Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates. Soranus dari
Ephesus (98-138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi stroke.
Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani, dan beliau mengetahui stroke sejak 2400
tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke. Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani:
apopleksi. Artinya, tertubruk oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah
satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian. 1

Stroke merupakan sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah otak, timbul
mendadak dan biasanya mengenai penderita usia 45-80 tahun. Umumnya laki-laki sedikit lebih
sering terkena dari pada perempuan. Biasanya tidak ada gejala prodromal atau gejala dini, dan
muncul mendadak.

Insiden

Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar kasus
dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur, resiko terjangkit
stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak
mengenai laki-laki daripada perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna
berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit putih. 1

Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan
dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. 2 Menurut taksiran

1
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi
atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. 1

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun
terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama,
sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 % penderita stroke
menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.1

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak
28,5 % penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total.
Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan. 1

Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun 1999-2003
menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan suku penderita stroke yang
dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang (54,5%) dan yang terendah suku
Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan status perkawinan penderita stroke yang dirawat
inap sebagian besar berstatus kawin sebanyak 217 orang (98,6%) dan yang berstatus tidak kawin
sebanyak 3 orang (1,4%).10

2
BAB II
PEMBAHASAN STROKE

DEFINISI (WHO) :
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.
Dapat juga didefinisikan sebagai disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak dan timbul secara mendadak atau cepat dengan gejala-gejala dan
tanda-tanda sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.
Secara praktis , stroke dapat dikenal dari gejala klinisnya yang bersifat :
onset mendadak, gejala berkembang cepat dan mencapai maksimal dalam waktu beberapa menit
sampai jam. Setelah mencapai gejala maksimal , bila penderita tetap hidup gejala klinis dapat
membaik sebagian atau seluruhnya.

ANATOMI & FISIOLOGI SUSUNAN SARAF PUSAT

3
Gambar 1 : Anatomi otak

Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan
pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh 3 selaput otak yang disebut meningen (duramater,
arachnoid, dan piamater) dan berada di dalam rongga tengkorak.

Otak mempunyai peranan yang berbeda antara bagian yang kanan maupun kiri. Otak
kanan berfungsi dalam hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik dan
warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Bila terjadi kerusakan otak
kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang terganggu adalah
kemampuan visual dan emosi misalnya. Otak kiri berfungsi dalam hal perbedaan, angka, urutan,
tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term

4
memory). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi
berbicara, berbahasa dan matematika.3

Hemisfer serebri

Kedua hemisfer serebri, yang membentuk bagian otak yang terbesar, dipisahkan oleh
fisura longitudinalis serebri yang dalam. Permukaan hemisfer serebri terdapat alur-alur atau parit-
parit yang dikenal sebagai fissura dan sulkus. Bagian otak yang terletak di antara alur-alur ini
dinamakan konvolusi atau gyrus. Fisura lateralis serebri (fissura Sylvii) memisahkan lobus
temporalis dari lobus frontalis.

Bagian-bagian serebri yang utama:3

1. Lobus Frontalis : sangat banyak berhubungan dengan fungsi luhur dan kognitif serta
pusat bicara motorik. Pada keadaan stroke, daerah yang sering terkena adalah pusat
bicara motorik (girus frontalis inferior) maka gejala yang didapat berupa gangguan bicara
motorik (afasi motorik/afasi broca).

2. Lobus Parietalis : merupakan pusat sensorik tubuh, pada stroke gejala yang terkena
adalah gangguan sensoris dan dapat timbul rasa nyeri (central pain).

3. Lobus Occipitalis : pusat penglihatan, bila daerah ini terkena pasien mengalami buta
sentral (central blindness).

4. Lobus Temporalis : berhubungan dengan pusat bicara sensorik (girus temporalis


superior/wernicke), gejala yang didapat adalah afasia sensorik. 3

Diensefalon

Bagian ini mencakup talamus dengan korpus genikulatum, epitalamus, subtalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan struktur penentu bagi persepsi beberapa tipe sensasi.
Hipotalamus yang terletak di sebelah ventral talamus dan membentuk lantai serta dinding inferior

5
lateral dari ventrikel III. Kerusakan pada regio hipotalamus dapat menghasilkan berbagai macam
gejala termasuk diabetes insipidus, obesitas, distrofi seksual, somnolen, kehilangan nafsu seks
dan kehilangan pengendalian temperatur.3

Batang Otak

Mesensefalon
Merupakan bagian otak yang pendek dan terletak diantara pons dan hemisfer serebri. di
sisi terletak nukleus saraf kranialis okulomotorius (N.III) dan troklearis (N.IV) yang berperan
dalam gerakan bola mata.

Pons
Terletak di sebelah ventral serebelum dan anterior medula. Pada pons ini terletak inti dari
saraf kranialis trigeminus (N.V), abdusens (N.VI), fasialis (N.VII), dan vestibularis-koklearis
(N.VIII). Lesi di daerah batang otak dapat menyebabkan gejala yang dapat dihubungkan dengan
terlibatnya lintasan motorik dan sensorik yang melewati lesi tersebut, terutama dengan terlibatnya
nuklei saraf kranialis yang berada dalam daerah lesi.

Medula Oblongata

Merupakan bagian batang otak yang berbentuk piramid di antara medula spinalis dan
pons. Pada medula oblongata terletak nukleus saraf kranialis glossofaringeus (N.IX), vagus
(N.X), assesorius (N.XI), dan hipoglossus (N.XII). 3

Serebelum
Terletak pada fossa posterior tengkorak di belakang pons dan medulla, dipisahkan dengan
serebrum yang berada dibagian superior oleh perluasan duramater yaitu tentorium serebeli.
Fungsi serebelum ini antara lain mempertahankan posisi tubuh, mengendalikan otot-otot anti
gravitasi dari tubuh, dan mengerem pada gerakan di bawah kemauan, terutama gerakan yang
memerlukan pengawasan dan penghentian serta gerakan halus dari tangan. 3

6
Sistem Peredaran Darah Otak

Pada dasarnya sistem peredaran darah arteri ke otak terdiri atas 2 sirkulasi yaitu
peredaran darah karotis pada bagian anterior dan vertebrobasilaris pada bagian posterior. Arteria
karotis ini masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis karotikus dan kemudian bercabang
menjadi arteri serebri media dan arteri serebri anterior. Arteri vertebralis merupakan cabang dari
arteri subklavia dan memasuki otak melalui foramen magnum di bagian dorsal batang otak dan
menyatu menjadi arteri basilaris dan kemudian berakhir menjadi dua arteri serebri posterior. Pada
dasar otak cabang-cabang dari keduanya membentuk anastomosis (hubungan) yang disebut
Circulus Willisi. Pada peredaran darah balik (vena), aliran darah vena akan bermuara ke dalam
sinus-sinus duramater, sinus merupakan saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur
duramater. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang mengalir ke otak ialah 50-60 ml per 100
gram otak permenit. Maka, berat otak dewasa 1200-1400 gram memerlukan aliran darah
sebanyak 700-840 ml/menit. 3

7
Sistem peredaran darah otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai
sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang
sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang
dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.12

Gambar Sel Glia pada Otak


Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah
total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari
arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri),
yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior.
Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan
sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi. 12,13

8
Gambar Pembuluh Darah Otak

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak
adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca
atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. 4

Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.
9
EPIDEMIOLOGI
Distribusi Frekuensi Stroke
Menurut Orang
Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001, terdapat 264 orang
penderita stroke iskemik pada usia 18-45 tahun, yang disebabkan oleh kelebihan lemak, merokok,
hipertensi dan riwayat stroke.16 Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat oleh Pusat
Pengembangan dan Penanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi pada tahun 2002,
terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%, usia 30-50 tahun sebesar
20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90 tahun sebesar 22,95%. 17
Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun 1999-2003
menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan suku penderita stroke yang
dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang (54,5%) dan yang terendah suku
Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan status perkawinan penderita stroke yang dirawat
inap sebagian besar berstatus kawin sebanyak 217 orang (98,6%) dan yang berstatus tidak kawin
sebanyak 3 orang (1,4%).10
Menurut Tempat
Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke
pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Angka kematian penderita
stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun. 18
Di China (2005), terdapat 1,5 juta penderita stroke dan 1 juta penderita stroke meninggal
dunia dengan CFR 66,66%.19 Di India, angka prevalensi stroke sebesar 8,6 per 100.000 populasi
pertahun.20
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena serangan stroke,
125.000 orang meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacat ringan atau berat
dengan proporsi 75% (375.000 orang).21
Menurut Waktu
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa di seluruh
dunia, dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta
penderita pada tahun 2030.19
Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2003,
menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke tahun 2000 sebanyak 641 orang, tahun 2001
sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan tahun 2003 sebanyak 522 orang. Di
RSU Banyumas, terjadi peningkatan penderita stroke yang dirawat inap pada tahun 1997-2000.

10
Pada tahun1997 terdapat penderita stroke sebanyak 255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang,
tahun 1999 sebanyak 393 orang dan tahun 2000 sebanyak 459 orang.22

KLASIFIKASI
Berdasarkan atas jenisnya, stroke dibagi menjadi :
1. Stroke Iskemik / Non Hemorogik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah.
2. Stroke Hemorogik
Diakibatkan karena pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

PATOFISIOLOGI
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena kawasan
perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah darah tidak disampaikan ke
daerah tersebut. Lesi yang terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri tersumbat dan infark
hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu Stroke dapat dibagi dalam :
Stroke iskemik / Non Hemorogik

Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :8-10

1. Stroke trombotik/ateriosklerotik fokal

Jenis stroke ini terjadi ketika gumpalan darah (trombus) terbentuk di salah
satu arteri yang memasok darah ke otak yang berangsur-angsur menyempit dan
akhirnya tersumbat. Bekuan biasanya terbentuk di kawasan yang rusak oleh
aterosklerosis yaitu penyakit di mana arteri tersumbat oleh timbunan lemak
(plak). Proses ini dapat terjadi dalam satu dari dua arteri karotis leher yang membawa
darah ke otak, serta di arteri lain dari leher atau otak. Trombosis (penyakit trombo-
oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosklerosis serebral dan
perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral. Tanda-
tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh
dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
11
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteri besar. Bagian intima arteri sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel
sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga
lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung
terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang
mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria
karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi.
Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap
tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2. Stroke embolik

Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita


trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit
jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya
embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit. Tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

3. Hipoperfusi sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena


adanya gangguan denyut jantung.

Patofisiologi stroke iskemik akut


a) Masalah vaskular, hematologi, dan jantung akibat berkurang atau berhentinya
aliran darah.
b) Masalah perubahan biokimia akibat iskemik, dapat terjadi dekrosis jaringan otak:
neuron, sel glia, dan lain-lain.
Jika terjadi oklusi atau hipoperfusi otak yang aliran darah otak normal 15-20
% dari cardiac output, jika CBF atau aliran darah otak 20 ml/menit/100gr otak maka
otak akan berada dalam keadaan iskemik, sehingga terjadi gangguan fungsi otak dan

12
pada EEG akan timbul perlambatan, namun bila CBF kembali normal, maka
gangguan fungsi akan pulih kembali.8-10
Bila CBF 8-10 ml/menit/100gr otak, sel otak dalam keadaan infark dan bila
tidak segera diatasi akan timbul defisit neurologis sehingga timbul kecacatan dan
kematian. Daerah sekeliling yang terancam disebut daerah penumbra, di mana sel
belum mati tapi fungsi berkurang dan mengakibatkan defisit neurologik. Maka dari
itu, sasaran terapi stroke iskemik akut agar daerah penumbra dapat direperfusi dan sel
otak dapat berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung faktor waktu. Disekeliling
daerah penumbra terdapat area hyperemik karena aliran darah kolateral/luxury
perfusion area.

Mekanisme kematian sel otak


1. Proses nekrosis, ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton sel, reaksi
inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik. Berhubungan dengan exitotoxic
injury dan free radical injury.
2. Proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton neuron menciut tanpa reaksi inflamasi
seluler. Kaskade iskemik, lambat, dan berhubungan proses pompa ion natrium dan
kalium.
Stroke hemoragik
Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang
13
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme
pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

FAKTOR RESIKO
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya adalah dari
pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis
merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan.
Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain :
1. Faktor Risiko Tidak Terkendali
a. Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55
tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari
semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu
tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat
menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.
Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria
terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi.
Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita
terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
c. Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat
pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat
mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin
merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke
yang lain.
d. Ras dan etnik

2. Faktor Risiko Terkendali


a. Hipertensi

14
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang
menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki
faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa
hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi
sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 14090 tergolong
dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko
stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-
faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada orang
yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90,
menyamai risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian
menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38
persen dan pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen.
b. Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama
penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung
yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat
kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran
darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan
darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan
menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation
merupakan penyebab utama kematian pada satu diantara empat kasus stroke. Faktor
lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat
bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari dinding
aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak
yang kemudian menyebabkan stroke.
c. Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai
tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun.
Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena
sekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.
d. Kadar kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol
seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam
tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah

15
berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan
stroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat dan olahraga
yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu,
dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah
diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan.
Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko
yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5
persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi
pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya,
risiko stroke menurun dengan seketika setelah berhenti merokok dan terlihat jelas
dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok
memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga
merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien perokok, kerusakan yang
diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada
sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini
menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi
stroke tahap kedua.
f. Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah
sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik. Tetapi,
konsumsi alkohol yang tidak berlebihan dapat mengurangi daya penggumpalan
platelet dalam darah, seperti halnya asnirin. Dengan demikian, konsumsi alkohol
yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh dari bahaya stroke iskemik. Pada
edisi 18 November, 2000 dari The New England Journal of Medicine, dilaporkan
bahwa Physicians Health Study memantau 22.000 pria yang selama rata-rata 12 tahun
mengkonsumsi alkohol satu kali sehari. Ternyata, hasilnya menunjukkan adanya
penurunan risiko stroke secara menyeluruh. Klaus Berger M.D. dari Brigham and
Womens Hospital di Boston beserta rekan-rekan juga menemukan bahwa manfaat ini
masih terlihat pada konsumsi seminggu satu minuman.
Walaupun demikian, disiplin menggunakan manfaat alkohol dalam konsumsi
cukup sulit dikendalikan dan efek samping alkohol justru lebih berbahaya. Lagipula,
penelitian lain menyimpulkan bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat
mempengaruhi jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan

16
penggumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar risiko
stroke iskemik.
g. Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya
dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko yang lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan
gangguan denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-
masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Marijuana mengurangi tekanan
darah dan bila berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti hipertensi dan merokok,
akan menyebabkan tekanan darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini pun punya
potensi merusak pembuluh darah.
h. Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan
pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada stroke
hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau
pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau
adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berperan,
terutama pada orang dewasa usia muda.
i. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor risiko lain dan
membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan tubuh biasanya
melakukan perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan
dan sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga
meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang memicu risiko stroke embolik-
iskemik.

PERBEDAAN
STROKE HEMORAGIK STOKE ISKEMIK
- Penderita rata-rata lebih muda - Penderita rata-rata lebih tua
- Ada hipertensi - Terjadi dalam keadaan istirahat
- Terjadi dalam keadaan aktif - Ada lispidemia(LDL tinggi),
- Didahului nyeri kepala DM, disaritmia jantung
- Kesadaran menurun (tidak - Nyeri kepala
selalu) - Gangguan kesadaran jarang.
- Ada meningismus (tidak selalu

17
kecuali subarachnoid)

STROKE NON-HAEMORAGIK
KLASIFIKASI4,14
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik
(kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
1. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam. gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari
berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu.TIA lebih banyak terjadi pada
usia setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.
Kadang-kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit
jantung atau kelainan darah.
ETIOLOGI
Serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah
(ateroma) bisa lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang
menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan
menyebabkan terjadinya TIA.
RESIKO TIA MENINGKAT PADA :
- tekanan darah tinggi
- aterosklerosis
- penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung)
- diabetes
- kelebihan sel darah merah (polisitemia).
GEJALA
TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang
sampai lebih dari 1-2 jam. Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang
mengalami kekuranan darah:
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering
ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing,
penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.
Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah:

18
Hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh
Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda
Pusing
Bicara tidak jelas
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
Tidak mampu mengenali bagian tubuh
Gerakan yang tidak biasa
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
Ketidakseimbangan dan terjatuh
Pingsan.
Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA gejala ini
bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh; penderita bisa
mengalami beberapa kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa
tahun. Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara kasar separuh dari
stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun setelah TIA.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Karena tidak terjadi
kerusakan otak, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan bantuan CT scan maupun
MRI.
Digunakan beberapa teknik untuk menilai kemungkinan adanya penyumbatan
pada salah satu atau kedua arteri karotis. Aliran darah yang tidak biasa menyebabkan
suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop. Dilakukan skening ultrasonik dan teknik
Doppler secara bersamaan untuk mengetahui ukuran sumbatan dan jumlah darah yang
bisa mengalir di sekitarnya. Angiografi serebral dilakukan untuk menentukan ukuran dan
lokasi sumbatan.
Untuk menilai arteri karotis biasanya dilakukan pemeriksaan MRI atau
angiografi, sedangkan untuk menilai arteri vertebralis dilakukan pemeriksaan ultrasonik
dan teknik Doppler. Sumbatan di dalam arteri vertebral tidak dapat diangkat karena
pembedahannya lebih sulit bila dibandingkan dengan pembedahan pada arteri karotis.
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke. Faktor resiko utama untuk
stroke adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan diabetes; karena
itu langkah pertama adalah memperbaiki faktor-faktor resiko tersebut.
Obat-obatan diberikan untuk mengurangi kecenderungan pembentukan bekuan
darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke. Salah satu obat yang paling efektif
19
adalah aspirin. Kadang diberikan dipiridamol, tetapi obat ini hanya efektif untuk sebagian
kecil penderita.Untuk yang alergi terhadap aspirin, bisa diganti dengan tiklopidin. Jika
diperlukan obat yang lebih kuat, bisa diberikan antikoagulan (misalnya heparin atau
warfarin).
Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan
pengobatan.
Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan penderita memiliki gejala yang
menyerupai stroke selama 6 bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan untuk
mencegah stroke. Sumbatan yang kecil diangkat hanya jika telah menyebabkan TIA yang
lebih lanjut atau stroke.
Pada pembedahan enarterektomi, endapan lemak (ateroma) di dalam arteri
dibuang. Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar 2%. Pada sumbatan
kecil yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan pembedahan, karena
resiko pembedahan tampaknya lebih besar.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
5. Berdasarkan Kausal:
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.
Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa
mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

20
GEJALA STROKE NON HAEMORAGIK13,14,15
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan
terletak pada sisi dominan.
Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.


Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.

3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.


Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.


Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara
(disatria)

21
Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor),
koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan
(disorientasi).
Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya
gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata
(hemianopia homonim).
Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

5. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior


Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain
tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang
lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian
diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia
adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia
adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya
kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai
dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan

22
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan
bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya
gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.

Gejala lesi di cortex:


- Hemiplegia kontralateral
- Afasia
- Ada fase syok/fase akut yaitu dimana gejala kelumpuhan UMN belum menunjukkan
gangguan kelumpuhan tipe UMN.
Gejala lesi di subcortex:
- Hemiplegia di kontralateral
- Afasia
Gejala lesi di capsula interna:
- Hemiplegia
- Tidak ada afasia
- Disertai gangguan ekstrapiramidal berupa rigiditas atau hiperefleksi- untuk
membedakan dengan lesi di cortex.
- Gejala kelumpuhan tipe UMN sudah tampak pada fase akut.
Gejala lesi di batang otak:
Hemiplegia kontralateral:
o Sindroma Weber
o Sindroma Millard Gubler
o Sindroma Wallenberg

Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive,
Speech, dan Three of signs) yang merupakan gejala awal stroke yang harus diwaspadai.
F = Face (wajah)

23
Wajah tampak mencong sebelah atau tidak simetris. Sebelah sudut mulut tertarik ke
bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak mendatar.

A = Arms Drive (gerakan lengan)


Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke atas
selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak disadari penderita,
maka lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada kelumpuhan
yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa
digerakkan sama sekali.
S = Speech (bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak dapat berkata-kata (gagu) atau dapat
bicara akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang lain sehingga komunikasi verbal tidak
nyambung.
T = Three of signs (ketiga tanda diatas)
Ada ketiga-tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.

DIAGNOSIS STROKE NON-HAEMORAGIK14


Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
1. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma
kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan
jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
b. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.
Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas.

24
2. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark,
perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid
(PSA).
3. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb,
hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen
kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

STROKE HEMORAGIK
KLASIFIKASI11,14
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.Perdarahan
ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah
aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang
tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
Paling sering karena pecahnya mikroaneurysma pada arteri penembus di
capsula interna dan ganglia basales. Faktro-faktor penyebab: usia lanjut,
arterosklerosis, hipertensi kronis, tekanan darah naik mendadak, kejadian biasanya
dalam keadaan sadar dan aktif.
Gejala umum:
Gejala timbul mendadak berkembang dalam beberapa menit-jam, hematom
membesar, menekan, menembus, merusak daerah sekitarnya. Tekanan intrakranium
meninggi sakit kepala, muntah, kesadran menurun. Darah masuk ke ruang
subarachnoidal meningismus.Darah masuk ke ventrikel decerebrasi(prognosa
buruk),timbulnya tegang/kaku.
Gejala fokal:
Tergantung tempat hematom odem kolateral, pergeseran dan tekanan pada
struktur lain (herniasi). Diagnosa tepat pungsi lumbal (dulu), sekarang dengan CT
scan. Perdarahan intracerebral dapat disebabkan infark hemoragis, trauma, tumor,
malformasi, pembuluh darah (AVM), vaskulitis, koagulopati.

25
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya
aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS
(20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
Sebab : pecahnya kongenital aneurysma, AVM, penyakit haemoragik.
Penderita lebih muda (30-50 thn).Mendadak sakit kepala sangat, muntah-muntah,
meningismus, kejang, penurunan kesadaran cepat koma kematian.
Gejala fokal jarang tergantung struktur sekitar aneurysma. Aneurysma
biasanya terdapat pada anastomose di circulus arteriosus Willisi.
Diagnosa:
- Pungsi lumbal,analisa cairan cerebrospinal (dulu).
- Ct scan darah di sulci.
- Angiografi

c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus
venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

GEJALA STROKE HEMORAGIK11,14


a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri
kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering
kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara
1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher
dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan
dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi
rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi
saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat,

26
maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan
kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG

c. Gejala Perdarahan Subdural


Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam
penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik
daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-
bulan setelah terjadinya trauma kepala.

DIAGNOSIS STROKE HEMORAGIK2,4,14


a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk
pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Computerized Tomography Scanning
(CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG),
Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan
dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital
Substraction Angiography (DSA).
c. Perdarahan Subdural
Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak
anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan
CT-Scan dan EEG. Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas,
maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya
sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien
masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:

1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)


Tanda / Gejala Skor
1. Tia sebelum serangan 1

2. Permulaan serangan
Sangat mendadak (1-2 menit)
Mendadak (beberapa menit-1 jam)
6,5
Pelan-pelan (beberapa jam)
6,5
3. Waktu serangan 1

27
Waktu kerja (aktivitas)
Waktu istirahat/duduk/tidur
Waktu bangun tidur
6,5
4. Sakit kepala waktu serangan 1
Sangat hebat 1
Hebat
Ringan
Tak ada

5. Muntah 10
Langsung habis serangan 7,5
Mendadak (beberapa menit-jam)
Pelan-pelan (1 hari atau lebih) 1
Tak ada 0

6. Kesadaran
Hilang waktu serangan (langsung)
Hilang mendadak (beberapa menit-jam) 10
7,5
1
0

10
10

2. Guy's Hospital Score (1985)

Gejala/Tanda Klinis dan Skor


1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
2. Mengantuk + 7.3
3. Tak dapat dibangunkan + 14.6
4. Babinski bilateral + 7.1
5. Permulaan serangan
Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: + 21.9
6. Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah diastolik x 0.17)
7. Penyakit katub aorta/mitral -4.3
8. Gagal jantung - 4.3
9. Kardiomiopati - 4.3
10. Fibrilasi atrial - 4.3
11. Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3

28
12. Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3
13. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7
14. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7
15. Anemnesis adanya hipertensi - 4.1

Pembacaan:
Skor : < + 25: Infark (stroke non hemoragik)
> + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)
+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1
< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%
Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark) 76-
82%.
Ketetapan keseluruhan: 76-82%.

3. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)


Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan
darah diastolik) (0.99 x atheromal) 3.71.

Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) (3 x atheroma) 12.

Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2

Muntah:
tidak = 0 ; ya = 1

Sakit kepala dalam 2 jam:


tidak = 0 ; ya = 1

Tanda-tanda ateroma:
tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
29
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostik: 90.3%.
Untuk menegakkan diagnosis stroke pencitraan CT scan (Computerised Tomography Scanning)
yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard). Mengingat bahwa alat tersebut saat ini
hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan kecurigaan stroke,
langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasus tersebut
kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala, juga dapat memberikan
kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang dialaminya. Dengan
perjalanan waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan. Untuk membedakan stroke
tersebut termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik atau keduanya, dapat ditentukan
berdasarkan pemeriksaan berikut:8
1. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena, sekiranya memang stroke sebagai penyebab, maka sesuai
dengan definisinya, di mana kelainan saraf yang timbul adalah secara mendadak. Bila sudah
ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan
stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke non hemoragik. 2
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.
Stroke haemorhagik :
- Penderita rata-rata lebih muda
- Ada hipertensi
- Terjadi dalam keadaan aktif
- Didahului nyeri kepala
- Kesadaran menurun (tidak selalu)
- Ada meningismus (tidak selalu kecuali pada perdarahan subaraknoid)

Stroke iskemik :
- Penderita rata-rata lebih tua
- Terjadi dalam keadaan istirahat
- Ada dislipidemia(LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
- Nyeri kepala

30
- Gangguan kesadaran jarang.

Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada
tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infark


ANAMNESA PERDARAHAN EMBOLI TROMBOSIS
Gejala terjadi akut akut subakut
Waktu aktif aktif bangun pagi
Peringatan (TIA) - + +
Nyeri kepala + - -
Muntah + - -
Kejang + - -
Diabetes - + +
Gangguan katup - + -

Tabel 2. Perbedaan klinis antara perdarahan dan infark


KLINIS PERDARAHAN EMBOLI TROMBOSIS
Glasgow Coma Scale rendah sedikit sedikit
Hemi plegi parese parese
Kaku kuduk + - -
Deviation conjugree + - -
Gangguan N. III, IV, VI + - -
Bradikardi + - hari ke-4
Papiledema + - -

Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis 2


Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset atau awitan Mendadak mendadak
Saat onset sedang aktif istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++
31
Kejang -
Muntah -
Penurunan kesadaran

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut: 8

Tabel 4. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tandanya:8


Tanda (Sign) Stroke Hemoragik Stroke Infark
Bradikardi (dari awal) (hari ke-4)
Edema papil sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda Kernig, Brudzinski ++ -

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain :
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada Algoritma

Penderita Stroke Akut

Ketiganya atau 2 dari ya Stroke perdarahan


ketiganya ada (+) intraserebral dengan atau tanpa

tidak Penurunan Kesadaran


Nyeri Kepala
Penurunan kesadaran (+) ya Stroke perdarahan
(samb.) Refleks Babinski
Nyeri kepala (-) intraserebral
Refleks babinski (-)

Penurunan kesadaran (-) ya Stroke perdarahan


Nyeri kepala (+) intraserebral
Refleks Babinski (-)

tidak
Penurunan kesadaran (-) ya Stroke iskemik akut
Nyeri kepala (-) atau stroke infark
Refleks Babinski (+)

tidak
Penurunan kesadaran (-) ya
32
Stroke iskemik akut
Nyeri kepala (-) atau stroke infark
Refleks Babinski (-)
b. Tabel 5. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score. 3
No. Gejala / Tanda Penilaian Indeks Skor
1. Kesadaran (1) Kompos mentis
(2) Mengantuk X 2,5 +
(3) Semi koma / koma
2. Muntah (1) Tidak X2 +
(2) Ya
3. Nyeri kepala (1) Tidak X2 +
(2) Ya
4. Tekanan darah Diastolik X 10% +
5. Ateroma
a. DM (1) Tidak X (-3) -
b. Angina pectoris (2) Ya
c. Klaudikasio intermiten
6. Konstanta -12 -12

- SSS > 1 = Stroke hemoragik


- SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu


Tabel 6. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu
Pemeriksaan Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
a. Funduskopi Perdarahan retina dan korpus Crossing phenomen
vitreum Silver wire artries
b. Pungsi lumbal
- Tekanan
Meningkat Normal
- Warna
Merah Jernih
c. Arteriografi Ada shift Oklusi
d. CT Scan *
e. MRI **

*Tabel 7. Gambaran CT Scan stroke infark dan stroke hemoragik


Jenis Stroke Interval antara onset Temuan pada CT Scan
dan pemeriksaan CT
Scan
Infark < 24 jam - Efek masa dengan pendataran girus yang ringan atau
penurunan ringan densitas substansia alba dan
substansia grisea
- Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai berat)
24-48 jam
- Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan
adanya cytotoxic edema dan mungkin

33
3-5 hari didapatkannya efek massa
- Daerah hipoden lebih homogen dengan batas yang
tegas dan didapatkan penyangatan pada pemberian
kontras
6-13 hari
- Didapatkan fogging effect (daerah infark menjadi
isoden seperti daerah sekelilingnya tetapi dengan
pemberian kontras didapatkan penyangatan).
14-21 hari - Area hipodens lebih mengecil dengan batas yang
jelas dan mungkin pelebaran ventrikel ipsilateral.

> 21 hari
Hemoragik 7-10 hari pertama - Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi oleh
area hipodens (edema)
- Menjadi hipodens dengan penyangatan
11 hari 2 bulan
disekelilingnya (peripheral ring enhancement)
merupakan deposisi hemosiderin dan pembesaran
homolateral ventrikel
- Daerah isodens (hematoma yang besar dengan defect
hipodens)
> 2 bulan

**Tabel 8. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark


Tipe stroke infark / hemoragik MRI Signal Characteristic
T 1 weighted image T 2 weighted image
Stroke infark hipointens (hitam) hiperintens (putih)
Stroke hemoragik (hari antara onset dan
pemeriksaan MRI)
1-3 (akut), deoxyhemoglobine Isointens Hipointens
3-7 intracellular methemoglobin Hiperintens Isointens
7-14 free methemoglobine
Hiperintens Hiperintens
> 21 (kronis) hemosiderin
Hiperintens Sangat hipointens

Derajat perdarahan subarakhnoid (Hunt dan Hess)

Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur

34
Derajat 1 : sakit kepala ringan

Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan kemungkinan adanya

defisit saraf kranialis

Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan

Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang samapai berat, awal deserebrasi

Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi9

PENCEGAHAN STROKE
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang dilakukan
untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
PENCEGAHAN PRIMORDIAL
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan
cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke
dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu,
promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat,
dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media
elektronik dan billboard

PENCEGAHAN PRIMER11,12
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang
mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-
obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark
miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-
buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada

35
makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta
dianjurkan berolah raga secara teratur.

PENCEGAHAN SEKUNDER25
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini
ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis.
Tindakan yang dilakukan adalah:
Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasiMtrombosit
kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap
asetosal (aspirin).
Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik
pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada
penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari
kelebihan berat badan dan kurang gerak.
PENCEGAHAN TERSIER
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang
lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional,
petugas sosial dan peran serta keluarga.
Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses
pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah
fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti
masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta
mobilitas di tempat tidur.
Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT),
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi

36
wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan
makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia,
murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan
penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu,
penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan
psikiater atau ahki psikologi klinis.
Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan
memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan
sosial

KOMPLIKASI STROKE
a) Komplikasi neurologik : Edema otak, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, infark
berdarah, stroke iskemik berulang, delirium akut, depresi
b) Komplikasi paru-paru : Obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, aspirasi, pneumonia
c) Komplikasi kardiovaskular : Aritmia, dekompensasio kordis, hipertensi, DVT,
d) Komplikasi nutrisi/GIT : Ulkus, perdarahan lambung, konstipasi, dehidrasi, gangguan
elektrolit, malnutrisi, hiperglikemia
e) Komplikasi traktus urinarius : Inkontinensia, infeksi
f) Komplikasi Ortopedi-Kulit : Dekubitus, kontraktur, nyeri sendi bahu, jatuh-fraktur

TATALAKSANA STROKE AKUT

PRINSIP MANAJEMEN STROKE AKUT

1. Diagnosis cepat dan tepat terhadap stroke

2. Mengurangi meluasnya lesi di otak


37
3. Mencegah dan mengobati komplikasi stroke akut

4. Mencegah berulangnya serangan stroke

5. Memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi neurologik

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik neurologi penting untuk membuktikan gangguan fungsi motorik,


gangguan saraf otak, dan penurunan kesadaran atau koma. Tanda dan gejala klinis sesuai definisi
stroke menurut WHO yaitu hilangnya fungsi otak sebagian atau defisit neurologi fokal misalnya:7-
12

1. Hemiparese/hemiplegi, dilakukan pemeriksaan dengan memerintah pasien mengangkat


kedua tangan dan tungkai

2. Mulut mencong (parese saraf fasialis atau nervus kranial VII)

3. Bicara pelo/disartria (gangguan nervus kranial XII)

4. Gangguan meneln/ disfagia (nervus kranial IX dan X)

5. Hemihipestesi atau kehilangan rasa peka tubuh sesisi

6. Gangguan defekasi dan miksi

7. Gangguan bicara

8. Gangguan mengontrol emosi

9. Gangguan daya ingat.

Sedangkan gangguan fungsi otak menyeluruh adalah pasien akan mengalami penurunan
kesadaran. Dinilai dengan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif GCS. Jika tanda-tanda dan gejala

38
tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana
merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Computerized tomography (CT)

Pencitraan otak memainkan peran kunci dalam menentukan stroke dan jenis stroke.
Computerisasi tomografi angiography (CTA) adalah ujian CT khusus di mana dye
disuntikkan ke pembuluh darah dan X-ray balok menciptakan gambar 3-D dari pembuluh
darah di leher dan otak. CTA digunakan untuk mencari aneurisma atau malformasi
arteriovenosa dan untuk mengevaluasi arteri untuk penyempitan. CT scan, yang dilakukan
tanpa pewarna, dapat menyediakan gambar otak dan pendarahan menunjukkan, tetapi
memberikan sedikit informasi rinci tentang pembuluh darah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dalam tipe pencitraan, medan magnet kuat dan gelombang radio menghasilkan tampilan 3-D
otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak yang rusak oleh stroke iskemik. Magnetic
resonance angiography (MRA) menggunakan medan magnet, gelombang radio dan pewarna
disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mengevaluasi arteri di leher dan otak.

USG karotis

Prosedur ini dapat menunjukkan adanya penyempitan atau penyumbatan dalam arteri
karotis. Perangkat seperti tongkat (transduser) tanpa rasa sakit mengirimkan frekuensi tinggi
gelombang suara menjadi leher. Gelombang suara melewati jaringan dan kemudian kembali,
menciptakan pada layar gambar.

Arteriografi

39
Prosedur ini memberikan pandangan, arteri di dalam otak tidak biasanya terlihat dalam
sinar-X. Tabung tipis dan fleksibel (kateter) dimasukkan melalui sayatan kecil, biasanya di
pangkal paha. Kateter dimanipulasi melalui arteri utama dan ke dalam arteri karotis atau
vertebralis. Kemudian suntikkan pewarna melalui kateter untuk menyediakan X-ray dari
arteri.

Echocardiography

Teknologi USG ini menciptakan gambar jantung, memungkinkan dokter untuk melihat
apakah bekuan (embolus) dari jantung meuju ke otak dan menyebabkan stroke. Prosedur
tambahan dengan menggunakan transesophageal echocardiography (TEE) untuk melihat
jantung dengan jelas dan memungkinkan pandangan yang lebih baik dari bekuan darah yang
mungkin tidak terlihat jelas dalam ujian ekokardiografi tradisional.

Penatalaksanaan di ruang gawat darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus
cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan neurologik dan skala stroke

Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah,
tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.

2. Terapi umum

40
Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen

Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT, bila > dua minggu
dianjurkan trakeostomi

Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 95%, diberi suplai oksigen

Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2

Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi

Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

41
Pemeriksaan neurologi umum awal:

1. Derajat kesadaran

2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

3. Keparahan hemiparesis

Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan


memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

Elevasi kepala 20-30

Hindari penekanan vena jugulare

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

Jaga normovolemia

Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB
IV

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik


serebelar
42
Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti fenitoin loading
dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Pada stroke
perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan
dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya. Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5C.

Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,
analisa urin, AGDA dan elektrolit

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

Penatalaksanaan umum di ruang rawat inap

1. Cairan

Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin, CVP pertahankan antara 5-12 mmHg

Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB

43
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekurangan

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.

Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam

Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun

Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,


malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
fraktur)

Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman

Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

44
Hiperglikemia GD > 180 mg/dL pada stroke akut harus diobati, titrasi insulin, dan
terjaga normoglikemia. Hipoglikemia berat GD < 50 mg/dL, berikan dekstrosa 40 %
iv atau infus glukosa 10-20 %

Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya

Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi

Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil

Rehabilitasi

Edukasi keluarga

Discharge planning

Tatalaksana Stroke Akut secara Khusus

Penatalaksanaan khusus stroke iskemik

1. Pengobatan hipertensi pada stroke akut

2. Pengobatan hiper/hipoglikemia

3. Trombolisis pada stroke akut

4. Antikoagulan:

Antikoagulan penting untuk mencegah serangan stroke ulang, menghentikan


perburukan defisit neurologi, memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut
(tidak direkomendasikan untuk stroke hemoragik akut)

Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat, karena resiko
komplikasi perdarahan intrakranial mengingkat

45
Heparin, LMWH, heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah
reembolisasi, diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.

KI heparin: infark besar > 50%, hipertensi tak terkontrol, dan perubahan
mikrovaskuler otak yang luas

5. Antiplatelet Clopidrogel

Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke iskemik akut

Aspirin jangan diberikan bila akan diberikan trombolitik

Tidak boleh diganti sebagai pengganti tindakan intervensi akut, yaitu rtPA intravena.

Clopidogrel sahaja atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan kecuali pada
pasien dengan indikasi spesifik seperti non-Q-wave MI, recent stenting, pengobatan
harus diberikan sampai 9 bulan pengobatan.

Pemberian antiplatlet intravena yang menghambar reseptor glikoprotein IIb/IIa tidak


dianjurkan.

6. Citicoline 2x1000 mg 3 hari iv lanjut dengan 2x1000 mg 3 minggu oral. Pemakaian obat-
obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif sehingga sampai saat ini
belum dianjurkan. Namun sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.

7. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut

Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik maupun


diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS)
> 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut,
akan diberi terapi trombolitik (rtPA), supaya tekanan darah diturunkan sehingga
TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus
dipantau sehingga TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah
pemberian rtPA. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah labtalol, nitropaste,
nitropusid, nikardipun, atau ditialzem intravena.
Apabilan TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg, disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial.

46
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral 60mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP < 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan darah pasien.
Pemakaian obat antihipertensi perenteral golongan beta blocker (labetolol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan ditialzem) intravena dipakai
dalam upaya di atas.
Hidralasin dan nitropusid sebaiknya tidak dipakai karena menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan stroke iskemik.
8. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
Hiperglikemia terjadi hampir 60 % patient stroke aku non diabetes. Hiperglikemia
yang terjadi berhubungan dengan luasnya volume infark dan gangguan kortikal dan
berhubungan dengan buruknya keluaran. Tidak banyak data penelitian yang
menyebutkan bahwa dengan menurunkan kadar gula darah secara aktif akan
memperbaiki keluaran.
Hindari gula darah lebih 180 mg/dL, disarankan dengan infuse saline dan
menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke.
Hipoglikemia (<50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip dengan
stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dekstrosa atau infus glukosa
10-20% sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL
Syarat-syarat pemberian insulin adalah stroke hemoragik dan non hemoragik dengan
IDDM atau NIDDM. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus.
Kontrol gula darah selama fase akut stroke dengan pemberian insulin subkutan
mengikut sliding scale. Sasaran gula darah 80-180 mg/dL (80-110 untuk ICU).
Standard drip insulin 100 U/100mL 0.9% NaCl via infuse (1 U/mL). Infus insulin
harus dihentikan apabila penderita makan dan menerima dosis pertama dari insulin
subkutan.
Memantau gula darah dengan memeriksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada
target gula darah selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah
tetap stabil, infuse insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tiap jam untuk
penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.

47
9. Hemodiluasi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam
terapi stroke iskemik akut.
10. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi iskemik akut.
11. Dalam keadaan tertentu vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki aliran
darah ke otak. Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus
dilakukan secara ketat.
12. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan risiko
serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovascular belum
menunjukkan hasilyang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan. 6-12

Penatalaksanaan khusus stroke hemoragik


Perdarahan Intra Serebral (ICH)

1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat perdarahan intrakranial dan penyebabnya dilakukan
dengan:

CT atau MRI (direkomendasikan pada stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial)

Angiografi CT Scan atau CT Scan dengan kontras, membantu identifikasi pasien resiko
perluasan hematom

2. Terapi medik pada perdarahan intrakranial

Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau trombositopenia berat: terapi
penggantian faktor koagulasi atau trombosit

Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan
oral, sebaikanya jangan diberikan warfarin. Terapi diganti Vitamin K, pemberian
Konsentrat Kompleks Protrombin untuk mengurangi komplikasi, FFP.

Pasien dengan gangguan koagulasi:

- Vit K 10 mg/ iv dengan peningkatan INR

- FFP 2-6 unit untuk koreksi defisiensi faktor pembekuan darah/faktor koagulasi,
memperbaiki INR atau aPTT dengan cepat.

Faktor VIIa

48
LMWH dan UFH ssubkutan dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk mencegah
tromboemboli vena setelah perdarahan berhenti.

Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat, observasi tanda-tanda hipersensitif

3. Tekanan darah

Stroke hemoragik: sebaiknya ICU

Glukosa darah

Obat kejang dan antiepilepsi

4. Penanganan di rumah sakit dan pencegahan terjadi kerusakan otak sekunder

5. Prosedur / operasi:

Penanganan dan pemantauan: TIK, GCS < 8, tanda klinis herniasi transtentorial,
perdarahan intraventrikuler luas, hidrosefalus. Drainase ventrikuler dengan stroke
iskemik dengan hidrosefalus yang disertai penurunan kesadaran

Perdarahan intraventrikuler

Evakuasi hematom

Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi

Mencegah perdarahan intrakranial berulang

Rehabilitasi dan pemulihan

49
Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhoid (PSA)

1. Diagnosis PSA

Gawat darurat neurologi

Gejala kadang tidak khas, patut curiga PSA bila nyeri kepala hebat yang paling sakit
semasa hidup dan muncul tiba-tiba

CT scan kepala, bila hasil PSA () namun klinis curiga PSA, punksi lumbal dan analisis
LCS

Angiografi cerebral untuk memastikan aneurisma pada pasien PSA. MRA, CT angiografi

2. Tatalaksana umum PSA

Berdasarkan HUNT dan HESS, PSA derajat I dan II:

- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin

- Tirah baring total, posisi kepala ditinggikan 300, O2 2-3 L/m

- Hati-hati penggunaan sedatif, dapat kesulitan menilai tingkat kesadaran

- Infus dari UGD, euvolemia, monitor cardiopulmoner dan kelainan neurogi yang
timbul

Derajat PSA III, IV, V perawatan lebih intensif:

- ABC

- ICU atau semi-ICU

- Pertimbangkan intubasi dan ETT cegah aspirasi dan airway

- Hindari sedatif berlebihan

50
3. Cegah perdarahan ulang setelah PSA

Monitor dan kontrol Tekanan Darah

Bed rest totral

Anti fibrinolitik

Ligasi karotis kurang bermanfaat

4. Tindakan operasi pada ruptur aneurisma

Clipping atau endovaskuler coilling untuk mengurangi perdarahan ulang (bedah saraf,
dokter endovaskuler)

Resiko pendarahan ulang PSA (+) walau telah di operasi

Operasi obliterasi aneurisma komplit untuk aneurisma yang incompletly clipped.

5. Cegah dan terapi vasospasme

Nimodipin

Pertahankan volume darah sirkulasi normal, hindari hipovolemia

6. Kelola tekanan darah

7. Hiponatremi

8. Kejang

9. Komplikasi hidrosefalus: ventrikulostomi/drainase eksternal ventrikel untuk obstruksi


hidrosefalus akut, dan ventrikulo peritoneal shunt untuk hidrosefalus kronik/komunikan

10. Terapi tambahan: laksansia, analgesik asetaminofen, kodein fosfat, tylanol dan kodein,
hindari asetosal, obat penenang untuk pasien sangat gelisah: haloperidol, petidin, midazolam,
propofol.

51
PROGNOSA
1. Pada CVD hemoragik ada dua keungkinan yang terjadi pada pasien yaitu: kematian atau
sembuh tanpa gejala sisa.
2. Prognosa dipengaruhi
- Usia
- Letak lesi dan luasnya
- Serangan pertama / residif.
3. Kematian dapat terjadi karena tekanan intrakranial yang meninggi secara progressive
pada CVD hemoragik, jadi bukan karena kehilangan darah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutrisno, Alfred. Stroke. You Must Know Before you Get It. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta; 2007.hal.1-13.

2. Feigin, Valery. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT.
Bhuana Ilmu Populer: Jakarta; 2006.

52
3. Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat. Dalam:
Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala). Edisi 4. EGC,
Jakarta. 2005;371438.

4. Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.

5. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi.


Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;1834.

6. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline


Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.

7. Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh K (editor). Stroke: Buku Pedoman SPM & SPO
Neurologi. PERDOSSI, Jakarta. 2006;1924.

8. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf: Neurologi


Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. 2009;267292.

9. Furie KL, Kasner SE, Adams RJ, Albers GW, Bush RL, Fagan SC, et al. Guidelines for
the prevention of stroke in patients with stroke or transient ischemic attack: a guideline
for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2011;42:227276.

10. Barnett HJM, Bogousslavsky J, Meldrum H. Ischemic Stroke: Advances in Neurology.


Vol 92. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2003.

11. Greenberg DA, Aminoff MJ. Simon RP. Stroke: Clinical Neurology Lange. Ed 6th.
McGraw Hill, USA. 2005; 285318.

12. Ropper AH, Samuels MA.Cerebrovascular Diseases: Adams and Vistors Principles of
Neurology. Ed 9th. McGraw Hill, USA. 2009;746837.

13. Papalia, Diane E., Sters, Harvey L, Ruth Duskin dan Camp, Cameron J. (2007). Adult
development and aging (3rd ed). New York: Mc Graw Hill Companies, Inc.
14. Poerwandari, E.K., (2001). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta:
Pendidikan Psikologi (PSP3) UI.
15. Rahayu, & Ardani, (2004). Observasi dan wawancara. Malang: Bayumedia Publishing.

53
16. Rice, P.L. (2006). Health psychology; Biopschosocial interactions. Amerika: John Willey
dan Sons,Inc.
17. Santrock, J,W. (2002). Life span development: International edition (8th ed). New York:
Mc Graw Hilll.
18. Sarafino, E., (1998). Health psychology; Biopsychosocial interactions. Ed 3th. John
Wiley & Sons.Inc.
19. Setiadarma, M., & Supeli, A., (2004). Hubungan antara penerimaan diri dengan
kesepian. Suatu studi pada penderita stroke berat. Ringkasan Skripsi.Universitas
Tarumanegara. Tanggal akses: 14 Mei 2008.
20. Shaffer D, Fisher, P., Dullan et all. (2002). Depresion and stroke. The National Institute
of Health. U.S. Departement of Health and Human Services, Journal of American
Academy of child and adolescent psychiatry. 02. pages 865-877.
21. Shinberg, E.F., (1990). Stroke: Petujuk penting bagi keluarga. Jakarta: Pustaka
delapratasa.
22. Sustrani, Lanny., Alam, Syamsir., & Hadibroto, Iwan., (2004). Stroke. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
23. Sutrisno, Alfred. (2007). Stroke? you must know before you get it. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
24. Taylor, S.E., (2003). Health Psychology. University of California, Los Angeles: Mc Graw
Hill.
25. Thomas, D. J., (1995). Stroke dan pencegahannya. Jakarta: Arcan.

KATA PENGANTAR

54
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-

Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul Stroke untuk memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UKRIDA di Rumah Sakit

Bhakti Yudha, Depok. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dr. Al. Rasyid Sp.S selaku

konsulen penyakit saraf yang telah membimbing dalam mengerjakan referat ini sehingga

dapat diselesaikan tepat pada waktu. Referat ini menguraikan tentang penyakit saraf yang

sering ditemukan dalam praktek sehari-hari yaitu Stroke. Dengan referat ini diharapkan

dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan orang banyak yang membacanya

terutama mengenai penyakit Stroke. Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kami harapkan saran dan kritik yang membangun untuk

perbaikan di masa yang akan datang.

Depok, 19 Maret 2012

PENYUSUN

DAFTAR ISI

55
PENDAHULUAN
..1-2
PEMBAHASAN
DEFINISI
...3
ANATOMI & FISIOLOGI
..4-8
EPIDEMIOLOGI ..
..8-9
KLASIFIKASI ..
...9
PATOFISIOLOGI
9-12
FAKTOR RESIKO ..
..12-16
STROKE NON HEMORAGIK..
16-23
STROKE HEMORAGIK
..23-29
TABEL PENILAIAN STROKE
....30-34
PENCEGAHAN STROKE ...
.34-36
KOMPLIKASI ...
.37
PEMERIKSAAN ..
.37-38
TATA LAKSANA 39-
47
PROGNOSA ..
.47

56
DAFTAR PUSTAKA ........
48-49

57

Anda mungkin juga menyukai