Represifitas Negara
Muhtar Yogasara, SH.
Ketua PB HMI Komisi Hukum Dan HAM Periode 2018-2020
Gerakan Mahasiswa
Mahasiswa representasi dari kaum intelektual yang
mendasarkan tindakannya dalam berpendapat dengan
mengedepankan pertimbangan dari ilmu pengetahuan
yang dimilikinya.
Gerakan sosial dalam bentuk kritik terhadap berjalannya pemerintahan yang tidak
sejalan dengan kebutuhan rakyat adalah dengan aksi massa atau demonstrasi.
Demonstrasi sejatinya hal yang jarang ditemukan terjadi pada sebuah negara yang
memiliki good governance. Good governance diartikan sebagai sebuah
pemerintahan yang membagi kekuasaannya secara jelas serta masing-masing
bagian melakukan tugas dan fungsinya dengan baik. Demonstrasi adalah sebuah
gerakan ekstra-parlementer ketika terjadi ketidakberesan kinerja jajaran
pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat dalam menjalankan fungsinya dengan
baik serta saluran-saluran kritik kepada pemerintah tidak terbuka untuk
menyampaikan keinginan rakyat.
Gerakan Mahasiswa
Secara historis, gerakan mahasiswa melalui demonstrasi di Indonesia telah terbukti
menghasilkan beberapa perubahan yang signifikan terhadap jalannya pemerintahan,
seperti gerakan mahasiswa tahun 1966 yang mengkoreksi rezim orde lama Presiden
Soekarno dan gerakan mahasiswa tahun 1998 yang menggulingkan rezim orde baru
Presiden Soeharto. Demonstrasi dahulu menjadi barang mahal dari bentuk aksi yang
didasarkan pada idealisme mahasiswa untuk membawa perubahan masyarakat ke arah
yang lebih baik untuk segera diupayakan oleh negara. Begitu pula sebaliknya,
pemerintah akan memandang kritik mahasiswa sebagai tamparan untuk lebih memacu
perbaikan kinerja pemerintahannya. Bahkan, di rezim orde baru gerakan demonstrasi
semacam hal yang haram untuk dilakukan mahasiswa terhadap pemerintan Presiden
Soeharto.
Ketika kinerja pemerintahan yang menjadi sasaran gerakan sosial dengan demonstrasi,
maka logis jika penguasa yang tidak memiliki sikap demokratis akan beranggapan
bahwa gerakan mahasiswa merupakan ancaman terhadap negara dan penguasa,
sehingga gerakan mahasiswa sering dilabelkan dengan gerakan radikal atau bahkan
pembangkangan terhadap kekuasaan negara. Dalam Sebuah negara yang menganut
sistem demokrasi seperti Indonesia misalnya, penguasa tidak perlu mencurigai setiap
gerakan mahasiswa, karena hal itu merupakan dinamika dari perjalanan demokrasi yang
menjunjung tinggi kebebasan dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
Gerakan Mahasiswa
Ketika kinerja pemerintahan yang menjadi sasaran gerakan sosial dengan demonstrasi,
maka logis jika penguasa yang tidak memiliki sikap demokratis akan beranggapan
bahwa gerakan mahasiswa merupakan ancaman terhadap negara dan penguasa,
sehingga gerakan mahasiswa sering dilabelkan dengan gerakan radikal atau bahkan
pembangkangan terhadap kekuasaan negara. Dalam Sebuah negara yang menganut
sistem demokrasi seperti Indonesia misalnya, penguasa tidak perlu mencurigai setiap
gerakan mahasiswa, karena hal itu merupakan dinamika dari perjalanan demokrasi yang
menjunjung tinggi kebebasan dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
Demonstrasi menjadi sebuah kegiatan yang efektif untuk menyampaikan pendapat atau
aspirasi kepada para petinggi negeri ketika dilakukan secara masif. Cara-cara formal
seperti audiensi atau jajak pendapat, ditinggalkan karena dinilai kurang efektif.
Penyebab ketidakefektifannya adalah kegiatan formal tersebut sulit dilakukan dengan
tertutupnya akses untuk sampai pada pengambil kebijakan dalam pemerintahan dan
dampaknya memakan waktu lama. Namun, demonstrasi seringkali tidak mendapat
tanggapan yang baik lantaran tidak semua penguasa pemerintahan untuk mau duduk
bersama rakyatnya dan menerima aspirasi tentang kebutuhan rakyatnya
Gerakan Mahasiswa
Beberapa pekan lalu, publik dihebohkan dengan aksi demonstrasi mahasiswa dari HMI
MPO Cabang Jakarta dalam memperingati 20 Tahun Gerakan Reformasi di depan Istana
Negara. Demonstrasi ditujukan kepada kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo yang
dianggap tidak membawa perubahan kearah yang lebih baik dan tidak sejalan dengan
janji-janji yang disampaikan dalam kampanye ketika akan mencalonkan diri sebagai
presiden. Fokus perhatian publik tidak mengarah pada tuntutan dari aksi demonstrasi,
melainkan pada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Tindakan
tersebut dapat menjadi simbol bahwa rezim pemerintahan seolah menutup mata dan
telinga atas kritik dan evaluasi yang dilakukan oleh mahasiswa.
Namun di HMI MPO sendiri sejatinya telah terdapat 3 (tiga) preseden buruk terkait
bentuk represifitas negara dalam beberapa waktu yang dekat ini, yakni sebagai berikut :
1. Aksi Kecaman terhadap Penelantaran Jenazah Bayi yang dipulangkan dengan Ojek
oleh Rumah Sakit Umum Daerah Bima yang dilakukan HMI Cabang Bima pada hari
Jumat, tanggal 6 April 2018 yang bertempat di Kantor Bupati Bima, Nusa Tenggara
Barat.
2. Aksi penolakan kenaikan Bahan Bakar Minyak jenis Pertalite dan Kelangkaan Solar
yang dilakukan HMI Cabang Kendari pada hari Senin, tanggal 9 April 2018 yang
bertempat di Tapal Kuda Kendari, Sulawesi Tenggara.
3. Aksi Refleksi 20 Tahun Reformasi yang dilakukan HMI Cabang Jakarta pada hari Senin,
tanggal 21 Mei 2018 yang bertempat di depan Istana Negara, DKI Jakarta.
Kemerdekaan Berpendapat Di Muka Umum
Indonesia menjadi sebuah negara yang demokratis menimbulkan konsekuensi bahwa
pemerintahan negara yang terbentuk memiliki kewajiban untuk menjamin hak asasi
warga negaranya. Sebagaimana salah satu prinsip dalam konsep pemerintahan yang
demokratis menurut International Conference Of Jurist, Bangkok, tahun 1965
adalah Constitusional guarantee of Human Rights (Jaminan konstitusional terhadap
HAM). Prinsip ini dapat dimaknai dengan perwujudan Indonesia sebagai negara yang
demokratis dapat dilakukan dengan meletakkan konsep HAM dalam konstitusi
negara sebagai rules yang mengatur hubungan antara negara dan warga negara.
Aksi Mahasiswa melalui demonstrasi merupakan ekspresi dari hak atas kemerdekaan
menyampaikan pedapat di muka umum. Bagi Robert A. Dahl dijaminnya HAM adalah
perwujudan dari dua prinsip negara demokratis, yaitu: terbukanya ruang kontrol
dari rakyat terhadap keputusan pemerintah dan memberikan kebebasan kepada
warga negara untuk mengeluarkan dan menyatakan pendapat tanpa ancaman.
Dijaminnya hak kemerdekaan menyatakan pendapat akan menciptakan budaya
demokrasi baik itu antara negara dengan warga negara melalui keterbukaan
pandangan atas pendapat yang disampaikan melalui kritik oleh negara, terbukanya
ruang partisipasi dan penyerapan aspirasi warga negara, maupun antar sesama
warga negara melalui keterbukaan ruang untuk berbeda pendapat dalam menilai
kinerja pemerintahan
Kemerdekaan Berpendapat Di Muka Umum
Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (“DUHAM”) yang menyatakan bahwa “Setiap
orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan
untuk menahan pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima, dan
menyampaikan informasi dan ide melalui media apa saja dan tanpa batasan apa pun.”
Dipertegas kembali dalam Pasal 19 Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik, yang
menyatakan bahwa:
1. Setiap orang harus berhak untuk memiliki opini tanpa intervensi;
2. Setiap orang harus berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini harus meliputi
kebebasan untuk mencari, menerima serta mengungkapkan segala jenis informasi
dan gagasan, terlepas dari garis perbatasan, secara lisan, tulisan atau tercetak,
dalam bentuk karya seni, atau melalui segala media lain pilihannya sendiri.
3. Pelaksanaan hak-hak yang dijamin dalam ayat 2 Pasal ini membawa kewajiban-
kewajiban dan tanggung jawab-tanggung jawab tersendiri. Karenanya hal ini tunduk
pada pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi ini hanya boleh dilakukan
sebagaimana yang ditetapkan oleh hukum dan yang diperlukan:
a. Untuk menghargai hak atau nama baik orang lain;
b. Untuk melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan
atau kesusilaan umum
Kemerdekaan Berpendapat Di Muka Umum
Secara lebih spesifik untuk melihat kemerdekaan
berpendapat dimuka umum menjadi hak konstitusional bagi
warga negara Indonesia yang diatur dalam UUD NRI 1945,
sebagai berikut:
1. Pasal 28 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
2. Pasal 28E Ayat (2) : Setiap orang berhak atas kebebasan
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
3. Pasal 28E Ayat (3) : Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Kemerdekaan Berpendapat Di Muka Umum
Namun, di sisi lain penguasa juga melakukan tindakan represif hanya dengan
alasan subjektif bahwa tindakan yang dilakukan oleh warga negara
mengancam stabilitas negara atau ketertiban umum.
Represifitas Negara