PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Dengue Shock
Syndrome (DSS)
2.1.1 Demam Dengue (DD)
Demam Dengue adalah infeksi virus dengue tanpa disertai dengan
kebocoran plasma. Gambaran klinis pada DD antara lain demam, suhu berkisar
antara 39-40C, bersifat bifasik, menetap antara 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis, seperti:4
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia
2.1.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
DBD adalah infeksi virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.
Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan
penyakit antara DBD dengan DD. Perubahan patofisiologi tersebut adalah
kelainan hemostasis dan kebocoran plasma. Kedua kelainan tersebut dapat
diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.4
2.1.3 Dengue Shock Syndrome (DSS)
DSS merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD, akibat
peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan plasma dan ditandai
adanya kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (<20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit
dingin, lembab serta gelisah.4
2
Virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae,
dan mempunyai 4 jenis seroptipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi
salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak akan memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain
tersebut.1
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe dominan yang menunjukkan
manifestasi klinis berat. Virus Dengue mempunyai karakteristik yang sama
dengan flavivirus lain, genomnya terdiri RNA rantai tunggal (single stranded),
dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter
virion sekitar 50nm. Genom flavivirus panjangnya 11kb (kilobase), disusun oleh 3
gen protein 7 struktural yaitu yang mengkode nukleokapsid atau protein inti (core:
C), protein membran (membrane: M), dan protein amplop (envelope: E), dan 7
gen protein non structural.3
Sel target primer yang telah diketahui pada infeksi virus dengue adalah
monosit dan makrofag. Kemungkinan sel target lain adalah sel dendritik dari
monosit imatur (immature monocyte-derived dendritic cells). Serotipe 1, 2, 3, dan
4 di Indonesia, telah berhasil diisolasi dari darah penderita. Sebagian besar
penderita DBD dengan syok, diisolasi DEN-3.3
Selama 17 tahun terakhir serotipe yang mendominasi adalah serotipe
DEN-2 dan DEN-3.3 Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti
betina, disamping pula Aedes albopictus betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab
penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti) adalah sebagai berikut.4
1) Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2) Hidup di dalam dan di sekitar rumah
3) Menggigit/menghisap darah pada siang hari
4) Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
5) Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di
sekitar rumah
6) Di dalam rumah: bak mandi, vas bunga, tempat minum burung, dan
lain-lain.
3
liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (periode inkubasi ekstrinsik) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transmisi
transovarian), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). 2
Virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (periode inkubasi intrinsik)
pada tubuh manusia sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul.1
4
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran virus
dengue, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk di daerah endemis, dan
peningkatan sarana transportasi.1,2
Data serotipe dengue pada bulan Maret sampai April 2009 sejumlah 112
kasus anak dan dewasa dari pasien dengue yang dirawat di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak dan Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
didapatkan kasus DBD dengan syok paling banyak termasuk serotipe DEN-3
(54,54%).5 DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang
disertai syok (dengue shock syndrome = DSS) yang merupakan keadaan darurat
medik.3
5
3) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsosnisasi
antibodi. Proses fagositosis menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
sekresi sitokin oleh makrofag;
4) Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.6
Hipotesis secondary heterologous infection menyatakan bahwa DBD terjadi
bila sesorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe berbeda. Terjadinya
infeksi yang berulah menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Infeksi virus dengue juga
menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibody
non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Infeksi makrofag oleh
virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma yang mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor),
IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. 3
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1. Infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi amnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Replikasi virus juga terjadi di dalam limfosit yang mengalami transformasi yang
juga menghasilkan peningkatan jumlah virus. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular.
Keadaan syok berat, dalam waktu 24-48 jam volume plasma dapat
berkurang lebih dari 30%. Perembesan plasma terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di
6
dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditangani secara
adekuat, dapat menyebabkan asidosis dan anoksia. Peranan atalaksana syok sangat
penting guna mencegah perburukan. 7
Tanggapan terhadap infeksi virus dengue menyebabkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen, sehingga
agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel
endotel pembuluh darah (gambar 2.2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
terjadinya perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin diphosphate), sehingga trombosit melekat satu sama
lain. Trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif atau koagulasi
intravaskular diseminata (KID), sehingga terjadi peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) yang berakibat terjadi penurunan faktor pembekuan.
Secondary heterologous dengue infection
SYOK
PERDARAHAN
MASIF
7
Secondary heterologous dengue infection
Aktivasi komplemen
Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin
meningkat
Syok
Anoksia Asidosis
Meninggal
8
yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6
9
Sulit untuk membedakan klinis dengue dari penyakit demam non-dengue
diawal fase demam. Tes tourniquet positif pada fase ini menunjukkan peningkatan
probabilitas dengue. Gejala klinis tidak dapat memperkirakan tingkat keparahan
penyakit. Sangat penting untuk memantau tanda-tanda peringatan dan parameter
klinis lain untuk mengenali perkembangan ke fase kritis.11
Manifestasi perdarahan ringan seperti peteki dan perdarahan pada mukosa,
seperti dari hidung dan gusi dapat dilihat. Perdarahan gastrointestinal dapat juga
terjadi selama fase ini meskipun jarang. Hati mungkin membesar dan lunak
setelah beberapa hari demam. Kelainan awal pada pemeriksaan darah lengkap
adalah penurunan total sel darah putih yang progresif, yang harus diwaspadai
untuk probabilitas tinggi dengue. 11
10
Syok terjadi ketika volume plasma hilang melalui kebocoran didahului
dengan tanda-tanda peringatan. Suhu tubuh mungkin mengalami penurunan saat
syok terjadi. Syok yang terjadi dalam waktu lama, hipoperfusi menyebabkan
asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan koagulasi intravaskular
diseminata. Pada keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan parah yang
menyebabkan hematokrit turun pada syok berat. Leukopenia biasanya terjadi
selama fase demam dengue, namun jumlah leukosit mungkin meningkatkan
sebagai respon stres pada pasien dengan perdarahan hebat.11
Beberapa pasien berkembang ke fase kritis dan syok sebelum terjadi
penurunan suhu badan sampai normal. Pada pasien ini hematokrit meningkat dan
onset trombositopenia yang cepat atau tanda-tanda peringatan menunjukkan
terjadinya kebocoran plasma. Kasus demam berdarah dengan tanda-tanda
peringatan akan sembuh dengan rehidrasi intravena. Beberapa kasus akan
memburuk untuk dengue yang parah.11
11
sering didahului oleh tanda peringatan. Pada keadaan ini, pasien yang tidak segera
menerima intravena dengan cepat berkembang ke keadaan syok.
Dengue shock sebagai rangakaian fisiologis, merupakan perburukan dari
kebocoran kapiler asimtomatik menjadi syok terkompensasi lalu syok hipotensi
dan akhirnya henti jantung.
Takikardia pada saat penurunan suhu badan merupakan respon awal
jantung untuk hipovolemia. Selama tahap awal syok, mekanisme kompensasi
yang mempertahankan normal tekanan darah sistolik mengakibatkan takikardia,
takipnea tenang (takipnea tanpa peningkatan usaha), dan vasokonstriksi perifer
dengan perfusi kulit berkurang dimanifestasikan dengna ekstremitas dingin dan
capillary refill time > 2 detik dan volume lemah nadi perifer.
Bersamaan dengan peningkatan resistensi vaskular perifer, tekanan
diastolik naik menuju tekanan sistolik dan tekanan nadi (perbedaan antara sistolik
dan tekanan diastolik) menyempit. Pasien dianggap syok terkompensasi jika
tekanan sistolik dipertahankan pada normal atau sedikit di atas normal tetapi
tekanan nadi 20 mmHg pada anak-anak (misalnya 100/85 mmHg) atau jika
paisen memiliki tanda-tanda perfusi kapiler yang buruk (ekstremitas dingin,
pengisian kapiler tertunda, atau takikardia). Kompensasi metabolik asidosis
terjadi ketika pH normal dengan karbon dioksida dan bikarbonat rendah.
Syok hipovolemik yang memburuk dimanifestasikan dengan
peningkatan takikardia dan vasokonstriksi perifer. Tidak hanya ekstremitas dingin
dan sianosis tetapi anggota badan menjadi berbintik-bintik, dingin dan basah.
Pada tahap ini pernapasan menjadi lebih cepat, dalam, dan meningkat sebagai
kompensasi untuk asidosis metabolik (Kussmaul pernapasan). Pada syok
dekompensasi, baik tekanan darah sistolik dan diastolik menghilang tiba-tiba, dan
pasien dikatakan memiliki hipotensi atau syok dekompensasi. Pada saat ini nadi
perifer menghilang sementara nadi pusat (femoralis) akan lemah.
Hipotensi terjadi ketika fisiologis berusaha untuk mempertahankan
tekanan darah sistolik dan perfusi yang tidak lagi efektif. Salah satu tanda klinis
utama dari kerusakan ini adalah perubahan keadaan mental karena perfusi otak
menurun. Pasien menjadi gelisah, bingung dan sangat lesu, kejang, dan agitasi. Di
sisi lain, anak-anak memiliki status mental yang jelas meskipun syok berat.
12
Kegagalan bayi dan anak-anak untuk mengenali, fokus atau melakukan kontak
mata dengan orang tua mungkin merupakan tanda awal hipoperfusi kortikal,
seperti kegagalan untuk merespon rangsangan nyeri. Orangtua mungkin menjadi
yang pertama untuk mengenali tanda-tanda ini 11
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Riwayat penyakit yang harus ditanyakan adalah saat
mulai demam, tipe demam, jumlah asupan peroral, adanya tanda bahaya, diare,
kemungkinan adanya gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di
lingkungan yang sakit serupa.
Pemeriksaan fisis selain tanda vital juga periksa kesadaran penderita,
status hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih
dini, yaitu takipneu/pernafasan kussmaul/efusi pleura, adanya hepatomegali/
asites/ kelainan abdominal, cari adanya ruam atau peteki atau tanda perdarahan
lainnya. Bila tanda perdarahan spontan tidak ditemukan, maka lakukan uji
torniket. Sensitivitas uji torniket ini 30%, sedangkan spesifitasnya 82%.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi menunjukkan adanya kebocoran
plasma, selain itu jumlah trombosit cenderung rendah.
Diagnosis pasti diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu isolasi
virus, deteksi antibody, dan deteksi antigen atau RNA virus. Imunoglobulin M
(IgM) mulai terdeteksi dalam darah mulai hari ke-5 onset demam, meningkat
sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun. IgM masih dapat terdeteksi
hingga hari ke 60 sampai harin ke 90. Pada infeksi primer, konsentrasi IgM lebih
tinggi daripada infeksi sekunder. Infeksi primer, immunoglobulin G (IgG) dapat
terdeteksi pada hari ke 14 dengan titer yang rendah (1:640). Infeksi sekunder
IgG sudah dapat terdeteksi pada hari ke 2 dengan titer yang tinggi (>1:2560) dan
dapat bertahan seumur hidup.
Pemeriksaan antigen protein NS-1 Dengue (Ag NS-1) diharapkan
memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan pemeriksaan serologis lainnya.
Antigen ini dapat terdeteksi dalam darah pada hari pertama onset demam.
Pemeriksaan NS1 cukup mudah, praktis, dan tidak memerlukan waktu lama.
13
Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-1 yang spesifik terdapat pada virus dengue
ini diharapkan diagnosis infeksi dengue dapat ditegakkan lebih dini. Sensitivitas
deteksi Ag NS1 sebesar 88,7% dan 91% sedangkan spesifitas mencapai 100%
dibandingkan terhadap pemeriksaan isolasi virus dan RT-PCR. Penelitian lainnya
menunjukkan pemeriksaan Ag NS-1 antigen secara ELISA memberikan
sensitivitas sampai 93,3%.12
14
Penanganan syok perlu dilakukan simultan mulai dari ABC hingga
resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan
kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap
syok hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi
dan ireversibel. Setiap pasien tersangka demam dengue juga DSS sebaiknya
dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain. Tata laksana pada demam
berdarah dengue atau DBD dengan syok adalah:
1) Perhatikan ABC
2) Pemberian cairan
3) Koreksi keseimbangan asam-basa
4) Beri darah segar bila ada perdarahan hebat. 12
Pasien DSS perlu diobservasi ketat terhadap kemungkinan terjadinya
perburukan. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum,
nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan, serta HGB dan HCT setiap 4-6 jam
pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Pemantauan
platelet tiap 12 jam, dan pemantauan keseimbangan cairan dan produksi urin.
Terapi untuk dengue shock syndrome (DSS) bertujuan untuk mengembalikan
volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai
dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan yang dapat diberikan
yakni cairan kristaloid (dekstrosa, ringer laktat, atau normal salin) yang dapat
diikuti dengan pemberian cairan koloid sesuai dengan derajat DBD pasien.11
15
Demam tinggi mendadak,
Tersangka DBD terus menerus <7 hari. Tidak diserta
Tanda syok, muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak
Periksadarah
uji Tourniquet (Rum
Rawat Jalan
Parasetamol
Kontrol setiap hari sampai demam hilang Jumlah trombosit <100.000/uL
Jumlah trombosit
Tatalaksana disesuaikan (lihatdan
Nilai tanda klinis bagan 3,4,5)
jumlah trombosit, hematokrit bila masih demam sampai hari ke 3
Rawat
Rawat JalanInap (lihat bagan 3)
Minum banyak, Parasetamol,
Kontrol setiap hari sampai demam turun. B
Bila timbul tanda syok (gelisah, lemah, kaki dan tangan dingin, nyeri perut, berak hitam, kencing berkura
Segera bawa ke Rumah Sakit
16
Cairan Awal
Tidak ada
Perbaikan perbaikan
Gelisah,Distres
Tidak gelisah, Nadi kuat, TTD pernafasan, Frek
stabil, Diuresis cukup Nadi naik, Ht tetap
(1cc/kg/jam), Ht turun (2x tinggi, tekanan nadi
pemeriksaan) <20 mmHg, Diuresis
tidak ada
Tanda Vital
Memburuk
Tetesan Dinaikkan
Ht Meningkat 10ml/kgBB/jam
Tetesan
Dikurangi
Perbaikan
Perbaikan 15ml/kgBB/jam
17
Gejala Klinis : demam 2-7 hari, uji
tourniquet (+) Perdarahan spontan
Laboratorium : Hematokrit tidak
meningkat, Trombositopenia ringan
Pulang
18
Gambar 6. Bagan Protokol Demam Berdarah Dengue Derajat I dan II
19
Gambar 8. Bagan Protokol Penanganan DSS
2.9 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat meliputi
ensefalopati dengue, perdarahan masif, serta gagal jantung.12 Pada umumnya
ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berke-panjangan dengan
perdarahan. Ensefalopati dengue dapat menyebabkan kesadaran pasien menurun
menjadi apatis atau somnolen, dapat juga disertai kejang. Komplikasi berupa
kelainan ginjal umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan mengganti volume intravaskular. Sedangkan edem paru
merupakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat pemberian cairan yang
berlebihan.13
2.10 Pencegahan
20
Pencegahan seseorang yang telah terkena DBD menjadi perburukan ke
arah DSS adalah dengan terapi cairan pada pasien, terapi medikamentosa serta
observasi ketat keadaan umum pasien
Pencegahan penyakit DBD dibagi menjadi 3 yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit.13
2.10.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan surveilans vektor,
pengendalian vektor, surveilans kasus, dan pemberatasan sarang nyamuk.
Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti penting untuk menentukan distribusi,
kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan
tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau
kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim
untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan
pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan
dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang
dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau
memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembang
biak nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada
tidaknya jentik, yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan
melihat ada tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil
jentiknya.13,14
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi
nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar pengendalian vektor dilakukan
dengan tiga cara, yaitu secara kimiawi, hayati, dan lingkungan. Pada
pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk
dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah golongan
organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida
dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah
penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu
dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut
dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi. 12,13
21
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis
dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan
mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian
hayati berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan
kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah
pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing
nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax
merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk. 13,14
Pengendalian lingkungan antara lain dengan mencegah nyamuk kontak
dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan
ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar
mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari. 13,14
Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun
pasif. Di beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Sistem
surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun
sistem ini berguna untuk memantau kecenderungan penyebaran dengue jangka
panjang. Surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan (rumah sakit,
puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek swasta, dll) diwajibkan
melaporkan setiap penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Surveilans aktif bertujuan memantau
penyebaran dengue di dalam masyarakat sehingga mampu mengatakan kejadian,
dimana berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus yang bersirkulasi,
sistem ini harus mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik.
Surveilans seperti ini dapat memberikan peringatan dini atau memiliki
kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.13,14
Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai
pemantauan hasil secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, dan
merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta perilaku
sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam
membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan
istilah 3M, yaitu:
22
1) Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan
peliharaan minimal sekali dalam seminggu
2) Menutup rapat tempat penampungan air sehingga tidak dapat diterobos
oleh nyamuk dewasa
3) Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang dapat
menampung air hujan sebagai tempat berkembang biak nyamuk Aedes
aegypti.14
23
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Heteroanamnesis
Keluhan utama : Tangan dan kaki dingin
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke triage anak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dengan
keluhan tangan dan kaki dingin sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit ( pukul
16.00 wita tanggal 25/07/2016). Dingin pada tangan dan kaki dikatakan terus
menerus. Dingin berusaha dikurangi dengan memakai selimut dan memakai
minyak kayu putih, namun dingin tidak berkurang. Pasien dikeluhkan terlihat
lemas dan hanya tidur saja sejak pukul 13.00 wita (25/07/2016). Pasien juga
dikeluhkan demam.
Demam dikeluhkan muncul tanggal 21/07/2016 sejak pukul 15.00 wita,
yaitu 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dikatakan muncul mendadak dan
tinggi dengan suhu terukur 39C. Demam turun dengan obat penurun panas,
namun demam dikatakan naik kembali. Demam dikatakan membaik sejak tanggal
25/07/2016 pukul 12.00, 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan kejang,
menggigil, dan berkeringat saat demam dikatakan tidak ada.
Pasien juga dikeluhkan nyeri perut hilang timbul pada daerah ulu hati
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dikatakan seperti ditusuk-tusuk
dan memberat saat ditekan.
25
Keluhan mual muntah dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah dikatakan didahului oleh mual. Muntah dikatakan sebanyak 4 kali
sehari berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya dengan volume
gelas air mineral setiap kali muntah. Nafsu makan pasien dikatakan
berkurang sejak sakit.
Batuk dan pilek disangkal. Keluhan sakit kepala juga disangkal. Tidak
terdapat keluhan gusi berdarah, mimisan, buang air besar berwarna hitam dan
bintik-bintik merah pada kulit. Buang air kecil dikatakan sedikit (30 cc) dan
berwarna kuning pekat sejak 2,5 jam sebelum masuk rumah sakit (pukul 22.30
wita). Pasien dikatakan belum buang air besar sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Pengobatan
Pada tanggal 21 Juli 2016 pasien pergi ke dokter umum dan mendapatkan
obat penurun panas berupa parasetamol sirup yang diminum 3 kali sehari.
Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan cukup bulan dengan sectio caesarea. Petugas penolong
persalinan adalah dokter spesialis kandungan. Berat badan lahir 3000 gram,
26
panjang badan 52 cm dan lingkar kepala pasien saat lahir dikatakan lupa. Saat
lahir pasien dikatakan segera menangis.
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali
Polio : 4 kali
Hepatitis B : 4 kali
DPT : 3 kali
Campak : 1 kali
Riwayat nutrisi
Pasien dikatakan minum ASI sejak lahir sampai berusia 12 bulan. Selain
ASI, pasien juga diberikan susu formula sejak lahir hingga sekarang. Pasien mulai
mengonsumsi bubur saring sejak usia 6 bulan-9 bulan, dan mulai mengonsumsi
nasi lunak sejak usia 9 bulan. Pasien sudah bisa mengonsumsi makanan dewasa
sejak usia 12 bulan dengan frekuensi 2-3 kali sehari.
Riwayat alergi
Riwayat alergi pada pasien disangkal.
Riwayat Operasi
Pasien dikatakan tidak pernah menjalani operasi.
27
Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4 V4 M5
Tekanan darah : 80 mmHg/palpasi
Laju nadi : 140 x/menit iregular, isi kurang
Laju napas : 24 x/menit regular, tipe thoracal
Suhu Aksila : 36,8 C
Skala nyeri : 2 (berdasarkan Wong Baker)
Saturasi Oksigen : 98% (udara ruangan)
Status antropometri
Tinggi Badan : 100 cm
Berat Badan : 16 kg
Status gizi : gizi baik (Waterlow 105%)
Status general
- Kepala : normocephali
- Mata : konjungtiva pucat (-/-), sekret (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (+/+), refleks cahaya (+/+),
udem palpebral (-/-)
- THT
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-/-), napas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
- Mulut : lidah sianosis (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-)
- Leher : pembesaran kelenjar (-)
- Thorax : simetris
- Cor
Inspeksi : precordial bulging (-)
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra, kuat angkat (-),
28
thrill (-)
Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur (-)
- Pulmo
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi (-)
Palpasi : gerakan dinding dada teraba simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : suara sonor (+/+)
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae dan 2 cm di
bawah processus xyphoideus, lien tidak teraba pembesaran,
nyeri tekan (+) epigastrium, turgor kulit kembali lambat
- Ektremitas : dingin pada keempat ekstremitas, udem -/- , CRT >2 detik,
- Kulit : sianosis (-), ikterus (-), ptekie (-), rumple leed (-)
- Genitalia eksterna : laki-laki
- Status pubertas : laki-laki M1P1
29
3.6 Planning
Daftar Masalah Rencana Intervensi Target
Dengue Shock Syndrome Resusitasi IVFD RL 20 Syok teratasi dalam 1
ml/kg/jam jam
Cek DL berkala
Cek serologi dengue
demam hari ke-6
Monitoring tanda vital
Demam Antipiretik Suhu tubuh terjaga
antara 36,5oC 37,5oC
Planning Monitoring :
Observasi tanda vital
Observasi warning sign
Observasi balance cairan
30
LAPORAN PERKEMBANGAN PASIEN
31
Hasil Laboraturium
WBC : 4,03
HCT : 38,19
PLT : 85,3
Hb : 13,01
26 Juli Demam (-), Status Present Dengue Shock Cek DL tiap 8
2016 nyeri perut (-), Keadaan umum : Syndrome jam
Pukul mual (-), Sedang Kompensata RL 5
06.00 muntah (-) Kesadaran : Compos (Panas Hari ke-5 ml/kgBB/jam ~
Mentis mulai pukul 15.00) 80 ml/jam ~ 26
Tekanan darah : + Gizi Baik tetes makro per
110/70 mmHg menit
Laju nadi : - Line I 13
104x/menit, reguler, tpm
isi cukup - Line II 13
Laju napas : tpm
26x/menit
Suhu aksila : 36,5oC
26 Juli Demam (-), Status Present Dengue Shock Evaluasi darah
2016 mual (-), Keadaan umum : Syndrome tiap lengkap
Pukul muntah (-), Baik Kompensata setiap 8 jam
11.00 nyeri perut (-) Kesadaran : Compos (Panas Hari ke-5 Cek IgG dan
Mentis mulai pukul 15.00) IgM anti
Tekanan darah : + Gizi Baik Dengue panas
100/70 mmHg hari ke-6
Laju nadi : Kebutuhan
98x/menit, reguler, cairan
isi cukup maintenance
Laju napas : 1300 ml/hari
24x/menit - Infus Ringer
o
Suhu aksila : 37 C Laktat 18
tetes
32
makro/menit
Parasetamol
sirup 160 mg (7
ml) bila suhu
axial 38oC,
dapat diulang
tiap 4 jam
26 Juli Menerima hasil Hasil pemeriksaan Dengue Shock Cek DL
2016 evaluasi darah darah lengkap Syndrome Cek IgG dan
Pukul lengkap WBC : 8,22 Kompensata IgM anti
18.00 Hb : 12,86 (Panas Hari ke-V Dengue hari ke-
HCT : 36,80 mulai pukul 15.00) VI
PLT : 90,55 + Gizi Baik Infus cairan ~
IWL ~ 17
Status Present
ml/jam ~ 6 tetes
Tekanan darah :
makro/menit
90/60 mmHg
Monitoring :
Laju nadi : 108
tanda vital,
x/menit, reguler, isi
balance cairan,
cukup
warning sign
Laju napas :
26x/menit
Suhu aksila : 36,9oC
27 Juli Demam (-), Status Present Dengue Shock Cek DL
2016 muntah (-), Keadaan umum : Syndrome Infus RL 17
Pukul nyeri perut (-), Baik Kompensata ml/jam ~ 6 tetes
06.00 mimisan (-), Kesadaran : Compos (Panas Hari ke-VI makro/menit
gusi beradrah Mentis mulai pukul 15.00) Monitoring :
(-), Makan dan Tekanan darah : + Gizi Baik
tanda vital,
minum (+), 100/70 mmHg
warning sign,
BAB (+), BAK Laju nadi :
balance cairan
(+) 96x/menit, reguler,
isi cukup
33
Laju napas :
22x/menit
Suhu aksila : 36,5oC
34
Darah Lengkap di Sanglah
Parameter 26/07/2016 26/07/2016 26/07/2016 Rujukan
02.00 WITA 03.00 WITA 09.00 WITA
WBC 6,68 4,03 (L) 5,68 (L) 6,0 14,0
NEU% 28,43 27,07 19,10 18,30 - 47,10
LYM% 46,65 41,77 48,09 30,00 - 64,30
MONO% 23,05 (H) 27,39 (H) 30,52 (H) 0,0 - 7,10
EOS% 0,13 0,16 0,11 0,0 - 5,0
BASO% 1,74 (H) 3,60 (H) 2,18 (H) 0,0 - 0,70
NEU# 1,90 1,09 (L) 1,09 (L) 1,10 6,60
LYM# 3,12 1,69 (L) 2,73 1,80 9,00
MONO# 1,54 (H) 1,11 (H) 1,73 (H) 0,00 1,00
EOS# 0,01 0,01 0,01 0,00 0,70
BASO# 0,12 (H) 0,15 (H) 0,12 (H) 0,00 0,10
RBC 6,53 (H) 5,00 5,26 4,10 5,3
HGB 17,07 (H) 13,01 13,40 12,0 16,0
HCT 50,02 (H) 38,19 40,40 36,0 49,0
MCV 76,84 (L) 76,43 (L) 76,82 (L) 78,0 102,0
MCH 26,13 26,03 25,48 25,0 35,0
MCHC 34,01 34,05 33,17 31 36
RDW 12,27 12,21 12,32 11,6 18,7
PLT 103,10 (L) 85,36 75,99 140 440
(Critical Value) (Critical Value)
Imunoserologi (27/07/2016)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Anti DHF IgM Negatif Negatif
Anti DHF IgG Positif Negatif
BAB IV
PEMBAHASAN
35
harus memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) dan ditemukan tanda
dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi ataupun dekompensasi.
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan akral atau
ekstremitas dingin. Akral dingin merupakan salah satu manifestasi syok. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang dan gelisah, takikardi,
nadi cepat dan lemah, tekanan darah 80mmHg/palpasi. Adanya hipovolemi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma menyebabkna tubuh melakukan mekanisme
kompensasi melalui jalur neuruohormonal untuk mencegah hipoperfusi pada
organ vital. Sistem kardiovaskular mempertahaknkan sirkulasi melalui
peningkatan isi sekuncup, laju hantung, dan vasokontriksi perifer. Klinis ditandai
dengan takikardi yang terjadi pada suhu mulai turun walaupun tekanan darah
belum terlalu turun karena kompensasi dari peningkatan laju jantung. Tahap
selanjutnya kompensasi dilakukan dengan mempertahankan sirkulasi ke arah
organ vital dengan menurunkan sirkulasi ke daerah perifer (vasokontriksi perifer).
Hal ini ditandai dengan ekstremitas dingin dan lembab, sianosis, kulit tubuh
menjadi bercak-bercak, pengisisan waktu kapiler memanjang. Dengan adanya
vasokontriksi perifer, terjadi peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan
diastolic meningkat sedangkan tekanan sistolik tetap sehingga terjadi tekanan nadi
menyempit. Pada tahap ini sistem pernafasan melakukan kompensasi dengan
quite tachypnea (takipnea tnpa peningkatan kerja otot pernafasan)
Hal ini menunjukkan pasien telah mengalami syok hipovolemik
dekompensasi dimana upaya fisiologis untuk mempertahankan kardiovaskular
gagal. Tanda syok dekompensasi adalah takikardi, hipotensi, nadi cepat dan
lemah, sianosis, kulit lembab dan dingin, pada profound shock: nadi tidak teraba
dan tekanan darah tidak terukur. Dari pemeriksaan fisik ditemukan takikardi, nadi
cepat dan lemah, tekanan darah 80mmHg/palpasi, dan akral dingin. Hal ini
menandakan bahwa pada pasien sudah terjadi syok dekompensasi.
Pada anamnesis demam berdarah dengue biasanya ditemukan demam 2-7
hari yang timbul mendadak tinggi, terus menerus, dan bifasik, manifestasi
perdarahan baik spontan seperti peteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, dan atau melena maupun uji tourniquet positif, nyeri kepala,
myalgia, atralgia, nyeri retro orbital, dijumpai kasus DBD di lungkungan sekolah,
36
rumah atau disekitar lingkungan rumah. Pasien memiliki riwayat demam sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul mendadak dan tinggi terus
menerus. Demam sempat turun dengan obat penurun panas, namun naik kembali.
Keluhan kejang, menggigil maupun berkeringat saat demam dikatakan tidak ada.
Keluhan ini sesuai dengan salah satu kriteria klinis DBD yaitu demam mendadak
tinggi dan terus menerus yang terjadi 2-7 hari dimana demam yang terjadi pada
penderita DBD merupakan gejala sistemik yang diakibatkan pelepasan mediator-
mediator inflamasi terhadap viremia.
Pasien sedang memasuki fase kritis yang biasanya muncul pada hari ke 3-
7. Pada fase kritis perlu diwasapadai tanda bahaya yaitu demam turun tapi
keadaan anak memburuk, nyeri perut dan nyeri tekan abdomen, muntah yang
menetap, letargi, gelisah, perdarahan mukosa, pembesaran hati, akumulasi cairan,
oligouria, peningkatan hematocrit bersamaan denga penurunan cepat jumlah
trombosit, hematokrit awal tinggi. Pada pasien juga mengeluhkan nyeri perut dan
muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dan muntah menetap
adalah tanda bahaya yang mengindikasikan akan terjadi syok. Hal ini sesuai
dengan dengue shock yang seringkali didahului oleh tanda bahaya.
Pada pemeriksaan fisik pembesaran hepar 2 cm di bawah arcus costae dan
2 cm di bawah processus xyphoideus dimana pada DSS DBD ditemukan
hepatomegali akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi trombosit dan untuk
menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel Kupffer mengalami banyak
kerusakan akibat infeksi virus dengue. Pada pasien ini didapatkan pembesaran hepar yang
merupakan tanda dari DBD.
Pemeriksaan penunjang merupakan salah satu cara dalam membantu
menegakkan diagnosis demam berdarah dengue dimana jenis pemeriksaan
penunjang yang sering dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan serologi. Untuk menegakkan kriteria demam berdarah dengue, pada
pemeriksan penunjang harus memenuhi kriteria trombositopenia dan peningkatan
hematokrit 20%.Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap yang
pertama saat awal masuk ke rumah sakit sanglah, didapatkan bahwa trombosit
pasien 103.100 sel/mm3dan hematokrit 50,02%. Sesuai dengan kriteria DBD,
pasien ini mengalami trombositopenia. Sedangkan adanya peningkatan hematokrit
dilihat dari hasil pemeriksaan darah lengkap pasien yang kedua setelah dilakukan
37
resusitasi, dimana diperoleh hematokrit 38,19%. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat penurunan hematokrit >20% setelah diberikan resusitasi cairan yang
menandakan adanya peningkatan hematrokit diawal. Peningkatan hematokrit
tersebut menunjukkan adanya kebocoran plasma sebagai salah satu kriteria
diagnosis demam berdarah dengue. Selain pemeriksaan darah lengkap, pada
pasien ini juga dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue pada
hari ke-6. Dari pemeriksaan tersebut diperoleh hasil IgM negatif dan IgG positif.
Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya manifestasi DBD yang disertai syok saat
ini kemungkinan disebabkan oleh dugaan infeksi sekunder.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien
didiagnosis dengan DSS. Hal ini dilihat dari anamnesis pasien yaitu kaki dan
tangan dingin disertai dengan tanda-tanda syok serta memenuhi kriteria DBD
yaitu demam disertai 2-7 hari mendadak tinggi teru-menerus dengan dua gejala
klinis tambahan berupa trombositopenia dan ada kasus DBD disekitar rumah
pasien. Selain itu didapatkan tanda kebocoran plasma berupa peningkatan
hematokrit >20% dan didapatkan hasil serologi IgG positif.
4.2 Penatalaksanaan
Sesuai dengan penatalaksanaan kasus DBD dengan syok (Dengue Shock
Syndrome) yang pertama harus dilakukan adalah mengatasi syoknya terlebih
dahulu dengan mengamankan ABC (Airway, Breathing dan Circulation).
Mengamankan airway dilakukan dengan memastikan bahwa tidak ada sumbatan
pada jalan nafas pasien. Pada breathing dengan memberikan oksigen 2-4
liter/menit dan sirkulasi dengan pemberian cairan kristaloid 20ml/kgBB
secepatnya. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap tanda-tanda syok tersebut
untuk memastikan syok teratasi atau tidak. Apabila teratasi dengan resusitasi
cairan yang pertama, pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan pemberian
cairan maintenance. Sedangkan apabila syok belum teratasi dilanjutkan dengan
resusitasi cairan kedua menggunakan cairan koloid 20ml/kgBB.
Pada pasien ini, dalam penatalaksanaan syok dilakukan resusitasi dengan
memberikan cairan kristaloid berupa Ringer Laktat (RL) secara intravena
sebanyak 20ml/kgBB yaitu sebanyak 320 ml yang dibagi menjadi 2 line. Saat
38
evaluasi didapatkan bahwa denyut nadi 96x/menit dengan isi cukup, laju
pernafasan 22x/menit, tekanan darah 100/70 mmHg, akral hangat, CRT 2 detik
dan kesadaran pasien membaik, dimana keadaan tersebut menunjukkan bahwa
syok sudah teratasi. Pemberian cairan pada pasien selanjutnya berupa cairan
maintenance dimana sesuai dengan rumus Holiday Segar, kebutuhan cairan
maintenance pasien adalah 1300ml/hari sehingga pada pasien selanjutnya
diberikan cairan kristaloid berupa Ringer Laktat (RL) sebanyak 18 tetes
mako/menit. Selain itu, pasien harus terus dipantau vital sign, warning sign, dan
balance cairan serta melakukan pemeriksaan darah lengkap untuk memantau
trombosit dan hematokrit setiap 12 jam.
39
BAB V
SIMPULAN
Pasien laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan ini datang ke UGD RSUP Sanglah
dengan keluhan tangan dan kaki dingin. Ibu pasien mengatakan anaknya sempat
demam selama 5 hari sebelum merasakan dingin pada tangan dan kaki anaknya.
Ibu pasien juga mengatakan adanya nyeri perut hilang timbul dan mual muntah
pada anaknya sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya takipneu, takikardi, nadi cepat
dan lemah, tekanan darah 80 mmhg/palpasi, dan CRT >3 detik. Dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
serologi. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya trombositopenia dan
peningkatan hematokrit >20%. Sedangkan, pemeriksaan serologi didapatkan hasil
IgG positif dan IgM negatif.
Diagnosis pada pasien ini, yaitu dengue shock syndrome karena pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan tanda
dan gejala pada dengue shock syndrome.
Untuk tatalaksanaanya, pasien diberikan resusitasi cairan berupa IVFD
RL 320 ml/jam dan untuk mengatasi demam pasien diberikan parasetamol.
Rencana monitoring pada pasien, yaitu monitoring darah lengkap tiap 6 jam,
tanda vital, balance cairan, dan produksi urin.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H.T. Demam berdarah Dengue.
Dalam: Buku Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-5. Jilid III. 2006. Hal:
2773-9
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Buletin Jendela
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
3. Suhendro. 2009. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta:Universitas Indonesia
4. Amin P. et al, Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Dengue Shock
Syndrome.Diadapat dari: htth://www.bhj.org/journal/2001 4303 july
01/review 380.htm. Diakses 3 April 2012.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Infeksi Virus Dengue dalam Ilmu
Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2005. h: 607-621
6. Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa Infeksi Virus Dengue Recent Update.
Applied Management of Dengue Viral Infection in Children. 6 November
2010.
7. WHO. 2013. Dengue and Severe Dengue. Available at :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses : 24 Januari
2016)
8. Kemenkes RI 2014. Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Indonesia
9. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2015. Riset Kesehatan Dasar Dalam Angka
Tahun 2015.
10. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Infeksi Virus Dengue dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Inonesia. Hal 141-149
12. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
Pedoman dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
41
13. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Demam Berdarah Dengue. Dalam:
Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Denpasar: 2011; 205- 211.
14. Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H.T. Demam berdarah Dengue.
Dalam: Buku Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-5. Jilid III. 2006. Hal:
2773-9
42