Anda di halaman 1dari 7

Sebagaimana salah satu prinsip dari demokrasi modern, Partisipasi Rakyat Dalam Pemilihan Umum.

Partisipasi rakyat secara langsung dapat dilihat pada saat pelaksanaan dari esensi demokrasi itu
sendiri, yaitu “ pemilihian umum” atau sering disebut dengan pesta rakyat Mengutip sebuah pendapat
dari pemikiran Yusuf Qardhawi dalam menjawab sebuah pertanyaan tentang demokrasi, bahwa:
¥Esensi dari demokrasi, terlepas dari definisi dan istilah akademik ialah masyarakat memilih
seseorang untuk mengurus dan mengatur urusan mereka. Pemimpinnya bukan orang mereka benci,
peraturannya bukan yang tidak mereka kehendaki, mereka berhak meminta pertanggungjawaban
penguasa apabila pemimpin tersebut salah, dan berhak memecatnya jika menyeleweng, mereka juga
tidak boleh dibawa kepada arah dan sistem ekonomi, sosial, kebudayaan, atau sistem politik yang
tidak mereka kenal dan tidak mereka sukai. Yusuf Qaradhawi, Fatwa-fatwa Komtemporer 2 dalam
jurnal cita hukum
Adapun partisipasi rakyat secara tidak langsung ialah melakukan pengontrolan terhadap pelaksanaan
kinerja pemerintahan apakah sudah sesuai dengan yang dikehendaki oleh rakyat. Meskipun pada
realitasnya hal ini sulit untuk diwujudkan karena tidak ada tolak ukur yang jelas untuk melihat
keseuaian pelaksanaan pemerintahan dengan kehendak rakyat .
https://umsu.ac.id/artikel/pengertian-demonstrasi-aturan-dan-contohnya/

Pengertian Demonstrasi, Aturan, dan ContohPengertian Demonstrasi, Aturan,


dan Contohnyanya, Anugrah Dwian Andari- Desember 14 2023
Demonstrasi, atau unjuk rasa, merupakan bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin
oleh undang-undang. Demonstrasi dapat dilakukan di tempat-tempat terbuka untuk umum, namun
harus mendapat izin dari kepolisian. Demonstrasi dilakukan untuk menyuarakan aspirasi, tuntutan,
atau protes terhadap kebijakan pemerintah atau pihak lain.

Demonstrasi adalah bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh undang-undang.
Menurut UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,
demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum. Demonstrasi dapat
dilakukan di tempat-tempat terbuka untuk umum, namun harus mendapat izin dari kepolisian.
Demonstrasi dilakukan untuk menyuarakan aspirasi, tuntutan, atau protes terhadap kebijakan
pemerintah atau pihak lain. Demonstrasi juga diatur dalam undang-undang dan merupakan hak legal
warga negara serta termasuk hak asasi manusia. Salah satu contoh demonstrasi adalah demonstrasi
buruh yang digelar hampir setiap tahun pada Hari Buruh Internasional.
Dalam praktiknya, demonstrasi memiliki berbagai ketentuan yang harus dipatuhi para demonstran,
terkait tempat, izin, dan waktu dilakukannya demonstrasi. Demonstrasi merupakan salah satu kegiatan
menyampaikan pendapat yang masih kerap dilakukan hingga saat ini. Demonstrasi juga dapat berupa
peragaan atau pertunjukan tentang cara melakukan atau mengerjakan sesuatu. Demonstrasi
merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin dalam Konstitusi Pasal 28 E UUD 1945,
Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta Pasal 25 UU Nomor 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi.
Dalam konteks Indonesia, demonstrasi seringkali dilakukan oleh mahasiswa, buruh, dan masyarakat
untuk menyuarakan aspirasi dan tuntutan kepada pemerintah dan wakil rakyatnya. Namun, beberapa
demonstrasi dapat berujung anarkis, merugikan pihak lain, dan bahkan menimbulkan kerusakan
terhadap fasilitas umum. Meskipun demikian, aksi demonstrasi masih dianggap sebagai wujud
kepedulian masyarakat terhadap permasalahan yang ada.
Aturan Dalam Demonstrasi
Aturan dalam demonstrasi diatur dalam undang-undang, seperti UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Berikut adalah beberapa aturan yang harus
dipatuhi dalam demonstrasi:
1. Pemberitahuan
Demonstran harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada kepolisian. Pemberitahuan ini
bukan izin, namun hanya untuk memberitahukan rencana menyatakan pendapat. Kepolisian tidak
berwenang menolak kecuali dalam hal dilarang dalam undang-undang.
2. Jumlah Peserta dan Penanggung Jawab
Setiap 100 orang peserta demonstrasi harus ada 1-5 orang penanggung jawab.
3. Koordinasi
Demonstran harus berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum,
pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat, serta mempersiapkan
pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
4. Pembatalan
Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum harus disampaikan secara tertulis dan
langsung oleh penanggung jawab kepada kepolisian selambat-lambatnya 24 jam sebelum waktu
pelaksanaan.
5. Waktu Pelaksanaan
Demonstrasi dilakukan pada jam 06.00-18.00 di tempat terbuka, dan 06.00-22.00 di lokasi tertutup.
Demonstrasi juga tidak diperbolehkan dilakukan pada hari besar nasional.
6. Larangan
Demonstrasi tidak boleh menghasut untuk melakukan perbuatan pidana atau kekerasan terhadap
penguasa umum, menentang penguasa umum dengan kekerasan, serta melakukan perbuatan yang
melanggar hukum seperti penganiayaan, pengeroyokan, perusakan barang, dan kematian.
Pelanggaran terhadap aturan demonstrasi dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan pidana yang berlaku. Demonstrasi merupakan hak legal warga negara yang
dijamin dalam undang-undang, namun tetap harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk
menjaga ketertiban dan keamanan umum.
https://www.republika.co.id/berita/nf6agc42/demonstrasi-dan-demokrasi

Imam Nawawi pernah berkata, barang siapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin lalu
menunjukkan sikap rela, setuju, atau mengikuti kemungkaran tersebut, ia telah berdosa. Perkataan
tersebut menunjukkan betapa pentingnya mengingatkan pemimpin jika melakukan suatu tindakan
yang merugikan rakyat. Karena itu, perlu untuk selalu mengawal dan mengkritisi setiap kebijakan
pemerintah jika dianggap tidak memihak kepada rakyat. Tak heran jika demonstrasi sebagai aksi
protes terhadap pemerintah menjadi pemandangan yang sering dijumpai di negeri ini.
Demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia bukanlah hal yang baru. Aksi tersebut sudah
sangat lazim digunakan sebagai instrumen untuk mengomunikasikan sesuatu atau menyampaikan
aspirasi. Di berbagai belahan dunia pun, demonstrasi seakan menjadi cara yang paling ampuh bagi
masyarakat bawah yang terbungkam untuk menyuarakan aspirasi kepada penguasa. Khusus di
Indonesia, semenjak demonstrasi besar-besaran yang digelar mahasiswa saat menggulingkan
pemerintahan Orde Baru, semenjak itu pula demonstrasi selalu menjadi peristiwa rutin yang
menghiasi halaman pemberitaan di Indonesia.
Beberapa hari terakhir ini, tampaknya demonstrasi menjadi opsi yang dianggap paling tepat dalam
menyampaikan aspirasi dan kritik bagi sebagian masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, mencuatnya isu
rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang memicu gejolak sosial dan
menyita perhatian hampir seluruh rakyat Indonesia, khusunya para aktivis pergerakan mahasiswa
yang memprotes keras kebijakan pemerintah tersebut yang dianggap merugikan rakyat.
Rencana pemerintah menaikkan harga BBM disinyalir untuk mengurangi beban APBN, namun
kebijakan tersebut terkesan sangat manipulatif karena jika dibandingkan dengan nilai subsidi untuk
BBM selama ini, justru jauh lebih tinggi beban APBN akibat pemborosan birokrasi. Sungguh tak
pantas dalam situasi derita dan tangis rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan, justru
pemerintah tidak berpihak kepada rakyat. Akibatnya, tidak sedikit mahasiswa yang melakukan aksi
penolakan kebijakan tersebut dengan berdemonstrasi ke jalan-jalan, memprotes kebijakan pemerintah,
dan meneriakkan aspirasi prorakyat.
Memang tak bisa dimungkiri bahwa demonstrasi merupakan salah satu bentuk sikap kritis mahasiswa
terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil. Betapa tidak, rencana
kenaikan harga BBM yang digadang pemerintah dalam waktu dekat ini dipastikan akan 'berdampak
sistemik' terhadap kondisi perekonomian masyarakat, mulai dari melonjaknya harga bahan pokok
hingga munculnya beragam problematika yang menyengsarakan rakyat kecil.
Kebebasan berpendapat
Aksi demonstrasi di negeri ini dianggap sebagai salah satu refleksi dari proses demokrasi karena
demokrasi menghendaki adanya partisipasi masyarakat untuk mengawal jalannya pemerintahan
sehingga aksi tersebut dilakukan untuk mempertontonkan suatu kebebasan berekspresi dan
menyampaikan gagasan. Namun, sayangnya, demonstrasi terkadang dijadikan alat untuk memaksakan
kehendak dari sekelompok orang terhadap otoritas tertentu, terlepas dari valid atau tidaknya tuntutan
mereka tersebut.
Selain itu, demonstrasi merupakan ekspresi dari sebuah kebebasan berpendapat, menyampaikan
aspirasi dan kritikan terhadap suatu kebijakan yang disertai niat menegakkan keadilan membela
kebenaran. Karena itu, dalam melakukan aksinya, mahasiswa sebagai kaum intelektual seharusnya
menunjukkan sikap kritis dengan cara-cara yang intelek, elegan, dan bijaksana. Para demonstran harus
memegang teguh prinsip etis (sesuai norma), analitis (memahami akar permasalahan), dan harus
diikuti dengan pernyataan solutif sebagai masukan dan saran atas kekurangan yang ada karena
kritikan tanpa saran konstruktif bagaikan sebuah teori yang tak didukung oleh dalil ilmiah yang valid.
Kebebasan berpendapat tersebut harus berlandaskan pada nilai-nilai religius dan etika budaya bangsa
serta menaati peraturan hukum yang berlaku sehingga dalam melakukan aksi tersebut tidak
menimbulkan kerusakan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apalagi,
jika melihat demonstrasi mahasiswa akhir-akhir ini yang cenderung anarkistis, ditambah lagi dengan
tindakan represif dari pihak keamanan yang selalu berakhir ricuh. Maksud hati ingin memperjuangkan
nasib rakyat, namun sayangnya, tidak sedikit rakyat yang menderita akibat aksi tersebut.
Gejolak demonstrasi di berbagai penjuru Tanah Air tentu bukanlah sesuatu yang salah karena
memang itu adalah sebuah konsekuensi atas pilahan dan kesepakatan kita yang telanjur menganut
sistem demokrasi, yaitu setiap orang dijamin oleh konstitusi untuk bebas berpendapat dan mengkritik
sesuatu, termasuk kebijakan presiden sekalipun. Namun, satu hal yang harus dipahami bahwa
kebebasan berpendapat dan mengkritisi sesuatu bukan berarti dengan seenak hati menghujat orang
lain tanpa batas-batas etika dan kesopanan. Bukan pula dengan mengatasnamakan demokrasi lalu
setiap orang bisa turun ke jalan berdemonstrasi sambil melakukan aksi anarkistis dengan merusak
fasilatas umum dan mengganggu ketertiban lalu lintas sembari meneriakkan kebenaran dan keadilan.
Dari uraian tersebut dapat diperoleh sebuah gagasan bahwa pada dasarnya demonstrasi merupakan
salah satu bentuk refleksi dari sistem demokrasi. Karena itu, sebagai warga negara, kita harus berani
menyampaikan pendapat yang benar dan tidak takut mengkritik kebijakan pemerintah yang
merugikan rakyat, bahkan kepada pemimipin negara sekalipun. Wallahu a'lam bis shawab.

DEMONSTRASI DALAM TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI’AH Jurnal Integrasi Ilmu Syari‘ah, Volume 2,
Nomor 2, Mei-Agustus 2021

Sedangkan menurut Sidney Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-
keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Indonesia sebagai negara demokrasi menjamin penuh hak asasi setiap warganya termasuk dalam hal
menyampaikan pendapat, dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor9 Tahun 1998 tentang
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah “hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Aksi unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan pendapat di muka
umum, selain itu juga menjadi suatu jalan keluar atau suatu pilihan. Meski demonstrasi merupakan
suatu jalan keluar untuk menyampaikan suatu pendapat. Akan tetapi, demonstrasi yang dilakukan di
Indonesia sering kali melebihi batas kewajaran yBerbeda dari demonstrasi yang dilaksanakan oleh
Islam, menurut ajaran Islam Masîrah (unjuk rasa) merupakan salah satu cara (uslub) di antara
berbagai cara pengungkapan aspirasi atau pendapat (ta‘bir ar-ra’yi). Oleh karena itu, aktivitas masîrah
(unjuk rasa) bukanlah metode (tharîqah) menurut Islam dalam melakukan proses perubahan di
masyarakat. Apabila kondisinya memungkinkan, masirah (unjuk rasa) dapat dilakukan. Sebaliknya,
apabila kondisinya tidak memungkinkan, masîrah (unjuk rasa) tidak perlu dilakukan. Hal ini sesuai
dengan hukum kebolehannya. Masirah bukanlah metode dalam sebuah aktvitas dakwah. Ia hanya
bersifat sebagai sebuah uslub dakwah, dan sebagai uslub dakwah ia bersifat mubah, bukan wajib.ang
sering kali diwarnai dengan tindakan yang anarkis dan perusakan terhadap sarana maupun prasana,
serta mengganggu ketertiban umum.
Aksi demonstrasi pun banyak terjadi. Mulai dari demo atas kenaikan harga bahan bakar minyak, aksi
demonstrasi terkait 3 tahun pemerintahan Jokowi yang terjadi pada tanggal 20 Oktober 2017 silam,
bahkan demonstrasi yang dilakukan oleh umat Islam yang terkenal dengan aksi bela Islam 212 dan
411 atas tindakan Ahok yang mencela Al-Qur’an. Fenomena aksi demonstrasi yang sering berakhir
dengan perbuatan anarkis, mengganggu ketertiban umum, dan tanpa solusi
Menurut putri dan Eficandra Menyampaikan pendapat atau demonstrasi yang sesuai dengan tuntunan
Islam meliputi: (1) Upaya mengagungkan kebenaran dan ajaran Islam; (2) Menunjukkan kelemahan
yang bathil; (3) Menunjukkansolidaritas bagi sesama yang tertindas dan menderita akibat kezaliman
penguasa; (4) Berpartisipasi untuk mengurangi penderitaan masyarakat umum; (5) Menolak
diberlakukannya aturan yang zalim ditengah suatu komuditas; (6) Menampakkan kejahatan dan tipu
daya yahudi dan pengikutnya. Allah mewajibkan kepada umat Muhammad saw.
Adapun tinjauan dari maqashid al-syari.ah tentang pelaksanaan demonstrasi adalah boleh dilakukan
dalam rangka mengkritik penguasa atau pemerintah dengan cara yang baik dan dilakukan dengan niat
menjalankan tugas amar ma’ruf nahi mungkar. Selama tidak melanggar aturan dan menimbulkan
mudharat bagi orang lain. Akan tetapi, jika dilakukan dengan cara yang melanggar aturan, anarkis,
dan menimbulkan mudharat bagi orang lain demonstrasi tidak diperbolehkan.

p-ISSN: 0216-4396 Jurnal Tapis: Teropong Aspirasi Politik Islam 18 (2) 2022 e-ISSN: 2655-6057 Jurnal
TAPIs Vol. 18 No. 2 Juli—Desember 2022 https://ejounal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/index
ISLAM DAN POLITIK: KEBEBASAN BERPENDAPAT MAHASISWA MELALUI DEMONSTRASI MENURUT
PANDANGAN ISLAM Suprima Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
suprima@upnvj.ac.id Diterima: 26 September 2022 Disetujui: 21 Desember 2022 Dipublikasikan: 27
Desember 2022Bisa

demonstrasi dilakukan ketika ada ketidakpuasan rakyat terhadap keputusan yang merugikan
demonstrasi yaitu Mudzaharah dan Masirah, jika dilihat secara definisinya, Mudzaharah adalah
demonstrasi yang dilarang, dan Masirah adalah yang dianjurkan. Yang membedakannya adalah
tindakan-tindakan para demonstrannya ketika melakukan penyampaian aspirasi.

Sesuai dengan yang telah disebutkan tadi bahwa demonstrasi akan dilakukan apabila ada kebijakan
yang dirasa merugikan masyarakat, maka demonstrasi dimaksudkan untuk menyampaikan nasihat,
aspirasi, saran atau kritik maka demonstrasi bisa dikategorikan sebagai amr ma’ruf nahi munkar.
Kritik dan saran kepada pemerintah itu sangatlah diperlukan karena sejatinya pemerintah pun bisa
melakukan kesalahan, lalu ketaatan rakyat terhadap pemimpin pun ada batasnya, karena apabila
perintah yang diberikan oleh pemimpin mengarah pada keburukan, maka dilarang untuk diikuti. Hal
ini diperkuat oleh hadist Nabi Muhammad SAW yang bersabda “Mendengarkan dan taat adalah wajib
bagi seorang muslim mengenai yang ia sukai ataupun tidak, selama tidak diperintahkan untuk berbuat
maksiat. Akan tetapi apabila diperintahkan untuk berbuat maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk
mendengar dan taat.” (HR. Bukhari no. 7144). Oleh karena itu tidak ada kewajiban untuk taat kepada
pemimpin yang mengarah pada maksiat, dzalim dan tidak adil. Bisa dikatakan bahwa selama
demonstrasi yang dilakukan adalah dilakukan untuk membuat pemerintahan menjadi lebih baik lagi,
maka hal tersebut bisa dilakukan
Demonstrasi dalam Islam
Bahasa Inggris Demonstrate yang berarti mempertunjukkan/mempertontonkan/demonstrasi. Adapun
dalam bahasa Arab, istilah demonstrasi sebagaimana yang terdapat dalam bahasa Indonesia, disebut
dengan beberapa istilah, yaitu muzhaharah dan masirah. Istlah muzhaharah dalam kamus al-
Munawwir diartikan sebagai “demonstrasi”, tanpa merinci sifatnya anarkis atau tidak. Jika
muzhaharah yang dimaksud demonstrasi dalam terminologi kaum sosialis yaitu demonstrasi yang
dilakukan dengan disertai boikot, pemogokan, kerusuhan, dan perusakan (teror), agar tujuan revolusi
mereka berhasil, maka muzhaharah yang dimaksud adalah sebagai aksi atau tindakan sekumpulan
masyarakat di tempat-tempat umum untuk menuntut perkara tertentu yang menjadi tugas negara atau
para penanggungjawabnya. Dalam pengertian ini juga disebutkan bahwa aksi muzhaharah tersebut
biasanya diwarnai perusakan dan anarkisme. Sedangkan masîrah secara harfiah adalah “perjalanan”,
dalam kamus al-Mawrîd disebutkan bahwa masîrah berarti march, atau long march. Dengan demikian
yang dimaksud masirah adalah istilah untuk aksi demonstrasi yang tidak disertai dengan perusakan,
atau bisa disebut juga sebagai long-march yaitu lebih menekankan pada pola aksi yang bergerak dan
tidak diam di satu tempat tertentu (pawai). Pola seperti ini disebut dengan pola dinamis, sebagai lawan
dari pola statis, yaitu aksi yang dilakukan hanya diam di satu tempat tertentu, misalnya aksi mimbar
bebas.
Hukum Berdemonstrasi
Di dalam Al-Quran, terdapat dalam surat as-Shof ayat 9 yang artinya : “Dialah yang mengutus
rasulNya dengan membawa petunjukNya dan agama yang benar agar dia memenangkan diatas segala-
gala agama meskipun orang musyrik benci”. Pada ayat diatas, kalimat liyudzirahu alad diini kullih
(agar diperlihatkan dan dimenangkan atas semua agama) menunjukkan bahwa agama Allah SWT
yang mulia ini bersifat terang, terbuka, jelas dan untuk dimenangkan atau diperjuangkan oleh para
penganutnya. Karena itu Muzahharah secara bahasa dapat dikatakan memiliki dasar al-Quran yang
kuat berdasarkan ayat ini. Dari ayat Al-Quran yang kumpulkan, ini menunjukkan tentang
memperjuangkan kebenaran yaitu kalimat haq. Maka dari sini mengambil hukum dengan
menggunakan metode Qiyas/analog yaitu, mengambil `illat yang sama dengan demonstrasi
hukumannya adalah boleh, bahkan menjadi wajib, bila kondisi tidak memungkinkan lagi, seperti
orang yang telah nyata bertindak maksiat.

Adapun dalam hukum Islam demonstrasi merupakan saran untuk menasihati kepada mereka yang
telah berbuat kemungkaran agar kembali kepada kebaikan. Namun hukum Islam lebih menitik
beratkan penyampaian nasehat tersebut secara sembunyi-sembunyi hal ini dimaksudkan agar menjaga
kehormatan orang yang dinasehati dihadapan orang lain, akan tetapi pada prinsipnya hukum Islam
tidak melarang penyampaian nasehat secara terang terangan termasuk dengan aksi demonstrasi
sepanjang itu tidak bersifat anarkis dan destruktif .( Abdul Basit Atamimi, “Demonstrasi Dalam
Kajian Islam,” An-Nufus: Jurnal Kajian Islam, Tasawuf Dan Psikoterapi 1, no. 1 (2019): 52–76,
https://doi.org/doi.org/10.32534/annufus.v1i1.725.)

Amar Ma’ruf Nahi Munkar kepada Pemerintah

Dalam pandangan Imam al-Ghazali, orang yang tidak mau melaksanakan tugas penegakan amar
ma‟ruf nahi munkar dipandang berdosa, bahkan diancam dengan laknat dan siksa sejak di dunia
sampai dengan di akhirat kelak. Menurut Ashim ahmad Ajali (dalam Atamimi, 2019) dalam konteks
amr ma’ruf nahi munkar, jika dalam hukum positif mengandung suatu pernyataan akan adanya hal
seseorang dalam mengkritik perkara-perkara yang terjadi, maka dalam hukum Islam hak tersebut
berubah menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan dan bukan sekedar hanya hak belaka.
Nabi SAW memberikan petunjuk tentang batas-batas ketaatan rakyat kepada pemimpin.
Ketaatan hanya diberikan selama berkaitan dengan hal yang ma’ruf. Sebaliknya, tidak ada ketaatan
kepada penguasa dalam hal munkar. Menaati penguasa dalam kemunkaran, atau membiarkan mereka
dalam kemunkaran, sama saja mendukung dalam kemaksiatan. Ibnu Abdil Barr (dalam Zaqia. dkk.,
2018) mengatakan bahwa menasehati pemimpin kaum Muslim merupakan salah satu kewajiban yang
utama. Hal ini mendorong setiap orang yang mempunyai kesempatan menasehati penguasa wajib
menasehatinya, jika diharapkan penguasa itu akan mendengarkannya.
Dengan demikian, urgensi amr ma’ruf nahi munkar sebagai sebuah metode kontrol kekuasaan,
dikarenakan beberapa alasan. Pertama, umat mempunyai kewajiban menjalankan amr ma’ruf nahi
munkar; kedua, adanya kewajiban bermusyawarah; ketiga, umat diperintahkan untuk memberikan
nasehat; dan keempat, umat wajib ikut serta dalam pelaksanaan kekuasaan, karena umat telah
memberikan mandat kepada penguasa. Diantara langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
menasehati penguasa dalam hal ini adalah melalui demonstrasi, dengan terus mempertimbangkan
kemaslahatan tanpa melakukan tindakan anarkisme. Dalam artian demonstrasi tetap boleh dilakukan
sebagai media untuk amr ma’ruf nahi munkar kepada penguasa, dengan demonstrasi damai tanpa
kekerasan dan perusakan, sehingga tujuan dari demonstrasi tersebut bisa didengarkan dan diterima
juga dengan baik oleh penguasa

Anda mungkin juga menyukai