Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua peradaban manusia dengan system obat terstruktur akan

memanfaatkan binatang sebagai obat. Hewan digunakan sebagai sumber

pengobatan sejak lama dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

praktek penyembuhan (costa-Neto, 2005). Pengobatan alternative dengan

pemanfaatan hewan, kini menjadi trend di kalangan masyarakat (Alves and Rosa,

2005).

Dulu hewan digunakan sebagai media penggujian obat-obatan, sekarang

menjadi sumber pengobatan alternatif bagi manusia. Beberapa masyarakat masih

memanfaatkan hewan sebagai obat alternatif atau suplemen. Bahan baku obat bisa

didapatkan dari hewan maupun tumbuhan. Beberapa bukti menunjukan bahwa

manusia sangat familiar terhadap penggunaan hewan dan tumbuhan untuk

makanan, pakaian, dan juga obat-obatan (Jaroli et al.2010).

Namun, sumber obat tradisional yang banyak dikembangkan berasal dari

tumbuhan. Sebab, tumbuhan mudah dibudidayakan, ramah lingkungan, dan

hampir seluruh bagian yang terdapat pada tumbuhan (mulai dari akar, umbi,

batang, kulit, daun, biji, dan bunga) berkhasiat mengobati berbagai macam

penyakit. Ini dikarenakan belum adanya studi llebih detail tentang penggunaan

hewan sebagai sumber obat, karena penggunaan obat biasanya berorientasi pada

penggunaan tanaman sebagai obat. Disamping itu juga, kearifan masyarakat lokal

dalam pemanfaatan sumber daya alamnya memang terasa semakin lama semakin

1
terkikis oleh himpitan kebutuhan hidup, sehingga tidak sedikit masyarakat yang

membuang prinsip konservasi tradisional. Ini berarti pula bahwa suatu catatan

etnozoologi yang spesifik pada setiap daerah akan hilang bersama dengan

hilangnya sumber daya alam (Semiadi, 2007).

Masyarakat pedesaan umumnya memilih mengunakan obat tradisional

dibandingkan obat modern, beberapa faktor yang mendasari penggunaan obat

tradisional yaitu: 1) pada umumnya, harga obat-obatan pabrik yang sangat mahal,

sehingga masyarakat mencari alternatif pengobatan yang lebih murah; 2) efek

samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat kecil dibandingkan obat

modern; 3) kandungan unsur kimia yang terkandung di dalam obat tradisional

sebenarnya menjadi dasar pengobatan kedokteran modern. Artinya, pembuatan

obat-obat pabrik menggunakan rumus kimia yang telah disintesis dari kandungan

bahan alami ramuan tradisional (Salan, 2009).

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui Studi Etnomedisin Pemanfaatan Hewan Sebagai Obat-obatan

Berdasarkan Presepsi Masyarakat Suku Jawa di Kecamatan Taluditi

Pohuwato.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Hewan apa saja yang digunakan sebagai obat-obatan pada Suku jawa

di Kecamatan Taluditi Kabupaten Pohuwato ?

2
2. Penyakit apa saja yang diobati dengan menggunakan hewan-hewan

tersebut ?
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi tentang potensi hewan sebagai obat secara

tradisional suku jawa di Kecamatan Taluditi Pohuwato, sebagai informasi

awal potensi hewan sebagai obat yang nantinya untuk obat modern serta

untuk strategi konservasi tentang sumber hewan yang ada di kecamatan

Taluditi Pohuwato.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etnomedisin

Etnomedisin adalah cabang antropologi medis yang membahas tentang

asal mula penyakit, sebab-sebab dan cara pengobatan menurut kelompok

masyarakat tertentu. Aspek etnomedisin merupakan aspek yang muncul seiring

perkembangan kebudayaan manusia. Dibidang ini sering disebut pengobatan

tradisionil, pengobatan primitif, tetapi etnomedisin terasa lebih netral (Foster dan

Anderson, 1986:62).

Penyakit juga dapat disebabkan karena terganggunanya keseimbangan

tubuh karena unsure-unsur tetap dalam tubuh seperti panas dingin dan sebagainya.

Kajian tentang ini disebut kajian natural atau nonsupranatural. Di dalam realitas,

kedua prinsif tersebut saling tumpang tindih, tetapi sangat berguna untuk

mengenai konsep-konsep dalam etnomedisin (Foster dan Anderson, 1986:63-64).

Khusus untuk pengobatan penyakit naturalistik, biasanya digunakan

bahan-bahan dari tumbuhan (etnobotani) dan hewan (etnozoologi), atau gabungan

kedua (etnomedisin). Sementara untuk pengobatan personalitik banyak digunakan

pengobatan dengan ritual atau megic.

2.2 Hewan Berkhasiat Obat

Hewan berhhasiat obat adalah Jenis hewan atau satwa yang di manfaatkan

pada bagian tertentu baik pada bagian tubuh hewan maupun dengan cara

memanfaatkan aktivitas atau produksi hewan misalnya menggunakan susu, madu,

telur, lintah, dan senggatan lebah yang dipercaya dapat menyembuhkan atau

4
mengurangi rasa sakit (Solavan at al.2004). Saat ini, upaya pengobatan sangat

prospektif ditinjau dari berbagai faktor pendukung, seperti tersedianya sumber

daya yang kaya dan beranekaragam di Indonesia.

Pemanfaatan hewan atau satwa sebagai obat didasarkan pada pengalaman

sehari-hari masyarakat, yang dilakukan secara turun temurun hingga sampai saat

ini. Hal ini dikarenakan ketersediaan jenis hewan yang berfungsi sebagai obat di

alam dan pengetahuan yang dimiliki. Ada beberapa hewan atau satwa yang tidak

digunakan lagi sebagai obat meskipun memiliki khasiat sebagai obat karena hal

ini bebrtentangan dengan norma agama.

Menurut Mahawar dan Jaroli (2006). Dari berbagai hewan atau satwa yang

berkhasiat sebagai obat tersebut bagian yang dimanfaatkan adalah bagian seluruh

tubuh, daging, kepala jeroan,darah empedu, tanduk dan sengatan. Selain itu juga

susu, skeleton juga bisa dimanfaatkan. Pemanfaatan hewan sebagai obat dapat

menjadi ancaman karena ada kemungkinan jenis-jenis tersebut akan tergantung

atau punah akibat pengambilan bahan obat oleh masyarakat secara berlebihan.

Selain itu, upaya pengmbangan konservasi satwa yang memerlukan waktu yang

lama serta persyaratan untuk berkembang biak yang tidak mudah

2.3 Pemanfaatan Hewan Sebagai Obat Tradisional

Suku jawa umumnya mempunyai adat istiadat dan budaya yang sangat

beragam. Keanekaragaman etniknya menyebabkan beberapa masyarakat masih

menggunakan obat tradisional dan memanfaatkan alam sekitarnya terutama yang

hidup dipedalaman terasing. Penggunaan obat tradisional tersebut, pada prinsifnya

bertujuan untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran, pencegah

5
penyakit, sebagai obat pengganti atau pendamping medic dan memulihkan

kesehatan (Supandiman et al., 2000)

Menurut Foster dan Anderson, 1986:3), masyarakat suku jawa sudah

mengenal obat dari jaman dahulu, khususnya obat yang berasal dari hewan.

Seiring meningkatnya pengetahuan jenis penyakit, semakin meningkat juga

pengetahuan tentang pemanfaatan hewan sebagai obat-obatan, namun demikian

seiring terjadi pemanfaatan yang dilakukan secara berlebihan sehingga

populasinya dialam semakin menurun, pemanfaatan hewan sebagai obat sudah

seumur dengan peradaban manusia. Hewan atau satwa adalah gudang bahan

kimia yang memiliki bahan kimia yang memiliki sejuta manfaat termasuk untuk

obat atau jamu yang merupakan warisan turun temurun dan mengakar kuat di

masyarakat suku jawa. Kelebihan dari pengobatan dengan menggunakan ramuan

hewan secara tradisional tersebut ialah tidak ada efek samping yang di timbilkan

seperti yang terjadi pada pengobatan modern (Ferreira et al. 2009)

Dalam pemanfaatan hewan atau satwa sebagai obat oleh masyarakat suku

jawa, bukan hanya jenis satwa yang beranekaragam melainkan bagian tubuh

satwa yang digunakan juga beranekaragam. Hewan atau satwa mempunyai bagian

tertentu yang dipercaya paling berkhasiat dalam penyembuhan suatu penyakit dan

masing-masing bagian tubuh satwa dipercaya mempunyai khasiat yang berbeda-

beda dalam pengobatan tradisionil, sehingga satu jenis satwa bisa digunakan

untuk menyembuhkan beberapa macam penyakit (Putra Y. AE,dkk, 2008)

6
2.4 Jenis Hewan Yang Dimanfaatkan Sebagai Obat

2.4.1 Mamalia

Beberapa bagian dari hewan mamalia (kambing) yang dipercaya dapat

menyembuhkan penyakit adalah kikil (daging bagian kaki). Kikil dipercaya dapat

meningkatkan kekuatan kaki, khususnya bagi orang tua yang merasa lemah.

Bagian dari daging yang dipercaya paling manjur untuk tujuan tersebut adalah

lodok (sumsum tulang belakang) yang dimakan mentah.

Untuk menjaga kesehatan, empedu kambing juga sering dimanfaatkan

sebagai bahan pengobatan dengan cara dimakan mentah dan di ambil dalam

keadaan utuh (kantong empedu tidak pecah). Dengan meminum empedu empedu

kambing dipercaya dapat meningkatkan kesehatan dan stamina badan.

Kotoran kambing juga dipercaya dapat menurunkan panas tinggi pada

penyakit anak-anak. Cara pengobatannya ialah dengan mengambil tiga butir

kotoran kambing (inthil/srinthil) lalu diberi air panas dan ditempelkan di dahi

anak yang menderita sakit panas

2.4.2 Reptile

Binatang jenis reptil dapat digunakan untuk obat dengan cara dimakan.

Pada umumnya digunakan sebagai obat penyakit kulit, yaitu ular, cecak, tokek,

dan kadal.. Cicak dapat digunakan untuk obat step. Ramuan kobra dipercaya dapat

menyembuhkan penyakit kulit dan diabetes

2.4.3 Unggas

Golongan unggas dipercaya dapat sebagai obat. Telur ayam kampung

menyehatkan badan, baik untuk semua umur. Otak dan jengger ayam dapat

7
digunakan untuk menyerap racun ular dengan cara ditempelkan ketika masih

segar. Air cucian daging ayam untuk memandikan orang terkena cacar air/

cangkrang sehingga cepat keluar dan segera sembuh. Sementara gagak dapat

untuk menyembuhakan asma dengan cara dibakar dagingnya sampai gosong lalu

dibuat seperti kopi.

2.4.4 Insekta

Jenis insekta dapat digunakan untuk obat. Kepompong ulat pisang dapat

untuk mengobati sariawan dengan cara digoreng lalu dimakan. Lebah dapat

menyebuhkan penyakit dengan cara metode sengat lebah. Metode ini memerlukan

keahlian khusus. Kutu gajah dapat menyebuhkan penyakit kuning (liver) dengan

cara dimakan hidup-hidup bersama pisang mas. Sementara undur-undur dapat

menyembuhkan penyakit gula (diabetes) dengan cara dimakan.

2.4.5 Moluska

Golongan moluska yang daat dijadikan obat oalah bekicot yang dipercaya

dapat mengobati beri-beri dengan cara memakan dagingnya. Bekicot juga dapat

menyembuhkan luka baru dengan liurnya. Air liur bekicot bila diminum dapat

menyembuhkan penyakit paru-paru kering. Cacing tanah dapat menyebuhkan

segala keluhan penyakit perut (typhus, maag, perut melilit, keracunan).

BAB III

8
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Pohuwato yang bertempat

dikecamatan Taluditi.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan adalah data sheet, kamera, buku

identifikas senteri, dan alat tulis.

3.3 Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan adalah PEA (Participatif Etnobotanical Appraisa)

yang terdiri dari wawancara semi struktur, observasi partisipatif dan FGD (Focus

Group Discussion). Selain itu juga dilakukan dokumentasi berupa foto untuk

menunjang data yang diambil. Data spesies yang diperoleh dari wawancara

(informan kunci) mengenai fungsi dan bagian tubuh obat tradisional, kemudian

dicatat nama lokal, dan ditelusuri atau dicari nama ilmiah spesies tersebut. Data

sekunder mengambil dari beberapa literatur tentang cara pengambilan (data)

etnomedisin yang pernah dilakukan oleh peneliti lain

3.4 Analisis dan Penyajian Data

Dalam melaksanakan pengumpulan data metode yang digunakan adalah

wawancara terstruktur dan bebas, observasi lapangan dan dokumentasi.

3.4.1 Penentuan Informasi

9
Cara sampling informan dilakukan dengan mencari informasi dari

masyarakat menggunakan metode Snowball sampling dan teknik penentuan

jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus membesar contoh akan

dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan obat tradisional terhadap

tingkat kesehatan masyarakat, sampel awal mula-mula 1 informan kemudian terus

berkembang menjadi 3 informan sehingga sampai ditemukannya informasi yang

menyeluruh atas permasalahan yang diteliti. Informanditentukan berdasarkan

keterangan dari tokoh masyarakat adat, kepala suku, kepala desa, kepala

kampung, dan sumber terpercaya lainya.

3.4.2 Wawancara

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan teknik terstruktur dan

bebas. Dalam wawancara tersruktur sudah ada konsep-konsep yang akan digali

dan perjanjian langngkah-langkah wawancara selanjutnya dengan informan.

Wawancara bebas merupakan wawancara tidak tersruktur dimulai sesuai situasi.

3.4.3 Observasi

Observasi lapangan dan pengambilan spesimen tumbuhan obat berdasarkan

keterangan yang diperoleh. Observasi lapangan meliputi:

1. Pengamatan di lokasi informan terkait


a) Pengelolaan hewan sebagai obat
b) Cara pengambilan hewan
c) Cara pembuatan ramuan
d) Cara penggunaan ramuan obat, khasiat hewan sebagai obat pada

bagian yang digunakan untuk penyembuhan penyakit.


3.4.4 Dokumentasi

10
System pendokumentasian wawancara menggunakan perekam suara

(audio) dan foto digital. Pendokumentasian tumbuhan obat menggunakan foto

digital. Sedangkan perekam suara (audio) digunakan pada saat narasumber

menyampaikan informasi yang berkaitan dengan tumbuhan obat tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Ferreira FS, Brito SV, Ribeiro SC, AlmeidaWO, Alves RRN. 2009.
Zootherapeutics utilized by residents of the community Poco Dantas,
Crato-CE, Brazil. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine 5:21.

11
Pattiselenno, F dan Mantanan. G, 2010,Kearisan suku jawa dalam Perburuan
Satwa sebagai penunjangpelestarian satwa. Laboratorium Produk Ternak
Fakultas Perternakan PertanianDan Perikanan, dan Fakultas Sastra.
Unifersitas Negeri Papua. Manokwari.Makara, Sosial Humaniora. Vol. 14,
N0.2, Desember 2010: 75-82. Hal. 75

Alves, RRN and Rosa, IL. 2005. Why study the use of animal products in
traditional medicines. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine 1:5

Costa-Neto, EM. 2005. Animal-based medicines: biological prospection and


the sustainable use of zootherapeuticresources. Anais da Academia
Brasileira de Ciensias 77(1): 33-43

Jaroli DP, Mahawar MM, Vyas N. 2010. Anethnozoological study in adjoining


areas of Mount Abu wildlife sanctuary, India. Journal of Ethnobiology
and Ethnomedicine 6:6

Solavan A, Paulmurugan R, Wilsanand V,Ranjithsing AJA. 2004. Traditional


therapeutic use of animals amongtribal population of Tamil Nadu.
Indian Journal of Traditional Knowledge Vol 3(2) 198-205.

Newitt ,Anna L.M., Alexander J. German and Frances J. Barr. 2009. Lumbosacral
transitional vertebrae in cats and their effects on morphology of adjacent
joints. Journal of Feline Medicine and Surgery.Volume 11. Hal 941-947.

Semiadi G. Pemanfaatan Satwa Liar Dalam Rangka Konservasi Dan Pemenuhan


Gizi Masyarakat. Zoo Indonesia Vol. 16(2): 63-74

12
13

Anda mungkin juga menyukai