mengutarakan, hasrat Soekarno sebagai Tuan Rumah
dirintis sejak Indonesia mengikuti Asian Games I di New Delhi tahun 1952. Kesempatan
tersebut baru terlaksana setelah Asian Games ke III di Tokyo tahun 1958. Penetapannya
Indonesia sebagai Tuan Rumah bagi Asian Games ke IV tahun 1962 ditanggapi Soekarno
sebagai momentum merayakan Indonesia ke pentas dunia internasional, sungguhpun
konsekuensinya sangat berat bagi Indonesia.
156 Pengutaraan Silaban dalam Salam, Solichin. Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta:

Dela Rohita, 1979.hal/63.

63
Kesempatan emas menjadi Tuan Rumah Asian Games IV seiring
waktu dengan reputasi Soekarno sebagai Negarawan yang handal
berdiplomasi, serta memiliki hubungan baik dengan Negara-Negara besar yang
berkemampuan di bidang teknologi. Dengan demikian persiapan pengadaan
sport venues berupa multi-sport complex bukan merupakan hambatan bagi
Soekarno. Melalui diplomasinya dengan Anastas Mikoyan, Wakil Perdana
Menteri Uni Soviet pada masa Presiden Nikita Khushchev, diperoleh bantuan
tenaga teknik dan pendanaan untuk merealisasikan Gelora Bung Karno.
Akhirnya, arsitektur unik, indah serta megah terwujud sebagai stadion utama
Gelora Bung Karno yang mampu menampung 110.000 pengunjung.
Ketika mencermati bentuk Gelora Bung Karno tampak adanya
pengaruh hasil kunjungan Soekarno ke Moskow pada 1956. Beberapa stadion
olah raga berukuran raksasa seperti Pectakor dan Luzniki di Moskow baru
diresmikan. Di masa perancangannya, Soekarnopun ikut aktif dalam
menggagas ide form Gelora agar menyerupai atap Temu Gelang. Bentuk
bangunan olah raga oval dan unik yang menyerupai Colleseum di Roma itu
ditujukan agar menjamin kenyamanan seluruh penonton dan supporter ketika
mengikuti seluruh pertandingan karena semuanya terlindung oleh atap.
Intervensi Soekarno yang mewarnai terwujudnya gagasan atap temu gelang itu
tersirat pada kutipan ini157:
Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet,
bikinkan atap temu gelang daripada mainstadium yang tidak ada di
lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu. Meskipun
mereka tetap berkata, yah tidak mungkin Pak. Tidak biasa, tidak
lazim, tidak galib, kok ada stadion atapnya temu gelang, di mana-
mana atapnya ya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali lagi,
tidak. Atap stadion kita harus temu gelang.

157 Ibid., hal. 36.

64
Tidak lain dan tidak bukan oleh karena saya ingin Indonesia
kita ini bisa tampil secara luar biasa. Kecuali praktis juga ada
gunanya, supaya penonton terhindar dari teriknya matahari.
Sehingga ikut mengangkat nama Indonesia. Dan sekarang ini
terbukti benar saudara-saudara, di mana-mana model atap
stadion temu gelang dikagumi oleh seluruh dunia. Bahwa
Indonesia mempunyai satu-satunya main stadium yang atapnya
temu gelang. Sehingga benar-benar memukau kepada siapa saja
yang melihatnya

Semula Gelora dirancang dengan struktur atap beton, namun akhirnya


diwujudkan dengan struktur baja untuk merealisasikan gagasan atap Temu
Gelang. Struktur temu gelang yang dimaksudkan pada Gelora ini adalah sistim
struktur yang dirancang mengikuti pola lintasan kegiatan atletik secara
menerus yang membentuk seperti oval-geometris menyerupai struktur gelang /
cincin yaitu perhiasan tangan wanita yang dibuat tanpa sambungan sehingga
bersifat struktural. Diadopsi Soekarno sebagai struktur bangunan yang dinamai
temu gelang yang bentuknya melingkar mengikuti lintasan olahraga. Selain itu,
Soekarno juga memasukkan unsur seni Jawa Kuno dengan memerintahkan
Seniman Sadali menggubah patung realis tokoh pewayangan Sri Rama
Memanah sebagai simbol kecermatan, ketangkasan sekaligus kejujuran.
Ketika Gelora yang berlantai lima berkapasitas 110.000 tempat duduk
menjadi kenyataan sebagai sport venues megah dengan atap Temu Gelang menuai
pujian dari berbagai kalangan pers, salah satunya The Asia Magazine158 terbitan
Hongkong : ..its construction is a feat unequelled in the annual of sport history in Asia
and perhaps in the world . Kehadiran Gelora Bung Karno telah menunjukkan
keberhasilan Soekarno mengusung ide arsitektur panggung.

158Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK
dan Gramedia, 2003, hal. 47.

65
Usai perhelatan akbar itu Gelora Bung Karno yang berbentuk oval-
geometris itu berperan sebagai pemusatan massa untuk menyaksikan serta
mendengar pidato politik Soekarno pada acara-acara tertentu. Dengan
kapasitas 110.000 orang penonton Gelora Bung Karno menjadi sebuah pentas
pertunjukan raksasa dan memicu hasrat Soekarno menjadikan stadion utama
sebagai ajang penyelenggara Asian Games model baru yang dinamainya The
Games of The Emerging Forces atau Ganefo sebagai tandingan tidak langsung dari
Pesta Olah Raga Dunia Olimpiade. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Gelora
Bung Karno bukan saja berperan sebagai wahana pertunjukan keolahragaan,
akan tetapi merupakan salah satu karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan
yang mewadahi ideologi politik Penguasanya, dalam hal ini Soekarno.

HOTEL INDONESIA

Hotel Indonesia merupakan Wajah Muka Indonesia diartikan sebagai


gerbang untuk memahami Indonesia. Kehadirannya untuk memfasilitasi
seluruh aspek kehidupan yang juga diperkenalkan kepada pelajar Indonesia
melalui Ilmu Kewarganegaraan159 sebagai bangunan modern bertingkat 14
lantai pertama yang dimiliki Indonesia. Soekarno menunjuk Arsitek Abel dan
Windy Sorenson sambil mengutarakan keinginannya160 Hotel Indonesia yang
tadi dikatakan oleh Presiden Hotel Indonesia Sdr. Iskandar Ishak untuk accelerate
kepariwisataan ke Indonesia. Sehingga dus sebenarnya jikalau saya membuka Hotel
Indonesia pada saat sekarang ini boleh saya katakan saya membuka Wajah Muka
Indonesia

159 Informasi tentang Hotel Indonesia telah diberikan semasa peneliti di bangku Sekolah
Dasar di Jawa Tengah tahun 1970-an.
160 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962.

66
Selama perancangan Soekarno memberikan intervensi, sehingga tak
jarang terjadi perdebatan antara Abel Sorenson dengan Soekarno, bahkan
sempat mengutarakan: Jangan lupa saya juga seorang Insinyur, jadi Hotel Indonesia
juga dibangun oleh seorang Presiden.161Hotel ini dibiayai oleh Dana Pampasan
Jepang162 yang mencakup konstruksi Hotel Indonesia Jakarta, Hotel Samudera Beach
di Pelabuhan Ratu, Hotel Ambarukmo Yogyakarta dan Hotel Bali Beach di
Denpasar. Rancangan kamar Hotel Indonesia memiliki teras penangkap view
Kota Jakarta dengan paras yang dilapisi tabir surya. Salah satu intervensi
Soekarno adalah rancangan ruang multifungsi berkapasitas 1.000 orang.
Bentuknya oval, berlatar ukiran kayu Persawahan di Bali sebagai satu-satunya
ballroom berbentuk oval di Indonesia. Ruangan megah ini menjadi embrio
pertunjukan para seniman masa itu, antara lain Bing Slamet, Teguh Karya,
Rima Melati, Titik Puspa dan lain-lainnya.
Untuk mengekspresikan ke-Indonesia-an, Soekarno memerintahkan
perupa Indonesia untuk mempercantik hotel ini, antara lain; Relief sepanjang
30 meter dari batu andesit karya Harijadi berjudul Pesta di Bali di sepanjang
dinding luar bangunan. Berseberangan dengan patung Dewi Sri karya Trubus.
Di paras depan bangunan kubah yang dinamai Ramayana terpajang semi relief
bertema Wanita Indonesia Melayang yang ditorehkan penuh warna oleh Soerono.
Di balik kubah itu seluruh dinding atasnya dipenuhi oleh seni mozaik yang
menggambarkan tarian Indonesia karya G Darta. Di salah dindingnya,
dilukiskan oleh Lee Man Fong Satwa dan Flora Indonesia.

Buku Temu Kangen Keluarga Besar Hotel Indonesia 1995.


161
162Nishihara,
Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang,
Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.

67
Selain karya seni rupa, Soekarno juga mengadopsi nama pulau dan
tarian di Indonesia sebagai nama ruangan; Alor Room, Sumbawa Room, Lombok
Room, Barong Room, Pendet Room, dan Sangir Room. Dapat dikatakan ragam karya
seni di Hotel Indonesia menyerupai Taman Sari Indonesia berperan sebagai
etalase bagi karya perupa Indonesia. Selain mempercantik hotel, Soekarno juga
menggagas pembangunan patung Selamat Datang dan Air Mancur Heng
Ngantung di depan Hotel Indonesia sebagai tengaran Kota Jakarta. Kolam air itu
semula ditumbuhi padma merah berasal dari kolam Istana Bogor yang dinamai
Henk Ngantung Fountain.
Di atas kolam bundar itu berdiri setumpu monumen dengan patung
realis setinggi enam meter dari yang semula direncanakan sembilan meter,
menggambarkan sepasang pemuda dan pemudi melambaikan tangan seraya
membawa karangan bunga, dinamai patung Selamat Datang163. Patung ini
terwujud berkat intervensi, serta dialog terbuka dari Soekarno, yang bersedia
mendatangi bengkel kerja Edhi Sunarso di Yogyakarta sehingga akhirnya
monumen Selamat Datang dari bahan perunggu, menjadi kenyataan sebagai
karya patung modern yang pertama di Indonesia164. Dapat dikatakan bahwa
kehadiran Hotel Indonesia menunjukkan adanya ide arsitektur yang menyerupai
pentas yang pertunjukan ideologi ke-Indonesiaan gagasan Soekarno yang
dilekati dengan ornamen dan karya seni rupa165

163 Berdasar penuturan Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso di Yogyakarta 2001 dan 2010.
164Berdasar penelitian kurator seni patung Asikin Hasan, 2010 karya patung perunggu
Selamat Datang merupakan seni patung modern pertama di Indonesia semula seniman
Indonesia berkarya patung dengan cara tradisi pahat pada kayu dan batu
165 Semula pengoperasian Hotel Indonesia Group oleh BUMN Badan Usaha Milik Negara,

akan tetapi pada tahun 2009 diambil alih oleh operator hotel dari Amerika menjadi Hotel
Indonesia Kempinski. Selain untuk fasilitas menginap, fasilitas caf, restaurant, dan konferensi
sangat variatif mulai dari menu maupun gaya pelayanannya, juga terdapat ruang Pameran
Koleksi Heritage sebagai wadah koleksi karya seni di masa Soekarno yang pernah ditempatkan
di satu ruang di Hotel Indonesia.
68
MASJID ISTIQLAL

Karya arsitektur Masjid Istiqlal merupakan buah gagasan Soekarno 17


tahun sebelum dipancangkan166. Dirancang sebagai masjid Jami terbesar
dengan konsep keabadian. Bangunan masjid ini terlaksana ketika teknologi
beton dan logam stainedless-steel dipercayai mampu mewujudkannya. Setelah
mengalami sayembara rancangan, yang dimenangkan oleh Arsitek Silaban,
pemeluk Kristiani yang taat, maka Taman Wijaya Kusuma atau ex.Wihelmina
Park taman untuk memuliakan Ratu Belanda didirikanlah masjid ini. Letaknya
berseberangan dengan gereja Katedral yang bergaya arsitektur Gothic. Istiqlal
digagas sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, melebihi masjid di Istambul
dan di Cairo.
Keseluruhan fisik bangunan didominasi oleh batu pualam sebagai
pelapis dinding dan lantai. Seluruh kusen pintu, railing, bahkan plafon serta
sanitarinya terbuat dari bahan stainedless steel. Parasnya tidak mengandalkan
ornamen kecuali pada ruang imam / mihrab-nya. Struktur beton berupa pilar
persegi berjajar ritmis di seluruh paras bangunan, yang dilengkapi kubah
raksasa penanda ke-Islam-an serta minaret pengantar Azhan yang ditempatkan
di sudut bangunan. Kehadiran Masjid Istiqlal yang dirancang Arsitek beragama
Kristen yang taat dan berlokasi berseberangan dengan Gereja Katedral,
bagaikan sepasang pentas pertunjukan religi mengungkapkan simbol
kemerdekaan dalam beragama.

166Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal,
Djakarta 24 Agustus 1961.

69
TUGU NASIONAL

Tugu Nasional dihadirkan sebagai puncak modalitas arsitektur


gagasan Soekarno untuk melukiskan jiwa baru Indonesia yang dinamik di
abad modern. Kebuntuan rancangan terjadi dengan dua kali Sayembara Desain
Tugu Monas tahun 1955 dan 1960 ketika tak satupun karya peserta memenuhi
kriteria yang diberikan Soekarno. Sebagai jalan tengah Soekarno mengambil
ide dari pemenang Sayembara yang pertama dan kedua untuk dikembangkan
sebagai Proyek Final oleh Tim Arsitek Jempolan167. Keputusan Soekarno
tersebut sempat menuai kontroversi di kalangan Dewan Juri168.
Rancangan Tugu Nasional akhirnya didirikan di lahan bekas Lapangan
Ikada, yang dikenal sebagai Koniegsplain atau Champ de Mars di masa Kolonial.
Tugu Nasional dan Jalang Silang Monas169 merupakn karya bangunan pencakar
langit- highrise building pertama di Indonesia. Dengan ketinggian 142 meter itu
kehadirannya menyerupai pentas bagi perjalanan sejarah kebangsaan
Indonesia, antara lain dipertunjukkan melalui diorama, atribut-atribut
kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan, keelokan panorama Ibu Kota, serta
simbol cita-cita menggapai langit yaitu sosok Lidah Api Kemerdekaan. Lebih
jauh tentang proses memutu karya arsitektur Tugu Nasional dinarasikan pada bab
berikutnya.

167Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional,


Djakarta, 17 November 1960.
168 Ibid.
169 Soekarno,Pidato Pembukaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka,

Djakarta, 16 Agustus 1964.


70
GEDUNG WISMA NUSANTARA

Kehadiran Wisma Nusantara merupakan moda komunikasi arsitektural


di masa Soekarno. Dengan ketinggian 29 lapis bangunan ini menjadi wadah
fasilitas hubungan ekonomi dan kepariwisataan Internasional. Soekarno
mempercayakan rancangannya kepada Arsitek Ciputra170. Wisma Nusantara
akhirnya merupakan gedung pencakar langit yang pertama sebagai tengaran
koridor Thamrin-Sudirman sekaligus mewujudkan tanda kebesaran
Indonesia171:
gedung ini akan diletakan atas lapisan tanah 8 meter di
bawah permukaan bum yang kita sekarang berada di atasnya.
Jadi semacam satu gedung yang ditanamkan 8 meter dalamnya
di dalam tanah. Kemudian tingginya 29 tingkat. Hebat saudara-
saudara, 29 tingkat! Memang Insya Allah, Wisma Nusantara
akan menjadi gedung yang tertinggi di seluruh Asia!

Di awal kehadirannya Wisma Nusantara berperan memberi kualitas


ruang bagi Bundaran Hotel Indonesia. Sumber pembiayaannya didanai oleh
Pampasan Perang pemerintah Jepang172 diproyeksikan menjadi bangunan
tertinggi di Asia. Akan tetapi, proyeksi itu meleset di usianya ke-48, karena di
sepanjang koridor Jl. MH Thamrin sejumlah pencakar langit didirikan, dan
menyandang peran sebagai pentas pertunjukan yang membanggakan
masyarakat Indonesia.

170 Wawancara Olly Ganjar S dengan RM Sudarsono dalam Soekarno Sang Arsitek majalah
Kartini no.286, taun 1985, hal. 8,9,123,124.
171 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung

Wisma Nusantara di Djalan Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964.


172 Nishihara, Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang,

Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.


71
SARINAH DEPARTEMENT STORE

Gedung Sarinah berlokasi tak jauh dari Wisma Nusantara sebagai wadah
fasilitas komoditas Indonesia. Disayangkan, paras gedung kini telah mengalami
perubahan besar-besaran, sehingga tidak lagi dikenali rancangan awalnya.
Gagasan pendirian Sarinah dicetuskan Soekarno untuk memfasilitasi aktivitas
belanja, pameran komoditas khas Indonesia serta perkantoran modern dengan
escalator sebagai transportasi vertikal sebagai yang pertama173:

department store yang akan didirikan ini menurut anggapan saya


adalah salah satu alat perjoangan kita untuk merealisasikan Amanat
Penderitaan Rakyat. Merealisasikan satu masyarakat yang adil dan
makmur, satu masyarakat sosialis, satu masyarakat tanpa explotation
de lhomme par lhomme. Dan sebagai tadi kukatakan masyarakat yang
demikian itu tak mungkin tanpa distribusi aparat. Salah satu
distribusi aparat ialah satu department store. Dan kecuali itu menurut
anggapanku, menurut keyakinan dan menurut penyelidikanku di
semua Negara yang ada department store, satu department store
adalah saru price stabilisator, prij stabilisator.

Secara fisik Gedung Sarinah kurang mampu memberikan sensasi


artistik karena dirancangan sebagai Arsitektur Modern. Perannya sebagai
wadah yang mempertontonkan mata dagangan pilihan khas Indonesua mulai
dari kebutuhan sandang dan pangan barometer harga jual di pasar yang
menyerupai etalase bagi komoditas Indonesia. Bahkan, pada saat ini seluruh
faade bangunan telah berubah, karena ditutup oleh material keramik sehingga
faade aslinya sudah tidak lagi dikenali,

173Soekarno.Amanat PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung


Departement StoreSarinah di Djalan Thamrin, Djakarta, 23 April 1963.
72
GEDUNG PLANETARIUM

Gagasan modernitas Soekarno demi menghilangkan ketahyulan


Bangsa Indonesia174 ditandai oleh gedung Planetarium sebagai observatori
angkasa syang terbesar superlativitas di dunia yang berkapasitas 500 orang
melebihi mancanegara di Asia. Tim Arsitek Pemenang Sayembara Planetarium
adalah arsitek dari PT Perentjana Djaja : Ir. Ciputra, Ir. Budi Brasali dan Ir.
Ismail Sofyan. Proses perancangan kubahnya memperoleh intervensi langsung
dari Soekarno175 dengan meminta arsitek untuk menghadapnya saat Soekarno
sedang berada di Paris untuk menentukan warna porselen penutup kubah agar
tampak kontras dengan warna langit. Bagian dalam kubahnya sebagai layar
penangkap audio-visual film angkasa sebagai imaji garis langit:

Planetarium jang akan kita dirikan di Djakarta ini di tempat ini,


adalah Planetarium jang terbesar di seluruh dunia. Ajo, bangga apa
tidak? Terbesar di seluruh dunia. Bukan sadja gubahnya terbesar,
tadi dikatakan 23 meter garis besar dari pagar hitam itu sampai ke
pot itu, sehingga di kubah itu bisa duduk orang, berapa Pak
Marno, 400-500 orang? 500 orang. Dilain-lain tempat Cuma 300-
an, saudara-saudara. Indonesia, bukan main Planetarium-nja sekali
500 orang bisa duduk di dalamnya. Lantas ada orang jang sambil
memperlihatkan gerak-gerik bintang-bintang itu memberi
keterangan lisan.

Planetarium yang berperan sebagai ruang yang mempertontonkan


suasana angkasa raya, gerak bintang serta tata surya menyerupai sebuah wadah
bagi pentas pertunjukan. Kehadirannya penting karena menjadi penanda
terbitnya babak baru dalam ilmu pengetahuan di Indonesia.

174 Soekarno. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta, 9 September
1964.
175 Wawancara dengan Ir. Ismail Sofyan tanggal 18 Februari 2011 di Jakarta.

73
G E D U N G Ex. C O N E F O

Gedung Conefo buah gagasan Go Internasional Soekarno sebagai


manifestasi konsep Tata Dunia Baru diperuntukkan sebagai political venue bagi
Konferensi Conefo Agustus 1966 (urung terlaksana). Merujuk Arnold Toynbee,
terdapat Dua Blok Negara yang tunduk pada Declaration of Independence 1776
karya Thomas Jefferson dan Kelompok Manifesto Komunis tunduk pada Karl
Marx. Semula, Soekarno berpandangan perlunya Blok Negara berpendirian netral
yaitu Bangsa-Bangsa Asia-Afrika-Amerika Latin tergabung dalam Konferensi Asia-
Afrika di Bandung 1955. Namun, pada 1963 Soekarno menggagas Dua Blok
New Emerging Forces NEFO dan Old Established Forces176:

New Emerging Forces mentjoba menghantjurkan blok Old


Established Forces seperti jang kita perbuat sekarangKita
berdjuang untuk dunia baru dimana tiada explotation de lhomme
par lhomme dan tanpa explotation de nation par nation, kita
berdjuang untuk dunia baru tanpa kolonialisme,
neokolonialisme imperialism. Kedua blok ini, hai kawan-kawan,
kedua blok ini adalah kenjataan dari umat manusia sekarang,
dan siapakah, siapakah jang berpihak pada The New Emerging
Forces?

Gagasan venue itu disayembarakan di bulan November 1964


dimenangkan Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo dengan menyajikan maket
lengkap berupa setangkup kubah Main Conference Building berasal dari filosofi
struktur sayap pesawat terbang. Terwujud atas dukungan konsultan struktur
Sutami. Rancangan ex.Conefo merupakan gubahan karya arsitektur sebagai
wadah mempertunjukkan kehebatan Indonesia di dunia Internasional,
sebagai ideologi poltik Soekarno, Sang Pemrakarsa kelompok NEFO.

176Soekarno. Pada Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Tanggal 19 April 1965

74
Berdasar pengamatan visual pada sepilihan karya arsitektur Projek
Mercusuar dapat disimpulkan adanya kesamaan peran yaitu; sebagai wadah
menggelar kegiatan, ajang, arena, gelanggang, sasana, ruang pamer serta ruang
pertunjukan. Peran itu disandang mengungkapkan peran arsitektur non-
material yang mewujud berupa jajaran karya yang menyerupai pentas
pertunjukan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-Thamrin dengan Jembatan
Semanggi sebagai pusatnya. Menyerupai sebuah pentas - catwalk bagi tergelarnya
jajaran bangunan arsitektur Projek Mercusuar. Kehadiran Gedung Pola
menyerupai ruang pamer pembangunan, sedangkan Gelora Bung Karno
menyerupai pagelaran keolahragaan. Peran Hotel Indonesia menyerupai etalase
bagi tergelarnya karya perupa Indonesia. Sementara itu Wisma Nusantara
berperan sebagai wadah pertunjukan modernitas, dan Gedung Sarinah
Departemen Store sebagai pagelaran komoditas Indonesia. Peran Masjid Istiqlal di
kawasan Gereja Katedral menyerupai wadah pagelaran lintas religi. Adapun
Tugu Nasional menyerupai pentas pertunjukan atribut kemerdekaan Indonesia.
Planetarium dihadirkan sebagai pertunjukan keunggulan ilmu pengetahuan di
bidang astronomi dan Gedung ex.Conefo sebagai wadah bersatunya Negara
NEFO membangun Tata Dunia Baru.
Kesepuluh karya arsitektur Projek Mercusuar menunjukkan ide
arsitektur panggung yang kehadirannya didorong hasrat, intervensi dan rasa seni
Soekarno untuk memberi kebanggaan bangsa Indonesia. Rumusan karya
arsitektur Projek Mercusuar adalah metafora177 ruang pentas bagi gagasan
yang bersifat non-material yang dihadirkan pada gubahan fisik karya arsitektur.

177Merujuk Tesaurus, metafora sebagai majas atau gaya bahasa ungkapan secara langsung
berupa perbandingan analogis, melalui kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk
memperoleh efek-efek tertentu, sebagai keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra
dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.

75
76
77
78
79
BABAK 2

KARYA BUNG KARNO


DI KAWASAN TUGU NASIONAL
Pengalaman inderawi di Kawasan Tugu Nasional melalui pengalaman
keruangan secara fenomenologis merujuk Dasein atau Ada gagasan
Heidegger178. Dasein sesuatu yang berada di dalam diri yang memiliki aktivitas
yang tidak pasif, dan melalui filsafat Ontologi, keberadaan dimungkinkan
adanya. Heidegger berpendapat bahwa fenomena Apa yang Ada dalam
pikiran menunjukkan dirinya menjadi entitas. Modifikasi dan turunannya tidak
sembarang menunjukkan diri, juga bukan sesuatu membiarkannya
menunjukkan diri. Sementara itu Hursell mengajukan satu prosedur yang
dinamai epoche, berupa penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi
memunculkan esensi. Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan psikologisme
akan terjebak pada dikotomi. Husserl mengutarakan kita perlu kembali ke
benda-benda sendiri-zu den sachen selbst.
Prinsip demikian dikembangkan Tjahjono sebagai pengamatan
arsitektural, dengan cara memberi kesempatan objek-objek harus
berbicara.Fenomenologi179 merujuk Tjahjono dilakukan secara intensionalism
mengandalkan intuisi dan intelektualitas melalui tiga reduksi sekaligus. Pertama,
reduksi dari seluruh subyektivitas. Kedua, reduksi seluruh pengetahuan,dan
Ketiga, reduksi seluruh tradisi yang ada.

178 Heidegger, Martin. Being And Time.Copyright 1962 by Harper & Row, Publishers,
Incorporated, hal. 34-36. Makna Ada Martin Heidegger dikupas oleh Brouwer, MAW.
Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal. 114.
179 Tjahjono, Gunawan. Metode Perancangan: Suatu Pengantar Untuk Arsitek dan Perancang.

Jakarta: FT Arsitektur UI, 1999, hal. 15.

80
Sebagai a way of looking at things fenomenologi merujuk Brouwer180 merupakan
gejala yang menampilkan diri untuk dilukiskan melalui tesis intensionalism.
Penulisan pengalaman fenomenologis tidak hanya menggiring fakta yang
dideskripsikan, juga memberi kesan langsung pada pembacanya agar seolah-
olah mereka hadir dalam fakta itu. Sehingga, ukuran keberhasilan pengamatan
fenomenologis ditandai oleh deskripsi pengalaman secara komunikatif.
Untuk mencapai intensionalsm saya menempuh dua cara, Pertama,
mengamati keruangan Tugu Nasional melalui udara untuk memperoleh
pengalaman keruangan skala kota makro. Cara demikian merupakan cara
untuk menangkap pengalaman keruangan dari segala arah yang
memungkinkan merujuk teori Phenomenology of Perception (Ponty: 1945)181.
Gagasan Ponty tentang penghadiran ke dunia melalui tubuh dengan tindak
motorik serta persepsi itu oleh Brower disebutkan posisi atas-bawah, kanan-
kiri, muka-belakang dari tubuh kita, termasuk tinggi-rendah posisi tubuh saat
pengamatan. Kedua, saya mengalami keruangan secara mikro dengan memasuki
Kawasan Tugu Nasional. Keduanya untuk mencapai rigorous, pengamatan
cermat bersandar kepekaan pancaindera terhadap objek yang tampil, melalui; 1)
ketajaman melihat, 2) ketajaman mengecap dengan lidah, 3) ketajaman
membaui, 4) ketajaman mendengar, 5) kepekaan meraba melalui kulit.
Senarai penelitian, saya melakukan perjalanan dari Jakarta menuju
Surabaya menumpang pesawat udara182 usai meletusnya gunung Merapi di
bulan November 2010. Nampaknya rute penerbangan Jakarta-Surabaya
dialihkan dari biasanya demi menghindari wedhus gembel - awan putih berarak.

180
Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal.10, 66 dan 186.
181 Adian, Donny Gahral.Pengantar Fenomenologi. Depok: Penerbit Koekoesan, 2010, hal.100.
182 Perjalanan pada pagi hari dari Jakarta menuju Surabaya menumpang pesawat Sriwijaya

Air tanggal 5 November 2010.


81
Situasi tidak terduga ini sangat menguntungkan, karena pesawat dari arah
bandara Soekarno-Hatta melintas di atas Tugu Nasional. Melalui jendela kabin
pengalaman keruangan menyaksikan Tugu Nasional dari udara saya alami.
Setelah situasi dinyatakan normal, rute yang sama tidak lagi melintasi Tugu
Nasional183, sehingga deskripsi memandang kawasan Tugu Nasional melalui
udara menjadi penting. Dengan mendekatkan kepala ke arah jendela kabin,
dan memandang dengan sedikit menunduk tampak segubahan bangunan dan
lanskap Kota Jakarta menyerupai gambar yang terbingkai oleh jendela kabin.
Semakin tinggi mengudara, gubahan itu menyerupai miniatur terparak 184
berbagai ukuran, bentuk dan warna. Saat pesawat mengangkasa ke arah Kota
Surabaya, tampak bidang berair berupa lautan dan daratan dalam suasana pagi
hari. Di bidang itu himpunan perahu dan kapal merapat di sisi-sisinya. Di
ujungnya, terbentuk daratan melengkung ke arah laut membentuk huruf U,
barangkali itulah Teluk Jakarta di Laut Jawa. Ketika melintasi bidang daratan,
tampak garis-garis kelabu menggambarkan ruas-ruas jalan dan permukiman
padat. Pandangan tertuju pada hamparan bidang berwarna hijau tua,
bentuknya unik, empat sisi-sisi yang tidak sama panjang185. Di tengahnya
menjulang sosok tiang yang bertumpu di landasan persegi empat.Di
puncaknya ada sesuatu berkelok keemasan. Di keempat sudut landasannya
terbentuk persilangan, demikian juga empat sisi yang tegak lurus terhadapnya.
Membentuk delapan persilangan menyerupai simbol pancaran matahari yang

183
Beberapa kali perjalanan ke luar kota Jakarta setelah November 2010, Tugu Nasional
tidak dapat lagi disaksikan.
184 Sanento Yuliman, dalam Asikin Hasan, Dua Senirupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman,

2001, h.4, dalam hal kita tidak mengenali obyek yang digambarkan ialah terparaknya
(terbedakan dan terpisahkannya) sosok dari latar. Sosok ialah bagian gambar yang tampak
pekat atau padat sedang latar ialah bagian selebihnya yang tampak meruang.
185 hamparan bidang berwarna hijau tua empat persegi yang bidang sisinya tidak sama

panjang lazim disebut trapezium.


82
berpusat dari benda tegak itu. Bila setiap persilangan itu ditarik garis imajiner,
dari pandangan tampak atas ke arah bidang lautan, maka garis pancarannya
akan menyinggung sebuah objek putih menyerupai Istana, barangkali Istana
Kepresidenan. Saat memandang serong ke atas, menyinggung benda empat sisi
dengan setengah bola di atasnya menyerupai kubah, barangkali Masjid Istiqlal.
Saat melihat serong kanan menyinggung benda berlajur-lajur menyerupai rel
kereta api, menunjukkan Stasiun Gambir. Pada serong bawah menyinggung
objek-objek menjulang menyerupai gedung berketinggian sedang. Pada serong
kiri bawah, menyinggung gubahan objek menjulang mencakar langit.
Pemandangan serupa dijumpai sebagai citra penginderaan jauh terbitan
Lapan186 dan peta Kota Jakarta187 yang menamainya sebagai Monumen Nasional.
Kemenarikan gambar Kawasan Tugu Nasional melalui bingkai
jendela kabin pesawat udara, menghadirkan panorama mengesankan sebagai
tanda - tetenger (bhs.Jawa) keberadaan Kota Jakarta. Kehadirannya menjadi
pemandangan terakhir yang tersaksikan sebelum pesawat mengudara lebih
tinggi. Sangat disayangkan pengalaman memandangi Kawasan Tugu Nasional
saat pesawat udara mendarat ke Bandara Soekarno-Hatta belum dapat
dideskripsikan. Barangkali, pengalaman serupa itu dapat disetarakan dengan
pengalaman bertandang menuju Kota Manado di Sulawesi Utara. Sesaat ketika
pesawat yang ditumpangi mulai menukik menuju Bandara Sam Ratulangi,
melalui jendela kabin tampak gambar sosok putih menjulang di antara
kawasan hijau.

186Lapan, sebuah badan pemerintah yang bertugas menyiapkan citra penginderaan jauh
melalui satelit.
Periksahttp://www.nationsonline.org/oneworld/map/google_map_Jakarta.htm_20.20 WIB.
187 Periksa Holtorf, Gunther (ed). Street Atlas & Street Names Index Jakarta 2001-2003

Jabotabek. Jakarta: PT Djambatan,2001. Juga peta wisata Our Map is Bigger than Yours yang
diterbitkan flymandala.com.

83
Makin mendekati Bandara, makin tampak jelas menggambarkan sosok
berambut tergerai dengan kedua belah tangan terentang. Gesturnya seolah
menyambut kehadiran tamu. Sosok tersebut merepresentasi patung realis Yesus
Kristus berskala kota yang didedikasikan oleh Pengembang terkemuka sebagai
tetenger kawasannya sekaligus mempertunjukkan bahwa, sebentar lagi akan
menjumpai sebuah kota yang penduduknya dominan memeluk Nasrani.
Tetenger itu menyerupai patung Yesus Kristus di Kota Rio de Jainero Brasilia.
Mengapa Kawasan Tugu Nasional tidak dilintasi pesawat udara seperti halnya
Kota Manado? Pertanyaan tersebut terjawab oleh kenyataan bahwa Bandara
Soekarno-Hatta sejak 1 Januari 1984 menggantikan Bandara Kemayoran dan
berjarak sekitar 60 km dari lokasi Tugu Nasional. Kemayoran merupakan
bandara internasional pertama di Indonesia yang beroperasi sejak 1 Januari
1910 untuk memfasilitasi penerbangan Hindia Belanda KNILM - Koningkelije
Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij. Instansi itu telah dinasionalisasi usai
kemerdekaan sebagai bandara penerima Tamu-Tamu Negara dan
memungkinkan melintasi Kawasan Tugu Nasional di saat mendarat menuju
Kota Jakarta serta di saat meninggalkannya. Kawasan Tugu Nasional seolah
dipertunjukkan kepada khalayak melalui segala arah pandang, dimensi,
keunikan bentuk, tugu menjulang di pusatnya, serta delapan garis imajiner di
persilangannya. Kawasan yang luas serta unik itu menjadi suatu pemandangan
yang sangat kontras bila disandingkan dengan kepadatan bangunan di
sekitarnya. Hamparan hijau di Kawasan Tugu Nasional mengundang masyarakat
bernafas serta jeda di tengah kepadatan Kota Jakarta. Bangunan tunggal Tugu
Nasional yang menjulang di pusatnya menyerupai sosok pemimpin yang
memancarkan aura-nya ke delapan penjuru arah.

84
Titik keemasan yang meliuk di tengah itu mengilhami sosok yang bergerak
yang memberi sensasi kemegahan dan kedinamisan. Pengalaman visual melalui
udara ini memperkaya kedalaman deskripsi keruangan secara khas saat posisi
tubuh tepat berada di atas objek, menyerupai pandangan perspektif mata
burung - birds eye view188. Sikap pengamatan ini memungkinkan saya
memandangi gambar siteplan189 Tugu Nasional secara langsung yang menjadi
pengalaman tak tergantikan.Cara memandang birds eye view menjadikan
Kawasan Tugu Nasional sebagai keterkenangan tentang kota Jakarta190.
Saat menyaksikannya dari udara, seolah-olah menyaksikan adegan
pentas dari sebuah balkon gedung pertunjukan. Objek yang berada di bawah
tubuh tersaksikan seksama. Cara ini mengilhami Arsitek untuk cermat
berkarya, agar karyanya tersaksikan indah dari berbagai sudut pandang
sekaligus, menunjukkan peran trio emosions,yang mengilhami pentingnya
proses-kreatif agar karya arsitektur mampu menggugah emosi-emotion evoked
(Raskin: 1954: 10) sebagaimana tersaksikan pada Kawasan Tugu Nasional ini.
Tugu Nasional berlokasi di Kawasan Medan Merdeka dirancang
dengan empat akses utama Jalan Silang Monas sesuai gambar situasi yang
diterbitkan oleh Manajemen Monas 1994. Usai kebijakan memagari keliling
tugu, Gubernur Sutijoso memagar keliling pada 28 September 2002191
mengubah Kawasan Monas menjadi ruang semi tertutup oleh empat buah
gerbang yang tidak setiap saat dibuka dan pencapaian melalui gerbang Gambir.

188 Birds eye view adalagh teori cara memandang objek dalam posisi pengamat seolah-olah
terbang menyerupai burung, dilakukan di posisi setidaknya 40 derajat terhadap objek.
189 Siteplan merupakan gambar sebuah kawasan yang disaksikan dengan posisi dari atas.
190 Pengalaman Trimatra hanya akan menjumpai sosok Kawasan Tugu Nasional melalui

pandangan perspektif yaitu sejauh mata memandang. Secara Dwimatra hanya akan dijumpai
seluruh tampak wajahnya secara dua dimensi atau secara frontal.
191 Liputan6.com, 2007, Jakarta: Massa Menentang Pemagaran Monas.

85
Pengalaman keruangan dialami setelah prosedural resmi yang diminta
Manajemen Monumen Nasional diikuti. Dengan mengandalkan gerak tubuh
dan sensasi inderawi terhadap aspek keruangan yang tampil seperti; sisi
mendatar, sisi tegak, sisi samping, sirkulasi, pencahayaan, kelembaban udara,
dimensi, warna serta wujud sesuai pembagian keruangan Kawasan Tugu
Nasional (Monas, 1994) meliputi; Taman Monas, Kolam Pendingin, Ruang
Mesin, Terowongan Bawah Tanah, Halaman Tugu, Museum Sejarah, Ruang
Tunggu, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Pelataran Puncak Tugu dan
Api Kemerdekaan. Pengamatan berlangsung beberapa kali untuk memperoleh
pengamatan keruangan di Kawasan Tugu Nasional, pengalaman itu saya
padatkan untuk mempersingkatnya, paparan detail akan diterbitkan sebagai
pustaka tentang cara pendekatan fenomenologis dalam arsitektur dan desain.

PENGALAMAN VISUAL DI RUANG KEMERDEKAAN

Untuk mencapai Ruang Tenang atau Ruang Kemerdekaan ditempuh


melalui dua tangga putar berlokasi dekat ruang elevator di sisi Utara dan sisi
Selatan Pelataran Tugu. Sebelum menapaki tangga, terpajang papan himbauan
untuk bersikap tenang di Ruang Kemerdekaan dan informasi jadwal waktu
pembacaan Teks Proklamasi yang dimulai dari pukul 09.00 sampai jam 15.00
WIB. Ketika mencapai Ruang Kemerdekaan, tergelar ruangan segi empat
seluruhnya dilapisi batu pualam. Dinding ruangan yang tampak miring ke arah
luar dan di tiap sudut dindingnya tampak juga melengkung ke arah luar
merupakan akibat bentuk piramida terbalik atau afgeknotte serta liukan Cawan
Tugu. Suasana demikian terbentuk dari sebelah dalam ruangan.

86
Suasana Ruang Kemerdekaan sangat temaram, hanya mengandalkan
pantulan cahaya dari bukaan di atas dinding serta sorotan sinar yang
ditembakkan ke arah dinding berwarna zamrut yang berada di tengah-tengah
ruangan luas itu. Dinding besar tegak sampai bidang atas ruangan. Bila
dipandang dari undak-undakan yang ditata seperti amphitheater192 itu, dinding
hijau megah itu menyerupai bangunan Kabah yang berada di tengah-tengah
ruang terbuka Masjidil Al-Haram di Kota Mekkah. Suasana ruang yang
diciptakan terkesan lengang, temaram, mencekam menyerupai suasana di
sebuah ruangan sakral. Barangkali ia dirancang untuk mengkondisikan suasana
tertentu yang akan dipertunjukkan dalam ruangan ini. Mulai dari sisi Timur se
arah jarum jam, disorotkan sinar kekuningan ke arah dinding hijau zamrut itu,
menerangi pajangan tulisan berhuruf kapital dari logam keemasan itu:

PROKLAMASI

KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN


KEMERDEKAAN INDONESIA
HAL-HAL JANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN D.L.L
DISELENGGARAKAN DENGAN TJARA SAKSAMA DAN DALAM
TEMPO JANG SESINGKAT-SINGKATNJA

DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945


ATAS NAMA BANGSA
INDONESIA
SOEKARNO HATTA
Di depannya terdapat vitrin kotak berukuran besar yang diselimuti
kain hitam. Kotak kaca antipeluru sebagai calon wadah Sang Saka yang kini
masih berada di Istana Merdeka Jakarta.193

192 amphitheater adalah ruang teater yang terletak di tempat udara terbuka yang digunakan
untuk hiburan dan pertunjukan.
193 Berdasar informasi Manajemen Monumen Nasional, Maret 2011, Sang Saka Merah Putih

sedianya dipindahkan ke Monumen Nasional urung karena masalah keamanan dan


keselamatannya sebagai benda bersejarah yang dikibarkan 17 Agustus 1945.
87
Keberadaan vitrin tidak dibahas karena bukan merupakan fokus penelitian. Di
sisi Utara terpajang relief gambar kepulauan wilayah Indonesia, tanpa disertai
penjelasan. Relief itu terpajang berupa sebaran kepulauan yang bercitra pulau
Sumatera hingga Irian Barat.Kepulauan itu secara deyure menjadi wilayah
NKRI pada 17 Agustus 1950. Secara defacto Irian Barat menjadi pulau
terbungsu NKRI di akhir 1962, menyempurnakan wilayah kepulauan
Indonesia yang semula hanya terdiri atas delapan teritorial194yaitu; Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda
Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta.
Di sisi Barat, tampak gerbang megah hijau tua berukir keemasan.
Kemegahannya memberi petunjuk sebagai tempat penting atau Agun.
Dikelilingi ornamen sulur-suluran yang sekilas tampak sama dan sebangun
menyerupai cerminan namun sebenarnya tidak simetri, disebut
keseimbangan khas Jawa. Ornamen itu mengingatkan ornamen di
Kerobongan195 nDalem Karaton Surakarta yang juga menampilkan sulur-suluran
tiada terputus dari tangkainya. Di tengahnya terdapat ukiran padma mekar
menyerupai relief dinding candi di Jawa Tengah196 dengan mahkota-mahkota
Wijayakusuma. Keduanya merupakan simbol bunga abadi yang disakralkan oleh
Dinasti Mataran di Karaton Surakarta yang disimpan di Kamar Pusaka197.

194 Sujono, RP & Leirissa, RZ (ed) Edisi Pemutakhiran dari Notosusanto, Nugroho &
Djoened Poesponegoro, Marwati (ed) SejarahNasional Indonesia VI-Zaman Jepang dan Zaman
Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007, hal.160-161.
195 Kerobongan di Karaton Surakarta tertetak di tengah-tengah Joglo Paningrat sebagai lokasi

sakral untuk memuliakan Dewi Sri.


196 Padma, atau bunga terata, lotus, tunjung, seroja merupakan bunga yang disakralkan oleh

pemeluk agama Hindu-Budha.


197 Diceriterakan oleh GPH Eddy Wirabhumi, menantu Sri Susuhunan Paku Buwana XII,

April 2011.
88
Wijayakusuma juga dijumput oleh Soekarno sebagai nama jalan di sepanjang
Monumen Tugu Pahlawan198 yaitu titik nol pengembangan Kota Surabaya.
Di dalam gerbang megah dari perunggu itu, ditempatkan Kotak Kaca
Emas berisi salinan Teks Proklamasi. Sebuah lempengan logam bulat keemasan
berelief Padma melindungi Kotak Kaca itu. Gerbang akan terbuka serta tertutup
secara otomatis sebanyak tujuh kali sehari di tiap 60 menit. Dalam keadaan
tertutup, gerbang itu bagai sepasang pintu berornamen Wijayakusuma dan
Padma. Bersamaan dengan terkuaknya gerbang itu terdengar lah nyanyian
Padamu Negeri karya Kusbini: Padamu Negeri kami berjanji, Padamu Negeri kami
mengabdi, Padamu Negeri kami berbakti, Bagimu Negeri jiwa raga kami.
Secara perlahan-lahan kedua daun pintu Gerbang itu bergeser ke
samping. Di saat terbuka, tampaklah sebuah bidang seukuran dengannya,
seluruh bidangnya dipenuhi ornamen menyerupai sosok Kala-Makara199 dipadu
dengan ornamen mahkota bunga Padma sedang merekah. Kala-Makara
merupakan simbol raksasa pemangsa. Simbol Sang Waktu dalam mitos Jawa
Kuno yang ditemukan di gerbang Candi Kalasan Jawa Tengah. Seraya
mengiringi terkuaknya Gerbang megah itu, tampak sebuah lempengan bulat
keemasan berukiran Padma bergeser secara perlahan ke atas dan menghilang
dibalik ornamen Kala-Makara bersamaan dengan selesainya bait terakhir
nyanyian Padamu Negeri200.

198 Monumen Tugu Pahlawan Surabaya diresmikan oleh Soekarno pada Hari Pahlawan 10
November 1952.
199Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga

Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981, hal.90.


200 Merujuk buku Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional

oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982,hal. 32
dinyatakan bahwa lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah Indonesia Raya.
Menurut analisis memang lebih tepat lagu ini disbanding Padamu Negeri karena lagu
Kebangsaan lazim untuk mengiringi Upacara Bendera dan Pembacaan Teks Proklamasi.
89
Tepat di bawah bidang Kala-Makara itu terdapat ornamen artifak menyerupai
mulut raksasa yang sedang menganga yang berisi Kotak Kaca keemasan
menyerupai kaca etalase dalam ukuran relatif kecil, sebagai ruang penempatan
salinan Teks Proklamasi. Rupanya, Gerbang Megah Hijau adalah pelindung dari
bidang Kala-Makara sebagai batas ruang yang dikatakan ruang sakral karena
menempati posisi yang terdalam yang sejatinya ruang yang lebih gelap. Sakral
akibat keberadaannya tepat di titik pusat bangunan yang disebut axis-mundi.
Kehadiran bidang Kala-Makara berperan sebagai pengantar perbedaan waktu
antara kekinian dan kelampauan.Sesaat setelah seluruh permukaan Kotak Kaca
keemasan itu terbuka, terkuaklah salinan Teks Proklamasi. Usai itu, terdengar
suara laki-laki jenis bariton membacakan Teks Proklamasi dengan perlahan serta
jeda, menyerupai pembacaan puisi. Demikian caranya membacanya:
Proklamasi,
Kami bangsa Indonesia,
dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia,
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain lain,
diselenggarakan dengan cara seksama,
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,
Jakarta,
Tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus ampat puluh lima
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno - Hatta

Pembacaan Teks Proklamasi itu, merupakan rekaman suara Presiden


Soekarno201. Tak seperti suara ketika beliau berpidato, yang bersemangat dan
menggelegar. Pembacaannya dilakukan penuh kehati-hatian, dan
pengucapannyapun tidak persis dengan naskah asli Teks Proklamasi,

201Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6


tahun setelah Proklamasi. Awalnya usulan Mohammad Jusuf Ronodipuro untuk merekam
ditolak Soekarno. Akhirnya Soekarno menghendaki rekaman membacakan naskah
Proklamasi diperdengarkan setiap tanggal 17 Agustus termasuk di Ruang Kemerdekaan
Tugu Nasional.
90
perbedaannya terletak pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun.
Seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai cara yang lazim
dipergunakan di masa Jepang, namun Soekarno menyebutnya 17 Agustus
1945. Cara pembacaan itu menunjukkan tanda penolakan Soekarno atas
kelaziman menggunakan lafal yang diberlakukan Jepang. Peristiwanya menjadi
diskontinuitas yang menandai berakhirnya masa kependudukan Jepang menjadi masa
kemerdekaan melalui Bahasa melalui cara pengucapan yang tidak sama antara
naskah sebagai cara penangguhan makna gagasan Derrida.
Usai prosesi pembacaan Teks Proklamasi disimpulkan bahwa gerbang
Kala-Makara sebagai pusat pertunjukan menyerupai pakeliran dalam
pewayangan sebagai panggung menghadirkan kembali peristiwa penting
detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Di sisi Selatan, terpampang patung burung raksasa dari bahan logam.
Menggambarkan Garuda Pancasila mitos Burung Djatayu dari epos Ramayana.
Sedang mengepakkan tujuh belas sayap emasnya.Kepaknya berjajar ritmis dari
yang terpendek hingga terlebar dan kepalanya berjambul menolehkan separuh
wajahnya ke arah kanan seraya membusungkan dada ke depan. Paruhnya
melengkung runcing setengah terbuka memperlihatkan ujung lidahnya, seolah
Garuda itu hendak mengutarakan sesuatu. Sorot matanya hitam tajam dengan
rongga mata yang besar mengesankan sosok yang cermat memandang. Perisai
berlatar merah-putih menggantung di dadanya terlukis bintang keemasan
berlatar hitam, kepala Banteng hitam bertanduk mengarah ke atas di sebelah
kanan atas. Di kirinya Pohon Beringin berdaun rimbun berlatar putih. Di
kanan bawahnya, terlukis buah Padi dan Kapas keemasan berlatar putih, serta
seuntai rantai emas.Kaki dan ekornya diselimuti bulu keemasan seraya
mencengkeram sehelai pita putih BHINNEKA TUNGGAL IKA.

91
Sosok patung raksasa Burung Garuda Pancasila tampil mengesankan.
Mengukirkan citra keperkasaan dan keanggunannya berlatar dinding pualam
hijau zamrut. Sisi Selatan ini mementaskan sosok lambang kejayaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Burung Garuda berperisai butir-butir Pancasila.
Usai ke-empat sisi dinding itu terjelajahi, disimpulkan bahwa ruangan itu
dirancang untuk mempertunjukkan eksistensi Negara Indonesia dengan
memajang seluruh atribut-atribut menyertai peristiwa Proklamasi berupa
aksara naskah Proklamasi, peta kepulauan wilayah Indonesia, salinan Teks
Proklamasi dan Garuda Pancasila sebagai benda-benda pusaka.
Di akhir pengamatan tersisa sebuah pertanyaan: Dimanakah Sang Saka
Merah Putih dipertunjukan di Tugu Nasional ini? Karena dalam pengamatan ini
tidak dijumpai pusaka terpenting Republik Indonesia, yaitu Sang Saka Merah
Putih yang seharusnya di-Agung-kan sebagai pusaka di Ruang Kemerdekaan
sesuai kriteria utama Sayembara Perancangan Tugu Nasional 1960202 yaitu
memberikan tempat yang Agung bagi Sang Saka agar dapat disaksikan
masyarakat setiap harinya. Kenyataannya, hingga penulisan karya ini berakhir,
Sang Saka Merah Putih masih tersimpan di Istana Presiden di Jakarta.

PENGALAMAN DI PELATARAN PUNCAK TUGU

Perjalanan menuju Pelataran Puncak Tugu diantarkan melalui sebuah


alat pengangkut vertikal yang disebut elevator atau lift yang berkapasitas
maksimal 10 orang. Ruang liftnya berupa rongga menerus dari bawah hingga
Pelataran Puncak Tugu tepat berada di tengah-tengah Badan Tugu.

202Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara
Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 4.

92
Kabin lift dilapisi oleh lembaran logam mengkilap keperak-perakan
yang sudah usang. Lift di Tugu Nasional ini hanya memiliki satu nomor tujuan,
yaitu Pelataran Puncak Tugu. Satu-satunya moda transportasi vertikal di Tugu
Nasional sebagai alat pengangkut yang tersibuk karena animo pengunjung
untuk mencapai Pelataran Puncak Tugu mencapai 1.500 orang setiap harinya.
Sejak pengoperasiannya tahun 1975, lift sudah mengalami tiga kali penggantian
mesin karena bekerja sepanjang waktu kecuali hari Senin terakhir di tiap
bulannya. Memerlukan waktu kurang dari tiga menit kereta lift untuk mencapai
Pelataran Puncak Tugu. Ketika pintu lift terbuka, dijumpai teras mengelilingi
empat sisinya. Suasana yang semula gerah akibat perjalanan di Terowongan
Bawah Tanah, turun-naik tangga Museum Sejarah dan Ruang Kemerdekaan berubah
menjadi sejuk akibat aliran udara yang menerpa keempat sisi teras terbuka itu.
Di sekeliling teras itu dijumpai pembatas setinggi dada yang dilapisi pualam
dengan sebentuk logam bulat keperakan sebagai pengaman teras dengan
bagian luarnya yang berupa angkasa bebas. Di sekeliling pelataran puncak itu
dibuat teralis perlindung untuk situasi yang membahayakan. Bagian bawah
teras seluruhnya dilapisi pualam, juga sisi tegaknya bahkan sisi atas sebagai
langit-langit yang juga sebagai tempat tergelarnya sosok Lidah Api Kemerdekaan.
Lokasi Pelataran Puncak Tugu merupakan salah satu tempat yang tertinggi di
Jakarta di awal pembangunan Tugu Nasional tahun 1960-an. Ketinggian
Pelataran Tugu itu bukan lagi merupakan yang tertinggi di Jakarta. Melalui
Pelataran Puncak panorama lebih jelas dibandingkan menyaksikan melalui
pesawat udara, karena bagian penting dari bangunan dikenali. Situasi seperti itu
bagaikan berwisata di angkasa menyaksikan panorama Kota Jakarta yang nun
jauh di bawah. Timbul rasa senang dan beruntung dapat menikmati panorama
kota di Pelataran Puncak Tugu di saat lengang mendahului jadwal kunjungan.

93
DI LOKASI LIDAH API KEMERDEKAAN

Pada Senin terakhir bulan Maret 2011 bertepatan kunjungan Tugu


Nasional diliburkan saya mengalami pengalaman luar biasa di lokasi Lidah Api
Kemerdekaan. Untuk mencapai lokasi itu harus melewati manhole yaitu lobang
seukuran tubuh manusia di langit-langit Pelataran Puncak Tugu. Ketika
sebagian tubuh melampaui manhole, tampak sebongkah benda besar berlekuk-
lekuk berwarna keemasan terhampar tepat di hadapan. Dia-lah sosok Lidah
Api Kemerdekaan yang selama ini hanya dapat disaksikan melalui foto-foto
dokumentasi. Pada hari itu, kehadiran-nya dapat terasa secara inderawi.
Gerakan sosoknya tidak menyerupai gerak dinamis api yang sedang tertiup
angin ataupun ,menyerupai obor yang menjilat-jilat, namun menggambarkan
sosok meliuk yang menguncup menuju satu titik. Gerakan sosok Lidah Api
tampak luwes, menyerupai liukan sosok yang sedang menari. Tampil kontras
dengan warna langit biru di angkasa. Di ujungnya menyembul sumbu
menyerupai peralatan penangkal petir. Di antara liukan sosok Lidah Api
Kemerdekaan itu terbentuk beberapa celah yang ditutupi oleh bahan kaca. Sosok
keemasan yang meliuk-liuk itu ternyata berfungsi juga sebagai penutup
ruangan mesin lift. Sosok yang berkilau keemasan bila dipandang dari kejauhan
itu, dalam jarak dekat ternyata memiliki permukaan kasar, karena terbuat dari
beberapa logam perunggu yang dihubungkan oleh semacam baut paku besar.
Di sekelilingnya dijumpai empat sisi teras yang memungkinkan
menyaksikan panorama Kota Jakarta namun terhalang oleh sosok Lidah Api
yang berdiri di tengahnya. Pengalaman serupa ini menyerupai pengalaman di
puncak candi Borobudur di Jawa Tengah. Melalui keempat sisinya tersaksikan
panorama persawahan, sungai, gunung, dan pemukiman penduduk.

94
Tubuh harus melintasi arah jarum jam untuk menyaksikan panorama
kota karena terhalang adanya stupa203 sosok bangunan di pusat pelataran candi.
Di kedua lokasi itu, yaitu di lokasi Api Kemerdekaan dan puncak candi
Borobudur ditandai adanya sosok penghalang pandangan yang sekaligus
berperan sebagai orientasi. Saat mengalami pengalaman keruangan di ruang
tanpa batas itu, peran sosok Lidah Api dan stupa menjadi maknawi
membedakan material fisik arsitektural dengan angkasa biru.
Pengalaman keruangan di lokasi Lidah Api Kemerdekaan itu
menggugah keterharuan, bukan hanya dapat memandang secara dekat, bahkan
meraba permukaan Lidah Api-pun terlaksana. Sosok Lidah Api Kemerdekaan
ternyata tidak hanya berperan estetik-ornamentik semata, akan tetapi memiliki
peran menyelimuti ruang mesin lift yang menjadikan bagian teratas Tugu
Nasional tetap terpandang keindahannya bila dipandang dari berbagai sudut
pandang. Apabila dipandang seksama, struktur sosok Lidah Api menyerupai
sosok karya seni patung dalam ukuran gigantis. Berupa lempengan-lempengan
perunggu yang saling dilekatkan oleh baut, dan didirikan pada setumpunya,
yaitu Atap Pelataran Puncak Tugu. Dalam balutan warna keemasan dari bahan
goldpaper yang dibuat dari emas murni itu, sosok Lidah Api Kemerdekaan
menjadi pusat pertunjukan yang tergelar di ruang publik di Kota Jakarta.
Kehadirannya dimuliakan segenap masyarakat Indonesia. Sosoknya bersinar
dan berpendar karena seperangkat penerangan buatan yang menyorotnya,
sehingga lekukan-lekukan plastisnya tampil secara dramatis di malam hari.

203 Ditengah-tengah stupa terletak patung Sang Budha Gautama dengan sikap duduk lotus.
Duduk bersila, telapak kaki di atas paha, telapak tangan menghadap ke atas, punggung dan
leher tegak lurus, mata memandang puncak hidung, gigi-gigi atas dan bawah dipisahkan oleh
ujung lidah di antaranya, sebagai padmasana dikutip dari prosa Jawa Kuno oleh Van Der Tuuk
(1897-1912).

95
TAMPAK VISUAL SOSOK API KEMERDEKAAN

Usai mendeskripsikan pengalaman fenomenologis keruangan di


Kawasan Tugu Nasional, diakhiri pembahasan keterhubungan Pengalaman
Inderawi dengan Kode Aksial merujuk Grounded Theory, untuk meneguhkan
adanya hubungan langsung teks yang dirangkum sebagai Data Koleksi
Data Collection dengan Coding yang berpotensi sebagai Memoing, yaitu dasar-
dasar pembentukan Teori Baru. Rangkaian pengamatan fenomenologis di
Tugu Nasional dilanjutkan mengurai keterhubungan Pengalaman Indrawi
dengan Kode Aksial cara penerapan penelitian Grounded Theory Strauss204:
Keterhubungan konsep ruang Khora dalam penelitian Grounded Theory
dinarasikan sebagai berikut. Pertama, terdapat keterhubungan antara subtansi
pledoi Indonesia Menggugat yang mengungkap konsep teritori Indonesia dengan
relief keemasan wilayah kepulauan Indonesia di Ruang Kemerdekaan.Kedua,
keduabelas naskah tonil di Ende dan Bengkulu memampukan Soekarno
menggubah draibooken adegan diorama Museum Sejarah dan karya arsitektur
panggung Tugu Nasional.Ketiga. keterhubungan peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan pagelaran atribut kemerdekaan di
Tugu Nasional: Teks Proklamasi, Pembacaan kembali Teks Proklamasi,
Pengabadian Sang Saka Merah Putih termasuk Gerbang Kala-Makara dan Kotak
Kaca Emas, Lambang Garuda Pancasila, serta Peta Wilayah Kepulauan
Indonesia.

204Groat, Linda. Phases of Research Coding. A. Strauss, Qualitative Analysis for Social Scientists.
Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002, hal. 181.

96
Keempat, keterhubungan antara pidato Soekarno di hadapan
pemenang sayembara Tugu Nasional Kedua 1960205, Pidato pelantikan panitia
Museum Sedjarah Tugu Nasional 1964 206, Pidato pembukaaan Jalan Silang
Monumen Nasional 1964207 dan sosok patung realis Pangeran Diponegoro
sebagai kesetaraan Internasional merancang Monumen berkorelasi dengan
dokumen pribadi Soedarsono208, Arsitek kepercayaan Soekarno yang
ditugasinya. Keenam, prosesi menuju Tugu Nasional dengan menyusuri
Terowongan Bawah Tanah dan menaiki sejumlah tangga Pelataran Tugu
merupakan rancangan khas yang bertujuan memberi keterkejutan visual dengan
memandang Cawan Tugu berskala raksasa usai mengalami kesesakan. Sampai
kini, belum ditemukan kon sep mengenai terowongan bawah tanah, tetapi
terbit SK Presiden tahun 1995 berupa Master Plan di Kawasan Medan
Merdeka. Ketujuh, 48 adegan-adegan diorama sebagai benda visual untuk
mempertunjukan kelampauan masa Indonesia purba hingga bersatunya
kepulauan Irian Barat kewilayah NKRI, berkorelasi erat dengan draibooken
karya Sejarawan dan Seniman209. Kedelapan, Ruang Kemerdekaan terkait
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai ruang pertunjukan visual-
auditif berupa amphiteather, Gerbang Kala-Makara dan atribut kemerdekaaan210.

205Pidato Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana
Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
206 Pidato Presiden Sukarno Pada Pelantikan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional, Istana

Merdeka, Djakarta, 3 Djanuari 1964.


207 Pidato Presiden Sukarno Pada Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan

Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964.


208 Memoar Arsitek RM Soedarsono.
209 Dihimpun empat jilid draibooken adegan diorama Museum Sejarah Nasional era Soekarno

sebagai pedoman Edhi Sunarso dan Keluarga Artja memvisualkan ke bentuk fisik diorama.
Mengalami beberapa kali perubahan di era Soeharto, sehingga tidak semua diorama
merupakan warisan Soekarno.
210 Sejumlah dokumentasi Gerbang Kala-Makara dan Kotak Kaca serta surat menyurat

Arsitek Soedarsono dengan Konsultan estetik Profesor Lorenzo Ferri dari Studi dArte
97
Kesembilan, atribut kemerdekaan Indonesia Sang Saka Merah Putih
terkait pidato Soekarno211 yang mengutarakan keinginan adanya ruang bagi
Sang Saka serta memoir Ajudan Pribadi Bambang Wijanarko212 . Kesepuluh,
pelataran Puncak Tugu merupakan lokasi pertunjukan Kota Jakarta sebagai
Ibukota Negara, dan Api Kemerdekaan yang ditambahkan Soekarno
mempertunjukkan keelokan estetis-fungsional karena mahkota Tugu sekaligus
pelindung arsitektural213. Pengalaman inderawi dan Kode Aksial berdasar
Grounded berkorelasi analisis komparatif yaitu : empat hal; cara yang relevan, fit-
cocok-valid, dapat dimodifikasi/dikendalikan sebagai kriteria pembentukan
teori merujuk Glaser dan Strauss dalam The Discovery of Grounded Theory:
Strategies for Qualitative Research214. Disimpulkan bahwa, fenomena keruangan di
Kawasan Tugu Nasional berpotensi untuk menjawab Hipotesis Kerja yaitu
hadirnya Arsitektur Panggung yang merepresentasi pen-Agung-an tanah air /
ke-Indonesia-an melalui pertunjukkan benda-benda keterkenangan, atribut
Proklamasi Kemerdekaan, serta nuansa kelampauan Bangsa Indonesia secara
visual-auditif sebagai area representasi ke-Indonesia-an yang digelar bagai pentas
panggung sekaligus merepresentasi sebagai Panggung Indonesia.

Internationale - Roma sebagai konsultan patung Diponegoro. Sosok Api Kemerdekaan diawali
sketsa, pembuatan model, pelaksanaannya oleh Tohnichi Trading Co Ltd Jepang berdasar
rancangan Arsitek Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji
Itasaka dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts.
211 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara

Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960.


212 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Gramedia.1988, hal.197.
213 Gambar prarencana Tugu Nasional yang disiapkan Arsitek Soedarsono dan diberi

persetujuan acc.Soek oleh Soekarno Yang juga termuat dalam Salam, Solichin. Tugu Monas
dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989.
214 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. Ibid., hal. 237.

98
99
100
BABAK 3

KARYA ARSITEKTUR PANGGUNG

Bab ini akan mengungkapkan makna baru melalui hermeneutik-


interpretatif merujuk Ricouer dengan menganggap Pengalaman keruangan
dianggap teks yang dimiliki Sang Perancang yaitu Soekarno. Dianalisis
keterhubungannya denganteks lain yang kontekstual secara historis untuk
memperkaya intepretasi makna sebagai apropriasi. usai melewati distansiasi. Cara
sedemikian berpeluang menjadi informasi yang berpotensi sebagai episteme -
pengetahuan baru. Makna baru sebagai pengetahuan berdasar metode
penelitian Grounded menjadi struktur pembentuk teori, yaitu teori subtansif
yang berasal dari data yang disebut minor working hypotheses atau Hipotesis
Kerja215, dalam penelitian ini: Panggung Indonesia suatu modalitas atau cara
mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai karya arsitektur Soekarno sebagai
komunikasi arsitektural yang hadir bersamaan dengan peristiwa pergerakan bangsa
Indonesia [maupun Dunia] di masa itu.
Makna baru diungkap usai mempertautkan teks di Kawasan Tugu
Nasional dengan teks lain yang bersepadan karakteristik Khora sebagaimana
uraian Telaah Karya Terkait Tema Penelitian. Pertama, ia sesuatu yang abadi,
tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa
ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu

215Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for
Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 32-33.
.
101
tempat atau ruang. Kedua, ia menggambarkan sosok unik-alien, dissymetri,
triton genos.
Ketiga. bersepadan dengan ruang dalam arti tempat, lokasi,
wilayah, area yang luas/country. Keempat, ia menunjuk figures, form
perwujudan wadah, wujud, representasi ibu/metaphorical mother-perawat
yang feminine.Kelima, sebagai obyek penerima isi muatan-receptacle,
pembawa-tanda/jejak. Keenam, menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide
bentuk arsitektural yang selalu dalam proses memutu.
TeksKawasan Tugu Nasional yang karakteristik khora disandingkan
dengan teori gayut untuk menyingkap makna kehadiran arsitektur. Di antara
teori yang tersedia, Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell216 berpotensi
menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban termasuk karya
arsitektur, melalui tiga tahap penelusuran; jejak peradaban, jejak keruangan,
dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba arketipe. Menurut
Lobell, pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa sering kali
didorong oleh alam tidak sadar unconscious bahkan tidak jarang ditemukan
berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik yang disebut arketipe.
Gambaran simbolik itu berupa non fisik/metafisik yang terkandung
pada Kawasan Tugu Nasional selaras karakteristik Khora; sesuatu yang abadi,
tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa
ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu
tempat atau ruang. Hasil pandangan dari kabin pesawat udara sebagaimana
diuraikan sebelumnya menggambarkan citra trapezium dengan sosok

216Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change,
vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.
102
menjulang di pusatnya diikuti oleh garis menyilang imajiner yang saling
berpotongan menyerupai gambar siteplan Kawasan Monas217 atau citra iconos.
Dalam Approching Unconscious: Man and His Symbol. Arketipe
menyiratkan sesuatu yang lebih jelas dan makna langsung yang mewakili
konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar. Terdiri dari
beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal masa lalu.
Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang tidak
dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang
kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap menyerupai khora.
Arketipe keruangan akan digunakan sebagai cara menelusuri pikiran impersonal
dari Soekarno dalam perannya sebagai Penguasa di saat Kawasan Tugu
Nasional digagas sebagai form. Metode ini merupakan satu-satunya cara untuk
menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang telah wafat serta berjarak
terhadap masa penelitian, melalui jejak purba dari karyanya.
Cara ini dikatakan langka bagi penelitian arsitektural, karena lazimnya,
pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui wawancara atau
tulisan oleh yang bersangkutan. Namun, sebagai akibatnya, pengungkapannya
sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris218. Penguasa ingin
mengontrol apa yang ingin diucapkan, atau dituliskan bahkan membuang hal
yang dirasanya tidak perlu. Cara penelusuran Lobell menjadi sebuah terobosan,
karena bersandar jejak purba yang dipertautkan dengan hal metafisik219 namun
seringkali terlewatkan. Enam Arketipe keruangan gagasan Lobell dan satu

217 Monas. Monumen Nasional dengan Museum Sejarah Nasionalnya.Jakarta: Kantor Pengelola
Monas. 1994, hal. 12.
218Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan

mengabaikan tulisan.
219 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi

yang menyertai fisiknya.


103
gagasan Sandberg berupa citra alam bawah sadar yang timbul di permukaan
kesadaran manusia ketika bertindak mewujud batas ruangnya sebagai jejak
purba bersepadan dengan penelusuran metafisik atau melalui cara Khora.
CITRA RADIANT AXES DI KAWASAN TUGU NASIONAL

Terdapat tujuh tipe arketipe yang dimungkinkan terjadi fusi, namun


tetap dapat dikenali faktor yang dominan yaitu: Pertama, The Sensitive Chaos
menggambarkan ciri peradaban manusia berburu secara berpindah nomaden
di masa Palaeolithic atau era Zaman Batu sebelum manusia mengenal sistim
pertanian, metalurgi, tembikar, ataupun tekstil. Egaliter dengan etos kerjasama
tanpa pembagian kerja, belum mengenal bahasa tulis, kaya akan tradisi lisan
dan ritual sakral seperti pada suku Aborigin di Australia, Eskimo, serta suku di
hutan Amazon. Berciri jiwa kepribadian yang menyatu Roh Agung, percaya
perdukunan, sihir, pemujaan roh-roh dan totem. Memahami dunia sebagai chaos
ketidak beraturan peka dengan aktivitas psychoerotic seperti musik, tari, seni
ritual dengan kesadaran jiwa berubah-ubah. Simbol spiral berliku sebagai awal
peradaban manusia purba disebut World of the Great Spirit - dunia maha spirit.
Kedua, The Great Round digambarkan simbol Bundar Raya yang memuja
Ibu sebagai sumber kehidupan matrilineal. Masyarakatnya petani dengan desa
dan kota sebagai unit sosial di masa Neolitik dan Zaman Perunggu awal. Berciri
penemuan teknologi pertanian, tembikar, astronomi, irigasi. Membangun
secara permanen, menulis dan menampilkan arsitektur lumbung dan rumah.
Dicontohkan budaya Jomon di Jepang dan Cina, Lembah Indus,
Mesopotamia, Mesir Awal. Ketiga, the Four Quarters, dunianya para Hero,
simbolnya dunia empat persegi sebagai penggembala nomaden di masa
Perunggu Awal dengan inovasi teknologi alat perang. Memiliki pola patriarki,
memuliakan pahlawan hero dan kedewataan sebagaimana bangsa Arya dari
104
India, Persia dengan mempercayai alam semesta sebagai singgasana Tuhan
dengan konsep ruang dunia empat penjuru dilambangkan suci dari profan.
Titik pusat atau pusar dunia sebagai acuan penataan lanskap,
memuliakan persimpangan jalan dan empat arah mata angin. Keempat, The
Pyramid simbolnya pyramid atau octahedron. Peradabannya disebut World of the
God-King sebagai dunia Dewa Raja yang mencerminkan stratifikasi sosial dan
konsep kekuasaan. Lapisan teratas adalah Raja dan terbawah adalah Rakyat
dengan struktur patriaki. Muncul jenis monument di ruang kota sebagai tanda
peringatan. Sebagai Era Classic atau Golden Age, peradaban tinggi Mesir Kuno,
Sumeria Peradaban, India di bawah Asoka dan Buddha dan dinasti Hindu,
Kebudayaaan Maya di Meso Amerika, Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan
Renaisans Awal. Mempercayai inkarnasi dan axis mundi - poros bumi untuk
memahami tiga alam kehidupan langit-bumi-dunia bawah. Membedakan
tempat tinggal dan penguburan. Karya arsitektur merepresentasi gunung,
piramida, stupa sebagai struktur penting, sebagai kuil dan makam kerajaan.
Kelima, the Radiant Axes simbolnya sinar matahari sebagai simbol
kejayaan Penguasa yang memancar segala arah melalui kekuatan militer. Tidak
menyembah Dewa, tapi personifikasi pribadi Sang Penguasa dengan konsep
gigantisme dalam ritual Negara, seni, dan arsitektur, termasuk kebun raya dan
taman, istana harem. Jejak jiwa enflanted ego-ego yang dilambangkan Icarus yang
terbang menuju matahari. Keruangan meniru pancaran sinar matahari dalam
perencanaan kota sebagai jalan memancar dari istana.
Obelisk sebagai titik fokus sistem jalan memancar. Adanya patung
kolosal, mural bagi keagungan kaisar pada kerajaan Mesir Baru, Babilonia,
Asiria, Persia, Alexander Agung, Romawi, Aztec dan Inca, Louis XIV dan
Versailles, Spanyol, Portugis, Inggris serta dunia Islam. Keenam, The Grid

105
arketipe dunia rasional simbolnya grid orthogonal tanpa pusat dan batas pengikat.
Mengenal ekonomi produksi dan perdagangan skala internasional.
Terdapat di kekaisaran Romawi, China, dan Rusia, Eropa dan
Amerika pada Revolusi Industri, Jepang Kontemporer. Adanya ego anonimitas
tanpa tujuan, malaise dan hilangnya kontak spiritual. Keruangan grid ke segala
arah serta tidak memusat. Arsitektur dan perencanaan kota mencerminkan grid
pada tata jalan ortogonal, ruang bujursangkar, modular. Dicontohkan Agora,
pabrik di abad 19, pusat perdangan dunia. Ketujuh, The Network gagasan
Anders Sanberg, ditandai oleh jaringan komunikasi, antena dan ekonomi
global dengan perkotaan sebagai pusat dengan tumbuhnya masyarakat ilmiah.
Terjadi di Negara Barat akhir 1990-an hingga abad 21, dunia dalam gerak chaos,
sarat informasi namun membingungkan menyerupai gerak acak Brownian
dinamai World of the Infonaut.
Penelusuran akan mempertautkan unsur metafisik di Kawasan Tugu
Nasional dipertautkan arketipe Soekarno, Penguasa di era perancangan Tugu
Nasional220. Soekarno mempercayai adanya corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh masa transisi221 berasal dari kebudayaan periode sebelumnya,
memberi indikasi corak kebudayaan sebelum kemerdekaan yang akan
mempengaruhi rancangan Tugu Nasional, seperti masa Hindu, Budha, Islam
bahkan di masa Kolonial itu sendiri. Basis yang digunakan sebagai

220Koentjoroningrat merumuskan tujuh unsur kebudayaan universal yang diurut


berdasarkan tingkat kesukaran dan pengubahannya. antara lain; sistim religi dan upacara
keagamaan, sistim dan organisasi sosial kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian dan sistim teknologi dan peralatansistem kesenian
terbagi menjadi; a. Seni Rupa: seni bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis, seni rias,
seni kerajinan, dan seni olah raga.
221Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang

Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.


106
pembahasan adalah teks sebelum dan sesudah Soekarno berkuasa, Pertama,
berupa teks pidato, amanat, puisi, surat, memo, dan naskah sandiwara.
Kedua, architecture as a text merujuk Eco222 yaitu memandang karya
arsitektur dipersamakan teks berdasar semantiknya dengan menganalisis
makna yang terkandung disetarakan sebagai kata dan kalimat.Kedua teks
dipertautkan dalam memperkaya pembentukan makna baru ultimate self
responsibility. Penelusuran merujuk teks hasil pengalaman inderawi saya di
saat melihat Kawasan Tugu Nasional dari pandangan udara dengan
mempertautkan pandangan kosmologi Jawa-Bali serta city planning
Kemaharajaan Perancis.

CITRA NAWA SANGA DAN POLA PEREMPATAN AGUNG

Citra delapan pancaran di Kawasan Tugu Nasional mengingatkan


Nawa Sanga dan Pola Perempatan Agung di Bali223 keselarasan Bhuana Agung -
makro kosmos dan Bhuana Alit - mikro kosmos yang berorientasi sembilan
arah mata angin. Nawa Sanga224 delapan pancaran dengan satu pusat. Tri Hita
Karana sebagai senses of place yang mengandalkan arah mata angin. Sumbu ritual
Timur-Barat dinamai surya-sewana berorientasi ke arah terbit matahari di Timur.
Sumbu natural Kaja-Kelod merujuk arah gunung dan laut disebut nyegara-gunung,
segara-wukir, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci. Ruang suci di Kaja-Utara
mengarah ke gunung: untuk pura, arah sembahyang, arah tidur, yang profane-

222 Eco, Umberto. Function and Sign: the Semiotics of Architecture in Neilleach (ed). Rethinking
Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal. 182.
223Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai

Tradisional.1986, hal. 11.


224Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture.

Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on
Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
107
kurang sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan
kotoran, dan sebagainya.
Nawa Sanga disimbolkan padma bermahkota delapan225 sebagai Kompas
orang Bali. Nawa Sanga adalah pusat pancaran perpotongan sumbu Kaja-Kelod
dengan Kangin-Kauh pedoman peruntukan bangunan di Bali. Dikenal Catur
Mukha atau Pola Perempatan Agung sebagai perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan
Kangin-Kauh untuk penempatan bangunan suci di sudutny, Perempatan Agung ini
memiliki catuspatha226 titik pertemuan pasangan dualistik surga-manusia dan
kelahiran-kematian. Nawa Sanga di Kawasan Tugu Nasional menunjukkan
keluasan teritori yang dipancarkan oleh titik pusatnya, yaitu lokasi Tugu
Nasional yang tepat di catuspatha, berorientasi ke Utara arah Kelod, yaitu Laut
Teluk Jakarta serta mengarah ke Kaja ke gunung Salak dan Gede Pangrango di
di Selatan Jakarta227. Perpanjangannya bila ditarik ke skala Kota Jakarta
menyinggung sejumlah arsitektur era Soekarno228. Di Utara lokasi Galangan
Kapal di Tanjung Priok229, di Timur Laut Bandara Internasional di
Kemayoran, Di Timur Tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan BantengDi
Tenggara, Patung Dirgantara di perempatan Pancoran Jakarta. Di Selatan,
Hotel Indonesia dan Patung Selamat Datang, di Barat Daya Gelora Bung Karno di

225Davison, Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture.


Singapore:Periplus.1999, pg 5. Nawa Sanga, The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from
four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deity-
Hindu in origin and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for
the proper orientation of building.
226 IGM Putra. Catuspatha, konsep, transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah.Vol 3

No.2 Agustus 2005, hal. 62 101.


227 Panorama Gunung Salak dan Gede Pangrango hanya dapat disaksikan di masa Kolonial

ketika Kawasan Tugu Nasional sebagai Taman Raja atau Koningsplein di masa Hindia
Belanda, merujuk catatan Clockener Brousson dalam Gedenkschriften van een oud-koloniaal -
Batavia Awal Abad 20 Depok: Komunitas Bambu, 2003, hal.118.
228Rangkaian kegiatan permulaan proyek menyerupai Ritual Kenegaraan.
229Soekarno.Pidato Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan

KapalKarya Putra di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965.


108
Jl. Senayan, di arah Barat Universitas Trisakti230 di perempatan Jl. Kyai Tapa,
dan arah Barat Laut,Bandara Cengkareng231 diperbatasan Jakarta-Tangerang.
Bila kedelapan garis pancaran diperpanjang menjangkau wilayah kepulauan
Indonesia, menyinggung karya monumental Soekarno; arah Utara, sebuah
monumen Tugu di Menumbing Bangka232, arah Timur Laut, Tugu di
Bundaran Palangka Raya233, Arah Timur, Tugu Muda Jl. Simpang Lima
Semarang234, Arah Tenggara, Hotel Bali Beach di Sanur Bali235, rah Selatan,
Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu236. Di arah Barat Daya, Reaktor Atom
di Bandung237, arah Barat Tugu Makam Pahlawan Seguntang Palembang238.
Arah Barat Laut, masjid Jami di Bengkulu239. Citra Nawa Sanga di Kawasan
Tugu Nasional tercipta oleh dorongan alam bawah sadar Soekarno akibat
pengaruh budaya Hindu dari Sang Ibu Idayu Sarimben, Brahmana dari Bali

CITRA PAJUPAT DAN AXIS MUNDI


Kosmologi Pajupat - Keblat Papat Kalimo Pancer memuliakan empat
arah mata angin dan pusatnya merupakan orientasi spasial Karaton Dinasti
Mataram di Surakarta dan Yogyakarta240.

230 Universitas Trisakti, institusi pendidikan tinggi swasta yang dinasionalisasi Soekarno 19
Oktober tahun 1965
231Menurut Edhi Sunarso, Bandara Cengkareng merupakan gagasan Soekarno dan sudah

dilakukan pembebasan lahannya.


232 Dok.Indah Widiastuti, ITB, 2001 dan National Geographic Traveler, edisi Juni, 2001.
233 Pengamatan langsung di Bundaran Besar Palangka Raya, 2001. Simak Wijanarka.

Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006.
234 Pengamatan langsung di Tugu Muda Semarang, 2001, 2007, 2009.
235 Pengamatan langsung di Bali Beach Sanur, Bali 2001, 2009.
236 Pengamatan langsung di Samudera Beach, Pelabuhan Ratu Jawa Barat 2001.
237 Soekarno.Pidato Pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung 9 April 1961.
238 Dokumen Pribadi RM Soedarsono.
239 Chanafiah, M Ali.Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press, 2003
240 Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta.

2004, hal. 102-103.


109
Karaton Surakarta meng-Agung-kan gunung Lawu dan Semeru di Timur dan
Barat, samudera Selatan yang dikuasai lelembut Ratu Kidul dan Hutan Prang
Wedono di Utara. Meyakini Dualitas Jawa seperti siang-malam, benar-salah, pria-
wanita sebagai paradoksal linier dan paradoksal hirarkis; kawula-gusti, raja-
rakyat, atas-bawah. Melakukan sesembahan kepada Gusti Allah ditiap memulai
hajat, memilih hari berdasar primbon serta meyakini tiga hirarkis dunia; surgawi,
bumi dan dunia bawah dengan Utara-Selatan sebagai pedoman merancang.
Penerapan konsep Pajupat juga ditampakkan pada bangunan Tugu Nasional
berupa empat pintu utama yang mengarah Utara, ke Istana Jakarta, Stasiun
Gambir di Timur, Kantor Gubernur Jakarta di Selatan, dan kawasan jalan
Jendral Sudirman di Barat serta porosnya di Badan Tugu. Konsep Pajupat yang
memuliakan arah Timur saat terbit matahari merupakn titik orientasi
penempatan atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan241 di awali Aksara
Teks Proklamasi. Sisi Utara relief Wilayah Kepulauan, sisi Barat penyimpan
salinan Teks Proklamasi dan patung Garuda Pancasila di Selatan.
Citra Pajupat juga terkait padma242 dan wijayakusuma yang diyakini
Karaton Surakarta sebagai pusaka Raja mengilhami Soekarno yang memiliki
kedekatan dengan keluarga Karaton Surakarta243 bahkan Soekarno244 dianggap

241 Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28.
242Berdasar dokumentasi Istana Kepresidenan RI 2011 ditemukan sejumlah foto kunjungan
Soekarno mendampingi PM India meninjau candi-candi di Jawa Tengah. Simak risalah
Moehkardi. Sendratari Ramayana Prambanan. Segi Seni dan Sejarahnya. Prambanan: PT Taman
Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. 1994, hal.3. Pada 25 Agustus 1961
Soekarno meresmikan Panggung Terbuka Pagelaran Ballet Ramayana: Ballet Ramajana
adalah satu pertjobaan (good afford) untuk membawa seni pentas Indonesia ke taraf yang lebih tinggi
243 Melalui dokumentasi tampak Soekarno diantara putri-putri Karaton. Buku Antar Bangsa,

Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta.2004, hal. 353.


244 Setiadi, Bram dkk. Raja Di Alam Republik Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono

XII. Jakarta: PT Bina Reka Pariwara, 2001, hal.84 Soekarno dianggap berperanan di masa
peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII. Di saat melayat, Soekarno
sempat meminta keluarga Karaton Kasunanan untuk mempertimbangkan suksesinya kepada
110
berperan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII.
Badan Tugu Nasional yang menjulang itu menyerupai sumbu bumi disebut
axis mundi atau poros penghubung tiga lapisan dunia dunia atas, dunia manusia
(tengah) dan dunia bawah. Dunia atas tempat Dewa-Dewa dan arwah nenek
moyang. Dunia tengah didiami manusia. Dunia bawah sebagai dunia orang mati.
Dunia bahkan diyakini lahir melalui poros ini, kemudian dilambangkan
pohon, gunung, tiang, tangga. Beberapa mitologi menganggapnya sebagai
gerbang menuju sorga maupun ke dunia bawah. Melalui poros inilah Dewa-
Dewa turun ke bumi, sehingga manusiapun ingin agar tempat tinggalnya
berada di poros ini yang diwujudkan sebagai tiang utama rumah tradisional,
seperti soko guru pada rumah Joglo. Pada Tugu Nasional axis mundi menembus
tiga lapisan ruang, a) Ruang Bawah Tanah, b) Ruang Tengah, serta c) Ruang
puncak Tugu. Dunia bawah dipresentasi oleh Terowongan Bawah Tanah dan
Museum Sejarah yang singup (bhs. Jawa), lengang tanpa bukaan menyerupai
ziarah ke makam kuno. Di balik strukturnya badan tugu berperan sebagai
poros lintasan elevator yang mondar-mandir menuju Pelataran Puncak atau
Dunia Atas, di lokasi Lidah Api yang menyerupai kahyangan. Di ketinggian
puncak itu dirasakan kebebasan, keterpukauan sekaligus ketakutan akibat jarak
yang terlampau tinggi di atas 100 m terhadap ltanah. Citra surgawi dihadirkan
oleh Lidah Api Kemerdekaan 245 yang berkilau keemasan ke angkasa. Pola-pola
ruang yang diterapkan dalam Tugu Nasional mencitrakan konsep mandala
melalui bentuk bujur sangkar empat persegi sama sisi menjadi form dengan
ukuran merujuk peristiwa sakral 17 8 1945.

KGPH Suryo Guritno, karena kecakapan yang dimilikinya.Setelah dinobatkan sebagai Paku
Buwana XII, Sang Sunan sempat ditunjuknya sebagai Menteri Negara Sementara untuk
memperkuat delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar.
245Sosok Lidah Api Kemerdekaan terbentuk dari perunggu dilapisi emas murni seberat 32

kilogram.Bertepatan HUT 50 RI ditambahkan goldleaf 18 kg sehingga menjadi 50 kilogram.


111
Angka 17 sebagai ketinggian di atas permukaan tanah, angka 8
sebagai lebar Tugu, angka 45 ukuran lebar Cawan Tugu. Bentuk-bentuk bujur
sangkar di Kawasan ini mengingatkan konsep mandala. Menurut Snodgrass246,
mandala merupakan diagram penempatan para Dewa dan atau fungsi-fungsi
tertentu yang membentuk lingkaran. Mandala artinya lingkaran, memiliki
tiga arti; 1) lingkaran, 2) Yang melahirkan para Buddha, dan 3) Yang
menyatukan. Mandala dipercaya menyatukan fungsi-fungsi tertentu seperti
samadi. Vajradhatu Mandala sebaga llmu pengetahuan yang
pembentukannya di awali bentuk lingkaran, Garbhadhatu Mandala
merupakan mandala prinsip (tubuh, batin dan ucapan) yang diawali bentuk
persegi empat.Citra pajupat, mandala, axis mundi serta konsep tiga lapisan
dunia pada bentuk Tugu Nasional diterapkan untuk memberi sugesti
kemuliaan khas Indonesia melalui budaya Jawa Kuno untuk menimbulkan rasa
kesatuan, keterharuan serta keindahan disebut momen estetik247.

SEBAGAI PENYEDIA BAGI YANG HADIR UNTUK BEING

Tugu Nasional berdiri tepat di catuspatha di pusat Pola Perempatan


Agung yang terbentuk oleh perpotongan empat ruas Jalan Silang Monas. Bila
lokasi bangunan suci di Bali terletak di salah satu sudutnya, maka

246 Adrian Snodgrass. The Matrix and Diamond World Mandalas ShingonBuddhism. (New Delhi:
Rakesh Goel,1988 ), hal.121.
247 Momen Estetik merujuk Edi Sedyawati: Tumbukan antara serapan panca indera, termasuk

kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik, sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan
rasa ketertarikan, keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan. Merujuk Edhi Sunarso: Daya
magnetis yang terdapat dalam karya seni yang memiliki nilai keindahan, dan berakibat ketertarikan oleh
si pengamat.
112
Tugu Nasional menempati pusat persilangan ganda di pusat tanda (X) dan tanda
(+). Tentang Jalan Silang Monas248 dan Koningsplein 1965249 merujuk Soekarno:
Karena dulu Belanda punya Koning, itu lapangan lantas
dinamakan Koningsplein. Ini nama Koningsplein jang kita tjoret,
kita djadikan Lapangan Merdeka, dan kita dirikan ditengahnja itu
Tugu Nasional, sebagai lambang kemerdekaan!

Sekitar 1930-an, Treub250 merancang tanda silang ex. Koningsplein saat


bertugas sebagai ahli botani. Keserupaan tanda silang (X) pada lokasi yang
sama tidak dapat dipersandingkan karena perbedaan tujuan. Soekarno
menandai ex. Koningsplein dengan tanda silang untuk mengubah makna secara
signifikan, sedangkan Trueb menunjuk konsep estetik. Simbol silang tegak (+)
dan silang miring (X) merupakan salib Yunani sebagai representasi pembagian
dunia ke empat unsur atau poin kardinal gabungan konsep ketuhanan, garis
vertikal, dunia, garis horizontal. Makna lain tanda silang (X) pada teks
diartikan sesuatu yang salah, atau harus dipertimbangkan untuk dihapus. Tanda salib
berdiri sendiri (X) menunjukkan suatu penolakan251. Tanda silang miring (X)
oleh Derrida dinamai under erasure mengingatkan teori Ada dari Martin
Heidegger sebagai penundaan sementara-epoche dalam mengungkap Ada252 atau
Being.Ada disetarakan kesementaraan agar dapat dibaca kembali.
Keterbacaan Ada yang disilang itu sebagai penyingkapan Ada yang otentik.

248 Ketika Sayembara Rancangan Tugu Nasional Kedua tahun 1960 dilaksanakan, Peserta
Sayembara telah menerima gambar lokasi sebagai Term of Reference penentuan lokasi Tugu
Nasional wajib ditempatkan di pusat Jalan Silang Monas. Seperti yang ditemukan pada
dokumen pribadi Arsitek RM Soedarsono, dan penuturan Arsitek Noer Sajidi dan Saiful
Arifin, Pemenang Ketiga Sayembara Tim Mahasiswa ITB Bandung, Maret 2011.
249 Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4

April 1965.
250 Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Cipta Loka Caraka. 2008.
251 Heuken SJ, A, Ibid.
252 Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida.

Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982, hal. xv.
113
Tanda silang miring (X) torehan Soekarno di atas Lapangan Merdeka yang
dinamai Jalan Silang Monas mereduksi Ada atau Kehadiran sebelumnya.
Pengungkapan Ada mendahului Jalan Silang membentang kemungkinan dan
sejarah Ada merujuk teori Dekonstruksi Derrida253.Jejak tidak pernah benar-
benar Ada atau absen, tetapi terbuka kemungkinan penyingkapan dan
kebenaran Ada. Jejak purba Lapangan Merdeka bermula dari Champ de Mars
sebagai ekspresi Kemaharajaan Perancis254. Menjadi Koningsplein di masa
kolonial, kemudian Ikada di masa Jepang. Simbol silang ganda (X) dan (+)
ditulis: Koningsplein (X) dan Ikada (+) artinya : Koningsplein dan Ikada keduanya
DIHAPUSKAN. Juga diartikan: Koningsplein dan Ikada DITOLAK atau
BUKAN LAGI Koningsplein dan Ikada. Makna tanda silang ganda (X) dan (+)
di Kawasan Tugu Nasional sebagai tindakan unconscious Soekarno yang
menunjukkan penolakan atas situs Kemaharajaan Napoleon I (1769-1821) juga
ex Koningsplein sekaligus ex. Fasisme Jepang. Torehan silang ganda itu sebagai
epoche Soekarno, tindakan membebaskan diri dari pengaruh kolonialisme di
titik terpenting di Indonesia. Ketika Soekarno memancangkan setumpu
raksasa Tugu Nasional di catuspatha pusat persilangan ganda (X) dan (+)
Soekarno telah memberi tanda baru berupa tetenger raksasa menandai Jiwa
Baru Indonesia melalui penghapusan jejak, pemurnian, pensucian kawasan dan
menjadikannya Agung, karena menumpu dua kali catuspatha yaitu penorehan
tanda silang miring (X) dan tegak (+).Soekarno telah men-dekonstruksi

253Al-Fayyadl, Muhammad.Derrida. Yogyakarta: LKis, 2009, hal. 137.


254Perlu diketahui bahwa Koningsplein awalnya dirancang sebagai Champ de Mars atas perintah
Kaisar Napoleon melalui Herman Willem Daendelssebagai simbol Kemaharajaannya di
Perancis yang wajib dipancarkan di negeri koloninya yaitu Hindia Belanda. Koningsplein
merupakan kawasan terbuka yang terbesar sejak masa Hindia Belanda hingga saat ini.

114
kemapanan Kemaharajaan di Champ de Mars, Koningsplein, Lapangan Ikada dan
menjadikannya Lapangan Merdeka sebagai simbol baru Ke-Maha-Indonesia-an
dengan tetenger Tugu Nasional di pusatnya. Penorehan tanda silang ganda di
kawasan yang menyerupai Jalan Silang Monas juga ditemukan di awal berdirinya
Tugu Pahlawan Sepuluh Nopember Surabaya 1951-1952255. Citra yang punah
tertutupi bangunan dapat disaksikan melalui dokumentasi. Jejak serupa
tditemukan pada rancangan awal Gelora Bung Karno sebagai stadium berstandar
internasional terbesar di Asia Tenggara256.
Soekarno cenderung menandai lokasi bersejarah atau yang akan
menyejarah dengan tanda silang (X) dengan pancangan tiang raksasa atau
bangunan raksasa tepat di catuspatha ditemukan di, 1) Tugu Pahlawan Sepuluh
November Surabaya 1951-1952 di pusat persilangan, 2) Tugu Muda di pusat
simpang lima di Kota Semarang257 1952, 3) Tugu Alun-Alun Bunder di pusat
simpang lima di Malang 1953, 4) Tugu Bundaran Besar Palangkaraya 1957258 di
pusat simpang lima, 5) Tugu dan Patung Dirgantara 1962259 di pusat
perempatan jalan, 6) Tugu dan Patung Selamat Patung Datang di perempatan
bundaran Hotel Indonesia 1962. Tindakan menorehi tanda silang pada
kawasan bertumpunya tugu dan monumen menunjukkan unconscious-nya
Soekarno yang meninggalkan jejak Jawa Kuno yang bermakna sakral selalu
diawali oleh ritual pensucian di atas kawasan yang dirancangnya.

255 Sarodja.Sekilas Pelaksanaan Pembangunan Tugu Pahlawan 10 Nopember 1945 di Surabaya.


Surabaya: 1952.
256Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek.: Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota,

Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu.
2005, hal. 228.
257 Wawancara dengan Edhie Sunarso, pemenang sayembara Tugu Muda di tahun 1955
258 Tjilik Riwut. Kalimantan Membangun. Anonim, 1958.
259 Wawancara dengan Edhie Sunarso Seniman pembuat Patung Selamat, Datang, Pembebasan

Irian Barat dan Dirgantara, 2010.

115
PERWUJUDAN WADAH PERISTIWA PROKLAMASI

Tinggalan berwujud tiang pancangan, tugu lilin, paku dudur atau


obelisk berukuran raksasa di catuspatha menunjukkan peng-Agung-an Soekarno
terhadap sosok di pusat. Mengapa justru catuspatha di kawasan Jl. Pegangsaan
Timur No.56 Jakarta sebagai situs Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak
dipilih menjadi lokasi Tugu Nasional, dan justru Tugu Petir yang menjadi tetenger
posisi Soekarno saat membacakan naskah Proklamasi 17Agustus 1945?
Pada penelusuran dokumen Silaban ditemukan gambar Monumen
Proklamasi Kemerdekaan260 di ex. Jl. Pegangsaan. Meski urung dibangun,
dokumen itu sebagai bukti peng-Agung-an Soekarno terhadap ex. lokasi
Rumah Proklamasi. Namun ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 tidak berpotensi
sebagai Pola Perempatan Agung karena menempati kavling relatif kecil, sehingga
titik sakral pembacaaan Teks Proklamasi tidak ideal sebagai catuspatha yang
dapat didirikan sebuah tugu monumental, sekalipun kawasan itu telah
mengalami perluasan261 namun terkendala oleh perlintasan jalan kereta api
jurusan Cikini. Secara teknis permasalahan infrastruktur akan teratasi bila
Soekarno memang menghendakinya. Menurut pandangan saya keberadaan
Rumah Proklamasi262 yang bersejarah itu kurang memiliki karakteristik ruang
idealistik serta memiliki ganjalan psikologi diri Soekarno263.

260Berdasar reproduksi Dok Pribadi Arsitek Silaban 2009.


261 Penuturan Arsitek Hendro Sumardjan (2009), putra Prof. Selo Sumardjan yang pernah
bertetangga dengan Soekarno semasa kanak-kanaknya di ex. Jl. Pegangsaan Timur Jakarta.
Menjelang 1960-an, pemukiman itu diratatanahkan tanpa penjelasan yang dapat dimengerti
karena dilakukan malam hari dengan alat berat menyerupai bolduzer.
262Rumah di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta, dikenal sebagai Rumah Tinggal Soekarno

sekaligus lokasi pembacaan Teks Proklamasi 1945 merupakan bangunan bergaya kolonial
yang diberikan kepada Soekarno oleh Pemerintah Jepang 1943.
263Pembongkaran ex Rumah Proklamasi melahirkan berbagai spekulasi. Periksa Sudiro dan

Heng Ngantung dalam Karya Jaya: 99


116
Ganjalan itu mendorongnya memerintahkan pembongkarannya264 bersamaan
pemancangan Tugu Nasional dan Gedung Pola. Kepada Salam265 dituturkan
Soekarno tentang keutamaan sebuah tempat dan bukan gedungnya, karena
gedung Pegangsaan Timur hanya bertahan hingga 100 tahun. Tindakan
Soekarno membongkar Rumah Proklamasi itu menjadi misteri yang mengecam
Soekarno sebagai a historis sebagai inkonsistensi atas konsep Jasmerah Jangan
sekali-sekali melupakan Sejarah266 yang digaungkannya.
Dipilihnya ex. Lapangan Ikada atau ex. Koningsplein sebagai lokasi Tugu
Nasional dan BUKAN di ex. Rumah Proklamasi merupakan tindakan
unconscious Soekarno yang cenderung dilingkupi oleh sifat kemegahan. Idealnya
peristiwa Proklamasi Kemerdekaan terselenggara di kawasan luas yang
dilaksanakan secara megah sehingga sebanyak-banyaknya masyarakat
Indonesia menyaksikannya. Sebagai lokasi paling ideal di masa itu bahkan
hingga saat ini adalah ex. Lapangan Ikada yang menyerupai peristiwa 19
September 1945267 dan BUKAN secara kecil-kecilan atau bahkan secara
sembunyi-sembunyi dalam suasana penuh tekanan sebagaimana terjadi pada
tanggal 17 Agustus 1945 di ex. Rumah Proklamasi268.

264 Spekulasi dibalik pembongkaran Rumah Proklamasi oleh Soekarno; a) ketidakinginan


Soekarno dikultuskan melalui Rumah Proklamasi, b) lokasi peristiwa menceraikan Inggit,
1943, c) kenangan berdiam bersama Sutan Sjahir sebagai lawan politik- nya.
265 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal.279.
266 Jasmerah Soekarno Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah salah satu judul pidato Soekarno

tahun 1920-an.
267 Peristiwa Ikada 19 September 1945 sebagai pertemuan besar di Lapangan Ikada yang

dihadiri oleh ratusan ribu masyarakat yang menginginkan Soekarno mendeklarasikan


kembali Kemerdekaan Indonesia. Karena situasi yang kurang kondusif, Soekarno hanya
berpidato sekitar 15 menit, dan meminta masyarakat Indonesia untuk segera meninggalkan
Lapangan Ikada.
268 Rumah Proklamasi sejatinya hanya rumah pemberian pemerintah Jepang untuk ditinggali

Soekarno selepas pembuangannya dari Bengkulu sebagaimana diceriterakan dalam Rohi,


Peter.Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno.Kako Lami Angalai? Jakarta: PT Koran
Indonesia Utama. 2004.
117
Berdasar fakta sejarah, peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 terjadi
di luar idealisasi Soekarno, sekalipun persiapannya telah disusun oleh
BPUPKI-Badan Pekerja Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa
Rengadengklok yang didalangi kaum muda sehari mendahului Proklamasi 269
dengan dalih pengamanan terhadap Soekarno dan Hatta, menunjuk ketiadaan
kesempatan bagi Soekarno dalam mempersiapkan Proklamasi secara ideal.
Pembongkaran ex.Rumah Proklamasi menunjuk sikap penolakan Soekarno atas
perayaan Proklamasi yang relatif sederhana yang bertolak belakang dengan
ide kemegahan, kemudian dirayakannya kembali dengan menghadirkan Tugu
Nasional yang mempergelarkan kembali seluruh atribut kemerdekaan di ex.
Lapangan Ikada / ex. Koningsplein itu. Soekarno telah memperluas Ruang Ke-
Indonesia-an yang semula hanya terpancar di situs ex. Rumah Proklamasi secara
lebih megah di Kawasan Tugu Nasional.

IDE ARSITEKTURAL YANG SELALU MEMUTU

Kecermatan Soekarno menentukan kawasan Tugu Nasional tidak


terlepas pengaruh city planning Hindia Belanda yang merancang Koningsplein di
pusat Kota Batavia sebagai Taman Raja yaitu lapangan luas dan indah bagi
Parade Militer untuk memuliakan Ratu Wihelmina di Hindia Belanda sebagai
perluasan Kemaharajaan Perancis. Daendels 1808-1811 menggubah konsep
Kemaharajaan Champ de Mars dan menjadi Koningsplein di masa Hindia Belanda.
Lapangan terbesar itu bertahan hingga kini merujuk Heuken270.

269 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta:


Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988. hal. 47.
270 Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

2008.
118
Ketika Daendels menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, digubahnya
bangunan The Empire Style di lingkungan sekitar Koningsplein yang kini menjadi
Istana Negara dan Merdeka sebagai tempat tinggalnya271. Usai Proklamasi
Kemerdekaan dan Soekarno menjadi Presiden, peninggalan Daendels itu
dijadikan Pusat Pemerintahan sekaligus tempat tinggalnya272:

Ketika memasuki Istana Merdeka gedung itu telah kosong


sama sekali. Harta kekayaannya sudah diangkat habis. Dan
Belanda tidak akan duduk lagi di sana. Setiap permadani, tikar
sampai kepada barang yang kecil seperti keset penghapus kaki
dimusnahkan. Perabot kursi meja dengan sengaja dibawa atau
dirusakkan sehingga tidak dapat digunakan lagi. Lampu-
lampu,engsel, kunci pintu diterjangkan. Kaca-kaca
dihempaskan. Beranda depan sudah koyak-serkah.

Bentuk trapezium unik pada ex.Koningsplein yang terjaga hingga masa


Soekarno, menunjukkan penolakan Soekarno terhadap warisan
Kemaharajaan Perancis dengan memberi tanda silang ganda dan mengubahya
menjadi Lapangan Merdeka dengan Jalan Silang dan Tugu Nasional sebagai satu-
satunya bangunan di pusat persilangannya273. Ide City planning Kemaharajaan
Perancis di Kota Paris karya Arsitek Houtman mengilhami Soekarno.
Napoleon dengan membiarkan obelisk dari Luxor Mesir berdiri di pusat Kota
Paris. Soekarno menggubah Tugu Nasional di ex.Koningsplein dalam Pola
Perempatan Agung dan Jalan Silang Monas sebagai tindakan sakral penghapusan
jejak teritori Kemaharajaan menjadi teritori ke-Maha-Indonesia-an sebagai
bentuk enflanted ego Soekarno.

271 Sekretariat Negara Republik Indonesia.Sejarah Istana Presiden Republik Indonesia Jakarta.
Jakarta:Sekneg RI.1996, hal.. 6.
272 Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet

6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000, hal. 402.


273 Soekarno.Amanat Presiden pada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965, hal. 9.

119
Soekarno tidak segan-segan mengadopsi warisan Kemaharajaan dengan men-
dekonstruksi atau membongkar kemapanan dari situs Kemaharajaan menjadi
kawasan representative Indonesia. Disimpulkan bahwa spirit Kemaharajaan telah
menjadi tindakan unconsiuss Soekarno, yang seolah menerima warisan Kemaharajaan
namun segera ditorehinya dengan pancangan tugu maupun arsitektur menyerupai nugal274
berupa tiang pancangan raksasa di Tugu Nasional pada ex. Koningsplein, juga
pada masjid Baiturrachim di Istana Jakarta, paviliun Bayurini di Istana Bogor,
dan gedung Bentoel di Istana Cipanas. Cara menghapus territorial ex.
Kemaharajaan dengan mengubahnya menjadi satu tanda kebesaran Indonesia
sebagai pengakuan atas konsep city planning Kemaharajaan yang dinilai mampu
menghadirkan Kemegahan universal.
Di saat tiang ditancapkan catuspatha ex. Koningsplein sebagai wilayah
yang dikotori kolonialisme selama ratusan tahun diberi tanda kebaruan,
kemenangan, penghapusan jejak, pemurnian atau pensucian lokasi
sekaligus memberi makna kehadiran Tugu Nasional sebagai suci atau sakral.
Menyerupai nugal ritual kepala suku saat menaklukkan lokasi. Usai
menancapkan tiang ke bumi, komunitasnya segera mengelilingi dengan
membentuk lingkaran besar sebagai teritorinya. Ketika Soekarno
memancangkan tiang di catuspatha ex.Koningsplein merefleksi peran kepala suku
yang meneguhkan teritori ke-Indonesia-an. Tugu Nasional sebagai tanda
perayaan superioritas Bangsa Indonesia di atas teritori ex.Kemaharajaan dan
Kolonialisme sebagai wilayah sebuah Negeri. Penasbihan teritori Indonesia
berbeda dengan Napoleon saat merayakan kemenangannya atas Mesir dengan
mengusung obelisk terbesar dari Luxor untuk ditanamkan di Ibukota Perancis.

274Nugal menancapkan tiang kayu ke dalam tanah ketika mengawali bersawah dalam
budaya Melayu.

120
Obelisk Luxor yang dikenal sebagai tengaran ekspansi Perancis, mengubah
yang semula berpusat di Istana Versailles yang sejatinya ex. gubug berburu di
masa moyangnya. Soekarno juga menancapkan serupa obelisk di catuspatha ex.
Kemaharajaan, namun bukan invasi territorial. Tugu Nasional dipancangkan di
catuspatha ex Kemaharajaan itu menjadi pusat peradaban Indonesia yang
diperankan Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dipusatkan di titik Tugu
Nasional. Citra militeristik tampak melalui Aubade Militer lagu-lagu perjuangan
pada i Upacara Kenegaraan disekeliling Tugu atas permintaan Soekarno untuk
memperteguh enflanted ego yang terpengaruhi nuansa Kemaharajaan. Citra
militeristik yang lekat dalam dirinya dan kemajuan militer, juga mempengaruhi
penampilan busananya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik
Indonesia275.

IDE FORM REGALIA KENEGARAAN


Pada bulan Juli tahun 1965 Tugu Nasional telah berdiri termasuk
sosok Lidah Api Kemerdekaan276 sebagai persiapan Peringatan HUT
Kemerdekaan RI ke-20 yang urung, dan dipindahkan ke stadion utama Gelora
Bung Karno dikarenakan meletusnya peristiwa G30S/PKI. Sejumlah ornamen
yang terpajang di Tugu Nasional saat itu masih dalam proses pengerjaan di
Italia dan terselesaikan di era Soeharto.

275Sejarah Nasional Indonesia VI, 2007, hal. 226, tanggal 3 Juni 1947 Soekarno mensahkan
berdiri TNI sebagai peleburan Tentara Republik Indonesia yang embrionya BKR dengan
barisan-barisan bersenjata lainnya. Indonesia 1960-an kekuatan militer terbesar di Asia
Tenggara. Berkat kedekatan dengan Sovyet, Indonesia mendapatkan bantuan bagi kekuatan
armada laut dan udara militer senilai US$ 2.5 milyar, yang menjadikan kekuatan militer
Indonesia terkuat di seluruh belahan bumi selatan.Persiksa Cindy Adams, 2000, hal. 466.
276Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional

1962-1963. Jakarta, Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Monumen Nasional. Team Studi
Teknis Pendahuluan. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Tugu Nasional.
Jakarta: Monumen Nasional. 1982, hal. 58.
121
Atribut Kemerdekaan Indonesia dapat disepadankan sebagai benda
regalia, lambang, simbol, atau kelengkapan Negara/ Kekaisaran berupa artifak
bermakna, sebagaimana gaya barock277 di masa Kemaharajaan.
Atribut kemerdekaan Indonesia di Ruang Kemerdekaan, antara lain;
a) aksara Naskah Proklamasi, b) patung berlapis emas Garuda Pancasila, c)
sebentang peta relief keemasan Wilayah Kepulauan, d) sepasang gerbang
megah berornamen Padma- Wijayakusuma yang di dalamnya terdapat Kotak
Kaca keemasan bagi Sang Saka. Kehadiran atribut ini menunjuk spectre
Soekarno, berupa peng-Agung-an warisan bersejarah di saat Proklamasi 1945.
Gaya ornamennya menyerupai ornamen di Karaton Dinasti Mataram yang
memperoleh pengaruh dari Belanda sebagai koloni Kemaharajaan.
Perlambang Kangjeng Kyai Upacara pengiring Raja/Sultan dalam
upacara kerajaan, terdiri atas; a) banyak-angsa melambangkan kejujuran dan
kewaspadaan, b) dhalang-kijang melambangkan kecerdasan dan ketangkasan, c)
sawung-ayam jantan lambang kejantanan dan tanggungjawab d) galing-merak
melambangkan keagungan dan keindahan, e)hardawalika-naga melambangkan
kekuatan, f) kutuk-kotak uang melambangkan kedermawanan, g) kacu mas-
kotak tempat saputangan melambangkan kemurnian, (h) kandhil-lampu minyak
melambangkan pencerahan. Tiga serangkai, i) cepuri -tempat sirih pinang, j)
wadhah ses-tempat rokok, dan k) kecohan-tempat meludah melambangkan
proses membuat keputusan/kebijakan kerajaan.
Atribut Kemerdekaan di Tugu Nasional tampaknya berkorelasi
dengan regalia Dinasti Mataram yang juga diilhami konsep Kemaharajaan.

277 Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai
ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan,
di Istana Versailles di Perancis, gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.

122
Diawali dari sisi Timur278 mengikuti pola terbit dan terbenamnya matahari,
berlawanan dengan arah jarum jam: Naskah Proklamasi di Timur, sebagai
kelahiran fajar, cahaya sebagai ruang bagi Aksara naskah Proklamasi yang
diterakan di dinding:

PROKLAMASI

KAMI BANGSA INDONESIA MENJATAKAN DENGAN INI


KEMERDEKAAN INDONESIA
HAL-HAL MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN
AKAN DI
SELENGGARAKAN DENGAN TJARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO SE
SINGKAT-SINGKATNJA
DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945
ATAS NAMA BANGSA INDONESIA
SOEKARNO - HATTA

Diterakan berdasar konsep keterbacaan agar memperoleh


pemahaman cepat menjadi dua baris kalimat maha penting Bangsa Indonesia
gubahan Soekarno-Hatta menyerupai karya sastra merujuk Zoermulder279 yang
strukturnya menyerupai Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji280.
Substansinya terpengaruh naskah The Declaration of Independence281.
Karya Thomas Jefferson itu dipadatkan yang memungkinkan dihafal oleh
siapapun, bahkan efektifitasnya melampaui selebaran the Declaration of
Independence yang 4 Juli 1776 sebagai pernyataan Kemerdekaan Amerika itu.

278Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28.
279Zoermulder,P.J.Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.Jakarta: Penerbit
Djembatan.1994, hal. 238.
280Dinding marmer di sekeliling makam penyair Raja Ali Haji di pulau penyengat ditorehkan

Gurindam Dua Belas memudahkan penziarah mengetahui karya-karyanya.


281 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta:

Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988, hal. 67.

123
Di Utara dibentang peta Wilayah Kepulauan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menunjuk territori melampaui wilayah awal kemerdekaan
yang semula mencakup delapan Propinsi; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil (Nusa Tenggara),
Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Relief itu mencakup
kepulauan dari Sabang sampai Merauke, dari ujung pulau Sumatera sampai ke
Irian Barat yang secara deyure menjadi wilayah NKRI pada 17 Agustus 1950,
namun defacto Irian Barat menjadi pulau terbungsu NKRI di akhir 1962. Peta
ikonik kewilayahan Indonesia dilekatkan kontras dengan latarnya.
Disayangkan, kurang tersedia informasi penjelas proses bersatunya Irian Barat
sebagai NKRI usai melalui diplomasi panjang dan konflik Internasional. Peta
itu mengingatkan teritori gagasan Edward Twitchell Hall, 1966.
Dalam The Hidden Dimension sebagai pengembangan theory of proxemics,
adanya ruang pribadi-intimate space dengan gelembung ruang di sekitarnya.
Peta ikonik itu merepresentasi Ruang ke-Indonesia-an sekaligus batas teritori
wilayah Indonesia untuk mensugesti sebagai Bangsa yang Berdaulat.Di sisi
Barat terdapat sepasang pintu gerbang megah berornamen Padma dan
Wijayakusuma. Arah Barat sebagai tempat terbenamnya matahari, diartikan
sebagai ruang keabadian. Ornamen stilirisasi padma yang terukir pada gerbang
megah berbentuk Kala-Makara itu bersepadan dengan relief di Candi
Prambanan. Terbuka serta tertutup secara otomatis setiap 60 menit. Terdiri
dua lapis, dalam keadaan tertutup tampak ornamen Padma dan Wijayakusuma
dan bidang statis dipenuhi ornamen keemasan. Terlihat ketika lapisan pertama
bergeser ke kedua sisinya, Tampak sebuah lempengan bulat keemasan
berukiran padma bersamaan diperdengarkan rekaman nyanyian Padamu Negeri
dan sebuah kotak kaca keemasan penyimpan salinan Teks Proklamasi.

124
Usai nyanyian berakhir dan lempengan tak terlihat lagi, terdengar
rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi282. Suara yang
terdengar tidak menyerupai suara khas Soekarno ketika berpidato yang
bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan penuh kehati-hatian,
menyerupai pembacaan puisi. Bahkan mengucapannya tidak persis naskah asli
Teks Proklamasi pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun, seharusnya
dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai kelaziman di masa Jepang, justru
dibaca 17 Agustus 1945. Tindakan Soekarno menunjukkan penolakan atas lafal
yang diberlakukan Jepang, atau penolakan terhadap Fasisme Jepang.
Merupakan diskontinuitas yang menandai berakhirnya Masa Kependudukan
Jepang menjadi Masa Kemerdekaan melalui Bahasa. Pengucapan yang berbeda
antara tulisan dan pengucapan bersesuaian dengan differance istilah Derrida
untuk menyatakan to diffrer artinya menunda dan sekaligus menyatakan
berbeda. Rancangan gerbang penyimpan salinan Teks Proklamasi
mengingatkan sosok Kala-Makara di gerbang candi Kalasan283 sebagai simbol
Sang Waktu mitos Jawa Kuno. Kehadirannya sebagai batas perbedaan
tempat-ruang-waktu-peristiwa untuk menyatakan kelampauan dan kekinian.
Ketika gerbang membuka otomatis, terkuaklah salinan Teks Proklamasi serta
rekaman suara Soekarno membacakannya. Menunjuk 67 tahun lampau di
tempat-ruang-waktu dan peristiwa yang berlangsung di serambi depan rumah
di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.
Kesenjangan waktu saat menyaksikannya di hari itu tergantikan oleh adanya
rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi.

282Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6


tahun setelah Proklamasi 1945. Diusulkan oleh Mohammad Jusuf Ronodipuro.
Diperdengarkan setiap 17 Agustus di RRI termasuk di Ruang Kemerdekaan.
283Sumintardja,Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung:Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan,1981 hal. 90.
125
Kala-Makara menandai peristiwa kelampauan merujuk Lynch What
Time Is This Place? 284: Time and Place-Timeplace is a continuum of the mind, as
fundamental as the spacetime that may be the ultimate reality of the material world. Waktu
dan tempat sebagai kontinum dari pikiran ruang-waktu sebagai realitas dunia
material. Merujuk itu, maka Teks Proklamasi yang dibacakan Soekarno di Jl.
Pegangsaan Timur 56 Jakarta 17 Agustus 1945 itu telah meruang dan
mewaktu ke Tugu Nasional melalui Kala-Makara. Momen historis 17
Agustus 1945 bersifat beyond time and space limit yang abadi sepanjang kehidupan
Tugu Nasional sebagai gagasan Soekarno di awal Sayembara Kedua285:

Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan


aksara-aksara emas jang megah diatas satu papan jang
terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada
2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di
Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu
itu

Ornamen Kala-Makara, stilisasi Padma dan Wijayakusuma yang


menghiasi gerbang mengingatkan nuansa kemegahan Istana Versailles yang
mengimbas gaya arsitektur nDalem Ageng Keraton Surakarta Hadiningrat melalui
Gubernur Jendral Daendels atas perintah Napoleon Bonaparte286.
Kemegahan Napoleon di Paris disimbolkan stilisasi kerang laut, dan Karaton
Surakarta dengan tema flora bersulur. Gerbang Kala-Makara Tugu Nasional
dihiasi dengan flora klasik Indonesia.

284 Lynch, Kevin.What Time Is This Place? Cambridge: The MIT Press.1976, hal. 117.
285 Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 5.
286 Atas perintah Napoleon Bonaparte, HW Daendels menyampaikan hadiah Orgel dan

Kursi Berukir simbol Karaton Surakarta kepada Sunan Paku Buwono X sebagai
penghormatan, atau sebagai legitimasi kekuasan Kekaisaran Perancis terhadap negeri
jajahan Belanda, yang pada saat itu adalah adik tiri Sang Napoleon.
126
Padma, sebagai idealisasi Soekarno di gerbang Kala-Makara, juga di Istana
Kepresidenan dan Istana Pribadi Hing Puri Bima Sakti berupa lukisan,
furniture, aksen, ornamen, serta dekorasi interior287sebagai ekspresi alam
bawah sadar Soekarno yang lekat simbol Teosofi tinggalan Ayahandanya
sebagai Sanggar Loji Padma288. Keserupaan keduanya ditunjukkan pada
gambar. Relief padma289 di candi Jawa dan pura Bali dipercayai sebagai bunga
pilihan Dewa sekaligus melambangkannya, dikenal penggambarannya melalui
bahasa relief yang menunjuk simbol warna dan Dewa. Padma teratai merah
mekar menggambarkan Brahma tampil sedang mekar menyembul air. Teratai
biru yang tenggelam dalam air dinamai utpala melambangkan Wisnu. Kumuda
teratai putih yang mengapung di air sebagai Civa290. Ornamen Gerbang Kala-
Makara sebagai bunga mekar artinya padma melambangkan Brahma. Tindakan
mewujudkan padma dalam artifak mengingatkan kultus kedewataan masyarakat
Bali kepada Soekarno yang menyebutnya Dewa Hujan sebagai titisan Wisnu291.
Mitos keabadian Wijayakusuma292 berkhasiat menghidupkan orang mati milik
Sri Kresna dibuang bersamaan turun tahtanya ke Laut Selatan.

287 Yuke Ardhiati. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia
1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta:Universitas Indonesia, 2004.
288Lambang Sanggar Theosofi yang didirikan Ayahanda Soekarno bersama kedua

rekannya.Di Perpustakaan Theosofi ini, Soekarno muda menghabiskan waktunya untuk


membaca biografi orang-orang Besar di dunia.
289Bernet AJ Kempers. Ancient Indonesian Art. Amsterdam : CPJ Van Der Peet. 1959.
290 Moertjipto & Bambang Prasetyo. Mengenal Candi Siwa Prambanan dari Dekat. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius. 1994, hal. 78


291 Adams, Cindy. Ibid, hal. 5.
292 Ki Mardibudhi. Sedjarah Puspa Widjajakusuma.Madiun:TB Pustaka Djawi Guru-

Budhi,1955 diceriterakan: Heh heh puspa Widjaja kusuma sira mugi tuwuha anen samodra, kinarja
dadija pawitan ing wuri-wuri, tuwuha dadi tetelu, darapon dadya tetandaning para Nata ing Nuswa
Djawi, manawa ana kang ngambil kembang ira pira antuke dadija tanda lawasing warsane anggone
djumeneng nata. Artinya: Heh heh Bunga Wijayakusuma, semoga dikau tumbuh di samodera,
tumbuhlah tiga diawal jadilah engkau saksi para Raja di Pulau Djawa yang berhasil
mengambil bungamu dan menjadi tanda lamanya waktu memegang tampuk kerajaannya.
127
Sang Kembang berubah menjadi tiga bagian, wadah, badan dan penutupnya
menyerupai morfologi kerang laut. Usai dilepas menuju dasar Samudera
terjadilah gara-gara yaitu ombak yang bergulung-gulung mengiringi sabda Sri
Kresna dan lepasnya Sang Kembang. Teks itu menceriterakan keikhlasan Raja
nan Arif yang turun tahta dengan menyerahkan suksesi bukan kepada putera
atau keturunannya, tapi kepada siapapun yang tangguh melalui rintangan maha
dahsyat untuk meraih Wijayakusuma di dasar Samudera Selatan. Teks
Wijayakusuma juga mengawali Dinasti Mataram yang diperoleh sebagai
perkawinan sakralnya dengan Kanjeng Ratu Kidul di Parang Tritis Yogyakarta293
dan mewaris kesemua keturunannya sebagai Kekasih Abadi dan meng-Agung-
kan Wijayakusuma sebagai Pusaka Raja.294 Mitos Sang Ratu juga diutarakan
sejarawan Denys Lombard dan Roy E Jordaan dalamThe Mistery of Nyai Lara
Kidul Goddness of the Southern Ocean295. Sungguhpun, Soekarno menyampaikan
keyakinannya atas Ratu Kidul melalui cara menyangkal mitos Ratu Kidul 296 :

Dan menurut dongeng terdjadilah demikian.


Panembahan Senopati lantas mengawini Ratu Loro
Kidul, Maha Putri daripada Lautan Selatan. Itu
sekedar dongeng, sekedar satu mitos.Tetapi, bagi
kita ini adalah satu simbolik saudara-saudara. Satu
simbolik bahwa kita bangsa Indonesia tidak bisa
mendjadi satu bangsa jang besar, tidak bisa
mendirikan satu Negara jang besar dan kuat, djikalau
kita tidak kawin pula dengan samudra, menguasai
seluruh samudrea disekeliling kita ini.

293PeriksaBabad Tanah Jawi yang ditranslasi Sejarawan W.L Olthof.


294Pusaka Wijayayakusuma di-Agung-kan di Ruang Pusaka merujuk GPH Eddy Wirabumi
Menantu Paku Buwana XII, 2011.
295 Lombard, Denys.Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian III: Warisan

Kerajaan-Kerajaan Konsentris Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1996. hal. 66-67 dan hal. 193.
296 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan

Kapal Karya Putra di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965, hal. 8.

128
Di beberapa tempat menunjuk peng-Agung-an Soekarno terhadap
Ratu Kidul, salah satunya meminta Basuki Abdullah melukis model Sang Ratu
serta memanjangnya di kamar 308 Samudera Beach Hotel sebagai ruang samadi,
juga di Tenjoresmi serta kamar 325 dan cottage di Bali Beach. Penyangkalan
Soekarno itu yang sekaligus memuliakan Ratu Kidul menunjukkan Dualitis
Paradoksal Soekarno. Sebagai Penguasa Jawa yang secara ex.offisio mewarisi
mitos hierogami-perkawinan mitisnya dengan Sang Ratu Kidul, sehingga di tiap
situs Soekarno sekaligus ditengarai peng-Agung-an bagi Sang Ratu.Termasuk
rancangan gerbang Kala-Makara. Idealisasi Ratu Kidul tampak melalui warna
hijau yang tidak merujuk warna Karaton dan Istana manapun, karena Karaton
Surakarta dominan warna biru, Puri Mangkunegaran warna pare anom297 dan
Kasultanan Yogyakarta kuning gading serta Pakualaman kecoklatan sedangkan
Istana Krepresidenan dan Pribadinya didominasi warna putih.
Gerbang Kala-Makara di Barat diyakini sakral bagi masyarakat
termasuk di lingkungan Tugu Nasional. Di antaranya sering membaui
kehadirannya melalui bau harum yang tercium di tiap Kamis selepas Magrib.
Padma dan Wijayakusuma yang bernama nelumbium speciosum dan pisonia silvestris
merupakan pasangan ornamentik yang memiliki warna alamiah merah Padma
dan putih Wijayakusuma merepresentasi warna sakral nan abadi Sang Saka
Merah Putih. Sehingga teks yang dipertautkan ini tampak adanya arketype
mother gagasan Jung, sebagai arketipe yang memuliakan sosok Ibu, wanita, atau
Ratu. Ornamen Padma dan Wijayakusuma di Tugu Nasional mengandung tiga
idealisasi sekaligus; budaya Jawa Kuno, Hindu-Budha dan Kemaharajaan.

Pare anom - warna hijau muda, warna Puri Mangkunegaran. Soekarno menjadi kerabat
297

Mangkunegara dengan Perkawinan Sukmawati Sukarnaputri dengan Sudjiwo - Sri


Mangkungara XI yang melahirkan GRM Paundra Karna Sukma Putra.
129
Perannya sebagai point of interest pentas pertunjukan di Tugu Nasional298 yang
berpuncak pada Pembacaan kembali Teks Proklamasi oleh rekaman suara
Soekarno yang telah digagas sejak awal perancangan299 dan awal pembangunan
fisik300 untuk mendampingi Sang Saka yang sedianya disemayamkan
menyerupai mausoluem.
Gerbang Kala-Makara dari material perunggu yang dilapisi bahan
keemasan menunjukkan seni kria benda-benda fungsional secara artistik301 yang
mencerminkan pemaduan teknologi mekanik dan sekuen artistik sebagai
pengantar menuju pertunjukan puncak. Gerakan otomatis perlahan-lahan itu
menyibak urutan demi urutan pertunjukan atribut Kemerdekaan. Gerakan
terbuka dan tertutupnya gerbang Kala-Makara dan memperdengarkan kembali
rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi merupakan terobosan
dalam karya arsitektur yang bersandar Analogi Dramaturgi menyerupai seni
pertunjukan. Peristiwa terdengarnya rekaman suara Soekarno membacakan
Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan bahkan merepresentasi metafisika
kehadiran Ada yang belum terpikirkan di jamannya. Melalui Tugu Nasional
Soekarno telah menggubah embrio seni pertunjukan melalui perpaduan
kebudayaan Jawa Kuno, Hindu-Budha, serta Kemaharajaan melalui bidang
ornamen keemasan berbentuk Padma dan Wijayakusuma dengan dirinya sebagai
Aktor tunggal sedang membacakan kembali Teks Proklamasi.

298 Lokasi ke-Indonesia-an yang tak dapat dikunjungi khalayak yaitu Api Kemerdekaan.
299 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara
Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960.
300 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011. Ketika itu menjabat sebagai peneliti

pengisian Diorama memperoleh informasi dari Soemardjo Sekretaris Komando Pelaksana


Pembangunan Monumen Tugu Nasional, bahwa Soekarno menegaskan keinginannya untuk
mengabadikan Bendera Pusaka dan mengulangi pengucapan naskah Proklamasi.
301 Yuke Ardhiati. Pengindustrian Seni Kria di Indonesia.Tesis Magister Institut Teknologi

Bandung, 2001.

130
Sosok patung burung Garuda Pancasila terdapat di Selatan, sebagai
lambang Negara yang tampil gagah dan terbesar pada masa itu dengan 17 helai
bulu sayap, 8 helai bulu ekor serta 45 helai bulu leher melambangkan tahun
kemerdekaan, 1945. Mengapit pita Bhinneka Tunggal Ika, artinya Berbeda - beda
tetapi satu jua. Simbol Garuda Pancasila secara duamatra dirancang oleh Sultan
Hamid II yang disempurnakan oleh Soekarno. Diangkat sebagai Lambang
Negara terinspirasi oleh Djatayu burung pembela kebenaran dalam epos
Ramayana, sebagai keturunan Garuda Sang kendaraan Dewa Wisnu. Perisai Sang
Garuda diberi bahasa rupa;1) Perisai melambangkan pertahanan
Bangsa Indonesia, 2) Warna merah dan putih melambangkan
Bendera Indonesia, 3) Garis hitam diagonal, artinya wilayah kedaulatan
Republik Indonesia yang dilalui Khatulistiwa, 4) Lambang-lambang sebagai
interpretasi Pancasila; a) Bintang, Ketuhanan Yang Maha Esa, b)
Rantai, Kemanusiaan Yang adil dan Beradab, c) Pohon Beringin, Persatuan
Indonesia, d) Kepala Banteng, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, e) Padi dan Kapas, Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Kelimanya merupakn visualisasi konsep
bernegara yang didasari lima butir mutiara yang digali jiwa yang bersumber-
sumber pada spirit lokal khas Nusantara sebagai perekat Bangsa, sebagai Maha
Karya tanpa Nama, menurut Soekarno di saat mengutarakan Pancasila302:

Aku tidak mentjipta Pantja Sila saudara-saudara, sebab sesuatu


dasar Negara tjiptaan tidak akan tahan lama. Ini adalah satu adjaran
jang dari mula-mulanja kupegang teguh. Djikalau engkau hendak
mengadakan dasar untuk sesuatu Negara, dasar untuk sesuatu
wadah djangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri,

Soekarno. Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pantja-Sila? ? Amanat Presiden
302

Soekarno dalam Kongres Rakjat Djawa Timur 24 September 1955 di Soerabaja. Jakarta:
Kementrian Penerangan RI, 1955, hal.17.
131
djangan karang sendiri. Selamilah se-dalam-dalamnja lautan dari
pada Sedjarah. Gali sedalam-dalamnja bumi dari pada sedjarah!
Aku melihat masjarakat Indonesia, sedjarah rakjat Indonesia. Dan
aku menggali lima mutiara jang terbenam didalamnja, jang tadinja
lima mutiara itu tjemerlang, tetapi oleh karena pendjadjahan asing
jang 350 tahun lamanja, terbenam kembali di dalam bumi bangsa
Indonesia ini.

Idealisasi Soekarno tentang watak khas Bangsa Indonesia melalui


butir-butir Pancasila dianggap penting untuk disertakan dalam Lambang
Negara. Merupakan realitas yang melampaui regalia Dinasti Mataram yang
hanya melambangkan sifat wajib Sang Raja melalui simbol sembilan ragam
satwa unggas. Sekalipun Dinasti Mataram juga mengenal Hasta Brata sebagai
Delapan Keutamaan laku/ watak merujuk sifat alam303 yang terkandung dalam
Serat Aji Pamasa karya Rangga Warsita; 1) Watak Matahari, sebagai pemberi
daya hidup Bangsanya, 2) Watak Bulan, yang menerangi kegelapan, 3)Watak
Bintang, menjadi petunjuk arah bagi bangsanya, 4) Watak Angin, memberi
kelapangan, 5) Watak Mendung, tindakannya harus memberi manfaat, 6) Watak
Api, bertindak tegas, dan adil, 7) Watak Samudra, mempunyai pandangan yang
luas. 8) Watak Bumi, memberi anugerah kepadapun yang telah berjasa.
Bila gesture Garuda Pancasila dipersandingkan ikon serupa yaitu Elang
Rajawali Aquila gubahan Julius Caesar di Roma menunjukkan perbedaan.
Elang Aquila sebagai simbol legiun, tampil bagai sosok statik mengepakkan
sayap yang menoleh ke kanan, menunjukkan sikap burung yang sedang
beristirahat. Sosok Elang Swastika di masa Hitler di Jerman, sedang menoleh
ke kiri304. Berlainan sosok kejantanan Elang Negara Amerika.

303 Ki Ageng Subagyo DW dalam Udhar_http://susub.blogspot.com/2009/01/ajaran-hasta-brata-


dalam-serat-aji.html_1Oktober 2011.
304 Pustaka terkait Elang di lokasi strategis di Jerman: Peter Adam.Art of The Third Reich.New

York: Harry N Abrams Inc.1995, hal. 27, 28, 87, 94,132, 133, 188, 210, 235, 245, 246, 249,
258, 264, 269, 274.
132
Garuda Pancasila tampil bagaikan sedang terbang dengan keelokan sayapnya
seraya menoleh ke kanan dengan paruhnya terbuka seolah sedang berkata-
kata. Kedua kakinya mencengkeram sehelai pita berisi slogan persatuan
Bhinneka Tunggal Ika. Garuda Pancasila tampil lebih hidup, bukan saja
menggambarkan keperkasaan, ketangkasan, ketangguhan satwa sebagai
pengikat keberagaman. Idealisasi Soekarno tentang elang rajawali305 telah
melampaui regalia Dinasti Mataram yang hanya mempertunjukkan keutamaan
sifat Sang Penguasa, sementara itu Garuda berperisai Pancasila itu ditujukan
sifat wajib insan Indonesia, termasuk Penguasanya.Ikon Garuda Pancasila dalam
gesture dinamis itu mengandung dua makna sebagai Lambang Negara dan jiwa
ideal Bangsa melalui butir-butir Pancasila.Garuda Pancasila bagai setangkup
Jiwa dan Raga sosok Bangsa Indonesia yang tidak dipertunjukkan
mancanegara. Garuda Pancasila, ikon wilayah kepulauan, ikon padma dan
wijayakusuma menjadi karya seni logam kuningan terbesar sebagai kolaborasi
dengan seniman dengan seniman manca306.

DIMANAKAH SANG SAKA DI TUGU NASIONAL?

Ketika keempat sisi Ruang Kemerdekaan terlintasi, ada atribut yang tidak
tampak: Sang Saka Merah Putih. Dimanakah dia? Bukankah Soekarno telah
mengamanahkannya untuk ditempatkan di Tugu Nasional 307 sesuai kutipan :

305 Soekarno mendeskripsikan keinginan penyimpanan Bendera Pusaka dan Teks


Proklamasi di Tugu Nasional, 27 Juni 1960.
306 Tugu Nasional.Laporan Pembanguan 1961-1978.Jakarta: Pelaksana Pembina Tugu

Nasional.1997, hal. 56.


307 Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 4.

133
Hendaknya Bendera Pusaka ini disimpan didalam Tugu
Nasional. Didalam satu almari jang terbuat dari perunggu
pula, dibelakang katja jang tebal sehingga tiap hari bisa
dilihat oleh semua orang seperti misalnja di Moskow orang
setiap hari bisa melihat djenazah dari Lenin dan Stalin, atau
dikota Sofia orang bisa melihat djenazah dari Georgi
Dimitrov. Buka kita harus memberhalakan Bendera Pusaka
ini, tidak, tetapi pantaslah Bendera Pusaka ini kita muliakan
dan kita beri tempat sedemikian rupa sehingga benar-benar
menjadi satu kenangan bagi seluruh rakjat Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 buat pertama kali mengibarkan
bendera inilah sebagai tanda kemerdekaan.

Ketidakhadiran Sang Saka Merah Putih di Ruang Kemerdekaan


dikarenakan oleh tertundanya pelaksanaan pemindahannya dari Istana Jakarta.
Sedianya Pemprov DKI Jakarta melaksanakannya 20 Mei 2007308 dan urung
terlaksana hingga kini. Mengapa Sang Saka baru akan dilaksanakan setelah 32
tahun Tugu Nasional dibuka untuk umum? Pertanyaan itu terjawab saat
ditemukan gambar denah Ruang Kemerdekaan sebagai arsip Dinas Tata
Bangunan Departemen PU, serta memoar dan dokumentasi pribadi Soedarsono
tentang perubahan penempatan atribut kemerdekaan.
Melalui denah itu, terlihat penggantian peran bidang di sisi Barat yang
sedianya bagi Sang Saka digantikan untuk salinan Teks Proklamasi309:

Isi di dalam Ruang Tenang sebagai wadah penyimpanan


benda bersejarah seperti atribut-atribut yang mengawali
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada dinding Badan
Tugu bersegi empat digambarkan mulai dari bagian Timur
dengan artinya: maka dibuatlah satuan-satuan aksara dari
bahan yang tahan berabad-abad dipasang pada dinding
pertama sebelah Timur.

308Pada sisi Utara di Ruang Kemerdekaan terdapat sebuah vitrin kaca pajang yang
dipersiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta sejak 2007 sebagai tempat Sang Saka Merah Putih.
Karena sesuatu hal, rencana tersebut belum terlaksana hingga penelitian ini berlangsung.
309Pengutaraan Arsitek Soedarsono dalam Salam, Solichin. Tugu Nasional dan
Soedarsono.Jakarta: Kuningmas.1989, hal. 28.
134
Simbolik arah dari mana matahari mulai bersinar. Sambil
duduk di amphitheater dengan hening membaca naskah
Proklamasi di dinding, dibawalah kita merenung sejenak
peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Kemerdekaan
Bangsa Indonesia pada 17 Agustus1945 dengan segala
pengorbanannya.
Kemudian dinding sebelah Utara memperlihatkan wilayah
Republik Indonesia yang diproklamasikan. Di bagian Barat
dibuatlah tempat yang terhormat untuk menyimpan
Bendera Pusaka Sang Merah Putih sampai akhir jaman. Di
bagian Selatan dipasanglah lambang Negara Republik
Indonesia dengan falsafah Pancasila dalam bentuk Garuda
Bhinneka Tunggal Ika.

Di sisi Barat, terlihat rongga hampa udara yang menyatu dengan


struktur Badan Tugu sebagai penyimpan Kotak Kaca yang kini mewadahi
salinan Teks Proklamasi. Mengapa demikian? Merujuk memoir Bambang
Widjanarko310, menjelang 17 Agustus 1967 dirinya didatangi Kolonel
Tjokropranolo asisten senior Presiden Soeharto, memintanya membujuk
Soekarno agar menyerahkan Bendera Pusaka untuk Pengibaran Bendera
Pusaka 17 Agustus 1967. Bambang311 berhasil membujuk Soekarno dengan
menghadirkan Panglima ABRI untuk mendampinginya menuju Jakarta.
Seraya mengutarakan rencana pembangunan Kota Jakarta, Soekarno
mengarahkan ke Tugu Nasional dan menunjuk suatu bilik : Disinilah Bendera
Pusaka aku simpan. Terimalah dan kibarkanlah pada tanggal 17 Agustus nanti.
Ternyata Sang Saka hanya sekali dikibarkan di masa Soeharto yaitu 17 Agustus
1967312, digantikan duplikatnya dari sutera alam Indonesia313. Dalam Bapakku,
Kawanku, Guruku314 menangkap romantisme Soekarno terhadap Sang Saka:

310 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: PT Gramedia.1988, hal. 197.


311 Ibid., hal. 198.
312 Intisari edisi Agustus 1988 Suka Duka Mempersiapkan Duplikat Bendera Pusaka.
313 Kompas. Sang Saka Pusaka Tak Dikibarkan tanggal 12 Agustus 1968.
314 Soekarno, Guntur. Bapakku, Kawanku, Guruku 314 .Jakarta:PT Dela Rohita, 1977, hal. 106.

135
Ketika Bapak hendak membuka kotak bendera, suasana
kurasakan menjadi hening sekali dan wajah Bapak
tampak berubah kemerah-merahan menahan emosi
dengan mata yang berkaca-kaca. Mula-mula kain kuning
penutup kotak yang diangkat, dan diletakkannya di
samping kotak; dari ujung korsi panjang akupun
menggeser dudukku mendekati Bapak karena ingin
melihat bendera pusaka Republik Indonesia dari dekat
sebelum ia mengangkasa pada tanggal 17 Agustus. Sambil
mengucapkan Bismillahirrachmanir rachim,..Bapak
kemudian memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya
dan membukanya. Ketika kotak sudah dibuka terlihatlah
sebuah bendera merah putih yang sudah tua terlipat rapih
di dalam kotak dengan warna yang sudah luntur. ..

Diceriterakan pula oleh Guntur tentang cara Soekarno menyimpan Sang Saka:

Bendera pusaka sejak zaman Yogya selalu disimpan oleh


Bapak di dalam sebuah kotak kayu berukiran dengan
ukuran kurang lebih 30 x 40 cm; dan diletakkan di
lemari pakaiannya bagian sebelah kiri di sudut paling
atas atau kadang-kadang juga diletakkan di dalam lemari
benda-benda pusaka hadiah-hadiah dari pelbagai
kalangan yang terletak di sebelah kanan tempat tidur
Bapak, bila kita menghadap ke tempat tidur itu. Di
atasnya ditutupi dengan kain kuning emas warna
kepresidenan.
Cara Soekarno memuliakan Sang Saka menunjukkan kecintaan dan
penghormatan menyerupai cara-cara memperlakukan azimat. Terlebih di saat
Soekarno diperintahkan untuk segera meninggalkan Istana Bogor sebelum 16
Agustus 1967, tak tercatat benda-benda berharga menyertainya, kecuali Sang
Saka yang digulung di dalam kertas koran. Merujuk Maulwi Saelan315 dalam
Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa:

315Saelan,Maulwi. Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.
Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001, hal. 239.
136
Bung Karno meninggalkan Istana sebelum 16 Agustus
1967, keluar hanya dengan memakai celana piyama
warna krem dan kaos oblong cap cabe. Baju pijamanya
disampirkan di pundak, memakai sandal cap Bata yang
sudah using, Tangan kanannya memegang kertas Koran
yang digulung agak besar, isinya Bendera Pusaka Sang
Saka Merah Putih.

Peng-Agung-an Soekarno kepada Sang Saka tidaklah keliru. Di saat


dirinya tidak lagi menjadi Penguasa, Sang Saka sebagai aura kepemimpinanya
dan menjadikannya sebagai Pusaka yang dikultuskan. Peng-Agung-an dan
pengkultusan Sang Saka juga ditunjukkan pada peristiwa Agresi Militer 1948
ketika dirinya harus meninggalkan Yogyakarta menuju pembuangan Bangka.
Kepada Moetahar316 Soekarno memerintah pengamanan Sang Saka :
Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan
berdoa. Di sekeliling kami bom berjatuhan. Tentara
Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota.
Tanggung-jawabnya sungguh berat. Akhirnya ia
memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang
jahitan yang memisahkan kedua belahan dari
bendera itu. Bagian yang putih disembunyikan di
dalam bajunya. Bagian yang merah di dalam tas
pakaian.

Ketiadaan Sang Saka di Tugu Nasional yang digantikan Teks


Proklamasi menjadi sebanyak tiga tempat; a) Di sisi Timur, tulisan Teks
Proklamasi, b) Di sisi Barat, salinan Teks Proklamasi dan rekaman suara
Soekarno membacakan Teks Proklamasi dianggap berlebih-lebihan karena
ketiganya merupakan teks setema. Tampak bagaikan peng-Abadi-an diri
terhadap pemilik nama Soekarno-Hatta. Sang Saka yang telah melekat sebagai
aura kekuasaan Soekarno ingin dimuliakannya di Tugu Nasional.

316 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389.

137
Penguasa berikutnya, Soeharto besar kemungkinan berkeberatan bila
kultus Sang Saka yang melekat pada Soekarno dipertunjukkan pada khalayak
karena akan mengkhawatirkan eksistensinya. Sehingga pemindahan Sang Saka
di Tugu Nasional ditangguhkan sebagai upaya meniadakan Suryo Kembar atau
Dualisme Kepemimpinan dalam Negara. Urungnya pemindahan Sang Saka
menunjukkan ketidaktaatan Soeharto terhadap gagasan awal Soekarno. Situasi
itu justru memperkokoh ruang keterkenangan khalayak terhadap Soekarno.
Tindakan itu, justru memperkuat adanya spectre Soekarno sebagai
metafisik kehadiran. Ketiadaan Sang Saka di Ruang Kemerdekaan, dan
penggantian nyanyian pengiringnya Indonesia Raya317 dengan lagu Padamu
Negeri menjadikan Tugu Nasional kurang ideal. Apalagi ketidakhadiran
Bendera dalam suatu Negara yang secara filosofis merepresentasi lambang
kedaulatan Negara. Situasi ini, merupkan sebuah pengingkaran terhadap
rancangan awal Tugu Nasional sebagai penyimpanan Sang Saka. Keusangan
Sang Saka bukanlah argumentasi, bahkan keusangan itu justru menggugah
romantisme karena kandungan peristiwa penting yang menyertainya. Namun,
bilamana kelak Sang Saka benar-benar disemayamkan di Tugu Nasional
terlebih dahulu harus dilalui sebuah kajian serius untuk menengarai
keasliannya, yaitu dengan mencermati jejak akibat peristiwa Yogyakarta 1948
di saat penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar , ketika diperintahkan oleh
Soekarno. Moetahar telah memisahkan dan menyatukan kembali kedua helai
Sang Saka demi keamanan kedaulatan Negara318.

317
Periksa. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh
Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982, hal. 32 Lagu
yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah Indonesia Raya.
318 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389.

138
Jejak yang berupa sobekan sebesar 12 x 42 centimeter pada ujung
putih, dan 15 x 47 centimeter pada ujung merah, serta luka akibat lipatan dan
warna memudar di sekitarnya. Romantisme penyelamatan Sang Saka oleh
Moetahar sempat menjadi tayangan video dokumenter yang mengharukan
yang tampil sebagai tema social marketing PT. Bank Mandiri menjelang 17
Agustus 2011. Mengapa Sang Saka penting untuk dihadirkan di Tugu
Nasional? Karena sejatinya Tugu Nasional dan Sang Saka merupakan kesatuan
Raga dan Jiwa Negara Republik Indonesia.

KAWASAN SEBAGAI OBJEK PENERIMA MUATAN

Selain kesesuaian pancaran imajiner di Kawasan Tugu Nasional


dengan Nawa Sanga tergambarkan pada Rencana Induk Kota Jakarta 1965
1985319. Sebuah lingkaran imajiner konsentris radius 15 kilometer dari Tugu
Nasional, berperan sebagai pusat pengembangan kota sejak dikukuhkan
sebagai Ibukota Negara sejak 22 Juni 1964. Peran Soekarno dalam Jakarta City
Planning terjadi sejak 1957 ketika Rencana Kota Jakarta masih berupa Out Line
Plan. Teks Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 dengan karakter Density Ring
sebagai pola kawasan memiliki keunggulan serta kelemahan.
Keunggulan terletak pada terwujudnya peradaban yang memusat,
memberikan tempat penting pada Apa di pusat. Dimuliakan melalui jarak
sebagai pengantar skala untuk menampilkannya sebagai pusat orientasi.
Kelemahannya pada ketidakseimbangan kepadatan bangunan akibat jarak yang
tidak sama antar ring terhadap titik sentralnya, yaitu jarak R1, R2, R3 dan
seterusnya hanya mempertimbangkan idealistik namun mengabaikan efisiensi.

319Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan
Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995.
139
Density Rings ditujukan mengeskspresikan aspek kemegahan dan sentralistik
Penguasa selaras sikap politik sentralistik Soekarno. Penasbihan Kota Jakarta
sebagai Ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan menjadi bukti sikap
tersebut320 menunjuk peran Tugu Nasional sebagai representasi karakteristi
Khora refeleksi ibu-perawat yang feminine sebagai metaphoric mother. Sejak
Proklamasi 1945, Indonesia belum memiliki Ibukota Negara secara definitif.
Terpicu oleh desakan para Duta Besar Negara lain yang menginginkan lokasi
berdirinya Gedung Kedutaan Besar sebagai perwakilannya di Indonesia,
Soekarno kemudian menjajaki berbagai usulan kota sebagai Ibukota Negara.
Antara lain; Kota Malang, lokasi di dekat Danau Toba, Palangka
Raya, Magelang, Bandung dan Bogor321 kemudian Jakarta diputuskan sebagai
Ibukota Negara karena dinilai oleh Soekarno memiliki keutamaan peran
sebagai tempat penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berbagai
peristiwa bersejarah berlangsung di Jakarta, sejak Kebangkitan Nasional, Budi
Utomo pada 1908, Sumpah Pemuda 1928, serta Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia 1945. Penentuan Jakarta sebagai Ibukota bukan alasan historis
semata, tetapi dikarenakan jejak keruangan tinggalan Kemaharajaan yang
pantas sebagai perayaaan terhapusnya kolonialisme oleh Soekarno, meski
terjadi beberapa kali pemindahan Ibukota sekitar 1945-1950 dari Jakarta ke
Yogyakarta, Bukittinggi sebelum dipindahkan lagi ke Jakarta. Kota
Palangkaraya dijajaki sebagai Ibukota Negara sempat ditengarai pemancangan
tiang di tengah Pahandut 1957.

320Proses penentuan Ibukota sangat panjang yang berujung pada 22 Juni 1964 pada Hari
Ulang Tahun Jakarta ke-435.
321Simak Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di

gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.

140
Pada masa Soeharto-pun wacana pemindahan Ibukota ke Jonggol
terjadi. Isu pemindahan Ibukota merupakan kelaziman sejak Dinasti Mataram,
masa Kolonial, dan di alam Republik. Penyebab wacana pemindahan Ibukota
Negara ke luar wilayah Jakarta dipicu oleh beberapa faktor; 1) Kota Jakarta
yang rawan banjir, 2) Kota Jakarta sesak kemacetan jalan, 3) Arus urbanisasi,
4) Kota Jakarta mengalami inefisiensi akibat pemusatan pusat pemerintahan dan
bisnis. Andai saja pola density ring ditaati dengan membebaskan radius 15
kilometer dari Tugu Nasional, inefisiensi dimungkinkan akan tertanggulangi.
Wacana sejumlah alternatif Ibukota Negara, tampaknya tidak mampu
mengalahkan eksistensi Kota Jakarta. Dikarenakan kompleksitas kesejarahan
yang terkandung di dalamnya, sekaligus infrastruktur yang telah dimilikinya
menjadikan Jakarta yang tidak mampu diungguli oleh Kota manapun di
Indonesia. Ke-Agung-an Jakarta sebagai Ibukota Negara hanya akan terjadi
melalui cara merevitalisasi Jejak Peradabannya dengan kesungguhan dan
kearifan melampaui apa yang telah dilakukan Soekarno. Keperpihakan
Soekarno terhadap Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara menunjukkan sifat
Khora yang bersepadan sebagai ruang dalam arti tempat, lokasi, wilayah,
area yang luas/country.

TUGU NASIONAL SEBAGAI OBJEK PEMBAWA TANDA

Rancangan Tugu Nasional melewati proses kreatif setelah Soekaro


melakukan perjalanan keliling mancanegara. Menyaksikan piramid di Mesir,
obelisk di Washington DC, patung Liberty di Amerika, Menara Eifel di Paris,
Lomonosov di Moskow, Patung Yesus Kristus di Rio de Jainero. Perjalanan
Soekarno ke beberapa kota mancanegara telah memperkaya khasanah
Soekarno dalam menggagas ide form monumen yang skala gigantis.
141
Bahkan penentuan ketinggian Tugu Nasional-pun didahului dengan
memastikan terlebih dahulu ketinggian Patung Liberty di Amerika Serikat322
yang ditujukan agar sosok Tugu Nasional dapat disaksikan dalam jarak 20-30
kilometer jauhnya323, sehingga membutuhkan keleluasaan bagi jarak pandang
ideal terhadap Tugu Nasional agar menjadi karya yangter: tertinggi dan
terbesar sebagai ekspresi hasrat kesetaraan internasional. Di saat perancangan
Tugu Nasional berlangsung, di Rusia sedang marak oleh gaya seni advand-garde
sebagai karya seniman kiri - left artists yang menentang totalitarianism. Merujuk
Igor Golomstock dalam Totalitarian Art324 sebagai gaya seni yang mengabdi
ideologi Sang Penguasa, dan berperan sebagai alat perjuangan di masa Socialist
Realism325 yang dirintis Joseph Stalin. Doktrin bernegara sekaligus pengatur
laku berkesenian itu diunduh dari Theory of Reflection Marxist .
Hanya ada penilaian sastra dan gaya seni yang disebut seni indah
(beautiful) dan seni buruk (ugly)326. Menurut aliran Sosialisme-Realis, keindahan
tidak hanya dalam ukuran, dalam kehidupan dan keragaman, tetapi juga pada
kesatuannya. Setiap pikiran kreatif memancarkan ronanya dan penciptaan
memiliki suara sendiri, Tanah Air (Soviet) akan berdiri sebagai musik yang
terkatakan indah, semua suara berbaur bersama secara harmonis,

322 Dokumen Surat Kawat dari Kedutaan Besar Amerika kepada Soekarno yang
menyebutkan ketinggian patung Liberty.
323 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di

gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.


324Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and

The Peoples Republic of China. London: Collins Harvill, 1990, page xiii. Simak juga
Benjamin, Andrew. Art, Mimesis and The Advant-Garde: Aspect of a philosophy of difference.
London and New York: Routledge. 1991.
325Socialist Realism berkembang sebagai basis ideologi komunisme yang mengangkat utopia

Marxist. Berkembang pesat terutama di Rusia. Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism
and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist
Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51.
326 Ibid., hal. 70.

142
disertai gerakan invisiable tidak satu barispun dan tidak satu warnapun akan
mengusik mata. Hal itu terjadi adanya desain tunggal yang indah yang
membimbing insan Soviet dalam merancang. Jejak gaya seni Sosialisme-Realis
tampak mengilhami Soekarno berkat kedekatannya dengan Perdana Menteri
Nikita Khrushchev dan Wakilnya Anastas Mikoyan Penguasa Soviet masa itu.
Sejumlah kunjungan ke Moskow Soekarno327 memberi kesempatan
kepada Soekarno menikmati secara langsung karya seni lukis dan seni patung
di Museum Seni Lukis Tretyakovskaya, Museum L' Hermitage, pagelaran Sirkus
dan Ballet dan Mausoleum Lenin dan Stalin, serta stadion Pachtakor dan Stadion
Central Lenin atau Luzhniki yang berkapasitas 78.360 kursi yang menyerupai
rancangan Stadion Gelora Bung Karno tahun 1958. Pemerintah Rusia
menghadiahkan Soekarno lukisan karya pelukis Rusia Makowski Upacara
Perkawinan Rusia dan Pesta Dewa Anggur keduanya dipajang di Istana Bogor.
Gaya patung realis Pekerja dan Wanita Kolkhoz tampak mengilhami Soekarno
saat menyiapkan patung Selamat Datang. Sepasang patung karya Vera Mukina328
memiliki kesamaan gesture dengan patung Selamat Datang karya Edhi Sunarso.
Keduanya tampil sebagai sepasang generasi muda. Patung Pekerja dan
Wanita Kolkhoz tampil mengangkat tangan memegang alat palu dan arit,
sedangkan patung Selamat Datang sedang mengangkat setangkai bunga. Patung
di Moskow menggunakan titanium dengan sosok idealistik Yunani. Karya
Edhi Sunarso dari logam perunggu dengan sosok gaya dan wajah ndeso wajah
tipikal khas desa yang justru mewakili ke-Indonesia-an. Kebaruan teknologi
logam serta besarnya dimensi patung yang diminta Soekarno sempat
menciutkan hati Edhi Sunarso.

327Buku laporan Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow :


Penerbit Seni Lukis Negeri. 1956.
328 Patung ini sempat dipajang di International Exposition di Paris 1937.

143
Akan tetapi Soekarno telah melapangkan jalan baginya mengawali peradaban
baru seni patung realis berbahan logam dengan skala gigantis. Setelah patung
Selamat Datang, seniman Edhi Sunarso menggubah Patung Pembebasan Irian
Barat329 dan Patung Dirgantara.Pengaruh Sosialisme Realis di Soviet berupa
pengabadian Sang Pemimpin melalui Mauseleum - arsitektur makam tampak
mengilhami Soekarno sebagai cara-cara mengabadikan artifak Sang Saka Merah
Putih330 di Tugu Nasional. Bahkan hingga karya ini usai belum terlaksana.
Jejak gaya seni di Tugu Nasional lainnya berupa seni lukis gaya mooi
indie - Hindia Elok sebagai latar panorama diorama di Museum Sejarah
Nasional. Diorama merupakan kemajuan di bidang seni rupa tri-dimensional
sebagai kolaborasi seniman dan sejarawan. Karya seni kria, berupa seni ukir
seni ukir di atas kayu serta di atas logam perunggu di Tugu Nasional
menunjukkan keberagaman gaya seni sebagai idealisasi keelokan karya khas
Indonesia, yang juga merambah sebagai ornamen Hotel Indonesia Group: Hotel
Indonesia, Samudera Beach, Ambarukmo di Yogyakarta dan Bali Beach di Bali. Satu
ciri Sosialisme Realis ditujukan pengkultusan Sang Penguasa.
Karya serupa itu disaksikan melalui empat buah relief batu andesit
karya Harijadi Sumodidjojo: 1) Pesta Pura di Bali di dinding Hotel Indonesia
seluas 68 meter persegi, dengan tulisan: Dipersembahkan kepada PJM Presiden
Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi Dr. Ir. Soekarno dan seluruh bangsa Indonesia jang
tertjinta331 .2) Ombak Sepanjang Pantai di Hotel Samudera Beach332 3) Untung Rugi
di Lereng Merapi di Hotel Ambarukmo Palace Yogyakarta333 dengan tulisan:

329 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peresmian Monument Irian Barat di Lapangan
Banteng, Djakarta, 18 Agustus 1963.
330 Soekarno, 27 Djuni, 1960, hal. 4.
331 Pengamatan langsung di Hotel Indonesia-Kempinski Jakarta, 2010.
332 Pengamatan langsung di Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, 2001.
333 Pengamatan langsung di Hotel Ambarukmo Palacedi Yogyakarta, 2010.

144
Dipersembahkan Kepada Bung Karno Seniman Adiluhung jang Menjediakan Lapangan
Luas Lebar bagi Seniman Pedjoang untuk Mentjurahkan Bhaktinya. 4) Indonesia yang
Akan Datang di Hotel Bali Beach334 melukiskan Soekarno di pusat relief
sepanjang + 30 meter.Relief modern diawali tahun 1957 sebagai relief beton di
Bandara Kemayoran oleh tiga seniman; 1) Manusia di Indonesia oleh S Sudjojono,
2) Flora dan Fauna Indonesia oleh Harijadi, 3) Legenda Sangkuriang oleh
Surono335 dan sejumlah karya seni Realisme Sosialis di Hotel Indonesia-Kempinski
; 1) Patung perunggu Dewi Sri karya Trubus, 2) Lukisan semi-relief warna
Wanita-wanita Indonesia Terbang ke Angkasa karya Surono 2) Lukisan realis Satwa
Indonesia karya Lee Man Fong, 3) Lukisan mozaik Penari Tradisional Indonesia
karya G Dharta 4) Relief kayu bertema persawahan di Ball Room Hotel
Indonesia.Keberagaman gaya seni kria untuk mempercantik bangunan
menyerupai Taman Sari bersesuaian ideologi politik Soekarno yang sedang
mengalami ketegangan akibat beragaman ideologi yang ingin dipadukan;
Nasakom-Nasionalisne-Agama-Komunis sedang digencarkannya.
Tindakan Soekarno menyerupai eklektisme336 dalam pandangan
postmodernism yang memadukan ragam seni kria tradisi ke dalam Arsitektur
Modern. Apresiasi Arsitektur Modern sejatinya mengabaikan ornamen, justru
dirayakan oleh Soekarno dengan keragaman seni kria tradisi dan menjadi
berkah manakala setiap karya seni yang tergubah telah menyejarah, dan
menjadi masterpiece karena setiap karya adalah satu-satunya yang diperuntukkan
bagi Penguasa.

334 Pengamatan langsung di Hotel Bali Beach, 2009.


335 Dok.Pribadi Santu Wirono Harijadi, Jakarta 2004. Simak Harijadi & Mural Batavia dalam
Tempo 10 April 2011 hal. 61-66.
336 Gaya eklektisme sebagai pencampuran beberapa aliran gaya yang menonjol

145
Keberanian Soekarno menampilkan seni kria bersanding dengan Arsitektur
Modern, bukan inkonsintesi terhadap mashab, justru sebagai tindakan
meneguhkan lokalitas ke-Indonesia-an yang belum terpikirkan masa itu.
Termasuk gagasan IPTEK yang bersandar rasionalitas dan riset yang
direprsentasi oleh Reaktor Nuklir337, Herbarium338, Planetarium339, Pabrik
Listrik Tenaga Uap340 serta pendirian Kampus-Kampus. Soekarno menyadari
situasi yang kurang kondusif disaat mengawali kemajuan IPTEK. Soekarno
menghapus nuansa tradisi yang membelenggu masyarakat Indonesia341:

Djanganlah lagi mengadakan kontes-kontes perkutut, adu


suara perkutut; sebab akibat mental kepada kita djahat
sekali. Bahwa rakjat berdjiwa perkutut-isme. Ja dengan rasa
ajem meteti burung perkutut sambil minum kata orang
Jogja- teh nasgitel, ja panas ja legi, ja kentel. Djiwa jang demikian
itu tidak baik bagi bangsa Indonesia jang sekarang ini sedang
revolusi. Apalagi revolusi Pantjamuka jang dahsjat dan hebat ini
Sehingga sebenarnja tempat ini berisikan satu paradox; pernah
dipakai untuk penjabungan burung perkutut, tetapi sekarang
djuga menjadi satu tempat Indonesia terbang ke muka; di
dalam atomic age

Planetarium342 didirikan guna menghilangkan ketahyulan yang masih


menyelimuti bangsa melalui edukasi ilmu pengetahuan tentang angkasa.
Senarai itu dibangun masjid Baiturrachim343 penanda jaman yang berbasis
kerohanian:

337 Pidato Soekarno pada Perletakan Batu Pertama Reaktor Atom di Bandung 9 April 1961.
338 Soekarno pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Herbarium di Bogor, 19 Agustus 1963.
339 Amanat Soekarno pada Pemantjangan Tiang Pertama Planetarium di Tjikini, 9 September 1964.
340 Soekarno. Amanat Presiden. Pemancangan Tiang Pertama Pabrik Listrik Tenaga Uap di

Tandjung Priuk, Djakarta, 23 Agustus 1965


341 Pidato Soekarno pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung 9 April 1961.
342Amanat. Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, 9 September 1964.
343 Amanat Presiden. Upatjara Pembukaan Mesjid Baiturrachim, Djakarta, 3 September 1960.

146
Peresmian mesdjid Baiturrachim ini pada hakekatnja suatu permulaan daripada satu
djaman, djaman jang baru Masjid Istiqlal merupakan karya Arsitek Kristiani
yang taat Federick Silaban setelah memenangkan:344

Dulu-dulunya adalah sebuah masjid. VOC menghancurkan masjid


itu untuk didirikan sebuah benteng. Itu sebabnya di mukanya
didirikan sebuah Katedral. Nah, bekas benteng VOC itu kini saya
gempur untuk saya dirikan Masjid Istiqlal. Asal masjid kembali ke
masjid. Paling besar, paling megah, paling kampiun di seluruh Asia
Tenggara!.

Tindakan Soekarno itu menunjukkan proses memutu kehadiran arsitektur


yang semula Ada menjadi Tiada ataupun sebaliknya, menyerupai dekonstruksi dalam
arsitektur. Selain masjid, dibangun gereja di Jl. Melawai yang dipercayakan
kepada Bambang Wijanarko345. Sikap Soekarno itu menunjukkan harmoni
lintas religi, termasuk melestarikan perkumpulan kebatinan yang inti ajarannya
samadi dan tafakur, dan bukan klenik346 merefleksi Dualitis Jawa.
Simbol rays pada psike Soekarno ditandai oleh daya pesona bagi
kehadiran sejumlah wanita dalam kehidupan Soekarno yang mendorong
terciptanya karya arsitektur347. Sedikitnya sembilan orang isteri Soekarno yang
tak satupun dari etnis sejenis348. Rancangan karya terkait pancaran pesona ini

344 Dialog Soekarno dengan Menteri Agama Syaifudin Zuhri, harian Merdeka 19 April 1979.
345 Widjanarko, Bambang. Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit Gramedia.1988, h. 53.
346 Pidato Presiden pada Kongres Kebathinan di Gedung Pemuda Djakarta, 17 Juli 1958.
347 Dinasti Mataram di Karaton Surakarta memiliki sejumlah garwa selir Raja disetarakan harem

yang disantuni di Keputren dilengkapi taman indah, kolam air, kamar pribadi, dapur, perabot
indah serta pasar yang penjualnya wanita berbusana Jawa. Di Kota Alexandria Mesir masih
terjejak Istana Montazah sebagai Istana Harem di pinggir pantai, kunjungan 2010.
348 Nama isteri-isteri Soekarno 1) Siti Oetari dari Jawa Timur, 2) Inggit Garnasih seorang

Sunda, 3) Fatmawati dari Sumatera, 4) Hartini dari Salatiga, 5) Haryatie dari Sidoarjo, 6)
Kartini Manoppo dari Ambon, 7) Ratna Sari Dewi dari Jepang, 8) Yurike Sanger dari
Manado dan 9) Heldy Djafar dari Bandung.
147
berupa karya rumah tinggal, di Jl. Sriwijaya 26 Jakarta349 bagi Fatmawati,
paviliun Bayurini di lingkungan Istana Bogor bagi Hartini sebelum memiliki
Srihana-Srihani di Jl. A Yani Bogor350dan bagi Hariyatie351 di Slipi, kini
menjadi Mall Taman Anggrek, bagi Dewi Soekarno di Wisma Yaso bernuansa
Jepang sekarang Museum Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta352.

PEMBAWA TANDA JEJAK METAPHORIC MOTHER

Soekarno sangat menyadari artinya suksesi bagi terwujudnya Jakarta


City Planning, terungkap melalui sikap Soekarno bersifat Methaporic Mother di
saat memilih Gubernur bagi Ibukota Negara sebagai sosok penerus gagasan
ide form arsitekturalnya, yang bukan berasal dari keturunannya, bahkan bukan
di lingkungan pemerintahan, sikapnya menyerupai Sri Kresna ketika hendak
melepas Tahta dan Wijayakusuma. Sebelum Soekarno benar-benar memudar
kekuasaannya, tepatnya 28 April 1966 Soekarno melantik Ali Sadikin.Perwira
KKO yang dinilainya kopig keras kepala sebagai Gubernur Jakarta Raya
dengan sebentuk harapan353 :

349Menurut Fatmawati dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno. Jakarta:Yayasan Bung


Karno.2008, rumah Jl.Sriwijaya dibangunnya secara diam-diam dengan biaya dari Ayahnya,
Soekarno mengakui tidak pernah menceraikan Fatmawati sekalipun dirinya memilih keluar
dari Istana dan tinggal di Jl. Sriwijaya sejak Soekarno memutuskan menikahi Hartini.
350 Berdasar peninjauan lokasi ke Jl Ahyani Bogor 2001, serta penuturan Keluarga Hartini.
351Hariyatie.The Hidden Story.Hari-hari Bersama Bung Karno 1963-1967.Jakarta:PT
GramediaWidiasarana Indonesia. 2001, hal. 33.
352 Peninjauan lokasi ke ex. Wisma Yaso sekarang Museum Satria Mandala 2001, dan 2009.
353 Soekarno. Amanat PJM Presiden Sukarno Pada Pelantikan/Penyumpahan Mayor Jenderal KKO

Ali Sadikin Menjadi Gubernur /Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Istana Negara,
Jakarta, 28 April 1966 dalam Messias.Revolusi Belum Selesai Jilid 2. Semarang: Messias.2003,
hal. 114 - 122.
148
Cita-citaku mengenai kota Jakarta sekarang akan saya supplant
tanamkan kepadamu, supplant sebagian daripada aku punya
kalbu ini seperti saya iris, saya masukkan ke dalam kalbumu,
Ali Sadikin. Itu bukan pekerjaan yang gampang memenuhi
cita-cita yang besar, bukan pekerjaan gampang. Tetapi Insya
Allah SWT. Doe je best agar engkau dalam memegang
kegubernuran Jakarta Raya ini benar-benar juga sekian tahun
lagi masih orang mengingat, die heft Ali Sadikin gedaan, inilah
perbuatan Ali Sadikin. Bismillah, mulailah engkau punya
pekerjaan.

Ali Sadikin sebagai Gubernur Djakarta Raya 1966-1977354 dipandang


sebagai Penerus Tahta Soekarno bagi berlangsungnya gagasan Jakarta City
Planning dari Soekarno. Ali Sadikin mengemban impian Soekarno sesuatu
yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk
being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di
suatu tempat atau ruang dalam hal yang bertautan dengan Kota Jakarta.
Sepotong pepatah : the Power tends to corrupt, and absolute power corrupts
absolutely. Great men are almost always bad men dari Lord Acton agaknya terbukti.
Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup
secara mutlak. Di saat kekuasaan mutlak dimiliki Soekarno, Sang Pembangun
Agung, Panglima Besar Revolusi dengan 26 gelar Doctor Honoris Causa hingga
ditetapkan dirinya sebagai Presiden Seumur Hidup oleh MPRS justru memicu
kejatuhannya usai G30S PKI Oktober 1965, Soekarno menuai kegetirannya
melalui perintah untuk segera keluar dari Istana Bogor menuju rumah
penahanannya ke Istana Pribadinya di Batu Tulis Bogor dan Wisma Yaso di
Jakarta355.

354 Simak KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali. Demi Jakarta (1966-1977). Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.1993.
355Simak Ramadhan. KH Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya: Otobiografi.

Jakarta:1988.
149
PERWUJUDAN RUANG YANG LUAS/NEGARA

Keserupaan konsep Khora sebagai sejumlah tindakan Penguasa


sebagai penyedia posisi yang hadir untuk being terkait rancangan ruang bertautan
erat dengan padu-padan sebagai refleksi budaya Jawa Kuno yang mudah
berasimilasi. Ide form arsitektur Soekarno dijalani sepenuh cinta 356 berselaras
dengan tic cinta, bahkan cenderung meng-agung-kan menyerupai perayaan
keberhasilan memiliki Negeri yang Merdeka wujud cita-cita Soekarno Muda
melalui teks Indonesia Menggugat dan Mentjapai Indonesia Merdeka357. Ketika
benar-benar merdeka, impian mewujud manakala Soekarno dikukuhkan
sebagai Penguasa. Ruh ke-Indonesia-an digaungkan melalui kata, kalimat,
jargon, metaphor, mitos, simbol, sketsa, gambar angan-angan 358 dan
hingga form Tugu Nasional. Bukan saja representasi Kawasan Medan
Merdeka melainkan merepresentasi Ke-Indonesia-an dalam arti wilayah
sebagai Negara. Ketiadaan sifat fixed khora-pun menggayuti idealisasi
Soekarno. Sifat unlimited semiosis gagasan Umberto Eco dan Jacques
Derrida membuka terbukanya keragaman tafsir yang tiada pernah purna,
serta mustahil mencapai canon359/ penafsiran tunggal.

356Ticdari kata archeticture dikatakan oleh David Farrel Krell sebagai cinta yang menjiwai
desain dalam Archeticture.Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State
University of New York Press. 1997, hal. 13.
357 Soekamo."Mentjapai Indonesia Merdeka" Maret 1933 dalam Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I,

1965, hal. 286.


358 Asikin Hasan (ed). Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam.

2001, hal. 3.
359Canon penafsiran tunggal melalui proses pemaknaan tanda atau semiosis yang tidak

pernah tuntas untuk memperoleh kesepakatan pemaknaan dibidang seni.


150
Kehadiran Tugu Nasional akan terus menerus dimaknai oleh siapapun,
berselaras dengan Karl Proper tentang demarkasi yang berpeluang
lahirnya kebaruan dalam ilmu pengetahuan melalui Falsifiability 360.
Citra Ruang Jawa pada lengkungan Cawan Tugu serupa vinyet atau
bayangan ruang bagi orang yang menyusup menyerupai sedang
bernaung/berteduh di bawah pohon besar menunjukkan sifat khora sebagai
sesuatu ruang yang menyerupai rong. Ruang ciptaan Soekarno sebagai
penyedia posisi yang hadir untuk being. Sejumlah tindakan kepeduliaan
terkait ruang dalam mewujudkan Tugu Nasional sejak awal
perancangan, baku mutu, hingga keterlibatannya dalam pelaksanaan yang
melampaui kelaziman seorang Presiden. Sifat Khora sebagai metaphoric
mother yang mengiringi diri Soekarno dalam terwujudnya keruangan Tugu
Nasional sebagai representasi ruang yang luas, yaitu Ruang Negara.
Dan berdasar gagasan Alexander361, apresiasi terhadap karya
arsitektur wajib diiringi oleh kata kunci atomistic dan fit untuk menggambarkan
peran arsitektur sebagai susunan atom-atom di alam semesta, menjadi
konstelasi yang tersusun sehingga memiliki kepantasan sebagai karya. Fakta
demikian itu layak diberikan kepada Kawasan Tugu Nasional362 karena
mengandung ruang-skala-bentuk yang mampu menanggapi lingkungannya363.

360Falsifiability atau refutability adalah kemungkinan logis bahwa suatu pernyataan dapat
bertentangan dengan pengamatan atau hasil dari suatu eksperimen fisik. Sesuatu yang
"falsifikasi" tidak berarti itu adalah palsu, melainkan, melalui pengamatan atau percobaan
untuk mengatasi konflik itu. Dipopulerkan oleh Karl Popper .
361 Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University

Press.1964, hal. 15.


362 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit

Erlangga.1997, hal. 222.


363 Ibid., hal. 194-204.

151
Berdasar dokumentasi Heuken364 selama 1750 - 2007 dibuktikan tiadanya
perubahan yang berarti pada ex. Champ de Mars yang kini Lapangan Medan
Merdeka itu kecuali adanya Tugu Nasional.
Ruang terhamparnya Tugu Nasional tidak terlepas dari pola
keruangan yang memiliki konsep mandala dan axis mundi sebagaimana
rancangan bangunan suci kebudayaan Jawa Kuno. Titik pusat-axis mundi
representasi gunung suci Mahameru/ Mandara/Kailasa dan puncak Kutagara
sebagai kota para Dewa digubah dalam pola bujur sangkar pada Cawan, dan
Tugu dan mahkotanya sebagai sumbu tegak bersesuaian konsep percandian365.
Adanya ornamen padma-wijaya kusuma, kala-makara, empat pintu utama, ruang
berundak serta pola the center meneguhkan kesesuaian itu. Karya arsitektur
Tugu Nasional merupakan re-trospeksi Soekarno atas spirit modernitas pada
era 1960-an. Modernitas Soekarno mengandung emotional evoked berupa
monad- jiwa terinti dari budaya Jawa Kuno sehingga menjadikan arsitektur Tugu
Nasional sebagai genre baru yang memperkaya khasanah Arsitektur Modern
khas Indonesia 1960-an. Ungkapan retrospektif itu dibingkai oleh epistemology,
eschatology, iconography, mechanism dan organism merujuk pengutaraaan Rowe366.

364 Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
2008, hal. 29.
365 Acharya, Prasanna Kumar. Indian Architecture According to Manasara-Silpasastra. London:

Oxford University Press, 1927dan A Dictionary of Hindu Architecture. London: Oxford


University Press, 1927 serta Architecture of Manasara Translated From Original Sanskrit. London:
Oxford University Press, 1933, hal. 410 dan 475 The Doorway dan The Central Theatre.
366Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect.

LondonAcademy Editions.1994, hal. 6-7.


152
CITA-CITA MENGGAPAI BINTANG DI LANGIT

Dapatlah dimengerti mengapa dimensi Tugu Nasional melampaui


ukuran bangunan rata-rata di lingkungannya pada masa kehadirannya 367.
Ukurannya menyerupai sosok raksasa menjulang angkasa sekitar 142 meter 368
dengan lebar Cawan sekitar 80 meter di tiap sisinya sehingga Tugu Nasional
dikatakan memiliki skala gigantis dan menjadi tertinggi dan terbesar di
kawasannya. Pada jarak satu kilometer darinya sosoknya dapat tersaksikan.
Menyembul di antara vegetasi di sekelilingnya, yang tampaknya kurang
memperoleh perhatian khusus karena telah menutupi sosok Tugu Nasional
sebagai satu-satunya artifak yang harus menonjol di antara ruang terbuka
dalam konsep kekosongan itu.
Skala benda-benda di Tugu Nasional, merepresentasi sifat yang
artinya paling atau ter; terbesar, tertinggi, terindah, termegah, termulia,
terabadi tampak pada ukuran badan Tugu dan Cawan, patung Garuda Pancasila,
ukuran Gerbang Kala-Makara, ornamen Padma dan Wijayakusuma, peta
kepulauan Indonesia, serta Lidah Api. Gagasan merancang yang ter
merefleksi hasrat Soekarno: Seluruh rakyat Indonesia jiwanya, hatinya, rohnya,
kalbunya, harus menjulang ke langit laksana Tugu Nasional sekarang ini. Bahkan
sepuluh kali, seratus kali, seribu kali tingginya Tugu Nasional. Ketinggian Tugu
Nasional berubah-ubah sesuai keinginan Soekarno.

367 Saat pembangunan Tugu Nasional satu-satunya highrise building di Indonesia. Pasca
deregulasi perbankan 1988, Kota Jakarta menjadi impian Pengembang terutama jalur
Kebayoran-Thamrin, sehingga ketinggian Tugu Nasional bukan tertinggi saat ini.
368 Suatu hari ketuka pembangunan Tugu Nasional berlangsung, Soekarno merasa perlu

ketinggian Tugu ditambahkan 10 meter lagi. Sehingga ketinggian Tugu Nasioanl yang
semula 132 m menjadi 142 m. Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek
Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997.

153
Menurut sketsa tangan Arsitek Soedarsono tertera, 1) tinggi Cawan
Tugu dari muka tanah adalah 17 meter, 2) Badan Tugu dari Cawan 110 meter, 3)
Api Kemerdekaan 17 meter, 4) Lebar Podium 80 meter, 5) Lebar Cawan 45
meter, 6) Dasar Tugu 8 meter dan diujungnya mengecil menjadi 5 meter.
Semula rancangan awal ketinggian Tugu Nasional dari muka tanah 128, 70
meter, berubah menjadi 132 meter dan terakhir 142 meter untuk memperoleh
kualitas yang ter melalui standar antropometrik369 proporsi dan dimensi
merujuk ukuran fisiologis manusia.
Aspek proksemik terjadi di Terowongan Bawah Tanah berupa jarak
di saat melangkahi setiap undakan tangga. Dan di Ruang Kemerdekaan berupa
jarak pandang dari amphiteather ke arah dinding pusat. Ruang pribadi
ditampakkan pada Museum Sejarah, disaksikan bila posisi tubuh berhadapan
secara frontal dengan arah mata memandang sedikit ke bawah pada kotak
kaca. Kedudukan ini tidak tergantikan melalui cara lain untuk menyimak
adegan demi adegan diorama.
Di Ruang Kemerdekaan, hanya dengan sikap tenang menyerupai
ruang pribadi, suasana kontemplatif dapat terjadi untuk memfokuskan
pemahaman atribut kemerdekaan yang terdapat di keempat dindingnya.
Antropomorfis sebagai tindakan pemberian sifat-sifat manusia pada benda-
benda, untuk memberi spitit kehidupan. Sosok benda yang seperti di beri ruh
terdapat pada sosok patung Pahlawan Diponegoro yang merepresentasi sosok
kepahlawan Indonesia. Hal serupa juga terlihat pada Diorama yang
merepresentasi peristiwa penting menuju NKRI

369 Lang, Jon. Creating Architectural Theory. The Role of Behavioral Sciences in Environmental

Design. New York: Van Nostrand Reinhold Company.1987, hal. 14 dan Snyder, James C. &
Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 85.

154
Aspek teritori gagasan Hall ditampakkan sejak awal mencapai
Kawasan Tugu Nasional, mulai dari menapaki Jalan Silang, dan digiring
mengikuti pola jalan yang terbentuk, sehingga merasa sedang berada di
kawasan Tugu Nasional, disebut Hall sebagai Jarak Publik. Di saat berada di
Pelataran Puncak Tugu yang jarak vertikal lebih tinggi dari halaman
sekelilingnya, merasakan sedang berada di angkasa sambil menyaksikan
panorama Kota Jakarta. Ketika mencapai lokasi Lidah Api, terasa ketunggalan
karena tak ada yang selain sosok Lidah Api yang terletak di tengah. Aspek
Kesesakan dirasakan di terowongan bawah tanah, dan ruang lift yang relative
sempit. Kesesakan juga terjadi di saat tubuh melewati manhole menuju lokasi
Api Kemerdekaan. Aspek identitas (identity), sebagai pelukisan identitas
ditampakkan pada seluruh adegan diorama Museum Sejarah Nasional yang
dilukiskan dalam tata letak dan panorama alam khas Indonesia, dan
penghadiran atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan merepresentasi ke-
Indonesiaan sekalipun belum sempurna karena ketiadaan Sang Saka Merah
Putih yang tidak disadari oleh pengunjung.

PERWUJUDAN SOSOK TRITON GENOS

Citra menjulang Badan Tugu Nasional menunjukkan keserupaan


dengan obelisk sejenis tugu di masa Herodotus di Mesir. Sosok ramping bersisi
empat dengan mahkota kemuncak berbentuk piramida dari batu-monolit itu
dicontohkan sebagai obelisk asli yang dibawa Napoleon dari Luxor Mesir370
sedangkan obelisk-modern dibangun dari konstruksi batu yang memiliki
ruangan di dalamnya seperti The Washington Monument di Washington DC.

370 Menyaksikan obelisk di Luxor Mesir 2010.


155
Sosok Tugu Nasional menyerupai obelisk modern dengan afgeknotte -
piramidal terbalik. Citra obelisk pada badan tegaknya dengan mahkota Lidah
Api yang meliuk plastis sebagai pembeda dengan obelisk lainnya. Kehadiran
Lidah Api memberi sensasi bentuk unik pada Tugu Nasional. Sehingga dapat
dikatakan sebuah inovasi dalam gubahan obelisk, yaitu perwujudan sosok triton
genos. Setumpu Tugu dan Cawan mengingatkan obelisk dari Mesir dan afgeknotte
di National Historic and Artistic Heritage Institute karya Oscar Niemeyer di
Brazilia. Merujuk Mangunwijaya371 penampilan arsitektur yang dianalogikan
dengan karakter pewayangan, sosok tunggal Tugu Nasional bersesuaian
karakter Sri Kresna yang sedang bertapa, sendirian dalam kesenyapan.
Semula Soekarno menggagas bentuk Tugu Nasional berselaras
dengan tradisi Indonesia yang mengagungkan laki-laki yang dilambangkan
lingga-verering, tiang cagak urung karena yang mewujud adalah bentuk yang
sebaliknya, yaitu sosok menyerupai obelisk dan afgeknotte yang semula
ditolaknya, karena dinilai kurang Indonesia. Tindakan Soekarno yang
menerima bentuk yang semula ditolaknya tidak dikatakan sebagai inkonsistensi
terhadap gagasannya sendiri372 karena merefleksi sikap terbuka pada proses -
kreatif. Dalam pandangan artistik, sosok obelisk memiliki sifat plastis-dinamis
dibandingkan sosok tiang cagak, juga afgeknotte yang memiliki sifat menaungi
yang berada di bawahnya. Tanpa disadari alam bawah sadar Soekarno
terpengaruh oleh kunjungannya ke Mesir dan Mexico. Kedekatannya dengan
Presiden Gamal Abdul Nasser menjadikan masyarakat Mesir mengabadikan
Soekarno sebagai nama buah Mangga Soekarno serta jalan Jl. Achmed Soekarno.

371Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi


Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 302.
372Soekarno. Pidato Presiden. Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu

Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960.

156
KAWASAN PEMBAWA JEJAK BERAGAM RELIGI

Ketika mencermati tanda-tanda khas yang terdapat di Kawasan


maupun di keruangan Tugu Nasional, mengingatkan kesan pembawa tanda
jejak berupa torehan tanda silang ganda sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya. Penorehan tanda silang serupa itu semestinya dihindari Soekarno
dengan melakukan memilih tanda lain yang bersifat netral . Penorehan tanda
silang pada Kawasan Tugu Nasional merupakan sebuah keberanian Soekarno
di tengah dominasi masyarakat Muslim yang saat itu, menggambarkan sikap
keterbukaan Sang Penguasa terhadap hal-hal diluar dirinya. Sikap demikian itu
merefleksi budaya multikultur yang dijiwai Soekarno yang dibesarkan oleh
keberagaman budaya oleh Ayah-Bunda yang berasal dari Jawa-Bali serta
lingkungan yang beragam semasa mudanya. Sebagai apresiasi umat Kristiani
terhadap keeleganan Tugu Nasional, dipertunjukkan oleh Sri Paus Pemimpin
Umat Katholik di saat berkunjung ke Indonesia373 tahun 1970. Beliau
memandangi Tugu Nasional dalam jarak dekat yang tercatat oleh media dari
komunitas Katholik, Sri Paus mengatakan: Hanya Pemimpin Bangsa yang Besar
yang mampu merancang tugu sebesar Tugu Nasional.
Setelah dicermati ide bentuk Tugu Nasional menyerupai pola
percandian yang terdiri dari alas, badan dan mahkota. Cawan sebagai alasnya,
Tugu sebagai badan dan Lidah Api sebagai mahkotanya. Orientasi Pajupat
ditandai oleh empat orientasi mata angin dan gubahan bentuk dasar bujur
sangkar berundak-undak.

373Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia dan membuka misi diplomatiknya pada 1947.
Soekarno tiga kali mengunjungi Vatikan bertemu Paus Pius XII, 1956, bertemu Paus
Johannes XXIII, 1959 dan bertemu Paus Paulus VI, 1964. Paus Paulus VI mengunjungi
Indonesia pada 1970, dan Paus Johanes Paulus II pada 1989. Diceriterakan oleh
narasumber R.P.B. Moertedjo Nitiadiningrat, SH, 2010.
157
Keserupaan antara ide form Tugu Nasional dengan percandian merupakan
proses alamiah dalam kebudayaan. Percandian yang mengalami puncak
peradaban sebelum masuknya Kolonial, terbawa-bawa ke dalam rancangan
Tugu Nasional. Soekarno374mengibaratkan percandian itu bagai monumen
tridimensional yang surut karena penjajahan kolonial, dan mengajak kembali
menjadi bangsa yangtiga-dimensionil dengan Mendirikan Tugu Nasional, jangan
tugu jang hanja tinggi 10 meter, 20 meter. Bikinlah Tugu itu 100 meter lebih! 375:
Dinding tinggi berlapis pualam hijau tua di tengah-tengah Ruang
Kemerdekaan mengingatkan bangunan Kabah, benda kubus di pusat ruang
terbuka Masjid-Al Haram merupakan orientasi muslim beribadah itu terbuat
dari batu kebiru-biruan setinggi 15 meter376 dengan gerbang Al Burk377.
Di tengah dinding Ruang Kemerdekaan juga terdapat gerbang megah
penyimpan atribut kemerdekaan, dan cara melintasi ruangan itu merujuk arah
Timur yang menyerupai arah ber-tawaf378. Tampaknya Soekarno terilhami oleh
cara-cara memuliakan Ruang Kemerdekaan sebagai ruang sakral yang
mempertontonkan atribut Kemerdekaan.

374 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal,
Djakarta 24 Agustus 1961, hal. 3.
375
Ibid., hal. 4.
376 Gayo, Iwan. Buku Pintar Haji & Umroh. Jakarta: Pustaka Warga Negara.2000, hal. 171.

Periksa juga Laporan The Extension and Construction of Haram Sharif adanya perubahan ukuran
Kabah dari waktu ke waktu, 11 meter merupakan ketinggian terakhir. Simak pula buku
Antara Mekkah & Madinah. Jakarta: Penerbit Erlangga.2009, hal. 171.
377 Pintu Al-Burk bersebelahan dengan Multazam lokasi paling sakral dalam memohon.

Hanya Raja dan Kepala Negara saja yang diperkenankan memasuki ruangan dalam Kabah
sebagai penyimpanan benda-benda pusaka. Tawaf - mengelilingi Kabah disaat melaksanakan
Umrah dan Haji377 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Kabah
dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi
Ibrahim disaat membangun Kabah.
378Tawaf - mengelilingi Kabah disaat melaksanakan Umrah dan Haji378 juga melawan arah

jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Kabah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak
kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Kabah.
158
Bentuk geometric-planimetrik sosok Tugu Nasional dipadatkan menjadi
siluet/bayangan hitam, akan menyerupai siluet bunga Padma yang kuncup.
Keserupaan antara siluet Tugu Nasional dengan padma yang disebut ikonik379
itu memiliki korelasi dengan symbol pengagungan kelaki-lakian dengan siluet
Padma yang diakibatkan citra Nawa Sanga di Kawasan Tugu Nasional yang
bertumpu pada catuspatha sebagai pusat padma Nawa Sanga, sehingga siluet yang
namak adalah Sang Padma sebagai gambaran yang terparak serta menjiwai
Soekarno Muda sejak di Blitar dan Surabaya380. Kecocokan siluet Tugu
Nasional dan Sang Padma bukanlah suatu kebetulan belaka bila merujuki
budaya Jawa, karena selain dikenal ilmu gathuk-entuk sebagai cara perolehan
ketepatan atau kecocokan yang ditemukan secara mendadak juga dikenal
pengertian ndilalah kersaning Allah, yaitu sebuah takdir Allah. Dalam kehidupan
ini, diantaranya terjadi sebagai hal yang tiba-tiba, kebetulan, loncatan berpikir,
misteri yang sulit dipecahkan secara ilmiah disetarakan intuisi -intuition381.

SI PEMBAWA JEJAK LINGGA-VIVERE


Konsep Tugu Nasional sebagai Pengagungan kelaki-lakian382 yang
divisualisasikan oleh Arsitek Soedarsono digubah secara konsultatif kepada
Soekarno hingga memperoleh acc Soek sebagai tanda persetujuan.

379 Lechte, John (transl.). 50 Filsuf Kontemporer. Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
2001, hal. 229. Simak pula Noth, Winfried. Handbook of Semiotics. Indiana : University
Press, 1990, hal. 435 dan 447.
380 padma lambang theosofi Loji Padma yang diyakini Ayah Soekarno, memiliki perpustakaan

yang sering dikunjungi Soekarno Muda. Di awal menjabat Presiden, Soekarno menggubah
artifak ber-unsur padma . Periksa Bung Karno Sang Arsitek karya Yuke Ardhiati, 2005.
381 Davies,Robby (ed).Intuition: The Inside Story. Interdisiplinary Perspectives.New York:

Routledge, 1997, hal. xi


382 Pidato Presiden dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional di Istana Negara

Djakarta 27 Djuni 1960.


159
Ketika sketsa RM Soedarsono383 dan sketsa Tim Pemenang Ketiga
1960384 disandingkan serta dipertalikan dengan kontroversi pribadi Arsitek
Silaban terkandung dalam diary-nya385maupun pidato Soekarno386, disimpulkan
bahwa rancangan Tugu Nasional merupakan pengembangan rancangan karya Tim
Arsitek ITB Bandung. Oleh Sjaiful Arifin, diutarakan bahwa rancangannya
berwujud obelisk segi empat dengan afgeknotte pada Cawan, terilhami karya
Oscar Niermier yang menjadi idola arsitek masa itu. Tim A merancang obelisk
bersudut lima tanpa Cawan afgeknotte. Hal ini semula bertentangan dengan
idealisasi Soekarno yang terilhami lingga vivere sebagai peng-Agung-an Kelaki-
lakian yang menggapai bintang dilangit387. Ide Linggam dan Yoni388 oleh Soedarsono
diperhalus menjadi konsep alu dan lumpang sepasang penumbuk padi di Jawa.
Akibat penghalusan itu sosok alu- lumpang bahkan tidak dikenali lagi.
Pembubuhan tanda acc Soek di atas usulan Soedarsono berdasar
pengembangan sketsa Tim Arsitek Mahasiswa ITB.Hal itu menunjukkan
tindakan akomodatif Soekarno terhadap generasi muda sekaligus inkonsistensi
atas idealisasi awal konsep lingga-levering berupa tiang cagak. Diterimanya
konsep obelisk dan afgeknotte oleh Soekarno karena universalitas yang dimiliki
kedua artifak itu sebagai tengaran peradaban di Mancanegara.

383 Sejumlah Dokumen Pribadi Arsitek RM Soedarsono berupa sketsa, surat, memoir, foto,
yang dipinjamkan oleh Keluarganya selama masa penelitian 2010-2011.
384 Berdasar sketsa Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi, 2011. Mewakili Tim Arsitek dari

Mahasiswa ITB Bandung menunjukkan kesamaan spirit dengan gubahan Tugu Nasional
yang sekarang ini berdiri.
385Sejumlah copy dokumen pribadi Arsitek F Silaban berupa diary dan foto karya yang

dipinjamkan oleh Keluarga F Silaban dan MAan selama masa penelitian 2010-2011.
386Soekarno.Pidato Presiden.Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu

Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.


387 Pidato Presiden dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional, 27 Djuni 1960.
388Linggam dan Yoni simbol kesuburan budaya Jawa Kuno distilirisasi dari bentuk alat

reproduksi pria dan wanita. Relief lingam-yoni disaksikan di Candi Sukuh Jawa Tengah.

160
Dalam proses memutu perancangan Soekarno menambahkan rancangan yang
mengubah signifikan, berupa liukan plastis pada afgeknotte dan mahkota
sekaligus penutup ruang mesin lift yang dinamai Lidah Api Kemerdekaan.
Idealisme Pengagungan Kelaki-lakian memperoleh kristalisasi melalui penggalian
universalitas obelisk dan liukan pada badan cawan yanng berupa piramida
terbalik/ afgeknotte dan sosok Lidah Api sebagai mahkota tugu sehingga
mengubah kelaziman form sebuah obelisk dan afgeknotte sebagai dekonstruksi
Soekarno atas kemapanan berdasar dorongan hasrat untuk tampil beda disebut
difference sebagai pencarian identitas diiringi kreativitas dan inovasi rancangan.

IDE IMPIAN CITA-CITA MENGGAPAI LANGIT

Kehadiran Lidah Api merupakan artifak tambahan, karena tidak


termasuk dalam Term of Reference Sayembara Tugu Nasional 1960, karena
merupakan keinginan Soekarno yang saat itu sempat ditentang oleh peserta
sayembara389 karena dianggap kurang sesuai dengan visualisasi cita-cita
menggapai bintang di langit. Adanya Lidah Api seolah-olah menyumbat Tugu
Nasional yang menjulang ke angkasa dan bercitra modern itu. Akan tetapi
Lidah Api - dian nan tak kunjung padam tetap dilaksanakan sebagai sikap otoriter
dan keteguhan Soekarno sebagai Sang Penguasa. Visualisasi Lidah Api yang
menguncup ke atas merupakan solusi estetik bagi ketidaksempurnaan paras
atas tugu. Memberi ciri ke-Indonesia-an menyerupai peci penutup kepala pria
Indonesia. Disayangkan gerak dinamis sosok Lidah Api kurang menunjukkan
gerak dinamis obor, sehingga menyerupai sosok patung realis di puncak atas
sebuah Arsitektur Modern.

389Seperti yang diceriterakan oleh Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi K, Tim Pemenang
Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua 1960, 2011.
161
Lidah Api sebagai sosok yang semula belum terpikirkan di awal
sayembara, tampil sebagai rancangan dadakan Soekarno untuk
menyempurnakan ke-Agung-an Tugu Nasional. Sosok Lidah Api lebih
menyerupai karya seni patung di atas landasan berperan pula sebagai mahkota.
Tersebab ke-empat sisinya yang berbeda, ia menyerupai seni patung sekaligus
pelindung ruang mesin lift. Keabadian Sang Mahkota kini sedang mengalami
ujian jaman diusianya ke-50. Sosok perunggu yang dilapisi emas itu sudah
menampakkan penurunan kualitas. Merujuk Soediono390 terdapat faktor
inheren dari bahan utamanya campuran tembaga (Cu), timah putih (Sn), dan
timah hitam (Pb) yang beroksidasi secara berbeda. Timah putih dan hitam
mengalami korosi lebih dahulu dan menyerang permukaan Lidah Api terutama
profil cekungan yang tampias oleh air hujan. Faktor eksteren berupa getaran
mesin lift dan kehadiran pengunjung yang melebihi batas menyebabkan
perenggangan pada sambungan Lidah Api sehingga dimasuki air hujan. Selain
itu faktor fisis; debu, kotoran, sinar matahari, angin, air hujan dan kelembaban
udara yang tinggi yang merusak lapisan pelindung dan penipisan lapisan-emas
permukaan Lidah Api menyebabkannya kusam. Adanya Faktor Chemis; gas-gas
pencemar yang terdapat dalam udara dan aerosol seperti jika bereaksi dengan
permukaan Lidah Api yang telah terkelupas lapisannya, membentuk basil
korosi.

390Soediono dan Arfian.Faktor Interen dan Ektern sebagai Penyebab Kerusakan Lidah Api Monas
dalam Amerta No.14 1993/1994 yang Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hal. 26
162
PEMBAWA JEJAK MUSE

Mitologi Yunani-Romawi memiliki karakteristik museum yang


direpresentasi oleh kehadiran sembilan muse391yaitu Dewi-Dewi mitologi yang
dihadirkan secara simbolis untuk menginspirasi penciptaan rasa seni yaitu: a)
Calliope dengan puisi epik, b) Clio dalam lambang scrolls, c) Erato dengan lyre
dan puisi cinta, d)Euterpe dengan elegy dengan alat music sejenis flute, e)
Melpomene dengan topeng tragedi, f) Polyhymnia dengan hymne dan veil, g)
Terpsichore dengan tarian dan lyre, h) Thalia dengan topeng comic, dan i) Urania
dengan bola bumi dan kompas.
Meski berperan sebagai bangunan museum, simbol serupa muse tidak
ditemukan di Tugu Nasional. Hanya ditemukan kesepadanan jiwa
keruangannya. Kehadiran nuansa Dewi Calliope dan Clio hadir melalui epic
Teks Proklamasi. Kehadiran Hymne Padamu Negeri dalah representasi spirit Dewi
Polyhymnia dan Euterpe. Sedangkan aura Dewi Melpomene dan Thalia hadir
dalam spirit diorama. Spirit Dewi Urania terdapat pada relief wilayah kepulauan,
dan Terpsichore terdapat pada liukan Lidah Api. Secara idealnya, untuk menjadi
muse yang bersifat ke-Indonesia-an, seluruh unsur khas tradisi Indonesia
seperti tembang, kidung, seruling, gendang dsb, layak diunggulkan untuk
mengisi dimensi keempat dari Tugu Nasional ini. Ketiadaannya dimungkinkan,
karena tiada lagi intervensi serta kurangnya kepekaan Penguasa selanjutnya di
saat mengisi jiwa Tugu Nasional paska Soekarno wafat.

391Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom: Penguin Books, 1972, hal. 31.
Simak Hardjapamekas.Sekelumit Mitologi Yunani,Dewa-Dewi dan Para Pahlawan Yunani.
Bandung: Mandar Maju, 2007 dan Wikipedia, the free encyclopedia_muse_19 September 2011
menyebutkan ada tujuh atau sembilan Dewi.

163
PEMBAWA JEJAK DRAMATURGIS

Jejak Dramaturgis di Kawasan Tugu Nasional ditampakkan melalui


sekuen arus pengunjung yang berselaras dengan drama of juxtaposition Cullen392
dan Rossi: Arsitektur sebagai panggung teater. Dampak emosional dinamai serial
vision, berupa gerak, cahaya dan tekstur dengan mengarahkan keragaman
pemandangan, meng-antisipasi perbedaan audiens, berupa keterkejutan ketika
mencapai Puncak Tugu. Jejak Dramaturgis pada Tugu Nasional digubah melalui
keragaman suasana dan visual berdasar skenario narasi-storytelling tentang
ke-Indonesia 393 memberi atmosfir menyenangkan seraya memahami pesan
kebesaran Indonesia, yang tersaji pada diorama di Museum Sejarah Nasional
dan draaiboeken394 sebagai panduan pembuatan diorama dipersandingkan
dengan dua belas scenario sandiwara tonil karya Soekarno395.

JEJAK KEPRIBADIAN SANG PENGUASA

Analisis peradaban radiant axes396 mengungkap jejak kepribadian


Penguasa melalui arketipe ditinggalkannya.

392 Ibid., hal. 102-103


393 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit
Erlangga.1997, hal. 337-351.
394Draaiboeken buku paduan Laporan Lengkap, Lukisan Sedjarah Visuil Museum Sedjarah

Tugu Nasional yang diterbitkan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional tanggal 1 Agustus
1964, berupa 40 adegan sejarah lengkap dengan diskripsi dan historiografi seri A, B1,B2 dan
C. Tahun 1970 diterbitkan buku Usul Tambahan Adegan sebanyak 48 adegan seperti yang
kini tersaji di Museum Sejarah saat ini, di luar 3 kotak diorama yang berada di tengah hall.
395 Sedikitnya tujuh naskah dari Ende, 1) Rahasia Gelimutu, 2) Rendo, 3) Julagubi, 4) Dokter

Syaitan, 5) Aero Dinamit, 6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, 7) Anak Haram Djadah. Dan lima karya
di Bengkulu berjudul; (1) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (2) Chungking-Djakarta, (3)
Koetkoetbi, (4) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (5) Hantoe Goenoeng Boengkoek.
396Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan

Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989.


164
Kristeva397 pernah menggagas teori represi dalam pengasingan yang memumpun
refleksi Soekarno di masa pembuangan, dan untuk dapat mengungkapkan
hasrat luar biasa dari tokoh, merujuk teori Jacques Lacan398. Adapun korelasi
karakteristik dramaturgis dalam jejak arsitektur Tugu Nasional dengan
Soekarno sebagai aktor sentralnya ditelusur melalui teori Representasi Diri
gagasan Erving Goffman. Di antara arketipe kepribadian gagasan Jung, tipe
Persona memiliki kesesuaian dengan yang apa ditunjukkan Soekarno sebagai
Sang Penguasa. Persona mewakili citra publik, berdekatan dengan kata Latin
masker. Persona adalah topeng yang ditempatkan pemiliknya sebelum
menunjukkan diri ke dunia luar. Upaya-upayanya berupa pengelolaan kesan
baik agar dapat diterima masyarakat. Unsur menonjol Persona berupa enflanted
ego399 sebagai ekspansi kepribadian yang melampaui batas sehingga melahirkan
rasa kebanggaan diri yang berlebih-lebihan untuk mengimbangi perasaan rendah diri. Hal
itu juga terdapat dalam diri Sang Penguasa seperti Jenghis Khan, Napoleon
Bonaparte, dan Adolf Hitler, bahkan Soekarno yang mengagumi Khan400
sebagai manusia hebat dan belum tertandingi di dunia. Napoleon dinilai
Soekarno lebih jenial dibandingkan sosok Hitler sebagai Penjiplak ulung dari
Sang Khan, bahkan konsepMein Kampf dinilai menjiplak Khan yang hadir
terlebih dahulu. Kecaman Soekarno terhadap Hitler ditulisnya melalui risalah
Djerman Versus Rusia Rusia Versus Djerman! dan Batu Udjian Sedjarah401. Hal
menonjol dalam Enflanted Ego Soekarno adalah dalam melakukan invansi.

397 Kristeva, Julia. Revolution in Poetic Language, 1941. New York: Columbia University Press.
1984.
398 Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst:University of Massachusetts Press.1991, h.

108.
399 Ibid.
400 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965, hal. 605.
401 Ibid., hal. 515-530.

165
Jenghis Khan dan Napoleon meluaskan ruang jelajahnya melalui
invansi fisik teritorial, sedangkan Soekarno memperluas jelajah invasinya melalui
kekuatan diplomasi, antara lain tampil sebagai Pramrakarsa Konferensi Asia-
Afrika Bandung 1955, mengusulkan The New Emerging Forces bahkan
mengusulkan Pancasila sebagai dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa402.
Tetapi dibalik kecaman Soekarno terhadap Hitler sebagai Sang Penjiplak Ulung
secara tidak disadari, cara Soekarno dalam berbusana, dan gaya orasinya
menyerupai gaya Hitler. Bila Istana Versailles didirikan Napoleon diawali dari
pondok berburunya di Versailles sebagai pusat teritorinya, yang meluas hingga
Hindia Belanda, maka Soekarno menggubah kebesaran Indonesia dengan cara
menarik lingkaran ke arah luar dari catuspatha di kawasan sisa Kemaharajaan
dengan Tugu Monas sebagai pusat untuk dipancarkan ke seluruh dunia.
Enflanted ego dalam diri Soekaro telah mendorongnya merancang
sesuatu yang bersifat ter: terbaik, terbesar, tertinggi, termegah, terindah, terkemuka,
terkenang, sekaligus ter-abadi melalui Projek Mercusuar. Bahkan, menjelang
kejatuhannya politiknya tahun 1966, sikap serupa masih tersurat. Di hadapan
Sidang DPR-GR403 Soekarno menyampaikan keinginannya membangun
gedung Parlemen termegah di negeri ini. Stempel pribadi Soekarno yang
menyakitkan sebagai manusia megalomania pun sempat digencarkan oleh
media manca saat menggubah karya arsitektur Projek Mercusuar. Meski
sangat geram asa situasi itu, karena dorongan hasrat untuk mewujudkan obsesi
kebesaran demikian kuat, menjadikan Soekarno mampu mengendalikan diri
agar Proyek Mercusuar terwujud.

402 Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung
Karno. Jakarta:Grasindo.2001,hal. 223.
403 Soekarno.Pidato Presiden Soekarno Pada Pembukaan Sidang DPR-GR Tahun 1966-1967 di

Gedung DPR-GR Senayan Jakarta, 16 Agustus 1966.


166
Hasrat luar biasa itu menjadikan idealisme menjadi kenyataan
menyerupai katarsis bagi Soekarno. Menyerupai sebuah perayaan sebagai
pemuasan diri dari selubung kelam yang pernah melingkupi kehidupan di masa
lalunya, bersesuaian dengan pengutaraannya kepada Adams404. Megalomania
yang melingkupi Soekarno untuk memberi Kebesaran Bangsa, sekaligus untuk
menyelimuti keterhinaannya sebagai bumiputera yang dipenjara dan dibuang ke
tempat terpencil di masa Hindia Belanda, dialihkannya dengan membaca di
perpustakaan Theosofi di Surabaya405:
Megalomania merujuk Jung406 ditampakkan oleh mimpi-mimpi
seseorang yang beramah-tamah dengan tokoh-tokoh Agung dalam sejarah
seperti Napoleon dan Iskandar Agung. Sebagai fantasi yang ditimbulkan oleh
rendah diri kompleks yang berlangsung pula dalam diri Soekarno secara unik.
Rasa rendah diri sebagai bumiputera diimbanginya dengan membaca pustaka
orang-orang besar. Cara Soekarno merepresi rasa rendah diri mengantarnya
sebagai politikus yang disegani dan bahkan menjadi Presiden. Ketika legitimasi
sebagai Presiden dimilikinya, puja-puji dan kecintaan rakyat kepadanya
memperbesar hasratnya menggapai kebesaran secara berlebih-lebihan
menyandingi kemasyuran Napoleon dan Jenghis Khan. Memuliakan kosmos
terutama matahari telah menjadi kelaziman di belahan bumi Timur. Di Mesir
disebut Dewa Ra, atau Dewa Matahari di Jepang. Masyarakat Indonesia di
masa perjuangan juga menyanyikan lagu di Timur Matahari sebagai ekspresi
pengagungan kosmos. Terbitnya matahari oleh masyarakat Timur dinantikan
dengan suka cita sebagai sebuah harapan kehidupan yang baru.

404Adams, Cindy.2000, hal. 50.


405Ibid. hal. 53.
406 Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan

Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989, hal. 91-92.


167
Jejak peradaban Radiant Axes juga memancarkan daya pesona yang dimiliki
Soekarno sejak masa remajanya. Kelahirannya yang berada di ambang fajar
matahari terbit menjadikannya disebut Putera Sang Fajar407. Sejumlah karikatur
selalu menempatkan simbol matahari sebagai latarnya antara lain; Hung Hung
Hung408, Djenderal Van Heutze, Keamanan Oemoem, dan Selamanya Ketakutan.
Secara jenaka Soekarno mengeritik pemerintah Kolonial. Arah Timur sebagai
orientasi di Ruang Kemerdekaan menandai ruang terpenting di Tugu
Nasional, ditunjukkan oleh kehadiran aksara Teks Proklamasi dalam ukuran
gigantis. Penasbihan Timur sebagai arah yang utama untuk melintasi ruang
penting itu tidak terlepas dari pengagungan terhadap kosmos. Pancaran sinar
matahari serta arah Timur yang mengilhami orientasi keruangan Soekarno
lekat dengan kosmologi Jawa yang menyebut : wetan sebagai simbol harapan
dan kemerdekaan. Pancaran sinar matahari yang disebut symbol rays itu ternyata
merepresentasi daya pesona pribadi Soekarno yang memancar ke segala arah
kelak di saat dirinya sebagai Sang Penguasa.

KE-ABADI-AN IMMATERIAL DI TUGU NASIONAL

Dorongan alam bawah sadar arketipe Persona yang mengandung


enflanted ego dan narsisme yang berpuncak pada megalomania yang menikmati
puja-pujian itu secara tidak disadari juga mengandung hasrat untuk dikenang,
yang cenderung kearah cara-cara keabadian. Jejak keabadian dalam diri
Soekarno ditampakkan dengan teramat jelas pada Tugu Nasional di awal
rancangannya.

Adams, 2000, hal. 24.


407

Karikatur-karikatur dibuat sekitar 1932-1933 disaat Soekarno berusia 20-an. sumber


408

DBR Jilid I, 1965.

168
Pengutaraan keinginan agar Tugu Nasional dapat tersaksikan 1000
tahun lagi dari tahun 1960 saat itu, merefleksi hasrat keabadian
Soekarno.Terlebih disaat mengamanahkan rekaman suara dirinya mengulang
pembacaan Teks Proklamasi untuk diperdengarkan di Ruang Kemerdekaan.
Realitas kehidupan merujuk pandangan Dunia Jawa menyerupai siklus metu-
manten- mati atau lahir -tumbuh - mati dimaknai dengan ritual tertentu agar
memperoleh keselarasan hidup. Mempercayai kesementaraan hidup di dunia,
dan keabadian melalui cara manunggaling Kawula-Gusti dengan memelihara
kosmos. Arsitektur sebagai mimesis kosmos juga mengalami siklus lahir-
tumbuh-mati. Tugu Nasional yang didahului proses memutu juga menyandang
konsep keabadian 1.000 tahun dari Sang Penguasa yang ditegaskan sejak awal
Sayembara Kedua Tugu Nasional 1960409. Terdapat dua konsep keabadian
yaitu melalui materialnya, dan Kedua melalui immaterial, yaitu energi suara
Soekarno dan pengabadian jiwa Proklamasi melalui atribut kemerdekaan.410:

Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksara-


aksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari
perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960
atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa
membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari
perunggu itu

Keabadian fase pertama Tugu Nasional telah terlampaui di saat genap 50


tahun pemancangannya. Merujuk SNI-03-1726-2002411 menyebutkan minimal
usia bangunan itu setara 10% periode ulang Gempa Rencana yaitu 500 tahun.

409 Soekarno, 27 Juni 1960, hal.5.


410 Ibid.
411 Standar Perencanaan Tahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726 -

2002.
169
Disimpulkan bahwa arsitektur Tugu Nasional dirancang menyerupai
karakteristik Khora sebagai sesuatu yang abadi. Dalam karya ini diungkap
konsep teritori melalui frase suara Soekarno di saat Teks Proklamasi dibacakan
tepat pada 17 Agustus 1945 adalah gaung suara Pemuda Soekarno yang
memproklamasikan Indonesia dengan wilayah sejumlah delapan provinsi.
Ketika di Ruang Kemerdekaan diperdengarkan kembali suara Soekarno
dengan redaksional yang sama, yang terjadi bukan lagi dibacakan oleh Pemuda
Soekarno melainkan Paduka Jang Mulia Presiden Republik Indonesia atau Sabda
Pandhito Ratu menandai teritori ke-Indonesia-an melalui energi suara. Siapapun Anak
Bangsa yang mendengarkannya dipastikan mengakui lingkup Indonesia dari
Sabang Sampai Merauke.
Gagasan Moore412 tentang teritori dan teritorialitas yang
menunjukkan perilaku seseorang yang ingin berbuat menurut kehendak
menyatakan ciri, ber ciri; adanya ruang, dikuasai, dimiliki, memuaskan
kebutuhan, ditandai konkrit atau simbolik; dan akan dipertahankan. Sikap
Soekarno-pun berselaraas pengertian itu, ada pada rekaman suara Soekarno
membancakan kembali Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan, sikap itu
menunjukkan state of the art dalam pengukuhan teritori berupa suara langsung
Sang Penguasa, melampaui pencapaian yang diperoleh susastra Jawa.Resonansi
suara Soekarno menggambarkan teritori Indonesia tanpa menunjukkan hal
fisik menyerupai hhora sebagai ruang pengakuan - space of recognition413 yaitu
metafisika kehadiran - presence Penguasa dalam pesan kosmik pernyataan yang
sakral di tempat yang sakral yaitu di catuspatha ex. Champ de Mars.

412 Moore, Gary T. Pengkajian Lingkungan-Perilaku dalam Snyder, James C. & Catanese,
Anthony J (ed). Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 88.
413 Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez,

Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of


Architecture.London Buffalo:McGill-Queens University Press, 1994, hal. 8.
170
Suara Proklamasi itu beresonansi ke seluruh ex. teritori Kemaharajaan yang
berabad-abad mengungkung Bangsa ini dengan kata: Merdeka !. Dan bila
merujuk Memory of The World414: Documentary heritage reflects the diversity of
languages, peoples and cultures, rekaman suara Soekarno merupakan warisan
MOW-Memory of the World merujuk Sedyawati415. Suara pembacaan kembali
Teks Proklamasi menjadi warisan intangible ingatan bangsa yang bermakna
sebagai ingatan umat manusia menandai berakhirnya kolonialisme di
Indonesia yang dikumandangkan ke seluruh dunia.
Saat suara Soekarno membacakan kembali Teks Proklamasi
diperdengarkan, terjadi metafora kehadirannya di kekinian dan menjadi teks
metaphoric the presence of figure sebagai kehadiran yang mengandung ke-Abadi-an yang
lebur dari Soekarno ke tubuh Tugu Nasional melalui material fisiknya,
sehingga suara Soekarno menyatu dengan Tugu Nasional. Kehadiran
Soekarno secara metafisik menjadi abadi sepanjang usia Tugu Nasional. Suara
Soekarno merepresentasi logosentrisme. Sebuah gagasan dari Ludwig Klages
yang mengutamakan logo, kata atau tindakan berbicara di Barat. Namun,
tindakan Soekarno yang menginginkan pengucapan kembali Teks Proklamasi
melalui rekaman suaranya di RRI itu, melampaui cara-cara peng-Abadi-an diri
melalui materiil yang lazim dilakukan Penguasa sebelumnya seperti Faraoh di
Mesir dan Lenin di Mauseleum-nya dengan membalsem diri. Soekarno
melakukan keabadian immaterial melalui energi suara sebagai ruang keabadian
yang dramatic, sederhana yang memudahkan insan Indonesia mengenali
Sabda-nya, melalui Teks Proklamasi yang dilantunkannya secara puitis.

414Memory of The World merupakan salah satu program Unesco untuk pelestarian.
415Sedyawati, Edi & Purwa, Bambang Kaswanti.Kajian Subtansi Warisan Dokumenter: Budaya
dalam Lokakarya MOW-Indonesia Revitalisasi intangible documentary heritage, 14-15
September 2096 di Arsip Nasional RI.

171
PEMBAWA JEJAK DRAMATURGIS

Teori presentasi-diri416 sebagai embrio teori interaksi simbolik disebut


sebagai pendekatan Dramaturgis merujuk gagasan Goffman yang berfokus
bagaimana mereka melakukannya. Dramaturgis yang berakar dari teori tentang
tindakan dari Weber417 menganggap tindakan bermakna sosial berdasarkan
makna subyektifnya sejauh diberikan individu atau individu-individu. Tindakan
itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorientasikan
melalui penampilannya418 melalui pengelolaan kesan- impression management
untuk menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Hal
sedemikian juga menyertai diri Soekarno, terutama pada ritual kenegaraan;
Upacara HUT Kemerdekaan yang laras dengan dramaturgis419 . Cara-cara
Soekarno saat melakukan ritual kenegaraan bersesuaian pendekatan di atas,
mulai dari cara berbusana, atribut, cara berpidato, dan tata ruang yang
dipersiapkan seksama untuk menyertai dirinya sebagai Aktor Sentralnya.

JEJAK PENG-AGUNG-AN KELAKI-LAKIAN

Sejumlah Tugu menyerupai tiang cagak raksasa yang terbangun di


masa Soekarno menampakkan kemiripan rancangan. Menunjukkan sense, atau
rasa yang laras dengan style atau affinity yaitu kesamaan unsur ruang, massa
bangunan, bidang, dan sistim yang khas420.

416 Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial lainnya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 107.
417 Ibid., hal. 61.
418 Ibid., hal. 112.
419 Periksa lebih lanjut Irving Goffman Presentation of Self in Everyday Life tahun 1959.
420 IAI Jawa Barat.Sikap dan Pemikiran Suhartono Susilo. Arsitek & Pendidik. Bandung: Badan

Sinfar IAI-Jabar. 1998, hal.56.


172
Keserupaan itu dilakukan menyerupai pola tindakan yang tidak dapat
dijelaskan secara rasional atau logika, karena berkenaan dengan rasa dalam
proses arstistik-kreatif. Sense hanya dapat dijelaskan melalui filsafati sebagai inti
pengalaman inderawi yang berhubungan psike merujuk Freud sebagai
ketidaksadaran adalah kondisi prasadar sebagai lapisan antara pikiran sadar dan
bawah sadar mengandung makna untuk ditafsirkan.
Orang yang tertindas memiliki kenangan menyakitkan di alam
pikiran bawah sadar, direpresikannya ke dalam simbol-simbol menjadi bentuk
tertentu yang berkaitan dengan hasrat seksual yang terkandung di alam bawah
sadarnya. Artifak serupa tiang cagak yang menjadi sense Soekarno bila merujuk
Freud421 berkaitan dengan hasrat seksual karena sebagai simbol phallus alat
reproduksi laki-laki. Rancangan tugu, tiang, cagak, paku dudur, atau obelisk
menyerupai phallus sebagai representasi ketidaksadaran dorongan seksual yang
direpresi. Hal demikian berbeda dengan arti seruan Soekarno422 untuk
menggubah Tugu sebagai Peng-Agung-an Kelaki-lakian untuk menggapai bintang di
langit:

adalah pengagungan kelaki-lakian, lingga-verering. Pengagungan


kelaki-lakian, bahkan manusia itu di dalam bahasa sebagian daripada
bahasa Indonesia, dinamakan tiang. Tiang Djawi, tiang Sunda; tiang =
tjagak. Nah, Tugu mempunyai begrip pula Saudara-saudara,
pengertian mendjulang ke langit dan pada asalnja adalah
pengagungan kelaki-lakian. Linggam atau Lingga-verering, ini mengenai
mistik kita di zaman dahulu, tetapi di dalam zaman kita sekarang
inipun, mengenai penglukisan daripada revolusi Indonesia itu,
sebagai tadi saja katakan, adalah laksana satu greep naar de sterren
hendak memegang bintang mendjulang mentjapai bintang di langit.

421 Berry, Ruth (Terj.) Freud. Seri Siapa Dia? Jakarta: Penerbit Erlangga.2001, hal. 41.
422Soekarno.27 Djuni 1960.

173
Sepilihan rancangan menyerupai phallus bukan sekedar sublimasi
libido Soekarno belaka, tetapi juga pengungkapan Soekarno sikap heriok
kelaki-lakian budaya patriakal yang dominan di Indonesia. Tugu bernuansa
phallus yang ditancapkan di catuspatha ke dasar bumi melambangkan
kewilayahan yang dikuasainya, mengingatkan pada sikap Kepala Suku primitive
saat mempertunjukkan penguasaan wilayah. Soekarno diibaratkan Kepala Suku
yang menancapkan simbol teritorialitasnya. Dengan cara demikian, ternyata
Soekarno memumpun kehadiran karya Arsitektur yang memancarkan
kemegahan dan keagungan, sekaligus menutupi keterhinaan sebagai Bangsa
terjajah yang tertinggal jauh dari peradaban. Melalui cara menorehi tanda silang
ganda (X) dan (+) di situs ex. Kemaharajaan, Soekarno mengawali Kebesaran
Indonesia dengan cara-cara menyerupai pemurnian lokasi.
Jejak Peng-Agung-an Kelaki-Lakian oleh Soekarno, sekaligus
mengungkap Pe-Mulia-an terhadap kaum wanitanya, menyerupai selip lidah
dalam teks. Tugu yang semula sebagai pengagungan kelaki-lakian yang
diartikan memberi ruang yang lebih istimewa kepada kaum lelaki. Teks itu
bertolak dari konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan seperti
harapannya melalui Sarinah423 yang ditulisnya tahun 1947 sebagai seruan bagi
kemajuan perempuan di Indonesia. Pengagungan kelaki-lakian dipertautkan
dengan kecenderungan Dualitis Jawa yaitu adanya ruang untuk memuliakan
eksistensi wanita Indonesia bukan melalui performa Tugu yang teraga, tetapi
melalui citra keindahan ornamentik yang tergambarkan di dalam Tugu
Nasional, berupa simbol dan warna keemasan dari Padma, Wijayakusuma, serta
gerak gemulai sosok Api Kemerdekaan.

Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: Toko


423

Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 249.

174
Pengagungan kelaki-lakian sebagai simbol kekokohan yang
melindungi kehalusan jiwa kewanitaan di dalam Tugu Nasional.Dapat
disimpulkan bahwa, seluruh ekspresi yang ditampilkan di Kawasan Tugu
Nasional, yang di awali oleh penorehan silang ganda dan pemancangan sosok
tugu di catuspatha ex. Kawasan itu menggambarkan idealisasi kemegahan
gagasan Soekarno bagi Indonesia yang tidak terlepas dari hasrat
dramaturgisnya yang disajikan dalam bagan sekuen Arsitektur Drama.
Pengalaman indrawi yang dipertautkan keterhubungannya dengan
teks secara historikal, menunjukkan adanya kemunculan karya arsitektur
yang memiliki esensi mempergelarkan sebagai perluasan arti origin kata
panggung424 disebut calculus of meaning425. Kehadiran arsitektur yang dinamai
Arsitektur Panggung ini memiliki karakteristik khora sebagai wadah
pembawa tanda/jejak imprint bearer berupa ideologi Sang Penguasa.
Kehadiran Arsitektur Panggung sebagai konsep khora dengan karya-karya
arsitektur yang bersifat konkret-individual terbedakan oleh material kultur-nya.
Arsitektur Panggung merupakan ruh dari skenario ideologis yang
ditanamkan Penguasa sebelum kehadiran karya arsitektur secara mewujud. Oleh
karena ideologi yang ditanamkan Soekarno pada Tugu Nasional adalah ruang
ideal ke-Indonesia-an, maka Arsitektur Panggung yang hadir diberi sebutan
Panggung Indonesia.

424 Arti panggung telah diutarakan dalam terminologi, dari akar kata gung artinya gedhe-
besar diberi awalan pa terjadi nasalisasi menjadi pa- agung-an atau panggonan sing agung
panggung -tempat yang agung. Merujuk kamus panggung artinya pagelaran, pentas,
platform, stand, teater dan tempat terbuka yang ditinggikan, balkon, tribun, ajang, arena,
gelanggang dan sasana.
425 Calculus of meaning sebagai perluasan 'origin' dari makna merujuk etymology. Biasanya ada

makna asal, namun kemudian muncul konotasi baru yang hadir i derivasi-derivasi untuk
konteks tertentu yang semakin 'banyak' dan lazimnya agak 'menyimpang' dari makna asal.

175
BABAK 4

BUNG KARNO
DALAM PANGGUNG INDONESIA

Dalam karya ini, khora sebagai proses memutu kehadiran arsitektur,


menunjuk hal-hal teori non-material sebagai perluasan ilmu arsitektur,
berdasar adanya teori ide Arsitektur Panggung sebagai ideologi Penguasa
dalam proses kehadiran karya arsitektur sebagai ungkapan kualitas khora
sebagai form. Babak ini, akan mengungkap pendorong sesorang mencipta
ruang, yaitu hasrat, intervensi dan rasa seni. Dirangkum dari pengutaraan
Gunawan Tjahjono, Michael Hays, dan Bernard Tschumi.Dalam karya ini,
gagasan pakar Arsitektur itu dihimpun sebagai hal-hal metafisik tak teraba
seperti gagasan, konsep, sketsa, memoar Soekarno sebagai Penguasa termasuk
aktor pendukungnya; Arsitek, Ahli Struktur dan Seniman yang terlibat. Trilogi
hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno yang menyertai proses kehadiran Tugu
Nasional ditampakkan oleh, a) hasrat yang besar dalam proses rancangan
bahkan dua kali sayembara, b) perubahan-perubahan rancangan sejak proses
perancangan bahkan pelaksanaan pembangunan, c) adanya rasa seni yang
dilekatkan dalam rancangan Tugu Nasional sekalipun mengundang
kontroversi. Trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni itu mencerminkan pernyataan
Soekarno: De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse -
kebudajaan daripada sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang
berkuasa426.

426
Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu
Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
176
Pengutaraan Soekarno itu mempertunjukkan sikapnya sebagai
Pemimpin Besar Revolusi427 yang memiliki legitimasi dalam penciptaan
kebudayaan Indonesia, sekaligus menunjukkan karakteristik khora yang
representasi sikap merawat yang dimiliki oleh Ibu-Perawat, juga
menunjukkan dominasi sebagai penyedia tempat bagi sesuatu yang hadir untuk
being sekaligus menunjukkan ide bentuk/form arsitektural yang selalu dalam
proses mengada, mengkualitas, memutu. Karakteristik Khora yang melingkupi
ide Arsitektur Panggung yang terdapat pada karya-karya Soekarno, telah
membuat perbedaan dengan karya Penguasa lainnya. Adanya kehadiran spectre
Sang Penguasa Soekarno, yang tidak ditemukan pada karya-karya arsitektural
lazimnya, dalam konteks ini spectre Soekarno hadir secara transedental.
Ide Arsitektur Panggung dengan kehadiran spectre Penguasa juga
terjadi pada karya Hitler saat ia menggaungkan ideologi NSDAP; stability, order,
tradition in art428 bahkan ia menyebut Fhrer bagi dirinya dalam perannya
sebagai Vorsitzender - Ketua dari NSDAP. Hal serupa juga ditunjukkan oleh
Joseph Stalin dengan ideologi Realisme Sosialist ketika menggaungkan gaya
Gothic Stalinis. Di Indonesi, dalam sebutannya Sang Pemimpin Besar Revolusi
Soekarno demikian menonjol dalam Projek Mercusuar nya terutama Tugu
Nasional. Peran Soekarno telah melampaui tugas-tugas kenegaraan, karena
telah memerankan diri selayaknya Arsitek dengan bekal penguasaan teknis,
teknologi serta rasa seni yang dimilikinya.

427Sebutan Pemimpin Besar Revolusi Soekarno kepada dirinya sendiri, terjadi setelah Dekrit
Presiden 5Juli 1959. Kata Revolusi (ditulis dengan R) berkembang jadi kata yang sakti:
ia bisa menggetarkan, ia bisa menggugah, ia menghalalkan atau membabat apa saja yang
dikehendaki sang penafsir. Sang penafsir tentu saja sang Pemimpin Besar Revolusi, dan
itu adalah Bung Karno. Dituliskan oleh Goenawan Mohamad 5 Juli 2006.
428 Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 91.

177
Sehingga dapat dikatakan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang
melingkupi Soekarno telah berperan sentral dalam proses kehadiran karya
arsitektur Tugu Nasional. Bila menilik kesejarahannya perancangan Tugu
Nasional mengalami dua kali sayembara yaitu tahun 1955 dan 1960.
Sayembara tahun 1956 hanya menghasilkan satu pemenang Kedua, yaitu
Arsitek Silaban, dan Sayembara tahun 1960 menghasilkan dua regu Pemenang
Ketiga yang terdiri atas mahasiswa-mahasiswa arsitektur dari ITB Bandung.
Karya keduanya tidak serta merta menjadi rancangan yang siap untuk
dibangun, karena Soekarno belum memberi persetujuan, sampai akhirnya
Soekarno mengambil sikap kompromi desain karena tidak ingin memperoleh
kegagalan yang akan berdampak tertundanya kehadiran Tugu Nasional. Proses
yang berlangsung menyerupai Khora, sebagai proses becoming, memutu, menjadi
yang mendahului rancangan Tugu Nasional. Sejumlah teks dipertautkan
serta dimaknai secara hermeneutik-interpretatif untuk merajut pengungkapan
proses kehadiran Tugu Nasional. Frase yang menunjukkan keinginan
Soekarno sebagaimana pengutaraan Tjahjono, bahwa arsitektur hadir berkat
dorongan hasrat menurunkan citra diri ditemukan sebagai pidato Soekarno di
awal Sayembara Kedua Rancangan Tugu Nasional 1960429:

Kita harus pula mempunjai tanda pula daripada kebesaran


bangsa Indonesia, tanda pula, lambang pula daripada tekad bangsa
Indonesia untuk dalam peribahasa overdrachtelijk bangsa jang
ingin mendjulang, menangkap, nggajuk bintang di langit.

Pernyataan itu menunjukkan pentingnya Tugu Nasional sebagai


Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia.

429 Soekarno, 27 Djuni 1960, hal.9.

178
Oleh karena itu, sayembara sempat digelar kedua kali pada 10 Mei 1960 15
Oktober 1960430 sebagai jalan mengatasi kebuntuan pada sayembara pertama
17 Februari 1955-Mei 1956. Apa yang melatari sayembara tersebut dan
mengapa harus dilakukan sayembara ulangan?
Untuk mendeskripsikan situasi di saat sayembara berlangsung akan didahului
oleh proses artistik atau proses becoming untuk mewujudkan gambar angan-
angan yang bersesuaian dengan metode Khora, melalui penelusuran sejumlah
dokumen pribadi Arsitek Soedarsono431, Diary Arsitek Silaban, Memoar para
Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua, Memoar dan Dokumen
Seniman Edhi Sunarso.

MENELISIK SAYEMBARA TUGU NASIONAL

Karir Soekarno sebagai Negarawan internasional dilalui usai


lawatannya ke berbagai mancanegara. Diawali ke Amerika Serikat432 yang
dilanjutkan ke Moskow433 pada 1956, seusai Sayembara Pertama Rancangan
Tugu Nasional 1955 yang dimenangkan Arsitek Silaban sebagai Pemenang
Kedua, dikarenakan panitia tidak menemukan rancangan unggulan. Soekarno
menyadari kegagalan tidak diperolehnya rancangan Tugu Nasional sesuai
ideliasasinya.

430 Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari
Tugu Nasional dan juga Tertera pada label maket Tugu Nasional karya F Silaban untuk
Sayembara Rancangan Tugu Nasional yang pertama.
431 Sejumlah dokumen pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh ahli warisnya

memperkaya penelitian ini.


432 Soekarno, Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke

Amerika dan Eropa. Djakarta: Rafica, 1956.


433 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit

Seni Lukis Negeri. 1956.


179
Ketika berkesempatan melakukan muhibah selama 48 hari ke mancanegara,
Soekarno mengamati sedikitnya dua puluh kota yang memiliki monumen
megah yang mengesankannya antara lain di; Moskow, Sofia, New Delhi,
Rangoon, Mekah, Tien An Men, Bukares, Warsawa, Swerdlov, Tasjkent,
Washington, Mesir, Mexico, Angkara, Rabat, Marroko, Budapest, Argentina,
Rio de Janeiro. Sejumlah Tugu dan Monumen yang disaksikannya
menunjukkan universalitas form berupa tiang menjulang, skala besar, material
logam, serta dapat dipandang dari jarak jauh serta menggambarkan dinamika
modern. Pencerapan Soekarno tentang kehadiran tugu, disampaikan
dihadapan peserta Sayembara Kedua:434

Saja, saudara-saudara, telah melihat dunia; boleh dikatakan


daripada permukaan bumi ini sudah saja lihat, sudah handjajah desa
hamilang koridi negeri asing, tinggal beberapa jang belum saja
kundjungi dan Insja Allah SWT nanti lain kali Insja Allah akan saja
kundjungi pula. Di tiap-tiap Negara saja melihat bahwa ada
monumennja, ada bangunannja jang menggambarkan djiwa daripada
rakjatnja itu.
Di Negara apapun, bahkan kadang-kadang saja menemui monumen-
monumen jang dari djaman purbakala, seperti tatkala saja di India, di
New Dhelhi, dekat New Delhi itu di sana ada tiang, tugu Acoka
terbuat daripada perunggu Saudara-saudara, bukan terbuat dari kaju.

SIAPAKAH ARSITEK TUGU NASIONAL?

Penelusuran trilogi hasrat, intervensi dan rasa Soekarno proses kehadiran


Tugu Nasional sekaligus menyingkap aktor penggagas sekaligus konsepsi awal
dilaksanakannya sayembara rancangan Tugu Nasional yang sejauh ini
pengungkapannya kurang memadai.

434Disebutkan oleh Soekarno nama-nama kota di Mancanegara yang dikunjunginya. Simak


Soekarno, 27 Djuni 1960, hal. 9.
180
Ketiadaan Term of Reference sayembara tergantikan oleh adanya risalah Claire
Holt dalam Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia435 serta sejumlah
dokumen pribadi Arsitek F Silaban436:

Rencana-rencana untuk sayembara desain dari Monumen Nasional


(Tugu Nasional) di Jakarta diumumkan pada tahun 1955 oleh
sebuah panitia yang dipimpin oleh Presiden. Spesifikasinya adalah,
bahwa Monumen itu harus 64 meter tinggi untuk memperingati
tahun 1945 (19+45=64), ketika Indonesia diproklamasikan. Banyak
kelompok serta perorangan menyerahkan rencana tahun berikutnya,
tetapi tak ada yang memenangkan persetujuan akhir dari juri. Setelah
beberapa putaran lagi, sebuah rencana yang disetujui bersama
ditetapkan.Pembangunan dimulai tahun 1961 dan mungkin
diselesaikan pada tahun 1967 (buku aslinya dicetak tahun 1967)

Catatan Holt menunjukkan gairah masyarakat dalam mengikuti


sayembara untuk menanggapi ajakan Soekarno melalui Tim yang diketuai oleh
Sarwoko437. Kehadiran Sarwoko bahkan dikatakan sebagai pencetus ide. Atribut
pencetus ide tidak sebanding dengan penggagas dalam terminologi arsitektur.
Penggagas ide dalam arsitektur, memiliki sejumlah persyaratan pada Sang
Aktor yang disertai kemampuan teknis untuk mengupayakan sesuatu yang
dicetuskannya terwujud. Dituntut kristalisasi pemikiran runut yang tertuang
sebagai Konsep Perancangan. Sedangkan tidak demikian pengertian pencetus ide
yang dimaksud secara umum, yang seolah-olah dapat terjadi pada pribadi
manapun. Pencetus ide merupakan wacana di bawah tingkatan penggagas.

435 Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia) Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.2000, hal. 309.
436 Disalin di kediaman Jl. Salak Bogor atas ijin dari MAan sebagai pemegang otoritas

dokumen warisan Arsitek F Silaban.


437 Sarwoko, saudara kandung Mr. Sartono, tim pembela Soekarno di pengadilan Kolonial

tahun 1930 di Bandung. Oleh Sudiro dinyatakan Sarwoko adalah pencetus gagasan Tugu.
Pendapat tersebut masih menjadi kontroversi hingga kini.
181
Lebih tepat dikatakan sebagai aspirasi Sarwoko yang tanggap akan
kegandrungan Soekarno438 dalam pendirian tugu dan monumen sebelum
sayembara pertama berlangsung. Aspirasi Sarwoko telah diapresiasi Soekarno
dengan menunjuknya sebagai Ketua Panitia Sayembara Tugu Nasional
Pertama. Ketika mengalami kebuntuan yang mendorong lahirnya Sayembara
Kedua menunjukkan gagasan Sang Penguasa yang lebih berperan. Pernyataan
Sudiro439 tentang peran Sarwoko sebagai pencetus ide tugu yang disetarakan
penggagas, bukan artinya meniadakan peran Soekarno. Pernyataan itu
menyerupai demystify440 terhadap sikap politik sentralistik Soekarno untuk
menunjukkan perasaan kurang nyamannya atas proses becoming Tugu Nasional
yang demikian panjang serta penuh kontroversi. Untuk itu akan dipetakan
proses kehadiran Tugu Nasional ini untuk menjawab siapakah sebenarnya
Sang Penggagas dan Arsitek.

SAYEMBARA PERANCANGAN TUGU NASIONAL PERTAMA

Terhimpun sebanyak 51 karya, namun tak satupun dianggap layak


sebagai pemenang oleh Soekarno. Bahkan karya Frederich Silaban hanya
menduduki sebagai Pemenang Kedua. Merujuk dokumen pribadi Arsitek
Silaban441 disaksikan sebuah rancangan di catuspatha yang terbentuk oleh tanda
silang ganda (X) dan (+).

438 Sebelum sayembara pertama Tugu Nasional digelar 1955, sedikitnya telah didirikan Tugu
Pahlawan Surabaya 1951 dan Tugu Muda di Semarang 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di
Malang 1953 dan Tugu Seguntang di Palembang 1954.
439 Sudiro. Kala itu. Dalam Karya Jaya, oleh Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-

Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977,hal..103.


440demistify adalah upaya untuk menghapus sesuatu atau untuk menerangkan atau

mengklarifikasi sesuatu.
441 Dokumentasi Karya Tugu Nasional dari F Silaban yangdireproduksi atas ijin dari mAan,

di Jl Salak Bogor.
182
Tugunya menjulang dengan paras menghadap Istana Negara berupa lima pilar
ritmis yang diakhiri oleh ornamen patung Garuda Pancasila pada puncak tugu.
Rancangan itu berlokasi di pusat bundaran besar dengan delapan jalan utama
menyerupai rancangan Kota Ideal442 dengan pola circle, polygon, trivium maupun
polyvium menyerupai rancangan the City of Truth kaya Bartolommeo Delbene
pada 1609443. Pusat bundaran memencar lima buah jalan dengan fasade
bangunan bermahkota patung burung mengingatkan ornamen Elang Swastika
Hakenkreuz di Pavilion Jerman pada International Exposition di Paris 1937.
Kesungguhan rancangan monumental bernafas modernitas Barat dari
Arsitek Silaban tampaknya mengabaikan nuansa ke-Indonesia-an serta
kedinamisan yang menjadi obsesi Soekarno. Kehadiran ornamentik patung
Garuda Pancasila sebagai mahkota bangunan tinggi tampaknya kurang
mempertimbangkan konsep keterbacaan visual agar keindahannya dapat
direpresentasi dari semua arah pandang. Berdasar jejak kepribadian Penguasa
pada pembahasan sebelumnya, rancangan Silaban dinilai kurang memenuhi
rasa seni Soekarno yang mengingini adanya unsur pesona ke-Indonesia-an,
serta sifat plastis-dinamis bagi Tugu Nasional. Berkat kesungguhannya, Arsitek
Silaban akhirnya diangkat sebagai Tim Juri Sayembara Kedua tahun 1960,
situasi itu menjadikan dirinya tak lagi diperkenankan mengikuti Sayembara.

442 Kostof, Spiro. The City as Diagram dalam The City Shaped: Urban Patterns and Meanings
Through History. London:Thames and Hudson. 1991,page 159. Rancangan klasik pusat kota
merujuk hal serupa dijumpai di Piazza Del Popolo Roma sebagai konsep trivium. Bertolaknya
tiga jalan ke atau dari suatu titik. Kota Berlin juga memperlihatkan circle dan trivium dinamai
Rondell Plaza. Juga Washington DC dengan sumbu Mall of Washinton DC. Konsep trivium
bertolak dari gedung Capitol ke White House, Lincoln Memorial dan Jefferson Memorial.
443 Ibid, hal.163.

183
Ketika Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua 1960 digelar diketuai
langsung oleh Soekarno444. Diikuti oleh sejumlah arsitek dan seniman. Claire
Holt kembali memberikan gambaran karya yang disajikan oleh peserta melalui
Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia445. Dicatatnya pelukis Hendra
mengikuti kedua sayembara, namun tidak memperoleh kemenangan:

Pada tahun 1956 Hendra terlibat sangat intensif dalam merancang


sebuah versi kedua dari Monumen Nasional, karena rencana
pertamanya gagal dalam kompetisi. Rencana dasarnya, bagian-bagian
silang, serta model tanah liat menunjukkan sebuah pilar mengerucut
yang tinggi dan berat yang melonjong menuju ke sebuah menara dan
dihias dengan motif-motif yang menyala yang berhiasan banyak.
Tugu itu tampil dari tengah-tengah sebuah dasar besar yang
dibentuk seperti garis bentuk burung yang mengembang dari burung
Garuda.
Ornamentasi dari pagarlangkan, serambi-serambi yang bertiang, serta
sayap-sayap berundak mengumandangkan candi Jawa-Hindu, tetapi
daripada makara pada akhir dari pegangan pada tangga, terdapatlah
siput-siput yang anggun menurut Hendra lambang-lambang dari
kemelaratan.

Kesungguhan Hendra terhadap kedua sayembara itu, nampaknya


karya Hendra kurang mengenai sasaran ego Kemahabesaran yang melingkupi
kepribadian Soekarno melalui karyanya yang penuh simbol dan ornamen
namun mengabaikan keeleganan bangunan modern. Hendra dikenal sebagai
pimpinan Pelukis Rakyat di Yogyakarta bersama Sudjojono. Karya-karyanya
lekat terhadap keseharian alam lingkungan Yogyakarta yang dekat percandian,
sehingga karya Hendra lebih tepat dikatakan karya seni ekspresif dibandingkan
sebagai karya arsitektur.

444Soekarno, 27 Djuni 1960.


445Holt,Claire. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia(Terj). Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.2000 hal. 309-335-336.
184
KESAKSIAN MELALUI DIARY ARSITEK SILABAN

Sebuah diary - catatan harian Arsitek Silaban tanggal 30 Oktober


1960446 digambarkannya suasana rapat Tim Juri Sayembara Tugu Nasional
antara lain; Soekarno, Ir. Roosseno, PM Djuanda dan Silaban yang
memutuskan rancangan nomor 80 dan 81 akan memperoleh hadiah Ketiga
senilai Rp.5.000,- dan nomor 103 sebagai Pemenang Keempat memperoleh
Rp. 2.500,-. Rancangan 80 dan 81 adalah karya Tim Mahasiswa Arsitek dari
ITB dan peserta nomor 103 belum diketahui identitasnya. Selanjutnya,
Roosseno mengusulkan 3 atau 4 orang Arsitek terkemuka diberi opdracht
merancang bersama-sama - gezamenlijk Tugu Nasional dimulai oleh Presiden
sendiri. Usulan itu tidak disetujui oleh Silaban, menurutnya dalam praktek
tidak mungkin berhasil kerjasama seperti itu. Kutipannya sbb447:

Bila Pemerintah / Presiden belum dapat memberi opdracht kepada


satu orang arsitek, maka itu adalah suatu pertanda bahwa Indonesia
belum memiliki seorang arsitek jang demikian besarnya dan sajapun
berpendapat bahwa Indonesia belum mempunjai arsitek jang
sanggup merencanakan Tugu nasional + Monumen Nasional jang
kita idam-idamkan semua.

Dalam diari itu Silaban sempat mengusulkan kepada Soekarno sketsa


Tugu Nasional yang menggambarkan obelisk sederhana menjulang setinggi 350
meter yang berlokasi di luar Kawasan Lapangan Merdeka, di tengah anlostrada
- empat jalan simpang. Adanya perbedaan antara sketsa Silaban dalam diari-nya
dengan wujud Tugu Nasional, membuktikan bahwa bukan gagasan Silaban yang
dikembangkan sebagai rancangan final Tugu Nasional.

446 Diary Arsitek Silaban, tanggal 30 Oktober 1960.


447 Ibid, tanggal 7 November 1960.
185
Hal itu juga bersesuaian dengan pernyataan k Silaban melalui Riwayat Hidup
Singkatnya yang tidak menyebutkan dirinya sebagai Arsitek Tugu Nasional.
Diari tinggalan Silaban tersebut, selain mengungkap kekecewaannya terhadap
keputusan final Soekarno yang menginginkan adanya kompromi desain, juga
merefleksi sindiran halus atas pelaksanaan kedua sayembara Tugu Nasional,
yaitu pada salah satu diari-nya, Silaban menuliskan bahwa.. karya arsitektur yang
besar seperti Taj Mahal, Pyramid dan Cheops, St Pieter, Balai Kota Stocholm dan
sebagainya tidak pernah terjadi sebagai karya Sayembara ataupun Tim Arsitek,
melainkan berdasar karya Seorang Arsitek saja yang diberi kepecayaan oleh seorang
Baginda. Apabila pemerintah/Presiden di Indonesia belum bisa memberi opdrafh kepada
seorang Arsitek untuk merancang Tugu Monas, maka sebenarnya Indonesia belum
mampu memiliki rancangan Tugu Nasional yang diidam-idamkan semua orang. ..
Berdasar diari tersebut, disimpulkan bahwa keputusan Soekarno
dalam menghadirkan karya Arsitektur, dapat saja terbelenggu oleh sikap non-
kooperatif Arsitek yang unggul seperti Silaban, yang menginginkan cara
penunjukkan langsung. Tidak demikian halnya Soekarno, adanya trilogi hasrat,
intervensi dan rasa seni yang melekat dalam diri pribadi Soekarno sekaligus
Penguasa, rancangan Tugu Nasional yang hampir tertunda sejak sayembara
tahun 1955, pada tahun 1961 dapat dilaksanakan. Soekarno mengakhiri
perbedaan pendapat itu dengan meminta Dewan Juri segera mengumumkan
pemenang sayembara. Media Lembaran Minggu 1960448 meliput Pemenang-
Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional sebagai pemenang ketiga diantara tujuh
rancangan yang terpilih yang berasal dari 136 gambar yang diterima panita.

448Lembaran Minggu. Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional. 27 Nopember


1960.
186
Sebagai Pemenang Ketiga adalah dua regu mahasiswa arsitektur mewakili
Lembaga Penjelidikan dan Affiliasi & Industri ITB Bandung, bernomor 80
dan 81. Tim pertama bermotto Berjuang Berdasarkan Pancasila terdiri atas,
Susantiah (22 tahun), Wahjuningsih (23 tahun), Ardi Pardiman (23 tahun),
Bambang Setiarso (24 tahun), Robby Sularto (22 tahun), Sudarmadi (22
tahun), dan Sjaiful Arifin (23 tahun). Tim bermotto Melati terdiri atas Siti
Utamini (23 tahun), Alibasah Samhudi (23 tahun), Bondan Hermani Slamet
(24 tahun), Noer Sajidi (23 tahun ), Purnomo Hadi (23 tahun), Tato Slamet (23
tahun ) dan Tjan Poo Gwan (21 tahun). Media Lembaran Minggu juga
memaparkan: persyaratan ketinggian tugu antara 64 sampai dengan 70 meter,
penyimpanan Bendera Pusaka serta plat yang akan bertuliskan Teks Proklamasi dengan
tinta emas murni serta lokasi tugu di atas tanah seluas 1 kilometer persegi di Lapangan
Merdeka. Menurut Sjaiful Arifin dan Noer Sjaidi449 di awal sayembara gambar
situasi Lapangan Merdeka berupa trapezium dengan titik pusat berbentuk bujur
sangkar sebagai lokasi tapak Tugu Nasional dengan orientasi di Utara patung
pahlawan, yang kelak dipilih sosok Pangeran Diponegoro, namun belum
disebutkan adanya rancangan Api Kemerdekaan.
Dua regu dari Jurusan Arsitektur ITB menampilkan rancangan
setema dengan perbedaan wujud dan dasar tugu. Tim Berjuang Berdasarkan
Pancasila merancang tugu berlandaskan segiempat asimetri menyerupai kapal
laut, sebagai symbol bangunan yang mampu menahan bahtera, sedangkan
Tim Melati merancang tugu bersudut segi lima yang menjulang ke angkasa
langsung di atas landasannya. Soekarno tampak terkesan oleh karya rancangan
tugu di atas landasan asimetri menyerupai afgeknotte itu.

449Sjaiful Arifin dan Noersjaidi keduanya mewakili dua regu berbeda sebagai Pemenang
Ketiga Tim Mahasiswa ITB.
187
Sungguhpun kedua sayembara tidak ditemukan rancangan yang sesuai hasrat
Sang Penguasa, namun tersurat keinginan Soekarno mengadopsi karya
rancangan pemenang kedua dan ketiga dari kedua sayembara yang digelar450:

Tetapi apakah yang dipakai? Apakah hadiah ke-3? Apakah hadiah


jang ke-2 atau jang ke-3 dari sajembara jang Pertama? Dalam tekad
daripada Panitia MonumenNasional jalah bahwa akan ditundjuk
sekarang ini beberapa djempolan pencipta Indonesia jang diminta
untuk mengadakan satu projek jang finaal dengan mempergunakan
segala hasil daripada sajembara ke-1 dan ke-2 sehingga sajembara ke-
1 dan ke-2 itu tidak terbuang akan manfaatnja. Dari kedua sajembara
ini akan diambil manfaat, bahan untuk pentjipta-pentjipta jang
nantinja akan ditundjuk. Maksud kami ialah tidak untuk menunjuk
banjak sekali pencipta tetapi mengambil beberapa djempolan saja
daripada pentjipta-pentjipta kita. Mereka ini kita tugaskan untuk
membuat projek daripada tugu dengan entourage monumen nasional
seluruhnja dengan mempergunakan bahan-bahan jang saudara-
saudara peserta telah berikan kepada kam didalam sajembara ke-1
dan ke-2.

Soekarno mengharapkan karya kedua pemenang sayembara menjadi


bagian dari proses becoming Tugu Nasional, sekalipun keputusan itu telah
ditentang oleh Silaban, dan Soekarno mengutarakan451:

Saudara Silaban sebagai anggota juri sana duduknjabeliau


sebetulnja tidak setuju kalau tugas membuat projek finaal itu
diserahkan kepada beberapa orang. Sebagai tadi saja katakana, kami
akan menunjuk beberapa orang djempolan, gembong-gembong
pentjipta untuk bersama-sama mentjiptakan monument nasional
atau tugu nasional secara finaal. Sdr. Silaban sebetulnja tidak
mufakat. Sedjarah, kata sdr. Silaban, belum pernah menunjukkan
bahwa sesuatu monumen atau sesuatu keindahan kota atau sesuatu
apapun jang hebat adalah hasil dari pada tjiptaan beberapa orang.
Selalu hasil tjiptaan satu orang, kata Silaban.

450 Soekarno.Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu
Nasional,Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6.
451Soekarno.Pidato Presiden, 17 November 1960, hal. 9.

188
Kota Parisjs kenapa hebat Tjiptaan satu orang, namanya Houtman.
Betul!!! Piramida, Sang Pharao tidak menyuruh satu panitia bikin
satu piramida, tidak. Pharao menjuruh kepada satu orang: Buatlah
tempat aku bersemajam berabad-abad, sampai kepada berpuluh-
puluh abad, buatlah aku satu hal jang abadi.Perintah kepada satu
orang dan satu orang ini mentjipta, menggerakkan dia punja
genialiteit, menggerakkan dia punya daja tjipta, terjadilah piramida
jang sehebat-hebatnja jang kemudian, ja, banjak jang meniru

KESAKSIAN MELALUI MEMOAR ARSITEK SOEDARSONO

Pada permulaan tahun 1961, Arsitek Silaban dan Arsitek


Soedarsono mendapat perintah lisan dari Ketua Umum Panitia
Monas, Ketua Juri (Ir. Soekarno) pada saat itu Presiden RI untuk
bersama-sama dengan beliau membuat pra-rentjana design Tugu
Nasional. Dengan understanding antara Arsitek Silaban dan Arsitek
Soedarsono, maka disepakati (sendiri2) membuat ide pra rentjana
dalam waktu singkat, kemudian diadjukan kepada beliau untuk
menentukan pilihan dan tindakan selanjutnja. Beberapa hari
kemudian setelah prarentjana diserahkan, design dari Arsitek
Soedarsono dipilihnja untuk selanjdjutnja supaja dibuat rencana
pelaksanaan (vender uitwerken).

Arsitek Soedarsono452 mengutarakan proses desain Tugu Nasional


mengambil dasar pemikiran untuk memenuhi apa yang dinamakan Nasional
dengan mengangkat beberapa unsur peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagai wujud Revolusi Nasional dan mengangkat angka keramat
17, 8, 45, Hari Proklamasi sebagai dimensi ukuran dan bentuk arsitekturnya.
Rancangan Tugu Nasional yang dipilih oleh Soekarno adalah usulan
Soedarsono setelah berkonsultansi dengan ahli struktur Roosseno453.

452 Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari
Tugu Nasional.
453 Periksa surat- menyurat Roosseno dan Soetami kepada Soedarsono sehubungan rencana

struktur Tugu Nasional.


189
Pembangunannya melibatkan kontraktor Jepang PT Tohnichi Trading Co Ltd
sebagai perubahan rencana semula yang sedianya akan dilaksanakan oleh
Tenaga Ahli Indonesia454. Kenyataan tersebut menyakitkan hati teknisi dan
seniman Indonesia yang ingin menyumbangkan ketrampilannya dalam proses
kehadiran highrise building Indonesia yang pertama. Perubahan rencana dari
Soekarno disebabkan oleh adanya kompromi bersamaan diserahkannya Dana
Pampasan Perang Jepang yang disertai lobi-lobi kerjasama di bidang konstruksi455.
Adapun pelaksanaan fisik pembangunan Tugu Nasional tidak akan disinggung
secara rinci, karena pembahasan ditujukan untuk pengungkapan hal metafisik.
Sejumlah dokumen yang tersedia dapat dicermati456.

PROSES MEMUTU RANCANGAN TUGU NASIONAL

Seusai pengumuman pemenang sayembara Tugu Nasional, Soekarno


memerintahkan dibentuknya Tim Arsitek Djempolan pilihan Presiden457. Gagasan
itu mengundak reaksi ketidaksetujuan Arsitek Silaban, namun kekecewaannya
tidak disampaikan secara langsung melainkan dinyatakannya dalam diari458.

454 Lihat Sudiro Kala itu. Dalam Karya Jaya, 1977,hal.103 dan kliping harian tanpa nama
dan tanggal bertajuk Dari Tugu Nasional ke Monumen Nasional. Siapakah pentjipta Ideenja yang
ditulis oleh: Pak Diro.
455Nishihara, Masashi (Terj.) Dean Praty R. Sukarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang,

Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, hal 152-154.
Menunjukkan adanya peran nona Nemoto Naoko yang kemudian dinamai Ratna Sari ketika
dinikahi oleh Soekarno. Nemoto Naoko diperkenalkan oleh Kubo Masao pemilik
Kobayashi. PT Tohnichi Trading Co Ltd merupakan milik Kubo yang hanya memiliki satu
perwakilan dagang di Jakarta.
456 Periksa Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta:

Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Tugu Nasional. Laporan Pembangunan 1961-1978.
Jakarta: Pembina Tugu Nasional, 1997.
457Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang

Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.


458 Diari Arsitek F Silaban 17 Desember 1960.

190
Dikritisinya karya Pemenang Ketiga mengambil ide afgeknotte - piramida
terpotong menyerupai karya Oscar Niermeyer maestro dari Brazilia untuk
National Museum di Mexico. Atas perintah Soekarno, Arsitek Silaban dan
Soedarsono diberi mandat untuk mengembangkan ide berdasar rancangan
Tim Pemenang Ketiga yaitu sebentuk Tugu di atas landasan afgeknotte. Untuk
memastikan rancangan Tugu Nasional didasarkan dokumen Arsitek
Soedarsono aaukah Arsitek Silaban, melalui wawancara intensif dengan Sjaiful
Arifin dan Noer Sajidi459 dapat disimpulkan salah satu rancangan dari kedua
tim itu menjadi landasan ide perwujudan Tugu Nasional yang kini berdiri,
yaitu rancangan tugu di atas dasar segiempat asimetri menjulang ke angkasa.
Sehingga yang dikatakan sebagai Arsitek Djempolan pilihan Presiden adalah
Arsitek Silaban dan Soedarsono. Seperti apakah usulan Arsitek Djempolan pilihan
Presiden itu? Pertanyaan ini untuk mengetahui peran tokoh yang telah menyejarah
agar dapat meneladani sekaligus mengkritisi karyanya agar supaya masyarakat
tidak lagi bias oleh nama yang disebut sebagai Arsitek Tugu Nasional : Fedrick
Silabankah? Arsitek Soedarsonokah? Ataukah Soekarno?

KARYAUSULAN ARSITEK SILABAN

Melalui dokumen pribadi Arsitek Silaban, ditemukan rancangan Tugu


Nasional yang menunjukkan ciri modernitas. Tampak upayanya menolak
kehadiran afgeknotte sebagaimana diinginkan Soekarno untuk merujuk karya
Pemenang Ketiga, regu dari Mahasiswa ITB. Sebagai penggantinya,
digubahnya landasan tugu menyerupai podium yang penuh dengan pilar ritmis.
Sosok tugu dirancang sedemikian langsing mengangkasa.

459 Sketsa tangan Sjaiful Arifin, 2011: Tugu Nasional ala regu Berjuang Berdasarkan Pancasila.

191
Karena proporsinya yang sedemikian, dalam sketsa tersebut tampak
menyerupai sebuah benda yang runcing serta tajam. Rancangan Silaban
tampaknya meninggalkan aspek simbolis dan ornamentik, sehingga terkesan
beku tanpa emosi, dan hal sedemikian kurang menjadi ekspresi yang
diinginkan Soekarno.

KARYA USULAN ARSITEK SOEDARSONO

Dalam dokumen pribadinya, ditemukan rancangan Arsitek


Soedarsono yang tampak taat azas terhadap keinginan Soekarno untuk
mengadopsi gagasan dari Pemenang Ketiga.
Sosok tugu tampil dengan afgeknotte sebagai landasan dan puncak tugu
diakhirinya dengan liukan keris yaitu sejenis pusaka dari kebudayaan Jawa kuno
yang terdiri atas lekukan luk. Sosok Tugu diilhami oleh rancangan alu
lumpang yaitu alat penumbuk padi yang ditancapkan pada dasarnya yang
disebut lumpang yang digelar di atas tanah yang ditinggikan yang disebut
dhampar atau sitinggil. Rancangannya menyerupai setangkup artifak penting
dalam tradisi kehidupan manusia Indonesia yang diwujudkan oleh Arsitek
Soedarsono merujuk angka sakral Bangsa Indonesia 17, 8,19, 45 sebagai
dimensi arsitekturalnya.

RANCANGAN FINAL TUGU NASIONA L

Ketika tampak kesesuaian antara Tugu Nasional yang kini terbangun


dengan rancangan Arsitek Soedarsono, timbul pertanyaan: Mengapa Soekarno
memilih usulan Arsitek Soedarsono dan bukan karya Silaban sebagai rancangan final
Tugu Nasional?
192
Pengungkapannya terjawab ketika menelusuri sejumlah sketsa tangan Arsitek
Soedarsono sebagai proses kreatif perancangan Tugu Nasional menampakkan
adanya kesamaan art feeling rasa seni antara Soekarno dan Arsitek
Soedarsono. Bahasa simbol yang diwujudkan pada karya arsitektur bersesuaian
dengan jiwa simbolistik dari Soekarno.

HASRAT, INTERVENSI DAN RASA SENI SOEKARNO

Tiang pertama Tugu Nasional resmi dipancangkan di tengah-tengah


Lapangan Merdeka pada 17 Agustus 1961460 menandai awal kehadiran
monumen yang kini menjadi Bangunan Bersejarah merujuk UU BCB 1993
dan 2010 yang ditasbihkan tahun 1993 melalui SK No.475 Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta461.Sosok Tugu Nasional bersepadan dengan signifikasi
gagasan Snyder dan Catanese (Budihardjo, 1997) yang mengandung; a)
Kelangkaan-scarcities, 2)Kesejarahan-historicities, c) Estetika-aesthetic, d)
Superlativitas-superlativity, e) Kejamakan-plurality dan f) Kuantitas pengaruh-
quantity influences dan tiga kriteria tambahan dari James Sample Kerr, yaitu, g)
Nilai sosial budaya, h) Nilai komersial, dan i) Nilai ilmiah.
Dalam proses kehadiran Tugu Nasiona ampak adanya trilogi hasrat,
intervensi, rasa seni dari Soekarno yang mendorong visualisasi karya Arsitektur
Tugu Nasional akan dideskripsikan cara-cara Soekarno dalam proses
kehadiran Tugu Nasional pada era 1960-an itu. Menggubah tugu dan
monumen rupanya telah menjadi obsesi Soekarno.

460 Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For
The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17 th August, 1961. Dilaksanakan beberapa
waktu setelah pekerjaan pondasi berlangsung.
461 Periksa Pemerintah DKI Jakarta. Himpunan Peraturan Permuseuman Pemerintah DKI Jakarta.

Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 1999, hal.218.


193
Sebelum gagasan Tugu Nasional tahun 1955 tergubah: Tugu Muda di Semarang
1951, Tugu Pahlawan di Surabaya 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953
dan Tugu Seguntang di kawasan Makam Pahlawan di Palembang 1954462. Senerai
penelitian ini ada dua buah tugu di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pertama
menyerupai obelisk yaitu tugu persegi empat berujung piramid dari bahan
beton dinamai Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia"463 yang
diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Perdana Menteri Sjahrir dan tertera
pahatan Atas Oesaha Wanita Djakarta. Tugu tersebut oleh Soekarno disebut
Tugu Linggarjati. Penyebutannya sempat menjadi perdebatan, karena peristiwa
Linggarjati baru terjadi tiga bulan setelah tugu tersebut diresmikan. Soekarno
bahkan mengamanahkan agar tugu itu dibongkar karena akan rancu dengan
Tugu Kemerdekaan464 yang digagasnya sebagai penanda 17 Agustus 1945.

Saudara membuat tugu nasional, kerdjakanlah, djangan jang


sama dengan tugu jang di Pegangsaan Timur. Itupun bukan tugu
kemerdekaan Saudara-saudara, jang di Pegangsaan Timur bukan
Tugu Proklamasi, itu Tugu Linggardjati jang mestinja dibongkar.

Sebuah artikel Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rosihan


Anwar465, menginformasikan :

Rombongan gadis itu bisa lolos menerobos lingkaran serdadu-


serdadu Sekutu. Mereka amat bersemangat menghadiri upacara
peresmian Tugu Kemerdekaan yang dilakukan PM Sjahrir. Masa itu,
Sjahrir disapa akrab dengan panggilan Bung Kecil. Tugu itu bisa
didirikan atas inisiatif sekumpulan kaum perempuan yang secara
menantang memberi kesaksian atas keberadaan Republik
Indonesia yang diproklamasikan satu tahun lalu.

462 Peresmian Tugu Pahlawan Seguntang di Palembang oleh Soekarno 10 November 1954.
463 Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rushdy Hoesein.
464 Pidato Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional

Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 7.


465 Sumber KOMPAS - Rabu, 16 Agustus 2006.

194
Kini Tugu itu, bersama rumah kediaman Presiden dan Perdana
Menteri, tempat proklamasi kemerdekaan diumumkan Soekarno-
Hatta, telah digusur atas "petunjuk" Presiden Soekarno. Sepotong
sejarah telah hilang.

Tugu yang disebut Tugu Linggarjati tampaknya kurang mampu


menunjukkan sebagai karya unik serta membanggakan, karena menyerupai
pengulangan rancangan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai pembuangan
Soekarno dan Sjahrir di Bangka. Kedua adalah Tugu Petir sebentuk tugu
berbahan beton bulat menjulang berujung sosok petir dari logam. Soekarno
menamai Tugu Proklamasi466 sebagai tengaran situs di saat dirinya membacakan
Teks Proklamasi. Kedua tugu tersebut berlokasi di atas kawasan Rumah
Proklamasi yang telah diratatanahkan. Gagasan Tugu setinggi 17 meter yang
dipancangkan di bekas rumah Pegangsaan Timur 56 itu menurut Soekarno467:

Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, jang sekarang bekas


Gedung Pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka Gedung
Pola inilah akan dipantjangkan terbuat nantinja dari perunggu satu
tugu 17 meter tingginja
Katakanlah seperti, ja seperti hal jang akan dipantjangkan,
dipantjangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus
1945 djam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita di batjakan.
Djangan dibikin tanda jang kriwil-kriwil, djangan dibikin tanda jang
terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal jang
dipantjangkan. Pantjangan, di sinilah dulu Proklamasi Republik
Indonesia 17 Agustus 45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita
dari pada generasi sekarang. Seribu tahun jang akan datang Insya
Allah Subjanahu wataala.

466 Soekarno.Pidato Presiden Pada Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan
Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961.
467 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di

gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.


195
Kini, Tugu Kemerdekaan bagai Tugu Petir setinggi 17 meter itu menjadi
tengaran yang kurang berhasil di ex. Rumah Proklamasi. Adanya patung
monumen Soekarno-Hatta yang didirikan 1980-an berdekatan dengan tugu
Petir atas perintah oleh Soeharto itu bias dan disalahtafsirkan sebagai logo
Perusahaan Listrik Negara. Seiring penelusuran ditemukan dokumen rancangan
Arsitek Silaban bertajuk Monumen Proklamasi Kemerdekaan yang berlokasi di Jl.
Pegangsaan Timur. Sebagai petunjuk adanya wacana tugu di kawasan Rumah
Proklamasi sebagai gagasan Soekarno.
Rancangan Tugu Petir ataupun gambar rancangan Monumen Proklamasi
Kemerdekaan karya Arsitek Silaban yang akan didirikan di ex. Rumah Proklamasi
(Taman Proklamasi) tampaknya kurang mampu menunjukkan kebesaran dan
kemegahan sebagai tetenger - tanda keterkenangan Bangsa Indonesia. Skala tugu
yang relatif pendek ketinggiannya dan hanya 17 m, serta keluasan tapak serta
lokasinya yang kurang memadai serta kurang strategis. Rancangan tugu
peringatan yang seharusnya memiliki keunikan universal agar menjadi karya
yang mengandung keterkenangan. Sehingga, dapatlah dimengerti bila akhirnya
Soekarno menetapkan Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia gagasannya itu di
lokasi yang ter di kawasan ex. Hindia Belanda.
Kehadiran Tugu Nasional, tidak terlepas dari hasrat menghadirkan Tanda
Kebesaran Bangsa sekaligus perwujudan hasrat menjadi diri Soekarno
merujuk psikoanalisis-struktural Lacan. Subjectivity Soekarno sebagai perluasan
identifikasi diri Diri Soekarno ketika merepresentasi ke-Indonesia-an yaitu
tindakan menyatukan diri dengan subject yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya.
Di saat gelegak hasrat Soekarno mengemuka, rancangan Tugu Nasional
menjadi curahan gagasannya untuk mewadahi cermin imajiner kemasyuran
Kemaharajaan dan Penguasa Terkemuka melalui citraan khas Soekarnoistik.

196
Sosok karya arsitektur khas Soekarnoistik yang juga merepresentasi
Dualitis Paradoksal Jawa Kuno menjelma sebagai Tugu Nasional468, karya ini
bukan merupakan akhir dari ide form arsitektural Soekarno, karena hasrat dan
impian Soekarno tentang ke-Indonesia-an yang mengandung proses memutu
sebagai Khora. Dalam proses perancangan Tugu Nasional terjadi perubahan-
perubahan desain akibat rasa seni Soekarno yang menonjol, diantaranya
penambahan sosok Api Kemerdekaan di Puncak Tugu, yang semula belum
terpikirkan, dan penambahan ketinggian Tugu di saat konstruksi tugu telah
mulai meninggi. Saat itu, serta merta Soekarno menginginkan adanya
penambahan ketinggian 10 meter469 dari setinggi 128, 7 m menjadi 132 m, dan
akhirnya pada pelaksanaan diperintahkan Soekarno untuk ditambahkan 10
meter , menjadi 142 m.

RANCANGAN API KEMERDEKAAN

Sketsa pribadi Arsitek Soedarsono menggambarkan tugu menjulang


sebagai perwujudan kepribadian Indonesia yang menggali konsep artefak Jawa
Kuno stilisasi alat reproduksi laki-laki-perempuan: linggam-yoni, alat penumbuk
padi lumpang-alu, energi positip-negatip sebagai manifestasi Dualitas Paradoksal.

468 Sebagai catatan Soekarno merencanakan untuk meresmikan Museum Sejarah di Tugu
Nasional pada 17 Agustus 1966 468 sekaligus peringatan Hari Ulang Tahun Republik
Indonesia ke 21 tahun 1965 digelar di depan Tugu Nasional. Sebagai persiapannya seluruh
bangunan Tugu dan Lidah Api serta patung Pangeran Diponegoro sudah selesai
pengerjaannya. Namun, karena situasi negara yang tidak memungkinkan peristiwa tersebut
urung dan dipindahkan ke Gelora Bung Karno. Pada HUT Republik Indonesia ke 21
Soekarno telah menyiapkan pidato yang bersesuaian dengan jiwa mengangkasa dari Tugu
Nasional dengan Lidah Api Kemerdekaan yang bertajuk: Tjapailah Bintang-Bintang Di Langit.
469 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-

1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.


197
Rancangan Tugu ditegakkan diatas pelataran yang ditinggikan disebut
sitihinggil sebagai dhampar (bhs. Jawa) yaitu tempat kedudukan bagi yang di-
Mulia-kan bagi Tugu Nasional. Menjelang rancangan final Tugu Nasional,
Soekarno memerintahkan penambahan sosok api yang berkesan dinamik
untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional470. Rencana tersebut menuai
kontroversi dari para seniman. Penambahan sosok api di atas Tugu Nasional
yang menjulang bebas ke angkasa itu, seolah-olah menyumbat jiwa kebebasan
dari Tugu. Akan tetapi, sosok api berukuran raksasa dilapisi emas itu tetap
dihadirkan. Dinamai Api Kemerdekaan sebagai manifestasi gelora jiwa Bangsa
Indonesia menyerupai dian nan tak kunjung padam. Dian adalah nyala api (bhs.
Jawa). Sketsa Api Kemerdekaan goresan Soedarsono memperlihatkan gestalt
terinspirasi oleh luk lekukan Keris Pusaka sebagai upaya mewujudkan
kepribadian Indonesia dalam rancangan Tugu Nasional.
Gambar penampang Api Kemerdekaan memperlihatkan ruang terbuka
sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta, namun mengalami
perubahan akibat perluasan bidang landasan Api Kemerdekaan. Sehingga area di
bawahnya, yaitu ruang terbuka di Puncak Tugu menjadi terlindungi karena
berfungsi sebagai atap. Sosok Api Kemerdekaan sekaligus menjadi penutup
ruang mesin lift. Dengan kata lain, sosok Api Kemerdekaan memiliki beberapa
peran sekaligus. Pertama, peran simbolik jiwa Bangsa Indonesia yang bergelora
laksana api yang sedang berkobar, Kedua, peran fungsional sebagai selubung
ruang lift, dan Ketiga, sebagai unsur estetik di Tugu Nasional.

470Pemahaman perihal sosok api untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional diperoleh
dari wawancara dengan Arsitek Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi, tim mahasiswa arsitek ITB
Pemenang III Sayembara Tugu Nasional Kedua.
198
Sosok Api Kemerdekaan mengandung estetika yang khas menyerupai
sosok seni patung, karena memiliki metoda pelaksanaan yang berbeda dengan
bangunan yang taat azas terhadap gambar bestek471. Kehadiran Api Kemerdekaan
diawali sketsa, pembuatan model, dan pelaksanaannya oleh seniman dari yang
menuntut keleluasaan improvisasi demi tujuan estetik. Api Kemerdekaan
dikerjakan oleh Tohnichi Trading Co Ltd dari Jepang berdasar rancangan Arsitek
Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka
dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts472. Di masa pembangunan Tugu
Nasional seniman Indonesia belum memiliki pengalaman dalam pembuatan
patung dari logam, diutarakan oleh Mpu Ageng Edhie Sunarso473.
Berdasar informasi yang diterima selama ini474 sosok Lidah Api
Kemerdekaan terbuat dari perunggu seberat 14, 5 ton berdiameter dasar + 6
meter dengan tinggi 14 meter terdiri atas 77 bagian yang kemudian
disambungkan dan diperkuat oleh baut. Bagian luar Lidah Api ini dilapisi emas
seberat + 32 kg yang ditambahkan 17, 845 kg setara 18 kg pada tahun 1995475.
Sejumlah surat rekomendasi dari Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka
pada 1969 kepada Arsitek Soedarsono mengatakan tidak demikian.

471 Bestek adalah blueprint gambar arsitektur untuk memandu cara berdirinya bangunan bagi
pelaksana / kontraktor.
472 Arsip Surat menyurat Arsitek Soedarsono dan Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji

Itasaka.
473 Menurut Edhi Sunarso, Yogya, 2010. Dirinyalah yang pertama membuat patung logam

Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia tahun 1962 dari perunggu, kepada Soekarno
diutarakan: :Jangankan membuat 9 meter patung dari perunggu, bahkan 10 centimeter-
pun saya belum pernah
474 Informasi yang beredar di masyarakat dalam pustaka, internet, brosur panduan di Tugu

Nasional.
475 Berdasar bahan Wawancara Wagub Bidang Kesra untuk TVRI tanggal 24 Juni 1993 dan

sejumlah dokumen dari Konsultan pada tahun 1993.

199
Karena ranah yang dibahas adalah proses kehadiran Tugu Nasional,
sedangkan data yang ditemukan kurang kegayutannya maka tidak akan
diuraikan dan menjadi studi penelitian lanjut. Bila memandang sosok Lidah
Api Kemerdekaan secara tiga dimensional menyerupai sosok stupa di candi
Borobudur dalam keadaan sedang bergerak, meliuk, terpuntir. Namun bila
disaksikan sebagai gambar dua dimensi tampak menyerupai gunungan wayang
sebagai simbol kehidupan dengan bentuk menguncup di bagian atas. Di
kekinian sosok Lidah Api Kemerdekaan dinilai memiliki gestalt menyerupai liukan
seorang penari, bahkan sering dikatakan menyerupai sebentuk ice cream yang
meliuk plastis. Penafsiran beragam seperti ini bukanlah sebuah keniscayaan,
karena setiap penafsiran pada era postmodernitas ini ditafsir oleh Derrida
sebagai kesementaraan.

PATUNG PAHLAWAN DIPONEGORO

Rancangan karya seni patung perunggu Pahlawan Diponegoro,


ditempatkan di Utara Tugu Nasional sesuai permintaan Soekarno476 yang
dibuat oleh seniman pemahat Italia Prof. Cobertaldo sebagai hadiah dari
Konsul Jenderal Honorair Dr. Mario Pitto. Pengerjaannya memakan waktu
setahun di Arthena. Memiliki dimensi ketinggian 5 meter di atas setumpu
beton berukuran 7 meter x 5 meter. Sosok patung terbuat dari perunggu.

476Lihat kliping harian yang menyatakan bahwa lokasi penempatan Patung Pahlawan
Diponegoro itu ditentukan oleh Presiden Soekarno.
200
GERBANG KALA-MAKARA

Ketika mencermati dokumen proses kehadiran sosok api, ditemukan


juga rancangan gerbang kala-makara. Arfifak serupa kala-makara dijumpai pada
relief percandian sebagai simbol raksasa Sang pemakan kala yang artinya
waktu. Gerbang Kala-Makara menurut pengamatan menyerupai gerbang
waktu sebagai stilisasi kala-makara yang telah dibahas diawal BAB ini.
Gerbang Waktu tersebut memiliki kandungan estetika seni kria477
yang kehadirannya diawali dari pembuatan sketsa rancangan, pembuatan
model, dan pelaksanaannya dikerjakan oleh seniman- kriawan secara manual.
Rancangan gerbang itu berornamen Padma-Wijaya Kusuma secara estetik dapat
membuka menutup secara otomatis. Ketika menguak berisi sebuah rongga
kecil penyimpan kotak kaca berlapiskan emas yang sedianya sebagai wadah
Sang Saka Merah Putih. Ornamen yang melingkupi berupa ukiran Kala-Makara.

REKAMAN SUARA SOEKARNO

Saat mendengar rekaman suara Soekarno pengulang Pembacaan Teks


Proklamasi, dilakukan penelusuran sumber untuk mengetahui konsepsi
awalnya. Merujuk pengutaraan Soemardjo, Sekretaris Kopel PMSTN kepada
tim sejarawan478, Presiden Soekarno menginginkan diperdengarkan kembali
suara pembacaan teks Proklamasi.

477 Kria merupakan bagian budaya masyarakat yang berinduk pada bidang seni rupa yang
berujud arifak tiga dimensi yangdibuat secara manual dengan sentuhan artistic merujuk
Yuke Ardhiati.Pengindustrian Karya Seni Kria di Indonesia. Tesis Magister Program Studi
Pembangunan ITB 2001, hal. 8.
478 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011 saksi sejarah, Tim Sejarawan UI yang

diperbantukan dalam pelaksanaan Museum Sejarah Nasional di Tugu Nasional.

201
Dalam perintah itu tidak disebutkan di awal Sayembara Perancangan
Tugu Nasional Pertama maupun Kedua, sehingga kenyataan ini masih
memerlukan penelusuran lebih mendalam serta verifikasi terhadap sumber
sejarah serta saksi sejarah. Keunikan pada rekaman suara Soekarno
membacakan Teks Proklamasi bagaikan Aktor yang tengah membacakan puisi
dengan jeda serta intonasi yang khas. Suara inilah yang akhirnya menjadi puncak
pertunjukan di Ruang Kemerdekaan merepresentasi seni pertunjukan
Soekarno yang terasah sejak Soekarno Muda dan menuliskan sejumlah
skenario sandiwara tonil sekaligus menjadi sutradaranya semasa pembuangan
Ende dan Bengkulu.

LIUKAN PADA RANCANGAN CAWAN TUGU

Rasa seni Soekarno dalam perwujudan arsitektur Tugu Nasional


berupa liukan pada Cawan Tugu yang membedakannya dengan afgeknotte karya
Oscar Niemeyer di Mexico. Ketika itu Arsitek Silaban sempat menentang
keserupaan afgeknotte usulan Regu Arsitek ITB yang dinilai meniru karya
tersebut. Liukan plastis pada Cawan Tugu yang berukuran raksasa itu bahkan
mencipta sebuah nauangan berteduh bagi ruangan terbuka di bawahnya.
Sehingga melindunginya dari cuaca serta terpaan sinar matahari langsung,
menyerupai ruang untuk ngendhon (bhs. Jawa) yaitu sikap berdiam diri di suatu
tempat untuk sementara. Dapat juga diartikan sebagai masanggrah, makuwon
atau dhedhepok. Rasa seni Soekarno pada liukan Cawan Tugu memberi nuansa
fungsional selain tujuan bertujuan estetis pemberi perbedaan dengan afgeknotte
sebagai tindakan dekonstruksi.

202
RANCANGAN PATUNG DI EMPAT SUDUT LUAR CAWAN

Di keempat sudut luar Cawan Tugu Monas tampak sebuah bidang


persegi sebagai atap pintu menuju pelataran Cawan. Sedianya diinginkan oleh
Soekarno ditempatkan empat buah kelompok patung bertema revolusi479 yang
akan dipersiapkan oleh seniman Edhi Sunarso. Ketika belum menampakkan
hasil, Soekarno memerintahkan adanya variasi penggantinya berupa nyala api
gas yang tidak pernah padam yang instalasinya disulut menembus basement.
Akan tetapi beresiko adanya masalah teknis karena posisi sudut terluar ini
sangat riskan terhadap masalah hujan serta mengkhawatirkan unsur kekuatan
struktur beton di basement oleh karenanya rencana ini ditangguhkan.
Sebagai gantinya akan ditempatkan empat perwatakan hewan sebagai
simbolik negara seperti halnya Naga dari Tiongkok, Gajah Putih dari
Muangthai, Kangguru dari Australia, Singa dari Singapura, Leo dari Negeri
Belanda, Anjing yang menyusui anaknya dari Italia. Pilihan jatuh pada
Banteng sebagai Raja Rimba yang menurut Soekarno merupakan Simbol
Negara Indonesia, yang terinspirasi oleh lukisan pertarungan Banteng dengan
Singa Besar karya Raden Saleh. Di ke-empat sudut luar Cawan Tugu Monas
sempat dibuat maket ukuran sebenarnya serta sempat diwacanakan sebagai
pameran di Gedung Pola. Gagasan adanya Banteng menuai protes dari para
partai politik di Tanah Air yang menganggap simbol Banteng memihak partai
tertentu. Selain itu dikarenakan adanya kesulitan teknis serta pertimbangan
estetik yang disampaikan oleh Profesor Lorenzo Ferri dari Studi dArte
Internationale - Roma sebagai konsultan patung.

479 Memoar Arsitek Soedarsono tentang Design Kelompok Patung Revolusi.


203
Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso menunjukkan beberapa maket dengan
gesture Banteng yang telah di Acc Soek pada tahun 1966. Keempat gerakan
Banteng di atas dinilai Profesor Lorenzo Ferri sulit dilaksanakan dan
memakan waktu setidaknya lima tahun. Disamping itu, keempatnya sulit untuk
dapat dinikmati dari semua arah pandang karena letaknya yang berada di
Cawan Tugu. Hingga kini wacana pembuatan empat patung masih tertunda.
Ketika terjadi kebuntuan Soekarno menggagas adanya diorama
bertema Revolusi sebagai penggantinya, yaitu 1) Zaman Keemasan, 2) Zaman
Penjajah, 3) Zaman Revolusi Fisik, dan 4) Zaman Pembangunan. Maket ke-
empatnya sempat dibuat dari bahan gips. Akan tetapi, setelah dievaluasi ke-
empat diorama di sudut luar Cawan ini dinilai tidak mampu menyumbang
keseimbangan estetis pada Tugu Monas secara keseluruhan, karena ekspresi
keempat diorama tersebut memang tampil secara ekspresi yang tidak seragam,
sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Hingga kini Cawan Tugu Monas
tidak menampilkan artefak apapun. Rasa seni yang berkenaan ide form
Soekarno ditampakkan pada rancangan yang telah memperoleh persetujuan
darinya berupa acc Soek. Untuk mencapai persetujuan itu kepuasan visual
Soekarno yang ditampakkan oleh sesuatu keunikan Bahkan tidak segan-segan
Soekarno ikut serta menorehkan gagasannya ke dalam rancangan, bahkan
mengutarakan ide-ide arsitektural berbagai karya mancanegara sebagai sumber
inspirasi. Tampak kesan bahwa Soekarno menghindari desain ornamentik yang
rumit, selera keindahannya ditampakkan melalui gesture ekspresif yang
memancar dari struktur desain yang fungsional. Kepeduliannya terhadap citra
dan guna mengingatkan pernyataan Mangun Wijaya tentang Vastu, yaitu
Arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra.

204
Usai rancangan final Tugu Nasional disetujui di 1961, Soekarno
menginginkan adanya perubahan ketinggian tugu dari ketinggian awal, yaitu
penambahan ketinggian yang semula 128,7 meter dari rencana Soedarsono,
dengan memerintahkan Staf Kedutaan Indonesia di Amerika untuk
menginformasikan ketinggian Monumen Washington DC di Amerika480 .
Ktinggian 555 feet 5 inchies atau sekitar 182 m yang menumpu di atas luasan
dasar 55 square feet serta kedalamannya 36 fet 10 inchies. Ketinggian Tugu
Nasional telah diubah menjadi 132 meter. Hal tersebut itu berrakibat pada
pelaksanaan pekerjaan karena penambahan ketinggian bangunan jua otomatis
yang bertambah beban mati yang dipikul oleh struktur bangunan.

MENGUNGKAP ARSITEK TUGU NASIONAL

Sekalipun demikian intervensi yang dilakukan Soekarno yang terkait


erat form arsitektural tugu tetap dilaksanakan. Dorongan hasrat, rasa seni dan
intervensi yang dilakukan Soekarno terutama bagi proses kehadiran arsitektur
Tugu Nasional mendominasi bahkan memposisikan Soekarno sebagai seorang
Arsitek yaitu Aktor yang memiliki kecakapan teknis membangun serta
kepekaan akan keindahan dalam menghadirkan karya arsitektur secara poetic
yaitu karya konstruktif serta inspiratif, sebagaimana telah dilakukan Soekarno
Pada masa pembangunan Tugu Nasional berlangsung, peran
Soekarno sangat dominan, sejak proses rancangan hingga beberapa perubahan
rancangan yang diperintahkan langsung oleh Soekarno. Pertama, adanya
penambahan Api Kemerdekaan di Puncak Tugu.

480 Surat kawat dari Sekretariat Negara tertanggal 13 Februari 1961.

205
Mahkota bagi Tugu semula belum terpikirkan, dan Kedua adanya perintah
penambahan ketinggian Tugu di saat pembesian telah berlangsung. Ketika
konstruksi Tugu telah mulai meninggi, serta merta Soekarno menginstruksikan
penambahan ketinggian 10 meter481 dari ketinggian Tugu dari setinggi 132
meter, ketinggiannya kini mencapai 142 m.Proses memutu terwujudnya
rancangan Tugu Nasional juga telah melahirkan sejumlah kontroversi
termasuk di lingkungan terdekatnya, namun tidak disampaikan secara
langsung. Arsitek Silaban melalui catatan hariannya482, juga mengungkapkan
kekecewaan terhadap Soekarno karena usulan Tugu Nasional rancangannya
yang tidak diakomodir, dan Soekarno justru memilih rancangan Soedarsono.
Diakui ataupun tidak, sayembara rancangan Tugu Nasional telah
menginspirasi sejumlah Arsitek dan Seniman untuk berperan menggubah
karyanya. Tugu Nasional telah menjadi obsesi berkarya secara prestisius. Terutama
bagi Arsitek yang telah berjuang sebagai peserta Sayembara, bahkan
keberpihakan Soekarno kepada usulan Soedarsono sempat menyebabkan
ketegangan di antara keduanya, sebagaimana diceriterakan kembali oleh Anton
Soedarsono483 putera Arsitek Soedarsono. Di saat kanak-kanak ia mengalami
situasi kedatangan Arsitek Silaban ke rumahnya di Bogor.
Sekalipun yang berperan sebagai Arsitek dalam masa perancangan
Tugu Nasional adalah Soedarsono, akan tetapi, dilubuk hati Arsitek yang
bersahaja ini menyimpan sebuah beban tak tertangguhkan hingga menjelang wafatnya.

481 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-
1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.
482 Diungkapkan berdasar catatan harian F Silaban tertanggal 29 Oktober 1960 di rumah

tinggalnya jl. Salak Bogor. terdokumentasi atas ijin wakil MAan Ir. Cung Setiadi, 2010.
483 Wawancara dengan Anton Soedarsono di Jakarta 2010.

206
Kepada puteranya, dan melalui memoarnya Soedarsono
menginginkan adanya sebuah pengakuan kepada khalayak, bahwa Arsitek Tugu
Nasional adalah Dr. Ir. Soekarno. Soekarno-lah yang telah memimpikan
kehadiran ruang ke-Indonesia-an sebagai Kebanggaan Nasional itu. Dirinya,
hanyalah arsitek eksekutif semata, yang memvisualkan apa yang diinginkan
oleh Soekarno. Sikap ini menunjukkan penghormatan Soedarsono kepada
Soekarno yang telah berperan melampaui tugas seorang Presiden dengan
atensi yang berlebihan terhadap rancangan Tugu Nasional hingga
pelaksanaannya, yang menempatkan diri Soekarno dalam posisi sebagai Arsitek Tugu
Nasional..
Memoir arsitek Soedarsono, belum dapat dipastikan mampu
menjawab pertanyaan: Siapakah sebenarnya Arsitek Tugu Nasional? Karena dalam
terminologi yang lebih luas pengertian Arsitek sebagai penggubah peradaban
Tugu Nasional ditunjukkan oleh peran sentral Soekarno, akan tetapi dalam
pelaksanaannya, peran arsitek Soedarsono sebagai visualisasi ide-ide Soekarno
membuka tafsir yang terbuka sebagaimana difference sebagai ungkapan
kementaraan oleh Derrida. Namun, ketika dipertautkan khora sebagai proses
memutu kehadiran arsitektur sebagai form sebagaimana dilakukan Soekarno sebagai
kesinambungan perjuangannya sejak menuliskan pledoi Indonesia Menggugat dan
berproses sedemikian, hingga mewujud rancangan arsitektural, maka
pengertian peranan Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional
adalah peran seorang Arsitek yang sebenarnya.
Intervensi Soekarno dalam proses kehadiran karya arsitektur bukan
hanya dialami oleh Arsitek Soedarsono pada proyek Tugu Nasional, tetapi juga
oleh Silaban pada proyek arsitektur gedung Bank Indonesia.

207
Untuk mengetahuinya, pada diari Silaban tertanggal 28 Maret 1964 di
Bogor, yang ditulis dalam bahasa Belanda dengan Menteri Utusan Soekarno
untuk membicarakan perubahan rancangan gedung Bank Indonesia. Silaban
menganggap Soekarno telah mengintervensi kerja Arsitek. Kutipannya484
Menteri : Kun je niet iets anders versiering. Altijd die bosch kolommen en
plat bovendien.
Apakah kamu tidak bisa menghiasinya dengan sesuatu yang lain,
lagipula selalu dengan ikatan pilar-pilar dan teras/pipih.

Silaban : Het is niet bijaksana van de Pemimpin ook om architect te


spelen. De pemimpin kan wel zeggen: ik vind dit niet mooi en dan kan de
architect een ander ontwerp maken. Totdat de Pemimpin het wel mooi vindt.
Rechthoekige kolommen zijn goedkoper dan ronde en wat de diepte van de
kolommen hetzelfde...wel...dit is zo gekozen omdat het een afstand schept
Tusschen de warme lucht buiten en de koele lucht binnen het gebouw.

Adalah sesuatu yang tidak bijaksana dari seorang Pemimpin yang


ikut-ikutan berperan sebagai arsitek. Pemimpin bisa saja berkata:
Menurut saya ini tidak bagus, maka sang arsitek dapat
membuat rancangan yang lain sampai sang Pemimpin
berpendapat itu bagus. Pilar-pilar bersudut lebih murah daripada
yang bulat dan struktur dalam pilar-pilar itu pun sama.
Begitulah....akhirnya ini yang dipilih karena menghasilkan
jarak antara udara panas di luar dan udara sejuk dalam bangunan.

Kutipan itu menunjukkan intervensi Soekarno yang menyerupai sikap


otoriter Penguasa terhadap ranah yang dianggap bukan menjadi wilayah kerjanya.
Namun, bila dipandang dari Nation and Character Building yang sedang
digaungkan, intervensi Soekarno justru menunjukkan sikap kenegarawanan,
berupa kesediaan diri melebur ke dalam kancah rancangan karya sekaligus di
masa pembangunannya sebagai kesatuan Jiwa dan Raga merepresentasi sikap
politik Soekarno.

484Kutipan catatan harian F Silaban yang telah ditranslasi dari Bahasa Belanda oleh
Achmad Sunjayadi, 2010.

208
Proses memutu kehadiran Tugu Nasional telah melampaui proses-
proses kelazimannya sebagai Mandataris MPRS yang seharusnya lebih
memprioritaskan pelaksanaan Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun
Pertama 1961-1969485 dibandingkan Tugu Nasional Mengapa Soekarno
melakukan skenario di luar Proyek Mandataris MPRS 1961? Sementara itu
perumusan Proyek Mandataris MPRS tahun 1961 juga telah menguras
perhatian Soekarno bersama Depernas-Dewan Perancang Nasional? Usai
mencermati Projek Mandataris MPRS yang berskala Nasional itu, kesemuanya
bersifat fungsional semata, bahkan tak satupun projek yang mampu
mengespresikan kebebasan berkarya sebagaimana dilakukan Soekarno
terhadap perancangan Tugu Nasional. Dalam himpunan projek fisik
mandataris MPRS, seperti Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional,
Perpustakaan Nasional, Taman Kebudayaan, akhirnya terlaksana dengan hanya
menempati ex. Bangunan peninggalan Kolonial dan bukan sebagai karya Arsitektur
dengan rancang khas, dan itupun terlaksana di masa Soeharto setelah
Soekarno wafat. Sejumlah projek cadangan seperti Theater Nasional sebagai
usulan Arsitek Silaban486, proyek Konservatorium dan Sirkus Nasional hanya
menjadi wacana. Adapun yang terlaksana adalah proyek Cagar Alam dan
Taman Margasatwa sebagai perluasan dari Kebun Raya Bogor.
Dorongan hasrat untuk merayakan terwujudnya ruang ke-Indonesia-
an sebagai Nation Pride tidak terelakkan, sehingga hasrat, intervensi dan knowlegde
yang melingkupi Soekarno memampukannya menggulirkan karya arsitektur
Tugu Nasional.

485Periksa kumpulan amanat Soekarno dalam Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk
Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur
/ Pedarmilda, 1961.
486 Dok Pribadi Arsitek Silaban disalin pada 2010.

209
Keberpihakan Soekarno terhadap Projek Mercusuar dibanding
projek Mandataris MPRS tergambarkan oleh dialog alasan Soekarno
mempriorotaskan pembangunan Tugu Nasional dibandingkan dengan projek
Masjid Istiqlal. Perhatian yang tercurah pada Tugu Nasional lebih besar. Dan
Menteri Agama K.H. Syaifudin Zuhri dari Kabinet Dwikora menuturkannya
kepada Maulwi Saelan487 alasan Soekarno memprioritaskan Tugu Nasional
dibanding Masjid Istiqlal karena488:

Saya dahulukan dan sesegerakan menyelesaikan pembangunan


Tugu Nasional dari pada pembangunan masjid ISTIQLAL,
karena saya yakin kalau saya tidak ada (maksudnya meninggal)
pembangunan masjid tetap akan diteruskan oleh rakyat sampai
jadi, sedangkan pembangunan Tugu Nasional barangkali tidak
dilanjutkan.

Pernyataan Soekarno mengandung kekhawatiran bila tanpa intervensi


darinya proyek Tugu Nasional terancam terhenti. Hal itu menunjukkan
kesadaran Soekarno atas perkembangan situasi politik yang kian deras
mengritiknya sebagai Penguasa yang kurang peka terhadap kebutuhan
masyarakat banyak. Namun, memprioritaskan keberlangsungan Tugu Nasional
adalah tindakan politis Soekarno yang membuktikan kesungguhannya
sekalipun ditengah badai kontroversi, sebagai sebuah tekad yang menunjukkan
Arsitektur Tugu Nasional sebagai ekspresi kesatuan Jiwa dan Raga Soekarno

487Saelan, Maulwi. Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.
Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001.
488 Surat Kabar Merdeka 19 April 1979.

210
BAGAIMANAKAH TUGU NASIONAL TERSELENGGARA

Ritual pemancangan Tugu Nasional pada 17 Agustus 1961489 sebagai


penanda kehadiran peradaban highrise building di Indonesia dilakukan sehari
setelah pameran Pembangunan Semesta Beretjana Delapan Tahun Pertama sebagai
proyek Mandataris MPRS490 di Gedung Pola Jakarta. Dikatakan, kedua projek
besar itu dihadirkan sejaman, namun substansi Pola Pembangunan Pembangunan
Semesta Beretjana Delapan Tahun Pertama491 ternyata tidak tercantum nama proyek
Tugu Nasional di dalamnya, hanya termuat projek pembangunan Museum
Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional, Taman Kebudayaan,dan
sejumlah proyek cadangannya, yaitu; Theater Nasional, Konservatorium Nasional, Sirkus
Nasional, Cagar Alam dan Taman Margasatwa, dan Perpustakaan Desa492. Dalam
Laporan Pembangunan Tugu Nasional493 ditemukan ketidakterhubungan antara
Proyek Tugu Nasional dan Proyek Mandataris MPRS 1961 sesuai kutipan:

Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan Tugu Nasional.


Masa pelaksanaan dibagi melalui tiga tahap sebagai berikut: Tahap
pertama, pada masa 1961 sampai dengan tahun 1965, yaitu
pelaksanaan pekerjaan di bawah pengawasan Panitia Monumen
Nasional, biaya yang didapat adalah sumbangan masyarakat. Tahap
kedua, pada masa 1966-1968 yaitu pelaksanaan pekerjaan masih di
bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, sedangkan biayanya
didapat adalah Pemerintah Pusat Sekretariat Negara RI.

489 Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For
The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961.
490 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan

Timur, Djakarta 16 Agustus 1961.


491 Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya:

Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961.


492 Ibid, hal.562-565.
493Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-

1963. Jakarta: Direksi Pelaksana.Cet. Kedua. 1997, hal. 31.

211
Ketika kedua dokumen tersebut dipertautkan, mengundang sebuah
pertanyaan: Benarkah Tugu Nasional merupakan Proyek Mandataris MPRS?
Pertanyaan tersebut sulit untuk dikatakan, karena tidak terdapat memang
nama proyek Tugu Nasional sebagai substasi proyek Mandataris MPRS 1961.
Bahkan, ketika mencermati pertanggungjawaban akhir Soekarno melalui
Nawaksara sebagai pertanggungjawaban formal Soekarno kepada MPRS,
pelaksanaan proyek Tugu Nasional juga tidak disinggung. Demikian juga
media massa yang kritis tidak menyinggungnya. Dengan demikian disimpulkan
bahwa Tugu Nasional merupakan proyek di luar skenario Mandataris MPRS
dan menyerupai scenario dadakan Soekarno.
Dalam Mandat MPRS 1961 tertuang rinci dan formal, menyerupai
skenario tahapan pembangunan di Indonesia, mulai dari jenis proyek hingga
cara pencarian beaya untuk membiayainya. Namun dalam waktu yang hampir
bersamaan, Soekarno juga menggelorakan Projek Mercusuar. Projek megah
yang tidak ditemukan adanya konsep perencanaan dalam Tata Kenegaraan.
Dalam dokumen resmi Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun Pertama
1961-1969 tidak ditemukan nama proyek yang disebut Projek Mercusuar
bahkan projek Tugu Nasional.
Situasi menjadi pelik karena bertumpang tindih sejumlah proyek fisik
yang tidak direncanakan terlebih dahulu sumber pendanaannya. Terutama bagi
Projek Mercusuar yang menjadi isu perbincangan yang menimbulkan
ketegangan, sementara itu sumber pendanaan Projek Mercusuar diperoleh
dari berbagai sumber bantuan dari berbagai pihak antara lain; Gelora Bung Karno
dibiayai atas pinjaman dari Sowjet Uni, Hotel Indonesia didanai dari Dana
Pampasan Perang Jepang, Planetarium dari dibiayai oleh GKBI-Gabungan
Koperasi Batik Indonesia.

212
Sedangkan Tugu Nasional didanai oleh penggalangan dana dari pihak swasta
serta Pungutan Sumbangan Wajib494 yang diberlakukan oleh Menteri
Perdagangan Dalam Negeri. Sejak 15 Juli 1965 dilakukan potongan sebesar
Rp.50,- untuk Golongan A klas I, Rp.35, untuk B klas I dan Rp. 40,- dan
Rp.30,-. Untuk Golongan C klas I dan II sebesar Rp.30,- dan Rp.25,-.
Peristiwa terselenggaranya Tugu Nasional tak terelekkan terjadinya kontroversi
terhadap pelaksanaannya sekalipun upaya-upaya penggalangan dana dilakukan
Soekarno dengan mengundang pengusaha-pengusaha untuk berkonstribusi
agar menjamin terwujudnya Kemegahan Kota Jakarta, salah satunya
membentuk Panitia Keindahan Kota Jakarta495.
Ketika timbul pertanyaan : Bagaimanakah Tugu Nasional terselenggara di
masa Soekarno? Untuk menjawabnya perlu direfleksikan kembali benang merah
proses memutu Tugu Nasional sebagai perwujudan impian Soekarno sejak
masa perjuangan yaitu sebelum Proklamasi. Berdasar data yang himpun dan
dikategorisasi sebagai periode Sebelum Proklamasi dan Setelah Proklamasi pada
BAB III, dapat disimpulkan bahwa rancangan Tugu Nasional terselenggara
sebagai pertautan kemampuan arsitektural Soekarno sebelum dan sesudah
Proklamasi.Buah karya arsitektur sepanjang peristiwa bersejarah terkait
Soekarno menunjukkan akumulasi kemampuan Soekarno selama periode
Sebelum dan Setelah Proklamasi, yang berupa kemampuan diri sebagai insinyur-
arsitek, politisi, peracang gaya busana pribadi, orator ulung, penulis, pembuat
skenario sandiwara tonil, kartunis, pelukis realis.

Dikutip dari Kompas tanggal 10 Juli 1965 hal. 2.


494

Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4
495

April 1965.

213
Peran Soekarno sebagai politisi dalam persiapan Kemerdekaan sejak dalam
perancangan naskah Proklamasi hingga Proklamator memperteguh
eksistensinya ketika dirinya menjadi Presiden. Dengan legitimasi yang
dimilikinya Soekarno menggaungkan ideologi Nation and Character Building yang
terwujud sebagai kebudayaan/peradaban Indonesia modern di semua lini;
bahasa, busana, tari daerah, sendratari-seni drama dan tari, serta sejumlah
lukisan, patung realis, interior dan arsitektur.
Menurut pandangan saya, proses memutu kehadiran arsitektur Tugu
Nasional telah melampaui berbagai kesulitan sejak masa perancangan hingga
pelaksanaan fisiknya, tetapi kehadirannya yang mewujud fisik itu tidak terlepas
dari peran sentral Soekarno sebagai Presiden melalui dorongan trilogi hasrat,
intervensi dan rasa seni yang melingkupi dirinya. Dalam trilogi itu terkandung
pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa yang
menunjukkan adanya kekuasaan yang mendorong penciptaan keruangan
berdasarkan pengetahuan kearsitekturan yang dimiliki, sehingga laras dengan
wacana space-power-knowledge gagasan Michel Foucault496 sekaligus merefleksi
karya arsitektur berbasis point de folie-Maintenant lArchitecture gagasan Derrida497.
Realitas diri Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional
telah melampaui wacana space-power-knowledge dan konsep point de folie, karena
isu terselenggaranya karya arsitektur di Tugu Nasional bukan hanya
diakibatkan oleh adanya power sebagai pengetahuan kearsitekturan semata, juga
menunjukkan perluasan pengertahuan berupa, karya seni yang saling
melingkupi sebagai ruh Arsitek Soekarno.

496 Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books.
1984.
497Derrida,Jacques.Point de folie-maintenant l'architecture//www.jacquesderrida.com.ar/Point de

folie_maintenant l'architecture_Source 27Avril 2009.


214
Adanya kesatuan Raga dan Jiwa Soekarno sebagi Penguasa sekaligus
Arsitek dalam proses kehadiran Tugu Nasional telah memperkaya wacana
space-power-knowlegde yaitu oleh adanya temuan khas yaitu, peran Arsitek
Penguasa yang memperluas cakupan waca Foucault itu menjadi space-power-
knowledge-actor-art. Sekaligus memperkaya filsafat kegilaan dalam arsitektur point
de folie - Maintenant lArchitecture menjadi Point de folie l'homme et de l'art sebagai
titik kegilaan pada manusia dan seni. Oleh karena trilogi hasrat hasrat, intervensi
dan rasa seni yang melingkupi diri Soekarno dijiwai oleh idealistik ke-Indonesia-
an, maka proses kehadiran karya arsitektur sebagai khora dalam dinamai Khora
Ke-Indonesia-an.

TEORI ARSITEKTUR PANGGUNG INDONESIA

Untuk membentuk teori arsitektur berdasar Grounded Theory, atau


memoing berdasar Grounded, akan diuraikan empat unsur penting yang perlu
terkait teori yaitu; 1) pengertian dan fungsi teori, 2) bentuk dan formulasi teori,
3) teori subtantif dan teori formal, serta 4) unsur-unsur suatu teori. Tata cara
pembentukan teori tidak akan disinggung, namun akan digubah dalam pustaka
metode Grounded Theory untuk ranah Arsitektur dan Desain498
Dalam konteks peradaban karya arsitektur Projek Mercusuar
menunjukkan tonggak baru kemajuan Indonesia dibidang perancangan sebagai
yang ter: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi di Asia Tenggara.

498
Senarai pustaka ini terbit, buku penerapan metode Grounded Theory untuk ranah
Arsitektur dan Desain dirancang untuk terbit mendampinginya.
215
Usai Dekrit Presiden 1959499Soekarno mengalami puncak keragaman ideologis
yang melatari kelahiran Demokrasi Terpimpin sebagai pemikiran demokrasi khas
Indonesia melalui politik, ekonomi, dan budaya dalam bingkai Nation and
Character Building500 disusul gagasan Membangun Tata Dunia Baru sebagai
perluasan keberhasilan Konferensi Asia-Afrika 1955501. Selanjutnya Soekarno
digayuti oleh ideologi Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis)502 sehingga
dikatakan di sepanjang era 1960-an benak Soekarno yang digayuti oleh
keragaman ideologis yang mendorong hasrat Soekarno untuk me-manggung-
kannya melalui berupa karya arsitektur.
Keragaman ideologis Soekarno itu yang memerlukan panggung
memperoleh tempatnya, ditandai kehadiran pencakar langit yang divisualkan
sebagai Tugu Nasional setinggi 142 m, Wisma Nusantara dengan 29 lapis
lantainya, Planetarium sebagai observatorium terbesar, serta Gelora Bung Karno
dan Masjid Istiqlal sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.Visualisasi karya
arsitektur Projek Mercusuar merepresentasi Indonesia modern sebagai ide
Arsitektur Panggung berupa pementasan gagasan ideologis Soekarno
berlatar Ibukota Negara. Cara demikian juga ditampakkan oleh Stalin saat
menggubah panggung Gothic Stalinist demi menghapus kemegahan Tsar di
Rusia juga Hitler melalui panggung kemegahan Neoklasik untuk melawan
inferior kompleks bangsa Jerman usai kekalahannya di Perang Dunia II.

499 Soekarno. Amanat Presiden Soekarno pada Sidang Pleno Pertama Dewan Perantjang
Nasional, 28 Agustus 1959 dalam Mochamad Said (ed). Ibid, hal. 1879.
500 Konsep Nation Building dalam Amanat Pemimpin Besar Revolusi, Bogor 15 Juli 1963.
501Soekarno.Pidato Peringatan Dasawarsa Konferensi Asia- Afrika, Jakarta 18 April 1965

dalam Iman Toto K Rahardja. et.al. Ibid. hal. 366.


502 Embrio Nasakom telah dirumuskan Soekarno tahun 1926 dengan tiga hal Nasionalisme,

Islamisme dan Marxisme, sebagai konsep persatuan melalu cara gotong-royong (bekerja
bersama-sama) bagi Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme.

216
PERAN LAKON DALAM ARSITEKTUR PANGGUNG

Dalam pagelaran panggung drama yang sebenarnya, terdapat tema


sebagai sesuatu yang menjiwai pementasan drama, lazim disebut lakon dalam
pagelaran wayang. Tokoh lakon drama diperankan oleh sosok seniman yang
disebut Aktor. Kehadirannya mewakili ide-ide utama yang tertuang dalam
skenario yang disiapkan Penulis Lakon. Peran tokoh dalam Arsitektur
Panggung bukan diperankan oleh sosok seniman, melainkan sosok karya
material arsitektur yang merepresentasi ide-ide yang dituangkan oleh skenario
yang dipersiapkan sebelumnya. Ide Arsitektur Panggung sebagai moda
komunikasi untuk memvisualkan keragaman ideologi menunjukkan adanya
peran sentral Penguasa sebagai perancang skenario sekaligus Dalang bagi
tokoh yang digelarnya yaitu gubahan karya arsitektur.
Berdasarkan kegayutan dan sebab-akibat secara terstruktur, muncul
Teori Subtantif / Hipotesis Kerja: Panggung Indonesia suatu modalitas atau cara
mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai karya arsitektur Soekarno sebagai
komunikasi arsitektural yang hadir bersamaan dengan longue dure sejarah pergerakan
bangsa Indonesia [maupun Dunia] di masa itu. Dalam pemaparan itu tampak pola-
pola tertentu berupa komunikasi arsitektural yang membingkai karya
arsitektur Soekarno melalui sepilihan karya arsitektur Projek Mercusuar yang
direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional.Pola-pola itu membentuk benang
merah peristiwa perjuangan Soekarno Muda di masa kolonial yang diawali
pledoi Indonesia Menggugat sebagai pentas Soekarno yang pertama, disusul
sejumlah pentas sandiwara tonil semasa pembuangan Ende dan Bengkulu,
orasi politik Soekarno, seni pertunjukan sendratari, dan naskah draibooken
adegan diorama Museum Sejarah Kebangsaan.
217
Kesemuanya bermuara pada karya arsitektur Projek Mercusuar sehingga
memunculkan sebuah teori: Panggung Indonesia merupakan sarana komunikasi
arsitektural Soekarno dalam mencapai tujuan ke-Indonesia-an yang digubah berdasar
peristiwa kesejarahan sebagai ekspresi perjuangan Bangsa Indonesia dan bagian dari
Sejarah Dunia pada masa itu. Akumulasi keragaman pengetahuan tacit Soekarno
memampukan dirinya menggubah ide Arsitektur Panggung sebagai pengetahuan di
wilayah Arsitektur. Meski, teori melalui komparatif merujuk Glaser dan
Strauss503 telah diproleh namun akan disajikan diskusi teoritis untuk
menunjukkan keluwesan teori Arsitektur Panggung sebagai proses memutu
dipilih berdasar kegayutan tema panggung yang laras dengan kegilaan dalam
Arsitektur - Point de Folie Maintenant LArchitecture gagasan Derrida504:

D'une part, cela n'arrive pas un nous constitu, une subjectivit


humaine dont l'essence serait arrte et qui se verraitensuite affecte par
l'histoire de cette chose nomme architecture. Nous ne nous apparaissons
nous-mmes qu' partir d'une exprience de l'espacement dj marque
d'architecture. Ce qui arrive par l'architecture construit et instruit ce nous.
Celui-ci se trouve engag par l'architecture avant d'en tre le sujet: matre et
possesseur. D'autre part, l'imminence de ce qui nous arrive maintenant
n'annonce pas seulement un vnement architectural: plutt une criture de
l'espace, un mode d'espacement qui fait sa place l'vnement. Si l'uvre
de Tschumi dcrit bien une architecture de l'vnement, ce n'est pas
seulement pour construire des lieux dans lesquels il doit se passer quelque
chose, ni seulement pour que la construction elle-mme y fasse, comme on
dit, vnement. L n'est pas l'essentiel. La dimension vnementielle se voit
comprise dans la structure mme du dispositif architectural: squence,
srialit ouverte, narrativit, cinmatique, dramaturgie,chorgraphie.

Derrida mengutarakan bahwa subjektivitas manusia ditangkap oleh


ruang yang dipengaruhi sejarah yang disebut Arsitektur.

503 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for
Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 35.
504 Derrida,Jacques. Point de folie Maintenant L'architecture. 27 Avril 2009.

218
Apa yang terjadi dalam Arsitektur dan apa yang dibangun telah melibatkan
subjek yaitu Arsitek Master dan Pemilik. Apa yang terjadi pada Arsitektur
Sekarang (kontemporer) tidak hanya mengadvertensi atau men-jargon-kan
istilah Architecture of Events -Peristiwa Arsitektur, bukan pula hanya menggubah
ruang atau taman sebagai peristiwa melainkan menyerupai apa yang dilakukan
Tschumi dalam Architecture of Events di Parc de la Villette di Paris. Tschumi tidak
hanya menggubah ruang bagi tergelarnya sesuatu yang terjadi sebagai
peristiwa, kehadiran Architecture of Events dapat diukur melalui struktur
arsitektural yaitu; urutan, serialiti, narasi, dramaturgi, sinematik, dan koreografi.
Architecture of Events merujuk Derrida, ditafsirkan Damais sebagai Narrative
Environtment yaitu visualisasi bangunan yang bertutur sehingga diperlukan
serangkaian persiapan untuk menghadirkannya.Teori Arsitektur Panggung
sebagai wilayah Arsitektur yang bersifat Non Material tergubah terpayungi
oleh dasar filsafati kegilaan dalam arsitektur berupa ide Arsitektur
Panggung505 sebagai skenario layaknya pagelaran Lakon dalam drama/wayang
yang mengandung unsur-unsur pelaku/tokoh, dialog/percakapan,
kelengkapan /latar, kostum, aksesoris serta keterangan lakon. Untuk
mempersandingkan antara Arsitektur Panggung dengan struktur naskah drama
berdasar urutan peristiwa yang mempertautkan ruang sbb:
Babak, yaitu rangkuman peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan
waktu-tempat-peristiwa. Setiap Babak terbagi atas adegan-adegan yang disusun
berdasarkan latar/setting khas.

505Analogi Dramaturgi berasal dari istilah teater yang dipopulerkan oleh Aristoteles sekitar
tahun 350 SM. Dalam Poetics, Aristoteles menjabarkan penampilan/drama-drama yang
berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi berdasar karya drama klasik Yunani,
berupa outline yang memiliki enam unsur penentu kualitas drama, yaitu; Plot, Characters,
Diction, Thought, Spectacle, Melody Outline of Aristotle's Theory of Tragedy in the Poetics.

219
Untuk membedakan antar babak ditandai dengan dekorasi tertentu. Dikenal
pula unsur Adegan yaitu formasi/posisi pemain di atas pentas yang batasnya
ditentukan oleh datang dan perginya lakon di atas pentas, termasuk Dialog
berupa percakapan antar tokoh sebagai struktur drama.Sebelum dipentaskan,
diperlukan Petunjuk Lakon sebagai panduan bagi tim pementasan; sutradara,
pemeran, penata seni, berkenaan dengan suasana, peristiwa, atau perbuatan
tokoh dan unsur-unsur cerita lainnya.
Ketika dipentaskan, Prolog akan mengawali pertunjukkan drama.
Prolog berperan sebagai pengantar cerita yang akan disajikan, diakhiri Epilog,
sebagai bagian akhir naskah drama yang berisi kesimpulan cerita, nasihat,
pesan moral/etika. Tema/lakon sebagai unsur terpenting drama yaitu sesuatu
yang disampaikan yang menjiwai seluruh bagian drama tercitra pada babak,
adegan, dialog, tokoh, bahasa. Selanjutnya Penokohan yang memiliki sifat dan
kedudukan beragam sebagai pengemban dalam pengembangan alur cerita.
Alur atau Plot sebagai rangkaian peristiwa yang dihubungkan berdasar sebab -
akibat sebagai pengungkap gagasan, membimbing, dan mengarahkan perhatian
penonton. Tak kalah penting adalah bahasa untuk menggerakkan tokoh dan
mencipta suasana. Bahasa yang diucapkan tokoh-tokohnya, memumpun
memahami waktu, tempat, keadaan, serta masalah. Termasuk mengenali latar
belakang tokoh. Selain Dialog, dikenal Solilokui (monolog/senandika) sebagai
ungkapan pikiran tokoh melalui percakapan pada diri sendiri. Juga dikenal
Aside sebagai bahasa tokoh yang beranggapan bahwa tokoh lain tidak
mendengarnya.Persandingan karakteristik Drama dengan Ide Arsitektur
Panggung menunjuk adanya gambaran analitik dan peka sebagai persyaratan
proses Pembentukan Teori Baru.

220
Tampak adanya pola-pola tertentu pada karya-karya arsitektural
Soekarno yang direpresentasi sedikitnya oleh sepuluh karya arsitektur Projek
Mercusuar yang kehadirannya bukan saja sebagai budaya material yang teraga,
akan tetapi juga menunjukkan Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang
memiliki peran sebagai sebuah ide form arsitektur layaknya pentas panggung.
Pola-pola serupa sebagai generalisasi teori yang ditemukan berdasar grounded
pada Soekarno sebagai Penguasa, yaitu terdapatnya kemampuan menggubah
karya arsitektural sebagai komunikasi arsitektural untuk mencapai tujuan-
tujuan politisnya. Di saat berlangsungnya kekuasaan Soekarno meninggalkan
jejak paranoid regime of sign-tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan
Dalang/puppeteer terhadap bonekanya506. Abstract line yang terbentuk dalam
konteks ini adalah Kawasan Tugu Nasional. Untuk mengungkapkan ekspresi
kegilaan dalam ide Arsitektur Panggung sebagai satu moda komunikasi akan
digambarkan kesepadanannya dengan unsur-unsur pertunjukan drama sejak
pengunjung berada di gerbang kawasan, yang dikelompokkan sebagai Prolog di
saat pengamat memandang keseluruhan sosok Tugu Nasional. Dirinya harus
berdiri setidaknya pada jarak tertentu sekitar 230 meter terhadap Tugu
Nasional. Prolog berfungsi sebagai pengantar pementasan drama yang akan
disajikan oleh Tugu Nasional. Pengagungan pasangan Laki-Laki-Perempuan
melalui simbol Lingga-Yoni berupa Tugu Obelisk dan Cawan Afgeknotte.
Sebagai Babak 1 berupa pengungkapan peng-Agung-an ke-laki-lakian
direpresentasi oleh sosok patung realis Pangeran Diponegoro, berkorelasi
dengan teks Sayembara Perancangan Tugu Nasional kedua 27 Juni 1960.

506Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike.
Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press. 2007, hal.
11-16.

221
Dilanjutkan oleh jeda berupa Transisi 1 dengan menuruni tangga menuju
Terowongan Bawah Tanah, yang berkorelasi dengan teks semasa kegelapan
menjadi Bumiputera. Babak 2, berlangsung di ruang Terowongan Bawah Tanah
sebagai manifestasi adegan Masa Kegelapan dan Penjajahan Kolonial,
berkorelasi dengan teks Indonesia Menggugat.
Dilanjutkan Transisi 2 berupa kejutan melihat benda gigantik Cawan
Tugu dari arah Terowongan. Babak 3 berupa adegan drama bisu yang
direpresentasi oleh 48 diorama di Museum Sejarah Kebangsaan yang
berkorelasi dengan sejumlah naskah sandiwara tonil di Ende dan Bengkulu,
serta empat jilid draibooken yang dipersiapkan Sejarawan dan Seniman tahun
1964507. Diteruskan Transisi 3, menaiki tangga menuju Ruang Kemerdekaan.
Berkorelasi dengan teks Lahirnya Pancasila dan Menuju Indonesia Merdeka.
Adegan dilanjutkan Babak 4, merupakan puncak adegan drama yang
mengungkpakan peristiwa sakral Proklamasi serta Atribut Kemerdekaan 17
Agustus 1945. Adegan dilanjutkan Transisi 4, menapaki tangga / elevator
menuju Babak 5, yaitu modernitas Bangsa Indonesia yang dinamis ke arah
kemajuan. Lokasi atas ke angkasa, ke langit sebagai simbol cita-cita yang
tinggi. Pada Babak 6, digiring menyaksikan panorama Ibukota Negara dari
pandangan atas, dan sebagai babak terakhir, Babak 7 merasakan pengalaman
berada di kaki langit di lokasi Api Kemerdekaan yang berbatasan angkasa bebas.
Sebagai Epilog, menuruni Tugu Nasional dengan keterkenangan, sebuah
katarsis tentang Indonesia.

507Draibooken diorama dikenal sebagai Lukisan Sejarah Visual Museum Sejarah Tugu
Nasional yang dihimpun tahun 1964.

222
Prosesi keruangan di Kawasan Tugu Nasional yang dapat
disepadankan dengan unsur-unsur pertunjukkan drama, menunjuk adanya
kesepadanan struktural yang membingkai bentuk dan isi dari teori Arsitektur
Panggung sebagai ungkapan gagasan Arsitek Soekarno di kawasan Tugu
Nasional sebagai maknawi yang baru yang berpotensi radikal karena telah
melampaui proses distansiasi dan apropriasi. Kemampuan menggubah ide
Arsitektur Panggung pada Soekarno berselaras dengan ciri enflanted ego
Penguasa sebagai kepribadian yang melampaui batas sebagaimana
digambarkan dalam peradaban Radiant Axes508. Soekarno digambarkan sebagai
subyektivitas diri yang meluas pada ideolog politiknya. Soekarno digambarkan
menikmati pujian sebagai tokoh sentral yang laras dengan pesona pribadinya
termasuk gaya busana serta orasinya sebagai cara mencari nama dan bergagah
melalui ide Arsitektur Panggung denag melekatkan gagasan pesona ke-
Indonesia-an melalui idiom-idiom Arsitektur Modern.
Representasi diri Soekarno sebagai pribadi luluh menjadi identity
extended yaitu perluasan identifikasi509 diri melalui internalisasi. Semula,
Soekarno yang adalah sosok pribadi yanag berubah menjadi diri Soekarno
sebagai representasi ke-Indonesia-an dengan menyandang peran Sang
Pemimpin Besar Revolusi atau sebutan Aku atau Bapak. Proses demikian
menurut Kristeva510 adalah subjectivity as a process gejala membalut diri dengan
kemegahan akibat rasa keterhinaan yang pernah dialami. Peredaman masa lalu
kelam bagi Soekarno mengalami keterasingan selama kurun waktu yang

508 Periksa artikel Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness
and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.
509Identifikasi adalah proses individu menginternalisasi atribut orang lain dan

mentransformasikan lewat imajinasi tak sadar.


510 Mansfield, Nick. Subjectivity. Theories of the Self From Freud to Haraway. New York: New

York University Press. 2000, hal. 79.


223
panjang di usia mudanya. Tindakan tersebut sebagai ekspresi prosesi ego pasca
Fase Ketiga di saat seseorang yang telah memiliki bayangan utuh pada cermin
sebagai identity extended yang berdekatan dengan gejala narsisme511 merujuk
psikoanalisis - struktural gagasan Jacques Lacan. Subyektivitas pada Soekarno
merupakan sebuah keberkahan. Rasa keterhinaan semasa pembuangan di
Ende dan Bengkulu mendorongnya untuk menggubah sejumlah risalah yang
bertema impian kebebasan. Salah satunya naskah drama tonil yang
dipentaskan dan menjadi karya katarsis. Semasa kependudukan Jepang,
Soekarno dihadapkan keharusan menjadi pemimpin prajurit pekerja atau
romusha512 untuk mengorganisir massa bekerja fisik. Kepahitan hidup yang
tertuang sebagai gagasan karya fisik dan orasi sebagai kemampuan alamiah
Soekarno semasa menjadi insinyur-arsitek telah memampukan dirinya di saat
menjadi seorang Penguasa. Pengetahuan kearsitekturan yang dimilikinya, telah
lebur dan saling menguatkan kepekaan artistiknya sehingga memampukan
dirinya berperan menjadi Arsitek sebagai ide Arsitektur Panggung sebagai
proses kehadiran yang disebut Khora.
Ide Arsitektur Panggung merupakan ranah Arsitektur Non-
Material yang menggambarkan pengetahuan tentang cara penghadiran karya
fisik arsitektur secara khas, dengan memberi ruh bagi kehadirannya dan
melekatkan sejumlah keunggulan khas Indonesia di masa lampau.

511Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst : University of Massachusetts Press.1991.


Lacan, Pertama, fase pra-Oedipal, di masa bayi yang belum mengenali batasn ego atau dirinya
kecuali sosok Sang Ibu. Fase kedua, Fase Cermin atau tatanan imajiner, sebagai tahap
preverbal yang logikanya bersifat visual. Prosesi ego yang telah mengalami fase ketiga, yaitu
seseorang yang telah memiliki bayangan utuh pada cermin sebagai identity extended /
berdekatan dengan gejala Narsisme.
512Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia.

Buku VI. Masa Jepang dan Masa Republik Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai
Pustaka,2008, hal.62-63.

224
yaitu masa sebelum Indonesia terjamah dan terhinakan oleh penjajahan
Kolonial. Pelekatan itu, bukan bersifat ornamen semata akan tetapi menjadi
basis perancagnan kawasan dan bangunannya, sehingga menampilkan karya
arsitektur Projek Mercusuar yang tampil sebagai Arsitektur Modern khas
Indonesia, yaitu mempersandingkan gaya Arsitektur Material dengan budaya
Jawa Kuno. Ide Arsitektur Panggung menjadikan karya arsitektur Projek
Mercusuar menjadi buah karya Soekarnoistik, yaitu karya yang bersepadan
dengan jejak enflanted ego diri Soekarno, sebagai cara khas Arsitek Soekarno
menggubah karya usai terlepas dari belenggu kolonialme. Dalam karya ini ide
Arsitektur Panggung yang tercitra gagasan ke-Indonesia-an yang dinamai Khora
Pesona Karya Arsitek Soekarno. Sebutan Arsitek dimahkotakan kepada
Soekarno, sekaligus menyudahi perdebatan tak berujung tentang peran
Soekarno dalam kehadiran Tugu Nasional.

SEBUAH DISKUSI TEORITIS

Dalam penelitian Grounded sebagai pilihan metode penelitian


Kualitatif tidak dikenal adanya Pengujian Teori. Adapun teori yang
dihasilkan dari Grounded bukan untuk diuji akan tetapi mutu dari teori yang
dihasilkannya diperteguh melalui cara mempersandingkannya dengan
realitas serupa di mancanegara era sejaman untuk mengetahui kesamaan-
kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan.Pembentukan teori arsitektur
bersandar Grounded berbasis data kesejarahan ini diharapkan menghadirkan
kesegaran teori dari belahan Bumi Timur. Teori Arsitektur Panggung
akan didiskusikan secara teoritis dengan wacana Non West merujuk Zhu513.

513 Jianfe Zhu. Opening The Concept of Critical Architecture: The Case of Modern China and The
225
Zhu telah menyusun secara periodikal arsitektural di China 1930-2000-an
melalui cara longue dure. Jianfe Zhu menyusun tiga kategorisasi sebagai
respon atas kritik Einsenman tentang ketiadaan kritik arsitektur yang
mengemuka sebagai tradisi di Asia. Ia mewacanakan konsep
keterhubungan antara Timur, Barat, Utara dan Selatan sebagai wacana ter-
integrasi. Berdasar penelitiannya, Zhu mengungkapkan kritik arsitektur di
China secara kronologis, diawali 1930-an sebagai Periode Republik
mengungkapkan ekspresi arsitektur bergaya native terilhami oleh Istana
Beijing sebagai ambisi arsitek-arsitek China pasca studi di mancanegara
untuk menunjukkan gaya khas China bagi Ibukota Nanjing. Ketika
berlangsung Mao Sosialis 1950-1980-an kiblat Design Institutes
meninggalkan dua gaya, Nasional China dengan Beaux-Arts atau Neo-klasik
di Beijing dan gaya Arsitektur Modernis bagi fasilitas umum. Pasca-Mao-is
1990-2000-an Semi-Autonomous Studios menampakkan kebebasan Arsitektur
Garda Depan ditandai arsitektur berorientasi ekonomis.
Keterhubungan antara Timur dan Barat, Utara dan Selatan sebagai
wacana terintegrasi terjawab oleh karya ini, dan yang mengemuka pada
keduanya adalah cara penulisan longue dure yang mempertalikan tiga tempo
zaman historis merujuk The Mediterranean514 karya Braudel. Dalam karya ini
terbagi menjadi, a) Ruang Geografis Sejarah Dunia, b) Ruang Sejarah
Negara di masa Kolonial, dan c) Peristiwa Politik di masa pemerintahan
Soekarno merefleksi pengaruh Kolonial yang mengisi ruang Nusantara.

Issue of The State In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On
Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal. 106.

514Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge :
Polity Press 1990, p. 42
226
Lim515, menempatkan Soekarno sebagai politikus modernis dari
Negara Dunia Ketiga-Third World Politicians disetarakan dengan Jawaharlal
Nehru, Tunku Abdul Rahman, Norodom Sihanouk dan Juscelino
Kubitschek. Disayangkan Lim tidak menunjukkan keunggulan-
keunggulan yang telah dieksplorasi Soekarno sebagai politikus modernis
dalam upayanya meneguhkan gaya arsitektur khas ke-Indonesia-an.Bahkan
risalah Abidin Kusno516 pun hanya menyebut Soekarno sebagai Bapak
Arsitektur Indonesia. Peran modernist direpresentasi oleh forum komunikasi
kelompok ATAP era 1950-an terdiri Han Awal, Liem Bianpoen,
Soewondo Bismo Sutedjo, Mustafa Pamuntjak, dan Suyudi Wiryoatodjo
yang menggelar diskusi berbasis isu identitas, nation-building dan krisis
perumahan di Indonesia, disusul oleh AMI 1980an, dan Jong Arsitek 2010.
Temuan teori akan dipersandingkan dengan realitas arsitektur
sebagai ekspresi Penguasa di India era sejaman dengan Soekarno. Saat
Perdana Menteri Jawaharlal Nehru menginginkan terwujudnya New India.
Ia meminta Arsitek Le Corbusier dan Pierre Jeanneret517 untuk menggubah
Chandigarh sebagai Ibukota New India pada 1951. Le Corbusier
menuangkan gagasan ke dalam perancangan Chandigarh Project yang semula
dipersiapkan Albert Mayer, bersama Maxwell Fry, Jane Draw, dan Pierre
Jeanneret, Le Corbusier menggubah Capitol Complex Chandigarh dengan
Arsitektur Modern yang bersandar organic architecture.

515 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture &
Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012, hal. 19
516 Kusno Abidin. (Re-) Searching Modernism: Indonesia After Decolonization In Lim, William, SW

& Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore:
World Scientific Publishing Co, 2012, hal.82.
517 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New

Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 12.


227
Antara Neehru dan Corbusier memiliki hubungan baik berkat kesamaan
minatnya pada drama, mitos dan kemenangan sehingga rancangan
Corbusier diwarnai oleh filsafat Hindu serta kultur masyarakat India 518
yang memperteguh gubahan Chandigarh sebagai Ibukota yang indah serta
dikenang masyarakat sebagai Arsitektur Panggung. Perolehan karya
gemilang dari Corbusier di India, tidak terlepas dari persahabatan yang
dibinanya bersama Nehru selama bertahun-tahun519 sehingga Nehru
memahami karakteristik Sang Maestro yang ingin menuangkan gagasan
cemerlangnya secara otonom. Dapat dikatakan Corbusier diberi kebebasan
penuh oleh Nehru, yang diakui sendiri oleh Corbusier sebagai hal yang
tidak diperolehnya ketika merancang di Negara lainnya520.
Selama di India Corbusier memperoleh kepercayaan merancang
beberapa kota seperti Chandigarh, Nangal, Taiwara, Pandoh, Sundernagar,
Slapper dan Ahmedabad. Karya Corbusier di India menjadi karya yang
membanggakan masyarakat India, bahkan menurut penilaian maestro
termasuk Oscar Niermeyer. Karya Corbusier digubah bersandar filsafat
Hindhu yang menyelaraskan hubungan mikrokosmos dan makrokosmos.
Satu hal yang penting, tergubahnya karya arsitektur Corbusier yang
membanggakan itu disebabkan kebebasan penuh dirinya sebagai Arsitek
untuk berkarya yang diperolehnya dari Nehru, sehingga hal-hal idealistik
Arsitek murni dapat terungkap tanpa intervensi dari Penguasa.

518 Ibid, hal. 21.


519 Corbusier, Le (Trasl.) Palmes, James. Creation is a Patient Search. New York: Frederick A
Preager, 1960, hal. 140.
520 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New

Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 87.

228
Peran Corbusier di India yang memperoleh kebebasan mutlak berkarya
arsitektur yang diperolehnya dari Penguasa Nehru sebagai Penguasa
membedakan dengan situasi serupa di Indonesia di masa Soekarno. Di saat
Soekarno menggelar projek Jakarta City Planning, dirinya tidak segan-segan
memerankan diri sebagai Arsitek dengan memberi intervensi serta
memasukkan rasa seninya selama berlangsungnya proyek. Situasi itu
mengakibatkan Arsitek serta Seniman yang dipercayakan membantunya
merasakan dirinya hanya sebagai visualizer gagasan Soekarno semata, karena
nyata-nyata gagasan serta intervensi Soekarno lebih mendominasi
pekerjaan arsitektur dan karya seni sebagaimana diutarakan oleh
Soedarsono521, Silaban522 dan Seniman patung Edhi Sunarso523.
Ide Arsitektur Panggung sebagai Arsitektur Non Material
barangkali terjadi hanya di Indonesia. Peristiwanya berlangsung di saat
Soekarno berkesempatan menggubah impian kemegahan Indonesia
melalui beautifikasi Ibukota Jakarta. Dirinya tidak menyerahkan
idealistiknya kepada Arsitek Negeri sendiri ataupun mancanegara,
melainkan memerankan diri sebagai Arsitek untuk mengekspresikan
gagasan arsitektural yang ada dibenaknya.

521 Berdasar pengakuan Arsitek Soedarsono, tulisan Olly G.S dalam Soekarno Sang Arsitek
dalam majalah Kartini No.286 tahun 1985, hal. 8,9,123 dan 124 bahwa dirinya hanyalah
visualizer Soekarno, termasuk rancangan Tugu Nasional.
522 Berdasar diary arsitek Silaban yang terhimpun sejak tahun 1960-1964 yang mengandung

makna adanya perasaan kurang nyamannya Silaban atas intervensi yang dilakukan Soekarno
kepadanya dalam proyek arsitektur yang dipercayakan kepadanya.
523 Edhi Sunarso dalam wawancara di Yogyakarta tahun 2001, mengutarakan bahwa seluruh

patung realis yang digubahnya adalah karya Soekarno, karena dirinya hanyalah visualizer
atas gagasan Soekarno yang dipercayakan kepadanya. Soekarno sendiri yang memiliki
arahan ukuran, gaya, ekspresi serta material yang diinginkan termasuk penempatan patung.
229
Bersandarkan pengetahuan tacit kearsitekturan yang dimiliki dan didukung
oleh Arsitek dan Seniman dan Konstruktor yang dipercayainya Soekarno
mensintesakan kenegarawanannya dengan ideologisnya ke dalam gubahan
karya Arsitektur. Keberadaan Arsitek Negeri sendiri seperti Silaban,
Soedarsono serta Arsitek Yunior lainnya, serta Konstruktor dan Seniman
di lingkungan Soekarno tidak menyurutkan hasrat Soekarno untuk
meminta Arsitek Mancanegara ikut serta dalam mewujudkan gagasannya
seperti perancangan stadion utama Gelora Bung Karno. Soekarno meminta
Arsitek dari Moskow untuk terlibat, demikian juga perancangan Hotel
Indonesia dengan mengajak Arsitek Abel Sorenson. Namun, Soekarno tidak
sepenuhnya memberi kebebasan kepada Arsitek-Arsitek Mancanegara yang
telah dipilihnya. Soekarno telah mengambil peran sentral dalam
perwujudan seluruh gagasan idealistik kearsitekturan yang hendak
divisualisasikan. Sikap sentralistik Soekarno juga ditampakkan pada Arsitek
Negeri sendiri, antara lain pada perancangan Gedung Pola oleh Silaban,
Wisma Nusantara oleh Ciputra, Planetarium oleh Ismail Sofyan, dan Tugu
Nasional oleh Soedarsono, serta gubahan patung realis karya Edhi Sunarso.
Tindakan meleburkan peran kenegarawan sekaligus peran
Arsitek yoleh Soekarno dilalui dengan memasuki ranah kearsitekturan
secara intens dan mengintervensi kerja Arsitek yang telah dipercayainya,
sehingga membedakan Soekarno dengan Penguasa lainnya. Soekarno
membuktikan bahwa gelegak hasrat, intervensi serta rasa seni yang
dimilikinya sebagai kesungguhannya untuk memanggungkan ruang ideal
ke-Indonesia-an.

230
Sikap campur tangan Soekarno berupa intervensi serta
memasukkan rasa seninya ke dalam rancangan telah memberikan warna
bagi karya arsitektur yang mewujud. Ruh ke-Indonesia-an yang ditanamkan
Soekarno berupa unsur-unsur keelokan Indonesia memperoleh
kesempatan untuk digelar. Oleh karena karya yang mewujud mengandung
karakteristik serta ornamen estetis yang khas selayaknya panggung maka
karya tersebut memiliki kekhasan, sebagai Arsitektur Panggung yang
Soekarnoestik. Trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Soekarno mewarnai
karya arsitektur yang tergubah. Kemenarikan kehadiran sebagai Arsitektur
Panggungyang Soekarnoestik terwujud bukan saja pada fisik arsitekturalnya
semata, namun lebih jauh yaitu spectre Soekarno yang masih menggayuti
benak masyarakat Indonesia, sehingga kehadiran Arsitektur Panggung
terkait Soekarno masih akan dibicarakan.
Teori arsitektur ditemukan berdasar peristiwa sejarah dan gagasan
Soekarno sebagai Penguasa yang berlatar kepahitan di masa lampau
menunjukkan sebagai teori eksklusif di ranah arsitektur. Sekalipun demikian
teori ini akan berperan kunci sebagai cara memahami daya pesona baru di
ranah arsitektur untuk merebut posisi dalam keterhubungan Barat dan
Timur. Dan melalui diskusi teoritis yang mempertautkan di atas diharapkan
selaras dengan harapan Zhu, serta memetakan peran penting Soekarno
sebagai politikus modernis dari Negara Dunia Ketiga. Lebih jauh kehadiran
ide Arsitektur Panggung yang terbentuk dari karya ini memperkaya
khasanah arsitektur sebagai keunggulan Timur yang direprentasi oleh
Indonesia

231
Sekaligus, mereposisi peran Soekarno, bukan saja politikus modernis
melainkan juga sebagai Arsitek yang mewarnai gaya Arsitektur Modern
sebagai perwujudan unsur-unsur budaya Jawa Kuno sebagai cara Soekarno
mendekonstruksi situasi kearsitekturan di masanya. Yang dimaksud sebagai
Panggung Indonesiadi masa Soekarno tidak terbatas oleh karya
arsitektur Projek Mercusuar akan tetapi meluas dalam beberapa konsep,
antara lain Jakarta sebagai Wajah Muka Indonesia untuk menyatakan sebagai
pintu gerbang untuk memahami Indonesia, juga karya seni rupa sebagai
perwujudan karya arsitektur. Termasuk pula pagelaran sendratari
bernuansa Indonesia di ruang tertentu seperti Ramayana di Candi
Prambanan dan juga gubahan patung realis skala kota.
Louis Kahn pernah mengatakan arsitektur itu tak teraga524 yang
mampu dinyatakan adalah kualitas yang membentuknya. Tersebab oleh
ketiadaannya, maka yang ada adalah karya arsitektur. Arsitektur itu ada
dalam pikiran seseorang yang berkarya arsitektur bagaikan
mempersembahan jiwa dari arsitektur. Jiwa yang dipahami bukan sebagai
gaya, pengetahuan teknik, serta bukan sebuah metode Kahn
menekankan sifat tak teraga berupa jiwa pada karya arsitektur, sementara
itu ide Arsitektur Panggung mengandung Jiwa pada ideologi
Penguasa.Pengutaraan jiwa dalam karya arsitektur divisualkan oleh
Arsiteknya melalui karya yang dihadirkannya, sehingga Pengamat
memperoleh pemahaman sebagai penjelasan Sang Arsitek.

524Khan, Louis.Writings, Lectures, Interviews. New York : Rizzoli International Publications,


1991.
232
Pada ide Arsitektur Panggung kehadirannya secara langsung
dicermati oleh Pengamatnya melalui data metafisik sekaligus spectre Sang
Arsitek. Apabila dipersandingkan, perbedaan keduanya terdapat dalam
cara interpretasinya. Jiwa dalam arsitektur oleh Khan melalui penuturan
langsung/tak langsung dari Sang Arsitek menyangkut ide-ide dalam
benaknya. Situasi tersebut mendorong adanya bias, karena terdapat
kecenderungan logocentrisme Sang Arsitek yaitu menganggap tuturannya
sebagai sesuatu yang mutlak serta kecenderungan menutupi hal-hal yang
tidak ingin disingkap, sementara itu pada Arsitektur Non Material
pengungkapan adalah proses memutu penelusuran yang berupa konsep, diary,
memoar, serta simbol-simbol yang mendahului terwujudnya karya
arsitektur secara fisik, sehingga pengamat berpeluang mengkritisi nalar
ilmiah sebelum mempenafsirkan.
Kehadiran teori Arsitektur Non Material /Tak Teraga berdasar
penelitian Grounded Theory ini merupakan perluasaan esensi panggung
dari makna aslinya, yaitu sebagai pentas pertunjukan secara langsung
direpresentasi oleh karya arsitektur. Kehadiran teori ini menjadi pengetahuan
baru di ranah arsitektur sebagai suatu cara mengungkapkan makna
kehadiran karya arsitektur. Karena peran khasnya itu, maka Teori Arsitektur
Non Material akan menempati posisi tertentu di ranah arsitektur, yaitu
sebagai sandingan dari Teori Arsitektur Material yang bersandar pada hal-hal
fisik. Teori Arsitektur Fisik Material, merupakan pengetahuan untuk
mengejawantahan secara material, sedangkan Teori Arsitektur Non
Material merupakan pengetahuan yang mewujud melalui ide/gagasan.
Keduanya merupakan pasangan pembentuk Teori Arsitektur secara utuh.

233
Posisi Teori Arsitektur Non Material di antara Teori Arsitektur
digambarkan bersandingan dalam membentuk teori arsitektur secara
utuh.Kehadiran Teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga sekaligus telah
menjawab persoalan penelitian ini yaitu: Bagaimana proses kehadirannya yang
mengkualitas sebagai form yang berperan menjadi moda komunikasi yang
berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur
Projek Mercusuar yang Ada di masa-lalu dalam konteks kekinian. Di
masa Soekarno kehadiran Arsitektur Panggung berperan sebagai ide form
bagi wadah mempertunjukkan peran sentral Soekarno sebagai Penguasa
melalui merepresentasi ideologi, hasrat, intervensi dan rasa seninya. Di
kekinian, kehadirannya berubah menjadi Arsitektur Non Material sebagai
Panggung Indonesia yang mengandung spectre Soekarno.
Temuan ide Arsitektur Panggung yang terkandung dalam karya
arsitektur Projek Mercusuar era Soekarno sebagai cara memberikan
perbedaan cara pandang atas karya arsitektur Projek Mercusuar yang ter-
fragmentasi oleh ruang-waktu-peristiwa.Kehadiran teori Arsitektur
Panggung menegaskan adanya skenario khas yang membingkai kehadiran
ide Arsitektur Panggung sebagai kesatuan utuh dalam ideologi Nation and
Character Building. Peranan ide Arsitektur Panggung adalah menjadi ruang
wadah bagi ideologi ke-Indonesiaan yang divisualkan Soekarno melalui
perwujudan Arsitektur Modern yang berbasiskan unsur-unsur budaya khas
Jawa Kuno. Ide Arsitektur Panggung pada akhirnya dapat pula diturunkan
sebagai sebuah teori untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkenaan
dengan ideologi tertentu yang ditanamkan oleh Arsitek Penguasa di saat
menggubah karya arsitektur sebagai visualisasinya.

234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
BABAK PENUTUP

ARSITEKTUR PANGGUNG
SOEKARNOESTIK

Terbentuknya ide Arsitektur Panggung sebagai teori Arsitektur Non


Material telah menjawab persoalan penelitian: Bagaimana proses kehadirannya yang
mengkualitas sebagai form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda di setiap waktu
dan ruang (mitos) melalui fenomena karya arsitektur Projek Mercusuar. Sekaligus telah
memetakan Apa yang dimaksud Panggung Indonesia serta Bagaimana proses
kehadirannya? Panggung Indonesia adalah sebuah metafora atas ruh/skenario ideologis
yang ditanamkan Soekarno dalam proses memutu, yaitu sebelum karya arsitektur
mewujud berupa pelekatan ornamentik unsur Jawa Kuno sebagai representasi ke-Indonesia-
an ke dalam karya Arsitektur Modern. Sedangkan, proses kehadiran Panggung
Indonesia mewujud yang didorong oleh trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno
sebagai Penguasa yang berperan sebagai Arsitek sebagai karya mengandung ide
Arsitektur Panggung yang Soekarnoestik yang ditandai oleh Tanda Kebesaran
Bangsa Indonesia sekaligus perwujudan hasrat menjadi atau subjectivity Soekarno
sebagai perluasan identifikasi Diri Soekarno ketika merepresentasi ke-Indonesia-an
berupa tindakan menyatukan diri dengan subjek yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya.
Usai mendeskripsikan temuan Arsitektur Panggung sebagai Teori
Arsitektur Non Material, terjawablah persoalan penelitian, sampailah pada
Kesimpulan Akhir, Pertama, pengamatan fenomenologi dalam bingkai Grounded
telah mengantar terungkapkannya teori Arsitektur Panggung sebagai
perwujudan ekspresi kekuasaan, yang memperluas teori arsitektur yang semula
menyandarkan diri pada Arsitektur Material yang teraga arsitektur planimetrik.
244
Kedua, ranah arsitektur dapat ditelusuri sebagai Arsitektur Non
Material/Tak Teraga melalui penelusuran proses memutu kehadiran arsitektur
sebagai Khora melalui rangkaian penelitian Grounded Theory terkait Khora tentang
Soekarno berbasis peristiwa kesejarahan dan pengamatan secara instensionalism
pada fenomena karya arsitektur Tugu Nasional.Ketiga, kehadiran karya
arsitektur Projek Mercusuar ditentukan oleh faktor pendorong berupa trilogi
hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa yang meleburkan diri sebagai Arsitek.
Keempat, karya arsitektur Projek Mercusuar digubah dengan
mengeksplorasi pesona kelampauan Indonesia yang direpresentasi budaya
Jawa Kuno sebagai dasar perwujudan Arsitektur Modern, sehingga menjadi
karya arsitektur yang menggugah sensasi estetik. Kelima, kekhasan form
arsitektural serta maknawi yang melingkupinya menjadikan karya arsitektur
Projek Mercusuar masih dirasakan sekalipun melampaui setengah abad,
disebabkan adanya Arsitektur Panggung yang menjadikannya bak pentas
ideologis Penguasa sekaligus spectre Soekarno. Keenam, Panggung sebagai kata
metafora kata panggung merujuk etimology bahasa Jawa panggung artinya
jejeraning wayang tempat Dalang memainkan tokoh wayang menjadi pa- agung-
an atau panggonan sing agung yaitu tempat yang agung atau panggung.
Ketujuh, ide Arsitektur Panggung mengandung karakteristik Khora
untuk menyatakan sesuatu yang abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia
posisi yang hadir untuk being. Adalah sesuatu seperti mimpi dan harus
ada di suatu tempat, khora berselaras ide tentang ruang. Ide Arsitektur
Panggungmenggambarkan sosok unik yang bersifat dissymetri-tak
berbentuk, triton genos yang artinya the other - bukan yang ini dan bukan yang
itu, tetapi sebagai Khora, serta bersepadanan sebagai ruang dalam arti
tempat, lokasi, wilayah, area yang luas, atau Negara.

245
Kedelapan, Arsitektur Panggung mengandung karakteristik Khora
menunjuk sesuatu yang disebut figure dan form, sebagai perwujudan wadah
yang merepresentasi sifat Ibu-Perawat yang memelihara, serta menyatakan
objek penerima isi muatan-receptacle, sebagai pembawa-tanda/jejak-imprint
bearer. Karakteristik itu menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk
arsitektural yang selalu dalam proses memutu.Kesembilan, penelitian Grounded
Theory yang mengandalkan intelektualitas serta kepekaan inderawi yang
diterangi oleh hermeneutika - intepretatif gagasan Ricouer telah menghadirkan
Teori Arsitektur Non Material/Arsitektur Tak Teraga sebagai fenomena
arsitektural yang selama ini terabaikan. Melalui penelitian Grounded telah
ditemukan Teori Formal secara meyakinkan, karena teori yang terbentuk
bersandar data dan analisis yang telah mengalami distansiasi dan apropriasi
menjadi sebentuk makna baru yang radikal yang dipertautkan secara intertekstual
dalam merajut makna baru yang lebih maknawi.
Kesepuluh, teori formal yang terbentuk merupakan hasil integrasi atas
makna-makna baru yang radikal menjadi embrio ide Arsitektur Panggung yang
dinamai Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno. Basis ide
Arsitektur Panggung sekaligus merepresentasi perilaku dramaturgi yang
melingkupi Soekarno Muda hingga menjadi Sang Penguasa, sehingga teori
Arsitektur Non Material ini memiliki kekhasan sebagai teori yang bersifat
generik yaitu teori Arsitektur Panggung yang Soekarnoestik Ekspresi Arsitektur
Panggung mewujud berdasar akumulasi jiwa-seni, jiwa-arsitek, ideologi yang
melingkupi diri Soekarno menjadi teori yang eksklusif/khas sehingga tidak
dimungkinkan diterapkan di setiap Aktor Penguasa kecuali yang bersepadan
dengan gejolak jiwa Soekarno.

246
Sungguhpun temuan teori ini sangat khas, akan tetapi strategis
peranannya karena bermanfaat sebagai gambaran awal peradaban modern di
bidang perancangan bangunan pencakar langit di Indonesia sebagai karya
arsitektur khas yang hanya dimiliki oleh Indonesia dan tidak akan ditemukan
pada karya arsitektur sejaman di mancanegara dikarenakan Soekarno
tidak/bukan meneruskan keagungan karya arsitektur yang berorientasi pada
gaya arsitektur yang telah berjaya sebelumnya seperti arsitektur klasik Barat,
arsitektur Kolonial, bahkan arsitektur vernakular Nusantara sekalipun,
melainkan menggali secara esensial keindahan serta keunggulan hal-hal yang
bernuansa mitos dari flora-fauna di masa kejayaan Jawa Kuno yang telah
terkubur sebagai misteri.
Cara demikian menjadikan karya yang ditampilkan memiliki
keterikatan emosional antara fisik arsitektural dengan kehadiran Arsitektur
Panggung yang tergubah berselaras dengan pengutaraan Soekarno sebagai
Penggubah peradaban: ..sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas
jang berkuasa Jejak-jejak gubahan ruang politik Soekarno dalam memperteguh
homogenitas sosial melalui arsitektur yang berciri visual : spectaculer, geometric,
phallic megah, struktural dan menjulang. Karya arsitektur Projek Mercusuar
digubah bersandarkan pesona kelampauan Indonesia dalam konteks jamannya
telah memperlihatkan differensiasi atau perbedaan khas yang mengandung monad
sebagai partikel terkecil dari jiwa peradaban Jawa Kuno yang mencirikan
keabadian immaterial yang mengandung unsur fluiditas materi, elastisitas
bentuk, semangat mekanistis. Implikasi teori Arsitektur Non Material dari
Arsitektur Panggung yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional ini
berpeluang sebagai rujukan perancangan arsitektur bagi perancangan
bangunan yang memiliki karakteristik serupa;

247
antara lain perancangan arsitektur monumental dengan cara menggubah konten/
isi pesona ke-Indonesia-an sebagai tema/lakon. Namun, kehadiran teori
Arsitektur Panggung berbasis Kawasan Tugu Nasional bukan ditujukan untuk
membuat karya pengulangan, karena kehadiran Tugu Nasional dirancang
sebagai satu-satunya di Indonesia penanda sentral ke-Maha Indonesia-an.
Kehadiran teori Arsitektur Non Material ini akan menjadi panduan
kegiatan di Kawasan Tugu Nasional, a) wacana awal konservasi terpadu agar
terselenggara keberlangsungan ikatan sakral, emosional serta kebanggaan bagi
masyarakat Indonesia, b) panduan mempertahankan struktur dan keaslian
arsitektural Kawasan Tugu Nasional, c) inspirasi mempersiapkan konsep
manajemen Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian integral Pemerintah Pusat
d) spendorong penyelenggaraan panggung bagi Sang Saka Merah sebagai
atribut kemerdekaan sesuai rancangan awalnya, yaitu di dalam Kotak Emas di
dalam Kala-Makara dengan mencari jalan keluar masalah keamanan, e)
Disegerakannya konservasi rekaman suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan
yang telah mengalami keausan, f) Mendorong sesegera mungkin konservasi
sosok Lidah Api Kemerdekaan yang telah mengalami kelayuhan/degradasi baik
struktur maupun pelapisan emasnya.
Ide Arsitektur Panggung diharapkan mengilhami konsep perancangan
bangunan Monumen dan Museum di Indonesia dengan merujuki kekuatan
tema serta urutan demi urutan keruangan untuk menciptakan efek dramatis
keruangan. Tema ke-Indonesia-an yang berpuncak pada rekaman suara
Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan telah
menghadirkan energi suara yang bersifat immaterial memperkarya konsep
keabadian arsitektur yang selama ini merujuk pada keabadian fisik material.

248
Karya berbasis disertasi serta buku Lampiran Panggung Indonesia:
Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno diharapkan menjadi basis penelitian
grounded dalam ranah penelitian arsitektur di masa mendatang. Namun, sadar
atas pada keterbatasan untuk mengungkapkan beragam persoalan potensial
selama penelitian ini, maka perlu kiranya saya menyarankan adanya beberapa
kemungkinan penelitian lanjut. Dalam upaya untuk memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan terutama arsitektur, penelitian secara multidisiplin dan
interdisiplin perlu segera dilakukan mengingat keberadaan Tugu Nasional
sebagai Arsitektur Panggung telah mengalami kelayuhan akibat degradasi
baik secara fisik maupun pemaknaan ruangnya akibat pergeseran ruang dan
waktu. Bentuk penelitian dapat difokuskan pada penelitian Arsitektur Material
yang dilaksanakan secara menyeluruuh untuk mengkonservasi fisik, yaitu
sosok luar dan Kawasan Cawan dan Tugu, seluruh atribut kemerdekaan,
seluruh diorama, serta sosok Lidah Api Kemerdekaan sebagai penelitian intesif
untuk menjaga keutuhan struktur dan arsitekturalnya.
Demi memicu proses kreatif pada penelitian kekayaan Arsitektur
Nusantara, cara-cara yang telah dilalui dalam pembentukan teori Arsitektur Non
Material di Kawasan Tugu Nasional ini dapat menjadi rujukan, sebagai
kekuatan baru dalam meneliti Grounded Theory terkait Khora sebagai pertautan
lintas keilmuan dari Belahan Bumi Barat dan Timur yang hal-hal berbasis
metafisik. Pengungkapan konsep Khora untuk menelusuri data mefisik di
Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian Arsitektur Nusantara bukan hanya akan
meneguhkan perolehan peradaban Indonesia di masa lampau sebagai refleksi
kekinian, akan tetapi juga akan menjadi basis baru kekuatan khas Timur.

249
Terungkapnya ide Arsitektur Panggung sebagai perwujudan ekspresi
kekuasaan sebagi pengetahuan tentang arsitektur yang bersifat non material
telah memperluas teori arsitektur yang semula menyandarkan ide arsitektur
material (Van de Ven, 1978). Ranah arsitektur kini dapat ditelusuri melalui
teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang penelusuran laras dengan
karakteristik khora sebagai proses memutu. Proses memutu kehadiran arsitektur
Tugu Nasional tidak terlepas dari peran sentral Penguasa Soekarno dan trilogi
hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupinya, sebagai pertautan Jiwa dan
Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa. Menunjuk adanya power-
kekuasaan sebagai pendorong penciptaan space-keruangan berdasar knowledge
kearsitekturan dan rasa seni Soekarno, telah memperkaya wacana space-power-
knowledge gagasan Michel Foucault sekaligus memperkaya wacana hasrat kegilaan
- Point de folie-Maintenant lArchitecture gagasan Jacques Derrida dengan
kemunculan subjectivity seorang Aktor Penguasa yang berperan sebagai Arsitek

250
GLOSARIUM

A
Arsitektur, merupakan sintesa atas rumusan yang berasal dari budaya Romawi dan Yunani,
yaitu menggambarkan pengetahuan membangun karya arsitektur yang indah serta bermakna
dalam proses penciptaannya yang dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa, untuk
mengungkapkan proses kehadiran fenomena karya arsitektur yang bersinggungan dengan
makna yang akan berpautan dengan Khora.

Arsitektur Non-Material, merupakan pengetahuan arsitektur yang menelisik cara-cara


menggubah kandungan karya arsitektur fisik yang berupa ideologi Penguasa untuk
diekspresikan secara poetic yaitu konstruktif dan inspiratif sehingga mengundang rasa
keindahan bagi penanggapnya.

Arsitektur Panggung, merupakan ide arsitektur yang mem-visualkan ideologi Penguasa ke


dalam karya fisik arsitektural.

Artistik, kata sifat yang yang menunjuk pada sesuatu yang bagus, cantik, elok, indah,
kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia.

Architectural Research Methods, merujuk Linda Groat, 2002 sebagai metode penelitian di ranah
arsitektur, antara lain: a) Interpretive-Historical Research, b) Qualitative Research, c) Correlasional
Research, d) Experimental and Quasi-Experimental Research, e) Simulation and Modeling Research, f)
Logical Argumentation, g) Case Studies and Combined Strategies.

Abstract space dan Absolute Space merujuk The Production of Space (Lefebvre: 1991: 234) berupa
ruang yang terbentuk oleh Penguasa yang memiliki makna sosial (sosial space). Tampil sebagai
ruang politik Penguasa dalam memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur
yang berciri visual geometris, spectaculer, geometric, phallic - megah, struktural dan menjulang.

B
Batik Indonesia, merupakan karya batik sebagai gagasan Soekarno untuk mewujudkan satu
bentuk karya Batik yang bukan bersandar pada salah satu etnik Indonesia. Gagasan itu
dibebankan kepada pembatik muda Go Tik Swan ketika dirinya menjadi mahasiswa Sastra
UI dan bekerja menyiapkan Soekarno di Istana. Pengembaraan Go Tik Swan untuk
mewujudkan gagasan Soekarno telah membawanya ke jenjang kemasyhuran. Batik
Indonesia digubah oleh Go Tik Swan sebagai perpaduan antara motif batik berorientasi
Karaton Surakarta yang cenderung bermotif simbolik dan berwarna alamiah sogan (warna
kecoklatan), menjadi multicolour sebagai ekspresi kekayaan warna batik di Nusantara.

Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi
yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan. Istana
Versailles di Perancis merupakan salah satu contohnya. Dalam perkembangannya desain
rancangannnya dikenal sebagai gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.

251
Berdikari, konsep ber-negara yang dideklarasikan Soekarno sebagai implementasi konsep
Nation and Character Building di segala ini termasuk lagu, musik, busana, nama pribadi, dan
lain sebagainya untuk tidak merujuk ke Barat.

C
Coding merujuk ke proses analitis di mana data dalam penelitian kuantitatif sebagai hasil
kuesioner atau dalam kualitatif berupa transkrip wawancara dikategorikan. Dalam Grounded
Theory, dikenal Axial Code, Selective Code

D
Diffrance (bhs. Perancis) adalah istilah rekaan Derridan untuk menyatakan tindakan
menangguhkan makna yang purna (Derrida:2004)

E
eklektik merupakan gaya perpaduan dalam rancangan termasuk arsitektur. Perpaduan yang
berpeluang menemukan kebaharuan gaya arsitektur secara khas. Gaya eklektik Soekarno berupa
paduan gaya Arsitektur Modern yang dilekati ornamentik Jawa Kuno sebagai kebaharuan
gaya arsitektur.

G
Grounded Theory merupakan satu di antara tiga pilihan strategi pada penelitian Qualitative Research
a) Grounded Theory, b) Ethnography dan c) Interpretivism yang diutarakan Linda Groat merujuk pada
penggagasnya, yaitu; Barney G Glaser, Anselm Strauss dan Corbin. Semula metode ini
digunakan untuk memandu penelitian di ranah sosiologi. Keutamaan strategi penelitian
Grounded terletak pada cara pengumpulan data secara induktif dan peluang untuk
membangun sebuah teori.

H
Hipotesis Kerja yang dideskripsikan sebagai proposisi yang dikenal dalam metode penelitian
Grounded Theory.Berperan sebagai teori subtansif yang berasal serta terkait data. Himpunan
hipotesis kerja bila diintegrasikan dengan baik berpeluang menjadi sebuah konstruksi dalam
pembentukan teori baru.

I
Indonesia menunjuk nama Negara berasal dari kata Indus artinya konstelasi bintang dan
nesos bahasa Yunani artinya pulau - nusa - tanah air. Memiliki batas wilayah kekuasaan
politik, militer, ekonomi, sosial budaya, dan sistem pemerintahan, serta cita-cita dan tujuan
bersama yang dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meliputi 17.504 pulau
menyebar di lima kepulauan besar: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Barat
disebut Kepulauan Indonesia sebagai wilayah territorial (Poesponegoro, Marwati Djoned &
Notosusanto, Nugroho: 2007). Pemakaian nama Indonesia dicatat oleh J.Th. Petrus
Blumberger, 1931 sebagai penggantian nama pergerakan dari Nederlandsch-Indie menjadi
Indonesia mendampingi istilah Nusantara sebagai nama biro pers di Netherland yang
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Indonesische Persbureau pada1913. Secara resmi kata
Indonesia resmi mendapat arti politik kenegaraan setelah Kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945.
252
K
Khora merujuk Derrida, 1995 sebagai konsep ruang/ide arsitektural yang dicerap yang
selalu dalam proses becoming mengada, mengualitas, memutu menggambarkan
representasi karya arsitektur yang semula Tiada menjadi Ada. Proses becoming yang
demikian bersepadan dengan karakteristik Khora sebagai penyedia bagi yang hadir untuk
being terkait form. Menggambarkan sesuatu bukan yang fix, menyerupai obyek/ruang
berupa representasi karya arsitektur. Khora berasal dari bahas Yunani sebagai ungkapan
Plato yang dituliskan ke dalam Timaeus untuk menyatakan sesuatu yang abadi, tidak
dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indera,
seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ruang.

Kebudayaan merujuk Soekarno, Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan


daripada suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa dalam bahasa asingnja:De cultuur
van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse (Soekarno:1960).

L
Lifeworld (bhs. Inggris) atau Lebenswelt (bhs. Jerman) diartikan sebagai kehidupan, dapat
dipahami yang diberikan alam semesta, sebuah dunia.

Longue Dure merupakan cara menuliskan sejarah peristiwa jangka panjang merujuk Annales
School yang dipelopori oleh Fernand Braudel tahun 1958.

M
Mercusuar adalah menara sebagai sumber cahaya untuk membantu navigasi kapal laut.
Diadopsi sebagai kata metafor untuk menyatakan keinginan memperoleh nama dan untuk
bergagah. Muncul istilah Arsitektur Mercusuar di masa Soekarno sebagai sindiran pada
sikap Soekarno untuk memperoleh nama dan bergagah melalui karya arsitektur yang megah.

Metafisik, sesuatu non-material yang di luar hal fisik seperti hasrat, konsep, intervensi yang
menyertai fisiknya. Hal-hal metafisik bersinggungan dengan proses kehadiran karya arsitektur.

Metafora sebagai suatu majas atau gaya bahasa untuk mengungkapkan ungkapan secara
langsung berupa perbandingan analogis, melalui pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian
ragam untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis
sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tertulis.

Menggelar Indonesia merupakan tajuk dari film documenter penari-penari misi kesenian
Indonesia ke mancanegara di masa Soekarno.

Monad yaitu partikel terkecil dari jiwa seni, ditemukan oleh Leibniz, 1898 sebagai jiwa seni
yang abadi bersifat abstrak /tak teraga yang dibedakan dengan atom, yaitu partikel terkecil
dari molekul/benda teraga. Monad ditemukan oleh Leibniz di saat meneliti seni Baroque
sekitar 1660-1760. Menunjukkan adanya fluiditas materi, elastisitas bentuk dan semangat
mekanis yang bersifat keabadian pada jiwa seni melalui bentuk-bentuk lentur dari draperi.

253
Monumen Nasional atau dikenal sebagai Monas atau Tugu Monas adalah monumen
peringatan setinggi 142 meter yang didirikan menengarai jiwa Baru Bangsa Indonesia.
Pembanguan dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah Presiden Soekarno,
dan dibuka untuk umum tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai Lidah Api yang dilapisi
lembaran emas.

N
Nation and Character Building merupakan konsep pembangunan watak bangsa Indonesia
berbasis Berdikari - Berdiri di atas kaki sendiri, merupakan ideologi politik rekaan Soekarno

Nawa Sanga kosmologi Bali yang memuliakan keselarasan Bhuana Agung (makro kosmos)
dan Bhuana Alit (mikro kosmos) berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga
dengan delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Keselarasan Konsep penataan
ruang di Bali dikenal sebagai Tri Hita Karana merupakan a sense of place yang
mengandalkan arah mata angin.

Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan
yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-
undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaannya yang sah.

NEFO New Emerging Forces merupakan gagasan Soekarno dalam mengelompokkan


Negara-Negara yang pernah senasib mengalami sebagai Negara Koloni bangsa Eropa,
antara lain Negara-Negara anggota Konferensi Asia-Afrika di Bandung.

New Culture sebutan bagi karya seni di Jerman di masa kekuasaan Adolf Hitler yang
berbasis National Sosialis disertai sejumlah dokumentasi patung realis, karya arsitektur, situs
Hitler, arsitektur vernakular yang dinamai Art of The Third Reic

P
Paranoid regime of sign sebagai tanda kegilaan yang dilakukan Penguasa seperti yang dilakukan
Dalang / puppeteer terhadap bonekanya merujuk Deleuze, 2007
Panggung merujuk bahasa Jawa: jejeraning wayang tempat Dalang memainkan tokoh wayang.
Berakar kata gung -gedhe-besar. Terjadi nasalisasi setelah diberi awalan pa menjadi pa-agung-an
atau panggonan sing agung - tempat yang agung atau panggung. Sebagai ruang menggelar
kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung yang meninggalkan difference - jejak sesuai
jamannya, sehingga makna panggung yang Ada di masa lalu kemungkinan berbeda di
kekinian maupun esok terkait lakon yang dipertautkan. Pergeseran itu tidak merubah esensi
panggung sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa Panggung juga berarti
pentas, platform, stan, teater, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang, sasana.

Pembentukan teori/memoing merupakan proses akhir dari seluruh rangkaian penelitian


Grounded Theory setelah melampaui empat tahap. Pertama, membandingkan dengan teori
yang gayut - comparing incidents applicable to each category. Kedua, mengintegrasikan hasil analisis-
integrating categories and their properties. Ketiga, membatasi teori-delimiting the theory, dan Keempat,
menuliskan teori - writing theory.

254
Pledoi Indonesia Menggugat merupakan naskah pembelaan Soekarno pada tahun 1930 di
Bandung. Naskah pledoi tersebut menyerupai sebuah naskah akademik yang merujuk
beragam pustaka. Melalui pledoi tersebut Soekarno divonis bebas. Dalam penelitian ini,
pledoi Indonesia Menggugat merupakan Panggung Indonesia yang pertama bagi Soekarno.

Poetic yaitu sifat konstruktif dan inspiratif dalam menggubah karya sehingga mampu
mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya.

Performance arts diterjemahkan sebagai seni pertunjukan, antara lain teater, musik, dan tari,
yang berbeda dengan seni rupa. Dalam seni pertunjukan tubuh , wajah , suara, tampil
sebagai media. Sedangkan seni rupa menggunakan bahan-bahan seperti; tanah liat , logam
atau cat yang dapat dibentuk atau diubah menjadi obyek seni . Istilah "seni pertunjukan"
pertama kali muncul dalam bahasa Inggris pada tahun 1711.

Presence, adalah kehadiran langsung. Dalam presence sekaligus terdapat absence, yaitu sesuatu
yang tidak hadir sebagai metafisika kehadiran merujuk Of Grammatology (Derrida:1982:49).
Metafisika kehadiran merupakan dekonstruksi logosentrisme, sistem metafisik yang
mengandaikan adanya logos atau kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di
permukaan atau di dunia fenomena. Suatu makna tidak pernah hadir kecuali dalam
intertekstualitas tanda.

Proyek Mercusuar, kehadiran karya Arsitektur Mercusuar dipandang sebagai peristiwa unik
yang dibangun sekitar 1960-an di koridor Kebayoran Baru-Thamrin di saat kota Jakarta masih
relatif lapang. Jajaran bangunan modern bertingkat tinggi dengan beragam bentuk unik itu
menyerupai sebuah pentas yang menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta yang meluas ke
seluruh negeri

Penelitian Kuantitatif sebagai metode untuk mem-verifikasi suatu hipotesis secara


hypothetico-deductive yaitu menganalisis persoalan melalui taksonomi, klasifikasi, parameter,
variabel serta pencarian hubungan kausal-efek. Menekankan proses empirik dalam mem-
justifikasi tesis serta proposisi dengan alat sebagai instrumen proses pencarian dan
pembuktiannya.Penelitian Kualitatif/Interpretif digunakan untuk mengungkap fenomena
diibaratkan sebagai puncak gunung es bagi persoalan sosial-kultural, termasuk arsitektur
untuk mendapatkan pengetahuan dari tangan pertama- firsthand knowledge dan Peneliti
sebagai instrumennya.

S
Space-power-knowledge wacana Michel Foucault untuk menyatakan adanya ruang yang tercipta
akibat kekuasaan dan pengetahuan yang melingkupinya. Dalam ranah arsitektur, dimaknai
sebagai karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan.

Spatial Archetype diterjemahkan sebagai arketipe keruangan, terdiri atas enam tipe gagasan
yang dikembangkan oleh Mimi Lobell. Teori ini diilhami oleh teori archetype oleh Carl
Gustav Jung, yang menenggarai adanya ingatan kolektif berupa citra kepurbaan dalam alam
bawah sadar manusia.

255
Soekarno
Seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia sebagai Presiden Pertama. Dalam
penelitian ini penulisan namanya tetap menggunakan ejaan S o e k a r n o (yang dibaca:
Sukarno) berdasar fakta sejarah. Dalam otobiografi Cindy Adams: 2000: 38) mengutarakan:

Waktu di sekolah tanda-tanganku dieja Soekarno menurut ejaan


Belanda. Setelah Indonesia merdeka aku menginstruksikan supaya
segala ejaan OE kembali ke U.Ejaan dari perkataan Soekarno
sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk
mengubah tanda-tangan sudah berumur 50 tahun, jadi kalau aku
sendiri menulis tanda-tanganku, aku masih menulis S-O-E.

Soekarno lahir di Surabaya hari Kamis Pon pada 6 Juni 1901 dengan nama Koesno. Bergelar
ingeneuer dari TH-Bandoeng kini ITB Bandung pada 1926. Sempat berprofesi sebagai Arsitek
sekaligus Politisi yang mengalami resiko sebagai orang buangan. Mewariskan sejumlah karya
berupa teks pidato, naskah sandiwara tonil, jargon, sketsa, karikatur, lukisan, puisi, buku,
karya arsitektur dan furnitur. Ketika menjadi Presiden menggubah karya Arsitektur
Mercusuar, misi seni pertunjukan tari Menggelar Indonesia ke mancanegara (Lindsay:
2010) bahkan terciptanya Batik Indonesia (yang bernuansa Nation and Character Building.
Gelegak hasrat dalam mewujudkannya menunjukkan peran Arsitek sekaligus Dalang yang
divisualkan berupa urutan keruangan selayaknya pertunjukan drama, sehingga dikatakan
Arsitektur Panggung. Dimetaforakan Panggung Indonesiadi Tugu Nasional sebagai presence
dari Soekarno melalui rekaman suaranya membacakan Teks Proklamasi sebagai metafisika
kehadiran, merepresentasi teritori ke-Indonesia-an dan keabadian ruang immaterial.

Spectre merujuk Derrida, semacam kehadiran kembali sesuatu yang telah tiada sebagai
sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk pengetahuan yang telah
tumbang atau kalah namun ruh/semangatnya masih bergentayangan seperti Marxism

T
Teori formal adalah teori yang disusun secara konsepsual dalam suatu ilmu pengetahuan
tertentu. Teori formal diperoleh melalui perbandingan beragam kasus subtantif. Teori
Formal merupakan teori hasil dari penelitian Grounded Theory. Pembentukannya diperoleh
berdasar himpunan intepretasi/ kesimpulan yang telah melalui analisis komparatif, melalui
kriteria; metode, relevansi, kecocokan-fit (valid), serta dapat dimodifikasi/ dikendalikan.
Sementara itu Teori subtansif sebagai teori yang dikembangkan untuk keperluan subtantif
atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, disebut hipotesis kerja. Teori subtantif
diperoleh melalui perbandingan antar kelompok Kedua teori itu diperoleh berdasarkan data
penelitian. Peranan teori subtantif membantu reformulasi teori yang sudah ada sebagai
penghubung strategis dalam memformulasikan dan menyusun teori formal atas dasar data.

TH-Bandung singkatan Technische Hogeschool (TH) sekarang ITB Bandung didirikan dan
diresmikan oleh pemerintah Belanda pada 3 Juli 1920, dan meluluskan sarjana untuk
pertama kali pada 1 Juli 1924. Pada 3 Juli 1926 lulusan pertama insinyur Indonesia, satu
diantaranya Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama.

256
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Cindy. Sukarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York:
Indiana Polis, 1965
Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet
6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000
Adam, Peter. Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc. 1995
Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa.
Disertasi.Program Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Pasca Sarjana Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011
Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press,
1964
Alexander, Christopher. A Pattern Languange: Towns-Buildings Construction. New York:
Oxford University Press, 1997
Alexander, Christopher. The Timeless Way of Building.New York: Oxford University Press,
1999
Anderson, Benedict. Imagined communities: Reflection on the Origin and Spread of
Nationalism.London: Verso, 1991
Antoniades, Anthony C. Poetic of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990
Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek : Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota,
Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas
Bambu, 2005
Bachelard, Gaston (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon
Press.1958
Banks, Marcus. Visual Methods in Social Research.London: Sage Publication, 2006
Barilli, Renato (transl.) Pinkus, Karen E. A Course on Aestethics. Minneapolis London :
University of Minnesota Press. 1993
Barliana, M Syaom dan Cahyani, Diah. Arsitektur, Kekuasaan & Nasionalitas. Bandung:
Metatekstur, 2011
Batmomolin, Lukas (ed). Bung Karno. Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Flores: Penerbit
Nusa Indah, 2001
Bochenski, J.M.The Methods of ContemporaryThought. New York: Harper Torchbooks, 1968
Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity
Press 1990,
Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli:
Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000
Creswell, John. Research Design. Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publications, Inc,
1994
Damais, Soedarmadji JH (ed). Bung Kamo & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Kamo, 1979
Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan
Eropa. Djakarta: Rafica, 1956
______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.
Deleuze, Gilles. (Transl.) Lester, Mark & Stivale, Charles. The Logic of Sense. New York:
Columbia University Press. 1990

257
Deleuze, Gilles. (Transl.).Patton, Paul. Difference And Repetition. New York : Columbia
University Press.1994
Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two
Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007
Deleuze, Gilles.(Ed)Holland, Eugene-Smith Daniel-Stivale, Charles.Image and Text. London:
Continuu.2009
Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida.
Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982
Derrida, Jacques. From Spectres of Marx. What is Ideology? In Specters of Marx, the state of the debt,
the Work of Mourning, & the New International, translated by Peggy Kamuf, Routledge.
1994.
Derrida, Jacques.On The Name. California: Stanford University Press,1995
Derrida, Jacques (transl). Dekonstruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual.
Yogyakarta: Jalasutra, 2002
Derrida, Jacques.(transl.) Bass, Allan. Writing and Difference.London and New York:
Routledge.2004
Derrida,Jacques. Point de folie maintenant l'architecture, 27 Avril 2009
Djatiprambudi, Djuli. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar
Utomo, 2001
Dufrenne, Mikel. (transl. By) Casey, Edwards, Anderson, Albert, Domingo, Willis and
Jacobson, Leon.The Phenomenology of Aesthetic Experience. Evanston:Northwestern
University Press. 1973
Dufrenne, Mikel (et. Al). Aesthetics and The Scienes of Art Today.
Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapre:
Periplus.1990
Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak.2005
Foucault, Michel (transl) Smith, AM Sheridan. Archaelogy of Knowlegde. London and New
York: Routledge, 2002
Foucault, Michel (transl) Sheridan, Alan.Dicipline and Punish. The Birth of the Prison. New
York: Penguin Books. 1975
Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books.
1984
Freud, Sigmund. Jokes and Their Relation to the unconsious.New York: Penguin Books.1976
Gasche. Rodolphe. Inventions of Diffrence On Jacques Derrida. Cambridge: Harvard University
Press
Giebels, Lambert. Soekarno Biografi 1901 1950. Jakarta: PT Grasindo, 2001
Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom:Penguin Books, 1972
Geertz, Clifford. Negara Teater, Kerajaan-Kerajaan di Bali abad Kesembilan Belas. Yogyakarta :
Yayasan Bentang Budaya, 2000
Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for
Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010
Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and
The Peoples Republic of China. London: Collins Harvill, 1990
Goffman, Erving. Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday Anchor Books.
1959

258
Gray, Carole & Prairi, Ian. Artistic Research Prosedure: Research at the Edge of Chaos? Scotland:
The Robert Gordon University, 1995
Groat, Linda & Wang, David. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc,
2002
Hasan, Asikin (ed).Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam.
2001
Hays, Michael (ed).Architecture Theory Since 1968. Cambridge: MIT Press.2000
Hays, Michael.Architectures Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press.2010
Harjoko, Triatno Yudo. Urban Kampung. Its Genesis and Transformation into Metropolis, with
particular reference to Penggilingan in Jakarta.Canberra: VDM Verlag Dr. Muller
Aktiengesellshaft.2003
Harrison, Charles and Wood, Paul (ed). Art in Theory 1900-1990. An Anthology of Changing
Ideas.Ofxord UK & Cambridge USA: Blackwell.1993
Harsono, Ganis. Cakrawala Politik Era Sukarno.Jakarta:Yayasan Idayu, 1985
Heidegger, Martin,"Building Dwelling Thinking" as it appeared in Poetry, Language, Thought trans.
Alfred Hofstadter. New York: Harper and Row, 1971
Heidegger, Martin ,(Transl. McNeill, William). The Concept of Time. Massachussetts : Blackell
Publishers Ltd. 1992
Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008
Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press.2005
Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (Terj). Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.2000
Ikatan Arsitek Indonesia. Gedung MPR/DPR- RI, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarrta:
Badan Sinfar IAI, 1995
ITB Bandung. Peringatan 100 Tahun Bung Karno. Seminar dan Pameran Revitalisasi Tata Nilai
Kebangsaan Yang Dirintis Bung Karno, Aula Barat dan Timur ITB, 1-3 Juni 2001
Jakarta Metropolitian City Government. Jakarta Insight 50 Years of City Planning and
Development. Jakarta: Pemda DKI. 1995
Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago:
The University of Chicago Press.2001
Jung, Carl Gustav.(Transl.) Hull, RFC. Four Archetypes: Mother, Rebirth, Spirit, Trickster.
London: Routledge.1972
Krell, David Farrel. Archeticture. Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State
University of New York Press. 1997
Kusno, Abidin. Behind the Postcolonial: Architecture, urban space and political cultures in
Indonesia.New York: Rouledge, 2000
Kostof, Spiro. The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History.
London:Thames and Hudson. 1991
Lacan, Jacques. (Transl.) Sheridan, Alan.crits.London and New York: Routledge .1989
Lahusen, Thomas Lahusen and Dobrenko, Evgeny (ed). Socialist Realism Without Shores.
London: Duke University Press.1997
Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997
Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture &
Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012
Lincourt, Michel. In Search of Elegance.Towards an Architecture of Satisfaction. London: McGill-
Queens University Press. 1999
259
Lobell, Mimi. Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2,
Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.
Locke Karen. Grounded Theory in Management Research. London: Sage Publication, 2007
Lubis, Firman. Jakarta 1960-an. Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta: Masup Jakarta.2008
Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum an Analysis of the Inherent
Political and Architectural.@C.J. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art,
Archaelogy Anistoriton
Messias dan ANRI. Revolusi Belum Selesai.Kumpulan Pidato Presiden Soekarno.30 September 1965
Pelengkap Nawasara Jilid 1 dan 2. Semarang: Messias. 2003
Michalski, Sergiusz.Public Monument. London: Reaktion Books Ltd. 1998
Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963.
Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997
Moleong, Lexy K.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.
Morgan, Morris Hycky.Vitruvius.The Ten Books on Architecture. New York: Dover
Publications Inc.1914
Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997
Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural
Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996
Nietzsche, Friedrich.(Transl.) Kaufmann,Walter and Hollingdale, R.J. The Will to Power.
New York: Vintage Books Edition. September 1968
Philpott, Simon. Rethinking Indonesia. Postcolonial Theory, Authoritarianism and Identity.New
York: ST Martins Press LLC.2000
Permanasari, Eka. Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Sukarnos
Monuments And Public Places in Jakarta. Dissertation of Architecture Department of
Melbourne University of Melbourne, 2007
Perez, Alberto-Gomez, and Parcell Stephen (ed).Chora1,2,3: Intervals in The Philosophy of
Architecture.London: Mc Gill Queens University Press,1994
Pevsner, Nikolaus.A History of Building Types. London: Princeton University Press. 1976
Plato (Transl). The Republic Of Plato: Second Edition. United States of America : BasicBooks
A Division of Harper Collins Publisher. 1991
Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK
dan Gramedia, 2003
Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno.
Jakarta:Grasindo.2001
Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota.
Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995
Ricouer, Paul. Thompson, John B (ed). Paul Ricouer Hermeneutics and the human sciences. Essays
on language, action and interpretation. Cambridge: Cambridge University Press.1983
Rose, Gillian.Visual Methodologies. An introduction to the Intepretation of Visual Materials.
London:SAGE Publications Ltd, 2006
Sadikin, Ali. Buku Catatan Gubernur H Ali Sadikin. Jakarta: Pemda DKI Jakarta, 1977
Saelan, Maulwi. Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.
Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001
Salam, Solichin. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966
Salam, Solichin.Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta:Dela Rohita, 1979
Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981
260
Salam, Solichin. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka, 1981
Salam, Solichin. Roosseno Manusia Beton. Jakarta: Kuning Mas, 1987
Salam, Solichin. Tugu Monas dan Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989
Saleh (ed). Mahabarata. Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1958
Santoso, Jo. Arsitektur-Kota Jawa. Kosmos, Kultur & Kuasa. Jakarta: Centropolis-Magister
Teknik Perencanaan Univ Tarumanagara, 2008
Setiadi, Bram(ed). Raja Di Alam Republik. Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII.
Jakarta:PT Bina Reka Pariwara, 2001
Setiyanto, Agus. Bung Karno, Maestro Monte Carlo.Kumpulan Naskah Drama Bung Karno Selama
Pengasingan di Bengkulu. Yogyakarta: Ombak, 2006
Strathern, Paul.(Terj). Socrates, Plato, Aristoteles in 90 Minutes. Jakarta: Erlangga. 1996
Sutrisno, FX Mudji. Estetika. Filsafat Keindahan.Yogyakarta: Kanisius. 1993
Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981
Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial
Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung, 1989
Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama dan Kedua. Jakarta: Penerbit DBR, 1965
Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko
Gunung Agung Tbk, 2001
Soekarno. Salinan 7 Naskah-Naskah Tonil Soekarno di Ende: 1) Rahasia Gelimutu, (2) Rendo, (3)
Julagubi, (4) Dokter Syaitan, (5) Aero Dinamit, (6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, (7) Anak
Haram Djadah , (8) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (9) Chungking-Djakarta, (10)
Koetkoetbi, (11) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (12) Hantoe Goenoeng Boengkoek.
Strauss, Anselm L. Qualitative Analysis For Social Scientists. Cambridge: Cambridge University
Press. 1987
Strauss, Anselm L. Basics of Qualitative Research. Grounded Theory Procedurs and Techniques.
California: Sage Publications.1990
Soeharto R. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung, 1984
Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian
Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro Semarang, 2010
Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic
Dimensions of House Shapes in Kota Gede and Surroundings. Dissertation of University of
California at Berkeley, 1983
Tjahjono,Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato
Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28
Desember 2002
Tschumi, Bernard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press. 1999
Tuan, Fu Yi. Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of
Minnessota.1977
Vitruvius. (Transl.) Morgan, Morris Hicky. The Ten Books of Architecture. New York: Dover,
1960
Ven, Cornelis Van de.Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of
the modern movements.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978
Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit PT Gramedia.1988

261
PIDATO PRESIDEN SOEKARNO 1958 1966
Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pantjang Pertama Untuk Stadion Utama Asian Games,
Senajan, Kebajoran Baru, Djakarta 8 Februari 1960
Soekarno. Pidato Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara
Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960
Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional,
Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960
Soekarno.Pidato Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana
Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961
Soekarno.Pidato Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April
1961
Soekarno, Address by H.E.President at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National
Column, Merdeka Square,Djakarta,17thAug 1961
Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961
Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Gedung PMI di Djalan Kramat Raja, Djakarta 29
Djanuari 1962
Soekarno.Pidato Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada
Tanggal 22 Djuni 1962
Soekarno.Message By President At The Opening of The Main Stadium in Senajan, Djakarta, July,21
st, 1962
Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962
Soekarno.Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Departement StoreSarinah di Djalan Thamrin,
Djakarta, 23 April 1963
Soekarno.Addres by HE President at The Opening of The Preparatory Conference of The Games of The
New Emerging Forces (GANEFO) in Hotel Indonesia, Djakarta, 27 April 1963
Soekarno.Pidato Peresmian Monument Irian Barat di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus
1963
Soekarno.Amanat Peresmian Patung Pahlawan di Prapatan Menteng, Djakarta, 24 Djuni 1964
Soekarno.Pidato Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung Wisma Nusantara di Djalan
Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964
Soekarno. Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9
September 1964
Soekarno. Pidato Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta,
16 Agustus 1964
Soekarno.Amanat Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965
Soekarno.Amanat Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Pada Tanggal 19 April 1965
Soekarno. Amanat Peletakan Batu Pertama Gedung Veteran di Djalan Gatot Subroto, Djakarta 9
Djuni 1965

262
BIOGRAFI PENULIS

Yuke Ardhiati, Semarang 19 Juni 1963. Arsitek Profesional IAI, Peneliti dan Pengajar
Tetap di Fakultas SeniRupa dan Desain Universitas Trisakti. Pengajar Tidak Tetap di
Universitas Indonesia, Universitas Tarumanagara dan Universitas Pancasila. Memperoleh
gelar Insinyur-Arsitek dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,1987
dengan tajuk : Pusat Mode sebagai Pusat Informasi, Promosi dan Pengembangan Mode di Indonesia.
Magister Teknik dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Kebijakan di ITB Bandung,
2001, dengan tesis bertajuk: Pengindustrian Seni Kria di Indonesia. Doktor Ilmu Sejarah dari
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004 dengan disertasi: Arsitektur,
Tata Ruang Kota, Interior dan Kria,Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926 - 1965. Sebuah
Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan, dan pada 2013, memperoleh gelar Doktor
Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan disertasi bertajuk Panggung
Indonesia: Khora Pesona Karya Soekarno 1960-an.Pengurus Pusat MSI Masyarakat Sejarawan
Indonesia dan anggota Tim Penasehat Gubernur Pemprov DKI Jakarta, yang bergiat dalam
konservasi bangunan cagar budaya. Email: yuke_ardhiati@yahoo.com, mobile: 0811800075

PUBLIKASI BUKU DAN JURNAL

2003 Suara Anak Bangsa:Menyongsong Fajar Tanah Air. Penerbit ITB


2003 Arsitektur,Interior, Kria Dan Konstruksi Sosial Teknologi ANT Actor
Network of Technology. HUT Ikatan Arsitek Indonesia ke- 44
2005 Sistim Ekonomi Pada Demokrasi Terpimpin untuk Buku 60 Tahun
NKRI Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi. Departemen Kominfo RI
2005 Bung Karno Sang Arsitek, Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang
Kota, Interior, Kria,Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965.
Depok: Komunitas Bambu
2005 Novel Serial Ukel Konde Selebriti Marginal. Rajagrafindo Pers, Jakarta
2007 Demokrasi Terpimpin. Sejarah Nasional Indonesia Edisi Revisi. Balai Pustaka
2010 Life Diorama Sukarno dalam Karya Edhi Sunarso di Jakarta dalam Edhi Sunarso Seniman
Pejuang, Yogyakarta: Hasta Kreatifa Manunggal
2010 Momen Estetik 9 Windu Edi Sedyawati. Denpasar: Widya Dharma
2010 Khora: Momen Estetik dalam Peradaban. Jeda antara Arsitek dan Arkeolog.
Denpasar: Pustaka Larasan
2012 Indonesia Dalam Arus Serajah. Tim Penulis. Jakarta: Raja Grafindo

JURNAL ILMIAH

2013 Khora as a New Method in Art And Architecture Field .International


Journal of Philosophy and Social Sciences (IJPSS) on September
2013 Arsitektur Panggung jurnal Panggung ISTI Bandung
2012 The National Monument in Indonesia : The Visual Art in Sacred Space.
nternational Journal of Literature and Art Studies in the issue no.9
2012 Kajian Artistik Lidah Api Kemerdekaan di Tugu Nasional. Jurnal Kalpataru

263
PEMAKALAH SEMINAR DAN KONFERENSI

2005 Soekarno Roles in the Architecture Growth in Indonesia At the Early


Independence to the Beginning of the New Order Era, Seminar International Universitas
Trisakti, Jakarta, 5 Desember 2005
2006 Soekarnos Nation and Character Building And Its Roles in Architecture in Indonesia,
International Conference. Nation, City, Place:Re-thinking Nationalism,
Melbourne, Australia,14-16 July 2006
2006 Solo City Beautifying Concept: The City as Art Performances, International Seminar &
Workshop on Urban Culture, Arte-Polis: Creative Culture and the Making of
Place,Bandung 21-23 July 2006
2007 Menguak Sejarah Sebuah Bangsa Besar Melalui Diorama Kajian Teknik
Estetik Diorama Monumen Nasional.Seminar Penyempurnaan Diorama Monumen
Nasional, Istana Bogor, 22-23 Maret 2007
2007 City Beautification Concept Case Study:A Small Beautiful Market as a
Collaboration between Architects and Artist in Bantul Yogyakarta,
International Seminar 20Th UII Yogyakarta in 9 June, 2007
2009 Indonesian Womens Architect: Dreaming, Reality or Taboo? Case of
Study : Artifact, Novel and Intellectual Degree International Symposium On Cultural
Studies Master and Doctoral Progam, Cultural Studies Udayana
UniversityExploring Cultural Studies, Implementing Emancipations Denpasar, 27-28
Agustus 2009
2009 Mandala Concept in The Muslim And Javanese Vis a Vis, NURI
International Conference, Architecture Departement of Faculty of
Technolgy of Diponegoro University, Semarang
2010 Soekarno's Architectural Style:Reflecting the Sustainability of Civilization through Exploring
The Mother's of Nature, Doctoral Student Internatonal Conference APRU-11, Depok,
July, 2010
2010 Monumen Puitik dalam Panggung Indonesia Diskusi Seni Patung,
Monumen, Ruang Publik dalam Pameran Tunggal Seni Patung &
Peluncuran Buku Edhi Sunarso 14-29 Agustus 2010 di Jakarta
2012 Smart Living with Arts in Saliharas. Artepolis 4 ITB Bandung, 2012
2012 A Pair of Indonesian Artifacts as History Witness :
Rumah Proklamasi And Tugu Nasional. International Asian
Historian IAHA 22 at Solo City, Central Java.
2012 City As An 'Outdoor Museum': Jakarta Main Road In The 1988s At
International Seminar On Place Making And Identity (Placid):
Rethinking Urban, 26-27 September 2012, Jakarta
2012 Cantik as Architecture Stage in Islamic Contemporary. Sub Theme: Architecture, Art
And Culture on Symphora - SIMPOSIUM NUSANTARA-9, 11 & 12 December
2012, UTM- Perak, Malaysia
2012 Learning From Javanese Ancestor. Sub Theme: Culture on iNTA 2012 4th
International Network for Tropical Architecture Conference, School of Design
and Environment National University of Singapore

264
RALAT

Koreksi
Hal. 10 De cultuur van een tijdperk
Hal. 70 Koningsplein
Hal. 85 Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaartmaatschappij
Hal. 98 catatan kaki no. 209 draaiboeken
Hal. 147 avant-garde
Hal. 176 catatan kaki no 415 September 2096?
Hal. 183 De cultuur van een tijdperk
Hal. 196 selandjutnja ..pelaksanaan (verder uitwerken)
Hal. 198 .ataukah
Hal. 210 - Ketinggian 555 feet
- Berakibat.
Hal. 214 kesementaraan oleh Derrida
Hal. 220 Tugu Nasional tak terelakkan
Hal. 222 Cakupan wacana Foucault
Hal. 229 empat jilid draaiboeken
Catatan kaki no. 507 Draaiboeken
Hal. 230 Arsitektur panggung dengan melekatkan

265
KORELASI ASUPAN ASAM LEMAK OMEGA-3 DENGAN
KADAR TNF- PASIEN KANKER SERVIKS STADIUM IIBIIIB
BUNG KARNO DI RSUPNCM JAKARTA

TESIS

HEPI HAPSARI
1006785843

Dengan ini menyatakan bahwa isi TA CD-Rom


Sesuai dengan Hardcopy
Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai