Oleh :
SKRIPSI
Oleh :
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Teluk Jakarta memiliki lokasi yang strategis karena memiliki nilai ekonomi
(perdagangan, perhubungan, perikanan, dan pariwisata bahari) dan juga dekat dengan ibukota
Jakarta. Hal ini membuat Teluk Jakarta mendapat tekanan lingkungan yang besar dari
pertumbuhan penduduk yang tinggi, aktifitas pembangunan di wilayah pesisir dan limbah
pencemar dari daerah Jakarta dan sekitarnya yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat mempengaruhi kualitas perairan di Teluk Jakarta. Salah satu upaya untuk mengkaji
kualitas perairan di Teluk Jakarta adalah dengan mengukur konsentrasi klorofil-a. Tujuan
dari penelitian ini adalah mempelajari distribusi dan variabilitas konsentrasi klorofil-a di
Teluk Jakarta dan faktor yang mempengaruhi variabilitas tersebut.
Lokasi penelitian adalah Teluk Jakarta yang dibagi menjadi dua bagian yaitu wilayah
pesisir yang diduga mempunyai pengaruh langsung dengan aliran sungai dan wilayah
offshore. Bahan yang digunakan adalah citra satelit komposit level 3 bulanan dari Aqua-
MODIS periode Juli 2002-Desember 2007 dan SeaWiFS periode September 1997-Desember
2007 dari situs www.oceancolor.gsfc.nasa.gov. Sebagai data penunjang digunakan data Suhu
Permukaan Laut (SPL) dari satelit NOAA AVHRR yang didapat dari situs
http://poet.jpl.nasa.gov. Data arah dan kecepatan angin harian serta curah hujan juga
digunakan dari stasiun BMG Tanjung Priok. Pendugaan konsentrasi klorofil-a dari Aqua-
MODIS menggunakan algoritma OC3M dan dari SeaWiFS menggunakan algoritma OC4v4.
Sedangkan untuk pengolahan SPL digunakan algoritma pathfinder v5. Variabilitas
konsentrasi klorofil-a diperjelas dengan melihat periodisitas data yang dominan dengan
menghitung spektrum densitas energi.
Secara umum berdasarkan analisis temporal ditemukan konsentrasi klorofil-a cenderung
tinggi yang terdapat pada Musim Barat (Des-Feb) dan cenderung rendah pada Musim
Peralihan I dan II (Apr-Mei; Sep-Okt). Hal ini terkait dengan tingginya curah hujan dan
kecepatan angin pada Musim Barat. Pada Musim Timur juga ditemukan nilai konsentrasi
klorofil-a relatif tinggi yang diduga disebabkan faktor upwelling yang diindikasikan oleh
rendahnya SPL pada musim ini. Pendugaan konsentrasi klorofil-a dari SeaWiFS cenderung
overestimate terhadap Aqua-MODIS dengan nilai rata-rata perbulan 0,035 mg/m3 (lokasi A)
dan 0.516 mg/m3 (lokasi B). Hal ini diduga disebabkan perbedaan algoritma dan sensitivitas
kedua sensor. Berdasarkan analisis spasial terlihat bahwa konsentrasi klorofil-a lokasi B
cenderung lebih tinggi terhadap lokasi A baik dari SeaWiFS maupun Aqua-MODIS yang
diduga akibat pola konsentrasi klorofil-a didaerah dekat pesisir cenderung meningkat
mengikuti pola curah hujan.
Berdasarkan spektrum densitas energi, variabilitas konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta
dipengaruhi oleh faktor musiman, tahunan dan interannual. Terjadi perbedaan sinyal
dominan pada lokasi B antara Aqua-MODIS dan SeaWiFS yang diduga akibat dari tingginya
anomali konsentrasi klorofil-a di lokasi tersebut.
Judul : STUDI VARIABILITAS KONSENTRASI
KLOROFIL-A DENGAN MENGGUNAKAN DATA
SATELIT AQUA-MODIS DAN SeaWiFS SERTA
DATA IN SITU DI TELUK JAKARTA
Nama : Perdana Karim Prihartato
NIM : C64104037
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc
NIP. 131 953 477 NIP. 320 003 368
Mengetahui,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia
yang telah diberikan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi dengan judul
STUDI VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN
MENGGUNAKAN DATA SATELIT AQUA-MODIS DAN SeaWiFS SERTA
DATA IN SITU DI TELUK JAKARTA dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut:
1. Keluarga H. Abdul Karim: Etty. S. Karim dan Eny Karim, serta Ayah (M. Irawan
D.P), Ibu (Evi Nuryanti) dan adik (Adnan S. Gumelar) yang telah memberikan
dukungan baik moral maupun materiil.
2. Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc. dan Dr.Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc. sebagai
pembimbing penelitian dan skripsi.
3. Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc. selaku pembimbing akademik dan
Dr.rer.nat.Totok Hestrianoto yang telah memberikan semangat dan nasihat yang
berharga.
4. Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Sc. selaku penguji ujian sarjana dan Dr. Ir. Henry M.
Manik, M.T selaku koordinator komisi pendidikan sarjana ITK.
5. Sugarin S.Si. dari Stasiun BMG Maritim Tanjung Priok yang telah memberikan
data klimatologi kepada penulis.
6. Distribute Active Archive Center (DAAC) NASA Goddard Space Flight Center
(GSFC) yang telah memberikan data citra satelit Aqua-MODIS dan SeaWiFS.
Physical Oceanography DAAC NASA yang telah memberikan data AVHRR.
7. Kawan-kawan dan sahabat seperjuangan ITK angkatan 41, khususnya Acta
Withamana, Ajeng F. Sagita, dan Edy Setiawan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan penelitian................................................................................. 3
Halaman
Halaman
1. Kematian massal ikan akibat harmful algae bloom pada bulan April dan
Juni 2005 ..................................................................................................... 13
2. Faktor yang mempengaruhi pantulan sinar yang diterima oleh satelit ...... 15
10. Curah hujan dan kecepatan angin di Teluk Jakarta berdasarkan data
stasiun BMG Tanjung Priok ...................................................................... 38
11. Variasi temporal suhu permukaan laut dari sensor AVHRR di Teluk
Jakarta lokasi A dan B ............................................................................... 38
Teluk Jakarta terletak di utara ibukota Jakarta dengan garis pantai memanjang
sejauh 72 km dari Tanjung Pasir di Barat sampai Tanjung Karawang di Timur. Lokasi
Teluk Jakarta yang strategis membuat wilayah ini memiliki potensi ekonomi penting,
seperti potensi perikanan tangkap dan budidaya, potensi pariwisata bahari, taman
pendidikan dan penelitian di Ancol dan Pulau Pari, serta potensi perhubungan dan
limbah. Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di daerah Jakarta dan sekitarnya
(Bogor, Tanggerang, Bekasi) telah meningkat dua kali lipat sejak 1980 sebanyak 11,9
juta jiwa menjadi 20,3 juta jiwa pada tahun 2000 (BPS, 2003 in Arifin, 2004). Hal ini
mangrove dan terumbu karang di sekitar Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu (Arifin,
2004; Helfinalis, 2004). Keberadaan lebih dari 2050 industri dan padatnya populasi
Jakarta 3-4 kali antara tahun 1970 hingga 2003. Kenaikan konsentrasi nutrien telah
Pada tahun 1986 Harmful Algae Bloom/ HAB teridentifikasi terjadi sejauh 2 km dari
pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1988 kejadian tersebut telah menyebar sejauh 5
km, dan pada tahun 1990 penyebaran HAB tercatat telah mencapai 12 km dari
pelabuhan (UNESCO, 2000). Hal ini dipertegas oleh Wouthuyzen (2007) yang
mencatat telah terjadi beberapa kali HAB hingga menyebabkan kematian massal ikan
Salah satu upaya untuk mengkaji kualitas perairan di Teluk Jakarta adalah dengan
mempelajari proses fotosintesis (Tan et al, 2005). Hal ini disebabkan klorofil-a
merupakan pigmen paling dominan dan terdapat di semua tumbuhan laut (Parsons et
al., 1977).
CZCS (Coastal Zone Color Scanner) pada tahun 1978, SeaWiFS (Sea-viewing Wide
Field-of-view Sensor) pada September 1997 dan MODIS (MODerate-resolution
Imaging Spectra Radiometer) pada tahun 2002 telah banyak data konsentrasi klorofil-
a yang dihasilkan dan tersedia dalam cakupan global maupun lokal secara real time
(McClain et al., 1998; Hu et al., 2000). Penggunaan metode penginderaan jauh ocean
color dalam mendeteksi kualitas perairan terbukti dapat memantau kondisi perairan
pesisir secara real time dengan efektif dan efisien, baik dari segi waktu maupun biaya
(Shutler, 2006).
dan menunjukan konsentrasi klorofil-a yang relatif lebih tinggi pada Musim Barat
dan relatif lebih rendah pada Musim Timur (Meliani, 2006; Wouthuyzen, 2006,
jangka waktu yang pendek. Oleh karena itu, penelitian tentang variabilitas
konsentrasi klorofil-a secara sinoptik dan dalam rentang waktu yang lebih panjang di
1.2. Tujuan
2007 serta data in situ. Faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas tersebut juga
dipelajari menggunakan data pendukung seperti Suhu Permukaan Laut (SPL) dari
Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jawa dengan panjang pantai sejauh 72 km
yang diapit oleh Tanjung Pasir di barat dan Tanjung Karawang di Timur (UNESCO,
2000). Teluk Jakarta secara keseluruhan merupakan daerah dangkal dengan variasi
kedalaman sebesar 1-24 meter (Koropitan, 2000 in Damar, 2001). Terdapat 13 sungai
yang bermuara ke Teluk Jakarta diantaranya 3 sungai besar yaitu Sungai Cisadane, S.
(perikanan tangkap dan budidaya laut) yang terdapat di sekitar teluk; pariwisata
bahari seperti tempat berenang, jet ski, dan SCUBA Diving yang banyak terdapat di
sekitar Kepulauan Seribu; taman nasional dan cagar alam yang terdapat di P. Rambut,
P. Burung dan P. Bokor serta cagar budaya yang terletak di P. Onrust; aktivitas
penelitian, pendidikan dan pelatihan kelautan terpusat di P. Pari dan P. Pramuka; dan
Bekasi) yang besar dan mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi semakin
Teluk Jakarta telah meningkat dua kali lipat sejak 1980 sampai tahun 2000 yaitu
sebanyak 11,9 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 20,3 juta jiwa pada tahun 2000
(Tabel 1). Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini mendorong pembukaan lahan yang
cepat dan tidak ramah lingkungan (Arifin, 2004; Helfinalis, 2004). Menurut
Wouthuyzen (2007) lahan tanpa tutupan vegetasi di Jakarta dan sekitarnya bertambah
dari 29.018 ha pada tahun 1976 menjadi 48.461 ha pada tahun 2004 sedangkan
wilayah yang masih tertutup vegetasi lebat berkurang dari 146.243 ha pada tahun
1976 menjadi 109.076 ha pada tahun 2004. Pembukaan lahan yang terjadi di wilayah
hulu (upland) dan wilayah penunjang (hinterland) ini membawa material tanah dan
sedimen ke sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta sehingga perairan menjadi keruh
(Arifin, 2004).
Tabel 1. Populasi penduduk Jakarta dan sekitarnya (BPS, 2003 in Arifin, 2004).
Tekanan lingkungan lain berupa pencemaran dari limbah rumah tangga, limbah
industri, dan limbah pertanian telah merubah kandungan nutrien di Teluk Jakarta.
Volume limbah cair yang masuk ke perairan Teluk Jakarta diantaranya adalah limbah
fitoplankton telah menyebar menjauh ke arah offshore. Pada tahun 1986 Harmful
Algae Bloom (HAB) teridentifikasi terjadi sejauh 2 km dari pelabuhan Tanjung Priok.
Pada tahun 1988 HAB telah menyebar sejauh 5 km, dan pada tahun 1990 penyebaran
Musim di Teluk Jakarta dapat dibagi menjadi empat bagian berdasarkan pengaruh
angin Monsun, yaitu angin Musim Barat (Desember, Januari, Februari), angin transisi
Barat-Timur/Musim Peralihan I (Maret, April, Mei), angin Musim Timur (Juni, Juli,
Barat bertiup angin dari arah Barat Laut dengan kecepatan rata-rata bervariasi antara
3,5 10 m/s. Pada Musim Barat terutama pada bulan Desember sampai Maret sering
terjadi gelombang besar di teluk yang tingginya dapat mencapai 0,5-1 meter dan
kadangkala disertai angin yang terjadi secara tiba-tiba sehingga dapat mengakibatkan
Distribusi SPL di Teluk Jakarta menurut Arief (1980) in Syah (2003) terbagi
berdasarkan musim. Pada Musim Barat nilai rata-rata SPL sebesar 29,25oC.
Sedangkan pada Musim Peralihan I rata-rata SPL sebesar 30,10oC. Pada Musim
Timur dan Musim Peralihan II SPL rata-rata sebesar 29,75oC (Tabel 2). Rata-rata
SPL terendah terjadi pada musim barat disebabkan oleh tingginya curah hujan dan
Pengukuran lain terhadap SPL yang dilakukan oleh Razak dan Muchtar (2003) di
Teluk Jakarta tidak menunjukan data yang berbeda nyata yaitu sekitar 28,59 32,50oC
(rata-rata 29,42oC) pada bulan Juni 2003 dan sekitar 29,11 31,28oC (rata-rata
29,69oC) pada bulan September 2003. Daerah permukaan perairan yang menunjukan
suhu tertinggi terdapat di dekat PLTU Muara Karang dengan nilai sebaran lebih dari
32,0oC. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh Thermal pollution dari pengaruh PLTU
2.2.3. Salinitas
Salinitas tahunan di Teluk Jakarta memiliki nilai maksimal (32,5) yang dijumpai
pada bulan November dan Mei sedangkan nilai minimal (25,0) dijumpai pada akhir
Musim Barat yaitu pada bulan Januari (Tabel 2). Nilai salinitas ini tidak berbeda jauh
dari penelitian yang dilakukan oleh Damar (2001) pada bulan April dan Juli tahun
2000 dengan kisaran salinitas 26,9-33,4 dimana nilai terendah ditemukan di muara
Hasil berbeda ditunjukan oleh Razak dan Muchtar (2003) yang melakukan
penelitian pada bulan Juni 2003 dimana nilai salinitas permukaan perairan berkisar
20,332,0 dengan rerata 31,1. Pada bagian tengah teluk pengaruh sungai berkurang
terendah di dapatkan di Tanjung Priok dan Cilincing sesuai dengan arah arus yang
Pengukuran arus laut dengan menggunakan Current meter CM2X dari tanggal
17-22 Juni 2003 menunjukan arus laut di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh angin Timur
dengan kecepatan arus sebesar 0,3-53 cm/s (Razak dan Muchtar, 2003). Pada bagian
barat teluk arah arus menuju ke Barat dan kemudian dibelokkan ke Utara.
Pengukuran pada tanggal 4-8 September 2003 menunjukan bahwa arus di Teluk
Jakarta dipengaruhi angin Timur Laut dengan kecepatan 4-43 cm/s dengan arah arus
bergerak dari dekat muara S.Kamal, S.Cengkareng ke Timur Laut menuju S.Angke
dan S.Ciliwung. Menurut Helfinalis (2004) pada pengukuran arus yang dilakukan
tanggal 24-27 Mei 2004, arus bergerak menuju Barat-Barat Daya pada bulan Mei
dengan kecepatan rata-rata 25 cm/s. Secara umum untuk Musim Barat arah arus
bergerak dari Barat ke Timur Teluk Jakarta sedangkan untuk Musim Timur arah arus
dalam 24 jam terdapat satu kali pasang dan satu kali surut. Kedudukan air tertinggi
sekitar 60 cm diatas mean sea level dan kedudukan air terendah sekitar 50 cm
Teluk Jakarta antara tahun 1970 hingga 2003. Khususnya pada daerah muara sungai
hingga 5 km dari garis pantai (Arifin et al., 2003 in Wouthuyzen, 2006). Konsentrasi
nutrien di Teluk Jakarta mengalami perubahan berdasarkan musim dan asupan air
dari sungai. Sebaran konsentrasi fosfat paling tinggi terjadi pada Musim Barat dimana
daerah dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada bagian barat teluk (0,60 ug/l) dan
menurun hingga kurang dari 0,20 ug/l di dekat pelabuhan Tanjung Priok, tetapi
kemudian meningkat kembali di bagian timur Teluk Jakarta (Ilahude, 1995). Sebaran
konsentrasi nitrat dan silikat ditemukan tertinggi selama Musim Barat dengan nilai
masing masing sebesar 2,5 ug/l dan 27 ug/l yang mendapatkan pengaruh dari aliran
sungai (Ilahude,1995).
transparansi permukaan perairan berkisar antara 0-51% dengan rata-rata 21%. Pada
bulan September 2003 nilai transparansi di permukaan perairan berkisar antara 2-43%
Mei 2004 menunjukan bahwa nilai sebaran padatan tersuspensi permukaan mencapai
nilai tertinggi disebelah Utara Muara Cengkareng dan Muara Baru (0,08-0,09 gr/l)
(Helfinalis, 2004). Nilai tersebut berada diatas ambang batas Kementrian Lingkungan
Hidup/KLH (0,07 gr/l). Hal ini diduga disebabkan suplai air dari sungai-sungai yang
bermuara ke Teluk Jakarta mengandung sedimen hasil dari aktivitas pengerukan yang
2.2.8. Klorofil-a
bahwa perubahan spasial klorofil-a secara spasial lebih besar dari pada perubahan
primer yang juga dilakukan oleh Damar (2001) di Teluk Jakarta dengan metode
Steeman Nielsen menunjukan bahwa di dekat pesisir nilai produktifitas primer lebih
besar daripada kearah offshore dengan nilai rata-rata produktifitas primer yang
memiliki konsentrasi terendah dan tertinggi sebesar 0,940 mg/m3 dan 3,432 mg/m3.
Nilai kisaran rata-rata 10 harian dan bulanan di kedua lokasi terebut menunjukkan
kali lebih tinggi dari pada keseluruhan Teluk Jakarta. Hal ini disebabkan daerah
lebih banyak pasokan nutrien (fosfat dan nitrat) yang berasal dari darat dibandingkan
dengan Teluk Jakarta secara keseluruhan dimana hal ini sejalan dengan penemuan
Damar (2001).
2,5 dan 3 mg/m3 pada daerah muara sungai dan lebih dari 10 mg/m3 untuk daerah
dekat pantai untuk bulan Maret dan April. Hal ini terjadi karena pengaruh musim
transisi antara musim kemarau dan musim penghujan. Sementara itu jika konsenstrasi
klorofil-a mencapai lebih dari 3 mg/m3 di Teluk Jakarta, maka perairan akan menjadi
Musim Barat memiliki kisaran sebesar 1,00-7,13 mg/m3, sedangkan pada Musim
Kejadian harmful algae bloom (HAB) diperkirakan telah terjadi sejak lama di
Teluk Jakarta. Pada tahun 1978 telah terjadi ledakan populasi alga jenis Dynophysis
caudata. Pada tahun 1986 dan 1993 telah terjadi ledakan populasi alga jenis
Wouthuyzen, 2006).
Kematian massal ikan yang disebabkan oleh HAB telah terjadi dua kali pada
tahun 2004 (Wouthuyzen, 2006). Kejadian pertama dilaporkan pada bulan Mei 2004
yang terjadi akibat blooming jenis diatom Skeletonema costatum, Thalassiora mala,
Kematian massal ikan yang kedua tercatat terjadi pada bulan Desember 2004 yang
Kejadian HAB telah tercatat sebanyak empat kali pada tahun 2005. Kejadian
pertama terjadi pada tanggal 13 April 2005 dan menyebabkan kematian massal ikan
yang disebabkan oleh alga jenis Stenophysis (Gambar 1). Kejadian kedua terjadi
pada tanggal 15 Juni 2005 yang juga menyebabkan kematian massal ikan dan biota
dasar perairan khususnya di Pantai Marina, Pantai Festival, dan Pantai Hotel
Mercure. Kejadian yang ketiga terjadi pada tanggal 5 Agustus 2005. Kejadian ini
kematian massal ikan. Kejadian yang keempat terjadi pada tanggal 16 Oktober 2005
menyebabkan ikan dalam keadaan mabuk. Hal ini berdampak pada perairan sehingga
karang dan ikan di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu (Wouthuyzen, 2006).
Pada tahun 2007 kejadian HAB berlanjut dan terjadi dua kali yaitu pada tanggal 5
April 2007 yang terjadi disekitar pantai Muara Baru, Ancol, dan pantai Karnival.
Sedangkan kejadian kedua pada tanggal 16 November 2007 yang terjadi disekitar
Skeletonema costatum dan Chaetoceros sp. Kedua kejadian ini telah menimbulkan
Model peringatan dini dari kejadian blooming algae telah dikembangkan oleh
2. Kondisi siaga, jika nilai konsentrasi klorofil-a berkisar antara 5 mg/m3 dan
Gambar 1. Kematian massal ikan akibat harmful alge bloom pada bulan April dan
Juni 2005 (Wouthuyzen, 2006)
2.4. Estimasi klorofil-a dari satelit
Fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air serta
zat anorganik menjadi zat organik bergantung kepada cahaya matahari dan pigmen
fotosintesis. Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat pada fitoplankton untuk
pertumbuhan fitoplankton adalah cahaya biru. Absorbsi cahaya biru oleh fitoplankton
lebih efektif dibandingkan cahaya hijau, oleh karena itu rata-rata kecepatan proses
fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton lebih tinggi pada spektrum cahaya tersebut
fitoplankton (Parsons et al., 1977). Oleh karena itu, konsentrasi klorofil-a dapat
suatu perairan. Klorofil-a memiliki karakteristik spektral yang spesifik karena dapat
mengabsorbsi sinar biru (400-515 nm) secara kuat dan merefleksikan sinar hijau
(515-600 nm) sehingga mempengaruhi warna air laut (Kirk, 1994). Pengamatan
warna perairan.
Namun seringkali pantulan yang didapat tidak hanya murni berasal dari klorofil-a
tetapi juga dipengaruhi oleh komponen lain (Gambar 2). Berdasarkan sifat optiknya
Gordon dan Morel (1983) in IOCCG (2000) membagi kasus air menjadi dua yaitu,
kasus air satu merupakan kondisi dimana fitoplankton mendominasi sifat optik
perairan. Sedangkan pada kasus air dua sifat optik perairan selain dipengaruhi oleh
Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi pantulan sinar yang diterima oleh satelit
(IOCCG, 2000). a. Hamburan keatas akibat inorganic suspended material,
b. Hamburan keatas akibat pantulan molekul air, c. Penyerapan dari yellow
substance, d. Pantulan dasar perairan, e. Pantulan keatas akibat
fitoplankton
(0,4 - 14,4 m). Sebagian besar kanal MODIS memiliki resolusi spasial sebesar 1 km
(29 kanal), tetapi terdapat juga kanal yang memiliki resolusi spasial sebesar 250 m (2
kanal) dan 500 m (5 kanal), dimana 2 kanal pada 500 m dan 1 kanal pada 250 m
memiliki rentang spektral pada daerah tengah sinar tampak (Tabel 3 dan Tabel 4).
Sensor MODIS pertama kali diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999 yang
dibawa oleh satelit Terra dengan spesifikasi teknis untuk mengamati daratan. Pada
tanggal 4 Mei 2002 diluncurkan satelit MODIS yang dibawa oleh satelit Aqua dengan
akan melewati tempat-tempat pada lintang dan waktu lokal yang sama. Satelit ini
melintasi equator pada siang hari mendekati pukul 13.30 waktu lokal dan
mengelilingi bumi setiap satu sampai dua hari dengan arah lintasan dari kutub selatan
menuju kutub utara (ascending node) pada ketinggian 705 km (Maccherone, 2005).
Satelit SeaWiFS pertama kali dioperasikan pada tanggal 18 September 1997 dan
sejak itu telah memproduksi perkiraan karakteristik bio-optikal dan klorofil-a perairan
Aeronautics and Space Administration Goddard Space Flight Center) dengan OCS
didominasi penyerapan pigmen). Supaya data hasil observasi satelit lebih akurat maka
dengan kalibrasi dataset pada 765 nm dan 865 nm. Kalibrasi terhadap matahari
dilakukan secara harian dengan tujuan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi di
terhadap bulan dilakukan secara bulanan dengan cara merotasi satelit dan melakukan
Spesifikasi SeaWiFS
Kanal Panjang gelombang ()
1 402-422 nm
2 433-453 nm
3 480-500 nm
4 500-520 nm
5 545-565 nm
6 660-680 nm
7 745-785 nm
8 845-885 nm
Sensor
Tipe orbit Sun synchronous di 705 km
Periode orbital 99 menit
Resolusi temporal 1 hari
Lebar sapuan 2,801 km LAC/HRPT (58.3o)
Lebar sapuan 1.502 km GAC (45o)
Resolusi spasial 1,1 km LAC, 4.5 km GAC
Transfer data real time 665 kbps
2.4.3. Perbandingan sensor Aqua-MODIS dan SeaWiFS
dan SeaWiFS berdasarkan nilai radiansi, ketersediaan band, koreksi out of band, dan
berdasarkan data satelit ditentukan melalui ekstraksi konsentrasi klorofil-a dari lokasi
A dan B yang dipilih berdasarkan pertimbangan dapat mewakili daerah Teluk Jakarta.
Ukuran piksel lokasi A dan B adalah 2 x 2 piksel dengan resolusi 9 x 9 km2 sehingga
luasan tiap area masing-masing adalah 324 km2. Pemilihan kedua lokasi ekstraksi
langsung dari aliran sungai (lokasi A) dan pengaruh langsung dari aliran sungai
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis, Departemen Ilmu dan Teknologi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data citra satelit komposit
2007 dan SeaWiFS periode bulan September 1997 Desember 2007 yang diambil
Sebagai data penunjang digunakan data Suhu Permukaan Laut (SPL) dari sensor
AVHRR melalui situs http://poet.jpl.nasa.gov, data arah dan kecepatan angin harian
serta data curah hujan harian dari stasiun maritim BMG Tanjung Priok.
(SeaWiFS DAta Set) yang berjalan dibawah sistem operasi linux versi Ubuntu 7.0.
Hal ini dengan alasan perangkat lunak ini menggunakan algoritma khusus untuk
Penghitungan data arah dan kecepatan angin menggunakan program WRPLOT dari
STATISTIA 6.0.
Proses pengolahan terdiri dari beberapa bagian seperti pengambilan data insitu
kualitas perairan, pengumpulan data klimatologi (curah hujan, arah dan kecepatan
angin) dari stasiun BMG Tanjung Priok, dan pengolahan data satelit (SeaWiFS,
Distribusi
temporal
Analisis Time
series (PSD)
Pembahasan
Selesai
Pengukuran parameter fisika kualitas perairan in situ yang dilakukan oleh P2O-
LIPI meliputi suhu permukaan laut (SPL) dan salinitas yang diukur dengan digital
biologi kualitas perairan dilakukan di laboratorium P2O-LIPI. Sampel dari air laut
sebanyak 1000 ml ditempatkan dalam botol plastik kemudian disimpan dalam kotak
tertutup rapat yang diberi es. Setelah itu sebanyak 200 ml dari air sampel diambil dan
diukur konsentrasi klorofil-a dan faeofitin-a yang dinyatakan dalam g/l dengan cara
menyaring sampel tersebut melalui filter fiber glass (GF/C). Klorofil-a yang tesaring
selama 20-24 jam. Setelah itu sampel disentrifugasi dengan kecepatan 2000-2500
Wouthuyzen (2006)
lunak SeaDAS 5.2 yang menyediakan fasilitas untuk memproses data citra Aqua-
MODIS dan SeaWiFS level 3 dengan sekaligus melakukan koreksi geografis, koreksi
1. Sebagian besar data berasal dari case one water dan perairan non polar.
besar bernilai kurang dari 0,05 mg/m3 dan dari daerah perairan eutropik
menggunakan nilai tertinggi dari rasio kanal 443 nm, 490 nm dan 510 nm terhadap
R = Rasio reflektansi
sama tetapi menggunakan rasio perbandingan kanal yang berbeda. Algoritma ini
menggunakan nilai tertinggi dari rasio kanal 443 nm dan 488 nm terhadap 551 nm
R = Rasio reflektansi
dengan tujuan menyediakan data SPL time series GAC (Global Area Coverage)
dengan resolusi spasial 4 x 4 km2 (Kilpatrick et al., 1998). Satelit yang digunakan
Linier (NLSST) yang dibuat berdasarkan perbedaan nilai suhu kecerahan pada kanal
air yaitu, T4-T5 0,7oC dan T4-T5 > 0,7oC (Kilpatrick et al., 2001; Evans dan
Podest, 1998).
Keterangan : a, b, c, dan d = koefisien determinasi regresi linier pada data base SPL
in situ hasil mooring dan buoy dengan resolusi spasial antar pengukuran
0,1o dan resolusi temporal tidak lebih dari 30 menit. SPLguess merupakan
Pengolahan SPL Teluk Jakarta dari AVHRR menggunakan menu siang hari (day
time) pada situs http://poet.jpl.nasa.gov. Hal ini dilakukan agar mendapatkan SPL
yang sama waktunya dengan nilai konsentrasi klorofil-a dari sensor SeaWiFS dan
Aqua-MODIS. Nilai overall quality level yang digunakan saat memproses SPL Teluk
Jakarta adalah 4 (0-7) sehingga didapatkan banyak piksel kategori baik dengan skala
diperjelas dengan melihat periodisitas data yang dominan. Hal tersebut didapat
klorofil-a diubah domainnya dari berbasis waktu menjadi berbasis frekuensi dengan
metode Fast Fourier Transform (FFT) (Bendat dan Pierson, 1986 in Rauf, 2007)
dengan persamaan :
N 1
X(fk) = t X n exp(( i * 2 * k * n ) / N ) (6)
n=0
menggunakan rumus :
N 2
Sxx(fk) = (1 / ( N * t )) [X ( fk )] .(7)
i =1
dimana : N = jumlah data
i = -1 (bilangan imajiner)
untuk lokasi A periode September 1997-Desember 2007 memiliki nilai terendah 0,17
mg/m3 (Des 2001) dan tertinggi 1,22 mg/m3 (Feb 2006) dengan nilai rata-rata adalah
0,46 mg/m3 dan simpangan baku 0,18 (Gambar 5, Tabel 7). Hasil analisis konsentrasi
klorofil-a dari Aqua-MODIS pada lokasi yang sama periode Juli 2002-Desember
2007 menunjukan fluktuasi konsentrasi klorofil-a terendah sebesar 0,18 mg/m3 (Nov
2004) dan tertinggi sebesar 0,93 mg/m3 (Jan 2004) dengan nilai rata-rata sebesar 0,42
mg/m3 dan simpangan baku 0,17 (Gambar 5, Tabel 8). Terdapat beberapa kekosongan
data terutama pada Musim Barat yang disebabkan derajat penutupan awan yang
tinggi di Teluk Jakarta pada musim tersebut. Menurut Suprapto dan Kustiyo (1999) in
Gaol (2003) derajat tutupan awan rata-rata dalam satu tahun di sekitar pulau Jawa
SeaWiFS untuk periode yang sama dengan lokasi A memiliki nilai terendah 1,10
mg/m3 (Okt 2004) dan tertinggi 16,20 mg/m3 (Jul 2005) dengan rata-rata konsentrasi
klorofil-a sebesar 5,28 mg/m3 dan simpangan baku 3,25 (Gambar 6, Tabel 9).
Estimasi konsentrasi klorofil-a dari satelit Aqua-MODIS pada daerah dengan kurun
waktu yang sama dengan lokasi A menunjukan fluktuasi nilai konsentrasi klorofil-a
terendah dengan nilai 0,58 mg/m3 (Des 2003) dan tertinggi 13,95 mg/m3 (Apr 2004)
dengan rata-rata konsentrasi klorofil-a sebesar 4,77 mg/m3 dan simpangan baku 2,98
terdapat kecocokan kejadian dimana nilai konsentrasi klorofil-a dari satelit SeaWiFS
pada bulan Mei 2004 (9,94 mg/m3) tinggi bercocokan dengan kejadian meledaknya
populasi mikroalga berbahaya Harmful Algae Bloom (HAB) pada bulan Mei 2004
dan bulan Juli 2005 (16,20 mg/m3) dengan kejadian HAB pada bulan Agustus 2005.
Data dari Aqua-MODIS bulan April 2004 (13,95 mg/m3) dan Desember 2004 (13,94
mg/m3) berkecocokan dengan kondisi HAB pada bulan yang sama dan menyebabkan
Kekosongan data lebih banyak terjadi pada lokasi B dibandingkan lokasi A yang
kemungkinan terjadi akibat derajat penutupan awan yang tinggi pada Musim Barat
dan Musim Peralihan II. Selain itu proses tumpang tindih darat (landmasking) pada
SeaDAS 5.2 diduga turut menambah kekosongan data pada lokasi B yang lebih
Secara umum pada kedua lokasi (A dan B) di Teluk Jakarta ditemukan dua pola
yang tinggi pada Musim Barat dan Musim Timur, sedangkan nilai-nilai relatif rendah
Tabel 10. Konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua-MODIS di Teluk Jakarta lokasi B
duga yang lebih tinggi (over estimate) daripada satelit Aqua-MODIS dengan
(lokasi A) dan 0,516 mg/m3 (lokasi B) perbulannya. Hal ini mungkin terjadi karena
adanya perbedaan algoritma dan sensitivitas sensor kedua satelit tersebut dalam
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi A baik yang diduga menggunakan
dari SeaWiFS adalah 1,10-16,20 mg/m3 dan dari Aqua-MODIS adalah 0,58-13,95
mg/m3. Sedangkan kisaran konsentrasi klorofil-a daerah A dari SeaWiFS adalah 0,17-
1,22 mg/m3 dan dari Aqua-MODIS adalah 0,18-0,93 mg/m3. Peningkatan konsentrasi
klorofil-a khususnya di lokasi B (daerah dekat pantai) secara umum mengikuti pola
peningkatan jumlah curah hujan atau jumlah debit sungai yang bermuara ke Teluk
Jakarta.
Nilai konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi pada Musim Barat dan Musim
Timur pada wilayah Teluk Jakarta berdasarkan data satelit SeaWiFS dan Aqua
MODIS serta nilai konsentrasi klorofil-a yang relatif rendah pada Musim Peralihan
sesuai dengan pola hasil pengukuran konsentrasi klorofil-a in situ yang dilakukan
oleh Wouthuyzen (2006) (Gambar 7). Secara khusus tingginya konsentrasi klorofil-a
pada Musim Timur diduga disebabkan oleh pengadukan nutrien dari perairan yang
lebih dalam ke permukaan (upwelling). Kejadian ini diindikasikan dengan rendahnya
SPL dan tingginya salinitas pada tanggal 21 Juni 2004 (Gambar 8 dan 9).
Gambar 7. Rata-rata dan simpangan baku dari konsentrasi klorofil-a berdasarkan data
insitu P2O-LIPI (Wouthuyzen, 2006)
Gambar 8. Rata-rata dan simpangan baku dari suhu permukaan laut berdasarkan data
insitu P2O-LIPI (Wouthuyzen, 2006)
Gambar 9. Rata-rata dan simpangan baku dari salinitas berdasarkan data insitu P2O-
LIPI (Wouthuyzen, 2006)
Berdasarkan hasil analisis data curah hujan yang diperoleh dari stasiun BMG
Tanjung Priok, secara umum curah hujan tertinggi terjadi pada Musim Barat dan
terendah pada Musim Timur setiap tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
Januari 2002 sebesar 813,50 mm sedangkan curah hujan terendah biasanya terjadi
pada bulan Juni-Agustus (0 mm). Rata-rata curah hujan perbulan adalah 138,44 mm
dengan simpangan baku 154,4 (Gambar 10). Pola curah hujan yang tinggi pada
Musim Barat secara umum diikuti dengan pola konsentrasi klorofil-a yang relatif
tinggi pada Musim ini di Teluk Jakarta sehingga diduga curah hujan berpengaruh
secara langsung terhadap sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta. Curah hujan
yang tinggi akan meningkatkan kandungan nutrien dari deposisi atmosfer maupun
Kecepatan angin pada Musim Barat secara umum relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan musim lainnya (Gambar 10). Hal ini dapat membantu
terjadinya percampuran nutrien dari perairan bawah ke permukaan (vertical mixing)
Sedangkan pada Musim Peralihan I dan II kecepatan angin relatif rendah. Pada
Musim Peralihan I kecepatan angin memiliki rentang (0,38-3,68 m/s) dengan rata-rata
sebesar 2,12 m/s. Pada Musim Peralihan II kecepatan angin memiliki kisaran (0,64-
5,62 m/s) dengan rata-rata 2,13 m/s. Relatif rendahnya kecepatan angin pada Musim
Peralihan ini diduga tidak cukup membantu untuk terjadinya proses vertical mixing
Pada Musim Timur kecepatan angin juga relatif rendah berkisar (0,78-2,86 m/s)
dengan rata-rata sebesar 2,02 m/s tetapi arah dominan cenderung konstan yang
berasal dari Timur (Gambar 11). Namun demikian, berdasarkan hasil analisis data
SPL dari satelit NOAA AVHRR ditemukan bahwa secara umum suhu permukaan
laut rata-rata pada bulan Juli relatif lebih rendah dari bulan-bulan sebelum dan
Secara umum pola SPL juga cenderung rendah pada Musim Barat. Hal ini diduga
terkait dengan relatif tingginya curah hujan dan kecepatan angin pada Musim Barat di
Teluk Jakarta (Gambar 12). Hasil ini sesuai dengan temuan Ilahude (1995) yang
menyatakan relatif rendahnya SPL di Teluk Jakarta pada Musim Barat disebabkan
oleh tingginya curah hujan dan tingginya kecepatan angin pada musim ini.
Gambar 10. Curah hujan dan kecepatan angin di Teluk Jakarta berdasarkan data stasiun BMG Tanjung Priok
Gambar 11. Variasi temporal suhu permukaan laut dari sensor AVHRR di Teluk Jakarta wilayah A dan B
(a) Desember (b) Januari (c) Februari
Gambar 12. Mawar angin di Teluk Jakarta periode 1997-2007, Musim Barat
(a,b,c), Musim Peralihan 1 (d,e,f), Musim Timur (g,h,i), Musim Peralihan 2 (j,k,l)
4.3. Spektrum densitas energi konsentrasi klorofil-a
kadang tidak jelas sehingga sulit untuk mengetahui periode fluktuasi dari data.
Oleh karena itu perlu dihitung spektrum densitas energi guna mendapatkan
periode fluktuasi dari data tersebut. Spektrum densitas energi klorofil-a di Teluk
menunjukan nilai spektrum yang paling berpengaruh adalah 5,91 bulan. Sinyal
itu juga terdapat sinyal tahunan (15,50 bulan) dan sinyal interannual (41,34
bulan) yang mungkin disebabkan oleh faktor el nino atau la nina (Gambar 13.a).
Spektrum densitas energi klorofil-a dari satelit Aqua-MODIS dilokasi yang sama
dominan pada periode 6,0 bulan yang termasuk sinyal musiman. Selain itu juga
terdapat sinyal tahunan yang ditunjukan oleh periode 13,20 bulan (Gambar 13.b).
Jakarta lokasi B dengan rentang waktu yang sama dengan lokasi A ditemukan
terdapat sinyal dominan pada periode 12,20 bulan yang merupakan sinyal
tahunan. Selain itu juga terdapat beberapa sinyal musiman lain yang tidak terlalu
dominan (4,51 bulan dan 7,18 bulan) dan juga terdapat sinyal interannual (20,33
bulan dan 40,67 bulan)yang mungkin disebabkan oleh faktor yang sama dengan
5,91
0.4 0.4 0.4 0.4
6,00
0.3 0.3
Spectral Density
0.3 0.3
Spectral Density
4,04 41,34
0.2 15,50 0.2 0.2 0.2
13,20
(a) (b)
pada pada periode 2,13 bulan yang menunjukan sinyal musiman. Selain periode
tersebut sinyal musiman juga ditunjukan oleh periode 3,56 bulan , 4,92 bulan dan
perbedaan rentang waktu antara data SeaWiFS dengan Aqua-MODIS yang terpaut
60 7,18 20,33 60 60
2,13 60
4,51
50 50 50 50
3,56
Spectral Density
Spectral Density
40 40 40 40
4,92
30 30 30 30
7,11
20 20 20 20
10 10 10 10
0 0 0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Period (bulan) Period (bulan)
(a) (b)
5.1. Kesimpulan
terjadi pada Musim Barat (Des-Feb) dan minimum terjadi pada Musim Peralihan I
dan II (Apr-Mei; Sep-Okt). Hal ini diduga terkait dengan curah hujan dan
kecepatan angin yang maksimum terjadi pada Musim Barat. Pada Musim Timur
juga ditemukan nilai konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi dan diduga
perbulan sebesar 0,035 mg/m3 (lokasi A) dan 0.516 mg/m3 (lokasi B). Hal ini
B jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi A baik yang diduga
klorofil-a didaerah pesisir cenderung mengikuti pola curah hujan sehingga diduga
Teluk Jakarta dipengaruhi oleh faktor musiman, tahunan dan interannual. Terjadi
perbedaan sinyal dominan pada lokasi B dari satelit Aqua-MODIS dan SeaWiFS
klorofil-a yang relatif tinggi pada Musim Timur dengan faktor oseanografi fisika
Gaol, J.L. 2003. Kajian Karakter Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur
Dengan Menggunakan Multi Sensor Citra Satelit and Hubungannya
Dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Disertasi.
Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Helfinalis. 2004. Laporan Akhir Penelitian Sumber Daya Laut Perairan Teluk
Jakarta and Kepulauan Seribu. Biandg Dinamika Laut. Proyek Penelitian
IPTEK Kelautan P2O-LIPI. Jakarta.
Hu, C., K.L. Carder, and F.E. Muller-Karger. 2000. How Precise are SeaWiFS
Ocean Color Estimates? Implications of Digitazion Noise Errors. Remote
Sensing of Environment, 76: 239-249
Ilahude,A. G. 1995. Sebaran Suhu, Salinitas, Sigma-T and Zat Hara di Perairan
Teluk Jakarta. Atlas Oseanografi Teluk Jakarta, editor: Suyarso. P2O-
LIPI. Jakarta, 29-100.
IOCCG. 2000. Remote Sensing of Ocean Color in Coastal, and Other Optically-
Complex Waters. Sathyendranath, S.(ed), Reports of the International
Ocean Colour Coordinating Group, No.3. IOCCG, Darthmouth, Canada.
140 pp
Kilpatrick, K. A., G. P. Podest, and R.E. Evans. 1998. Sea Surface Temperature
Global Area Coverage (GAC) Processing Version 4.0.
http://www.rsmas.miami.edu.groups/rrsl/pathfinder/Algorithm 23
Desember 2008: 3.10 pm)
Kilpatrick, K.A, G. P. Podest, and R.E. Evans. 2001. Overview of the
NOAA/NASA Advanced Very high resolution radiometer Pathfinder
algorithm for sea surface temperature and associated matchup database.
Journal of Geophysical Research, 106: 9179-9197.
Kirk, J.T.O. 1994. Light and photosynthesis in aquatic ecosystem. 2nd ed.
Cambridge University Press. Cambridge, 509 pp.
McClain, C.R., M.L. Cleave, G.C. Feldman, W.W. Gregg, S.B. Hooker, and N.
Kuring. 1998. Science Quality SeaWiFS Data for Global Biosphere
Research. NASA/Goddard Space Flight Center. Sea Technology.
Rauf, M.I.A. 2007. Variabilitas Massa Air pada Lapisan Termoklin Perairan Selat
Lombok and Ombai Periode Januari 2004-Juni 2005. Skripsi. Program
Studi Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Razak, M. dan M. Muchtar. 2003. Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Jakarta and
Sekitarnya. Laporan akhir penelitian. P2O-LIPI. Jakarta
Shutler, J.D., P.E. Land, T.J. Smith, and S.B. Groom. 2006. Extending the Modis
1 km Ocean Color atmospheric correction to the 500 m bands and 500 m
chlorophyll-a estimation towards coastal and estuarine monitoring. Remote
Sensing of Environment, 107:521-532.
Tan, K.C., J. Ishizaka, S. Matsumura, F.Mo. Yusoff, and M.I.H. Mohamed. 2005.
Seasonal Variability of SeaWiFS Chlorophyll-a in the Malacca Straits in
Relation to Asian Monsoon. Continental Shelf Research, 26:168-178
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2004. Selama kuliah di Institut Pertanian
Bogor, penulis pernah menjadi asisten Ekologi Laut Tropis (2007). Penulis juga aktif
sebagai pengurus dan mentor selam ilmiah di FDC (Fisheries Diving Club) 2005-2008.
INRR (Kepulauan Kangean, Jawa Timur,21 Juli-20 Agus 2006), Ekspedisi Terumbu
Sulawesi Tenggara, 21 Nov-17 Des 2007). Sebelum menyelesaikan studi, penulis pernah
bekerja di WCS (Wildlife Conservation Society) sebagai Remote Sensing and GIS officer
(1 Februari-4 April 2008), dan mengikuti berbagai pelatihan seperti, English for
September 2008), dan KAUST (King Abdullah University of Science and Technology)
Scholars Events di Singapura (25-27 Maret 2008) dan Jeddah, Saudi Arabia (4 11
Januari 2009).
Data Satelit AQUA-MODIS dan SeaWiFS serta Data in situ di Teluk Jakarta.