Bapak H. Nainawa, seorang tokoh dan pemuka adat yang kini berusia 88 tahun menuturkan bahwa nama
Bajawa sebenarnya berasal dari Bhajawa yaitu nama satu dari antara tujuh kampung di sisi barat Kota
Bajawa. Tujuh kampung yang disebut Nua Limazua tersebut adalah Bhajawa, Bongiso, Bokua, Boseka,
Pigasina, Boripo dan Wakomenge. Nua Limazua tersebut merupakan suatu persekutuan ulu eko yang
dikenal dengan Ulu Atagae, Eko Tiwunitu .
Nua Bhajawa adalah kampung terbesar dari antara tujuh kampung tersebut dan merupakan tempat tinggal
Djawatay sebagai Zelfbertuurder atau raja pertama dan Peamole sebagai raja yang kedua. Mungkin
karena itulah nama Bhajawa lebih dikenal dari yang lainnya dan digunakan oleh Belanda sebagai nama
pusat pemerintahan Onder Afdelling Ngada. Bhajawa kemudian berubah menjadi Bajawa karena
penyesuaian pengucapan terutama bagi orang Belanda ketika itu yang tidak bisa berbahasa daerah
dengan benar.
Dari aspek etimologi, kata Bhajawa terdiri dari bha yang berarti piring dan jawa yang berarti
perdamaian. Jawa bisa berarti tanah Jawa. Sehingga Bhajawa bisa berarti piring perdamaian, bisa juga
berarti piring dari Jawa, sama seperti Pigasina yang berarti pinggan dari Cina.
Dataran di sebelah timur dari tujuh kampung tersebut, yang kemudian menjadi pusat kota Bajawa, pada
mulanya masih merupakan kebun ladang dengan banyak nama seperti Mala , Ngoraruma , Surizia ,
Umamoni , Padhawoli , Ngedukelu , dan lain-lain. Kawasan gereja dan pastoran Paroki MBC
bernama Surizia, kawasan rumah jabatan Bupati, Mapolres dan Kantor Daerah lama bernama Ngoraruma,
kawasan tangsi Polisi dengan nama lain lagi, dan seterusnya.