MATERI 11
Gerakan Sosial
Giddens, Light, Keller dan Calhoun mengemukakan bahwa suatu perilaku kolektif
dapat digolongkan sebagai suatu gerakan sosial bila memiliki tujuan atau kepentingan
bersama, dan menggunakan cara-cara di luar institusi-institusi yang ada. Gerakan sosial
ditandai oleh suatu tujuan jangka panjang untuk merubah atau mempertahankan
masyarakat atau institusi di dalamnya. Tujuan dari gerakan mahasiswa di Indonesia bisa
2
dilihat dari tuntutan-tuntutan mereka, seperti penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme,
hapuskan dwifungsi ABRI dan sebagainya.
Gerakan sosial juga ditandai oleh penggunaan cara-cara yang bertentangan atau
diluar institusi yang ada. Penyampaian tuntutan-tuntutan yang dilakukan dalam gerakan
mahasiswa bertentangan dengan cara penyampaian pendapat yang ditetapkan oleh
pemerintah. Penyampaian pendapat semestinya disampaikan melalui wakil rakyat di MPR.
Karena ketidakpercayaan masyarakat, dalam hal ini mahasiswa, terhadap wakil rakyat
disertai dengan tidak berfungsinya jalur komunikasi yang ada, mahasiswa
mendemonstrasikan pendapatnya. Melalui uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gerakan
mahasiswa merupakan suatu gerakan sosial. Karena gerakan yang dilakukan para
mahasiswa jelas memiliki tujuan jangka panjang dan menggunakan cara-cara di luar
institusi yang ada.
Karakteristik dasar dalam setiap gerakan sosial juga tercermin dalam gerakan yang
dilakukan oleh mahasiswa. Karakteristik pertama keanggotaannya bersifat tidak
menentu atau berubah-ubah. Gerakan mahasiswa tidak memiliki jumlah peserta yang
tetap di setiap aksi-aksinya. Mahasiswa yang ikut disetiap gerakannya biasanya berubah-
ubah. Sebagai contoh seorang mahasiswa Universitas Terbuka yang menjadi peserta
ketika menduduki gedung MPR/DPR namun tidak menjadi peserta aksi di Universitas
Trisakti, dan dia menjadi peserta kembali dalam aksi dalam peristiwa Semanggi. Hal ini
menunjukan mahasiswa yang ikut dalam gerakan sosial tidak tetap dan jumlahnya
berubah-ubah. Peserta aksi mahasiswa juga tidak dibatasi karena siapa saja yang memiliki
identitas sebagai mahasiswa dapat menjadi peserta dalam gerakan mahasiswa.
Karakteristik kedua, kepemimpinannya ditentukan oleh reaksi yang informal dari
para anggotanya. Pemimpin dalam setiap gerakan mahasiswa di pilih berdasarkan situasi
dan kebutuhan saat itu, dan pemilihannya tidak dilakukan secara formal oleh seluruh
pesera demonstrasi. Pada gerakan mahasiswa yang menduduki gedung MPR/DPR
kepemimpinan berisi gabungan dari setiap kelompok mahasiswa, misalnya pemimpin dari
Universitas Terbuka, pemimpin dari Universitas Trisakti, pemimpin dari Universitas
Indonesia dan lain-lain. Sedangkan pada gerakan mahasiswa di Semanggi pemimpinnya
berbeda dengan gerakan di peristiwa Trisakti. Kepemimpinan itu biasanya berbeda dari
setiap aksinya. dan tidak semua peserta aksi ikut menentukan pemimpinnya, bahkan bisa
jadi peserta demonstrasi bisa tidak mengenal pemimpinnya.
3
Karakteristik ketiga, tindakannya dijalankan secara terus menerus. Gerakan
mahasiswa terus dilakukan selama tujuan atau tuntutannya belum tercapai. Mahasiswa
terus melakukan demonstrasi dan memunculkan beberapa peristiwa, seperti peristiwa
trisakti, peristiwa pendudukan Gedung MPR/DPR, peristiwa semanggi dan sebagainya.
Aksi-aksi ini akan terus mereka serukan selama tujuan mereka belum tercapai, peristiwa
semanggi tanggal 13 November 1998 merupakan contoh akibat tuntutan mahasiswa
mengenai dwifungsi ABRI tidak di dengar. Kemudian terjadi kembali reaksi mahasiwa
akibat dimanfaatkannya militer oleh pemerintah dengan disahkannya UU Penanggulangan
Keadaan Bahaya, yang melahirkan peristiwa semanggi II tahun 1999.
Sumber:
Sunarto, Kamanto (1993), Pengantar Sosiologi, Jakarta, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia