Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus


yang masuk ke dalam tubuh melalui nyamuk. Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan masalah kesehatan di beberapa negara, terutama pada daerah endemis
dan tropik seperti Indonesia. Kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya
berjumlah 50 juta kasus dan sekitar 2,5 juta orang hidup di negara endemik
dengue. Jumlah kasus meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan,
dengan puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Kasus DBD di Indonesia
meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai April-Mei tiap tahun.1
Pertengahan bulan Desember 2014 di Indonesia, penderita DBD sebanyak
71.668 orang dan 641 orang meninggal. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun 2013 dengan penderita DBD sebanyak 112.511 dan 871
meninggal. Jumlah penderita DBD di provinsi Bali pada tahun 2012 sebesar 2.649
orang dan 3 orang meninggal, sedangkan tahun 2013 terjadi peningkatan kasus
sebesar 7.077 kasus. Insiden rate per 100.000 penduduk adalah 64,02.2
Gejala klinis DBD sangat bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
syok atau perdarahan. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan dan tidak dapat menimbulkan antibodi serta
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lainnya.1
DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai
syok (dengue shock syndrome = DSS) yang merupakan keadaan darurat medik,
dengan angka kematian yang cukup tinggi. Peningkatan permeabilitas vaskular,
disfungsi miokard, dan dehidrasi yang berkontribusi terhadap terjadinya syok.
Kegawatdaruratan DBD merupakan salah satu masalah kesehatan global.3
Masalah tersebut memberikan gejala klinis yang bervariasi dari asimtomatis
hingga gejala klinis yang berat. Berdasarkan kasus diatas, perlu pemahaman
tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue serta diagnosis klinis yang baik
dan lengkap.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Dengue Shock
Syndrome (DSS)
2.1.1 Demam Dengue (DD)
Demam Dengue adalah infeksi virus dengue tanpa disertai dengan
kebocoran plasma. Gambaran klinis pada DD antara lain demam, suhu berkisar
antara 39-40C, bersifat bifasik, menetap antara 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis, seperti:4
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia
2.1.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
DBD adalah infeksi virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.
Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan
penyakit antara DBD dengan DD. Perubahan patofisiologi tersebut adalah
kelainan hemostasis dan kebocoran plasma. Kedua kelainan tersebut dapat
diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.4
2.1.3 Dengue Shock Syndrome (DSS)
DSS merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD, akibat
peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan plasma dan ditandai
adanya kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (<20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit
dingin, lembab serta gelisah.4

2.2 Etiologi dan Transmisi Demam Dengue (DD) dan DBD

2
Virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae,
dan mempunyai 4 jenis seroptipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi
salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak akan memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain
tersebut.1
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe dominan yang menunjukkan
manifestasi klinis berat. Virus Dengue mempunyai karakteristik yang sama
dengan flavivirus lain, genomnya terdiri RNA rantai tunggal (single stranded),
dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter
virion sekitar 50nm. Genom flavivirus panjangnya 11kb (kilobase), disusun oleh 3
gen protein 7 struktural yaitu yang mengkode nukleokapsid atau protein inti (core:
C), protein membran (membrane: M), dan protein amplop (envelope: E), dan 7
gen protein non structural.3
Sel target primer yang telah diketahui pada infeksi virus dengue adalah
monosit dan makrofag. Kemungkinan sel target lain adalah sel dendritik dari
monosit imatur (immature monocyte-derived dendritic cells). Serotipe 1, 2, 3, dan
4 di Indonesia, telah berhasil diisolasi dari darah penderita. Sebagian besar
penderita DBD dengan syok, diisolasi DEN-3.3
Selama 17 tahun terakhir serotipe yang mendominasi adalah serotipe
DEN-2 dan DEN-3.3 Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti
betina, disamping pula Aedes albopictus betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab
penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti) adalah sebagai berikut.4
1) Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2) Hidup di dalam dan di sekitar rumah
3) Menggigit/menghisap darah pada siang hari
4) Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
5) Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di
sekitar rumah
6) Di dalam rumah: bak mandi, vas bunga, tempat minum burung, dan
lain-lain.

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat


menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus yang berada di kelenjar

3
liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (periode inkubasi ekstrinsik) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transmisi
transovarian), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). 2
Virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (periode inkubasi intrinsik)
pada tubuh manusia sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul.1

2.3 Epidemiologi Infeksi Virus Dengue


Infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi berat sejak
tahun 1952, yaitu DBD di Manila, Filipina, dan menyebar ke negara lain seperti
Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. 4 Kasus baru terjadi di seluruh dunia
setiap tahunnya, berjumlah 50 juta kasus dan sekitar 2,5 juta orang hidup di
negara endemik dengue.1
Puncak epidemi DBD berulang setiap 9 sampai 10 tahun. Provinsi dengan
angka insiden tertinggi tahun 2009 adalah DKI Jakarta yaitu 313 kasus per
100.000 penduduk, dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan angka
insiden terendah yaitu 8 kasus per 100.000 penduduk.1
Pertengahan bulan Desember 2014 di Indonesia, penderita DBD sebanyak
71.668 orang dan 641 orang meninggal. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun 2013 yaitu 112.511 dan 871 meninggal. Tahun 2012 di
provinsi Bali, jumlah penderita adalah sebesar 2.649 orang dan 3 orang
meninggal. Terjadi peningkatan kasus DBD tahun 2013 sebesar 7.077 kasus.
Insiden rate per 100.000 penduduk adalah 64,02.2
Jumlah kasus meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan,
sehingga puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Kasus DBD di Indonesia
meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai April-Mei tiap tahun.1

4
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran virus
dengue, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk di daerah endemis, dan
peningkatan sarana transportasi.1,2
Data serotipe dengue pada bulan Maret sampai April 2009 sejumlah 112
kasus anak dan dewasa dari pasien dengue yang dirawat di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak dan Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
didapatkan kasus DBD dengan syok paling banyak termasuk serotipe DEN-3
(54,54%).5 DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang
disertai syok (dengue shock syndrome = DSS) yang merupakan keadaan darurat
medik.3

2.4 Patogenesis Infeksi Virus Dengue


Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue (DBD) hingga saat ini
masih belum jelas.4 Infeksi primer atau pertama kali pada host tanpa imunitas
biasanya akan menyebabkan demam dengue. Infeksi dengue berikutnya oleh
serotipe yang berbeda akan menyebabkan penyakit yang lebih berat seperti
DBD/DSS.5 Perbedaan klinis antara demam dengue dan demam berdarah dengue
disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada
demam berdarah dengue disebabkan oleh kebocoran plasma yang diduga karena
proses imunologi, yang tidak didapatkan pada demam dengue.5 Respon imun yang
diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
1) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosist atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE);
2) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL-2, dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10;

5
3) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsosnisasi
antibodi. Proses fagositosis menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
sekresi sitokin oleh makrofag;
4) Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.6
Hipotesis secondary heterologous infection menyatakan bahwa DBD terjadi
bila sesorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe berbeda. Terjadinya
infeksi yang berulah menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Infeksi virus dengue juga
menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibody
non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Infeksi makrofag oleh
virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma yang mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor),
IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. 3
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1. Infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi amnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Replikasi virus juga terjadi di dalam limfosit yang mengalami transformasi yang
juga menghasilkan peningkatan jumlah virus. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular.
Keadaan syok berat, dalam waktu 24-48 jam volume plasma dapat
berkurang lebih dari 30%. Perembesan plasma terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di

6
dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditangani secara
adekuat, dapat menyebabkan asidosis dan anoksia. Peranan atalaksana syok sangat
penting guna mencegah perburukan. 7
Tanggapan terhadap infeksi virus dengue menyebabkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen, sehingga
agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel
endotel pembuluh darah (gambar 2.2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
terjadinya perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin diphosphate), sehingga trombosit melekat satu sama
lain. Trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif atau koagulasi
intravaskular diseminata (KID), sehingga terjadi peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) yang berakibat terjadi penurunan faktor pembekuan.
Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus antibody respose


Kompleks Virus-
Antibody
Aktivasi Komplemen
Agregasi Trombosit Aktivasi
Koagulasi
Pengel
uaran
Penghancuran Aktivasi Faktor Hageman
Platelet faktor III
Trombosit oleh
RES
Anafilaktosin
Trombositopenia Sistem Kinin
Gambar
Koagul 1. Patogenesis Perdarahan pada DBD4
opati
konsum Peningkatan
tif Kinin
Gangguan fungsi Permeabilit
Penurunan as
trombosit kapiler
faktor
Pembekuan FDP Meningkat

SYOK
PERDARAHAN
MASIF

7
Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Antibody response


Kompleks virus-antibodi

Aktivasi komplemen
Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin
meningkat

Permeabilitas kapiler meningkat


Peningkatan Ht
>30% pd kasus Natrium
Perembesan Plasma
syok 24-48 jam
Penumpukan
cairan dalam
Hipovolemi rongga serosa

Syok

Anoksia Asidosis

Meninggal

Gambar 2. Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, meskipun


jumlah trombosit masih cukup namun tidak berfungsi dengan baik. Aktivasi
koagulasi menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem
kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Keadaan perdarahan tersebut
akan memperberat syok yang terjadi.4
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
meskipun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi dengan
baik. Aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler

8
yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6

2.5 Spektrum Klinis


Infeksi salah satu dari empat serotipe dengue dapat menghasilkan berbagai
spektrum penyakit dan tingkat keparahan. Spektrum penyakit dapat berkisar dari
ringan, seperti demam dengue klasik, dan bentuk parah dari penyakit ,yaitu
demam berdarah dengue (DBD) dan dengue syok syndrome (DSS) yang manifes
setelah fase demam 2-7 hari dan sering ditunjukkan oleh tanda-tanda peringatan
klinis dan laboratorium.10
Manifestasi awal demam dengue dan DBD/DSS adalah sama. Demam
dengue relatif tidak berbahaya dan dapat sembuh tanpa pengobatan. DBD dapat
muncul sebagai infeksi yang relatif tidak berbahaya pada awalnya, tetapi dapat
berkembang cepat menjadi penyakit yang mengancam jiwa bersamaan dengan
demam yang mereda. DBD dapat dibedakan dari demam dengue karena
berlangsung melalui tiga tahap patofisiologi yang diprediksi:
Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
Kritis / fase kebocoran plasma: onset mendadak dari berbagai derajat
kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan perut
Fase pemulihan atau reabsorpsi: penangkapan mendadak kebocoran
plasma seiring dengan reabsorpsi plasma dan cairan yang keluar dari
pembuluh darah

2.5.1 Fase Demam


Pasien umumnya mengalami demam tinggi yang terjadi tiba-tiba. Fase
demam akut berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada
wajah, eritema pada kulit, sakit seuruh badan, mialgia, artralgia, nyeri retro-
orbital, fotofobia, dan sakit kepala, anoreksia, mual dan muntah. Fase ini, demam
yang tinggi dapat mengakibatkan ganggguan neurologis dan kejang demam pada
anak.11

9
Sulit untuk membedakan klinis dengue dari penyakit demam non-dengue
diawal fase demam. Tes tourniquet positif pada fase ini menunjukkan peningkatan
probabilitas dengue. Gejala klinis tidak dapat memperkirakan tingkat keparahan
penyakit. Sangat penting untuk memantau tanda-tanda peringatan dan parameter
klinis lain untuk mengenali perkembangan ke fase kritis.11
Manifestasi perdarahan ringan seperti peteki dan perdarahan pada mukosa,
seperti dari hidung dan gusi dapat dilihat. Perdarahan gastrointestinal dapat juga
terjadi selama fase ini meskipun jarang. Hati mungkin membesar dan lunak
setelah beberapa hari demam. Kelainan awal pada pemeriksaan darah lengkap
adalah penurunan total sel darah putih yang progresif, yang harus diwaspadai
untuk probabilitas tinggi dengue. 11

2.5.2 Fase Kritis


Selama transisi dari demam ke tidak demam, pasien tanpa peningkatan
permeabilitas kapiler akan sembuh tanpa melalui fase kritis. Pasien dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat bermanifestasi dengan tanda-tanda
peringatan, sebagian besar sebagai akibat dari kebocoran plasma.11
Tanda-tanda peringatan menandai awal dari fase kritis. Pasien dapat
menjadi lebih buruk pada saat suhu badan turun mencapai 37,5-38 C atau kurang
dan tetap di bawah tingkat ini biasanya pada hari 3-8 sakit. Leukopenia progresif
diikuti dengan penurunan cepat jumlah trombosit biasanya mendahului kebocoran
plasma. Hematokrit meningkat menjadi salah satu yang paling awal tanda-tanda
tambahan. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis berlangsung
24-48 jam dengan tingkat kebocoran plasma bervariasi. Peningkatan hematokrit
mendahului perubahan tekanan darah dan volume nadi. Derajat hemokonsentrasi
di atas hematokrit baseline mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma.
Hal ini dapat dikurangi dengan terapi cairan awal intravena. Sering penentuan
hematokrit sangat penting karena perlunya penyesuaian terapi cairan intravena.
Efusi pleura dan asites biasanya hanya secara klinis terdeteksi setelah terapi cairan
intravena, kecuali terdapat kebocoran plasma yang signifikan. Rontgen thorax
lateral dekubitus kanan, deteksi USG cairan bebas dalam dada atau perut, atau
edema dinding kandung empedu mungkin mendahului deteksi klinis.11

10
Syok terjadi ketika volume plasma hilang melalui kebocoran didahului
dengan tanda-tanda peringatan. Suhu tubuh mungkin mengalami penurunan saat
syok terjadi. Syok yang terjadi dalam waktu lama, hipoperfusi menyebabkan
asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan koagulasi intravaskular
diseminata. Pada keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan parah yang
menyebabkan hematokrit turun pada syok berat. Leukopenia biasanya terjadi
selama fase demam dengue, namun jumlah leukosit mungkin meningkatkan
sebagai respon stres pada pasien dengan perdarahan hebat.11
Beberapa pasien berkembang ke fase kritis dan syok sebelum terjadi
penurunan suhu badan sampai normal. Pada pasien ini hematokrit meningkat dan
onset trombositopenia yang cepat atau tanda-tanda peringatan menunjukkan
terjadinya kebocoran plasma. Kasus demam berdarah dengan tanda-tanda
peringatan akan sembuh dengan rehidrasi intravena. Beberapa kasus akan
memburuk untuk dengue yang parah.11

2.5.2.1 Tanda-tanda peringatan


Tanda-tanda peringatan mendahului manifestasi dari syok dan muncul
menjelang akhir fase demam antara hari ke 3-7. muntah terus-menerus dan sakit
perut yang parah indikasi awal kebocoran plasma. Pasien menjadi semakin lesu.
Gejala-gejala ini dapat mengalami perburukan ke tahap syok. Perdarahan spontan
pada mukosa adalah manifestasi perdarahan yang penting. Sering ditemukan
hepar menjadi lebih besar dan lunak. Akumulasi cairan hanya dapat dideteksi
secara klinis jika terjadi kebocoran plasma yang signifikan atau setelah
pengobatan dengan cairan intravena. Penurunan cepat dan progresif jumlah
trombosit sekitar 100 000 sel/mm3 dan hematokrit naik 20% diatas baseline
merupakan tanda awal kebocoran plasma. Hal ini didahului dengan leukopenia (
5000 sel/mm3)11

2.5.2.2 Kebocoran Plasma Berat dan Dengue shock


Dengue shock syndrome (DSS) adalah bentuk syok hipovolemik dan
hasil dari permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma. Hal ini biasanya
terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai normal, yaitu hari 4-5 sakit dan

11
sering didahului oleh tanda peringatan. Pada keadaan ini, pasien yang tidak segera
menerima intravena dengan cepat berkembang ke keadaan syok.
Dengue shock sebagai rangakaian fisiologis, merupakan perburukan dari
kebocoran kapiler asimtomatik menjadi syok terkompensasi lalu syok hipotensi
dan akhirnya henti jantung.
Takikardia pada saat penurunan suhu badan merupakan respon awal
jantung untuk hipovolemia. Selama tahap awal syok, mekanisme kompensasi
yang mempertahankan normal tekanan darah sistolik mengakibatkan takikardia,
takipnea tenang (takipnea tanpa peningkatan usaha), dan vasokonstriksi perifer
dengan perfusi kulit berkurang dimanifestasikan dengna ekstremitas dingin dan
capillary refill time > 2 detik dan volume lemah nadi perifer.
Bersamaan dengan peningkatan resistensi vaskular perifer, tekanan
diastolik naik menuju tekanan sistolik dan tekanan nadi (perbedaan antara sistolik
dan tekanan diastolik) menyempit. Pasien dianggap syok terkompensasi jika
tekanan sistolik dipertahankan pada normal atau sedikit di atas normal tetapi
tekanan nadi 20 mmHg pada anak-anak (misalnya 100/85 mmHg) atau jika
paisen memiliki tanda-tanda perfusi kapiler yang buruk (ekstremitas dingin,
pengisian kapiler tertunda, atau takikardia). Kompensasi metabolik asidosis
terjadi ketika pH normal dengan karbon dioksida dan bikarbonat rendah.
Syok hipovolemik yang memburuk dimanifestasikan dengan
peningkatan takikardia dan vasokonstriksi perifer. Tidak hanya ekstremitas dingin
dan sianosis tetapi anggota badan menjadi berbintik-bintik, dingin dan basah.
Pada tahap ini pernapasan menjadi lebih cepat, dalam, dan meningkat sebagai
kompensasi untuk asidosis metabolik (Kussmaul pernapasan). Pada syok
dekompensasi, baik tekanan darah sistolik dan diastolik menghilang tiba-tiba, dan
pasien dikatakan memiliki hipotensi atau syok dekompensasi. Pada saat ini nadi
perifer menghilang sementara nadi pusat (femoralis) akan lemah.
Hipotensi terjadi ketika fisiologis berusaha untuk mempertahankan
tekanan darah sistolik dan perfusi yang tidak lagi efektif. Salah satu tanda klinis
utama dari kerusakan ini adalah perubahan keadaan mental karena perfusi otak
menurun. Pasien menjadi gelisah, bingung dan sangat lesu, kejang, dan agitasi. Di
sisi lain, anak-anak memiliki status mental yang jelas meskipun syok berat.

12
Kegagalan bayi dan anak-anak untuk mengenali, fokus atau melakukan kontak
mata dengan orang tua mungkin merupakan tanda awal hipoperfusi kortikal,
seperti kegagalan untuk merespon rangsangan nyeri. Orangtua mungkin menjadi
yang pertama untuk mengenali tanda-tanda ini 11

2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Riwayat penyakit yang harus ditanyakan adalah saat
mulai demam, tipe demam, jumlah asupan peroral, adanya tanda bahaya, diare,
kemungkinan adanya gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di
lingkungan yang sakit serupa.
Pemeriksaan fisis selain tanda vital juga periksa kesadaran penderita,
status hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih
dini, yaitu takipneu/pernafasan kussmaul/efusi pleura, adanya hepatomegali/
asites/ kelainan abdominal, cari adanya ruam atau peteki atau tanda perdarahan
lainnya. Bila tanda perdarahan spontan tidak ditemukan, maka lakukan uji
torniket. Sensitivitas uji torniket ini 30%, sedangkan spesifitasnya 82%.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi menunjukkan adanya kebocoran
plasma, selain itu jumlah trombosit cenderung rendah.
Diagnosis pasti diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu isolasi
virus, deteksi antibody, dan deteksi antigen atau RNA virus. Imunoglobulin M
(IgM) mulai terdeteksi dalam darah mulai hari ke-5 onset demam, meningkat
sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun. IgM masih dapat terdeteksi
hingga hari ke 60 sampai harin ke 90. Pada infeksi primer, konsentrasi IgM lebih
tinggi daripada infeksi sekunder. Infeksi primer, immunoglobulin G (IgG) dapat
terdeteksi pada hari ke 14 dengan titer yang rendah (1:640). Infeksi sekunder
IgG sudah dapat terdeteksi pada hari ke 2 dengan titer yang tinggi (>1:2560) dan
dapat bertahan seumur hidup.
Pemeriksaan antigen protein NS-1 Dengue (Ag NS-1) diharapkan
memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan pemeriksaan serologis lainnya.
Antigen ini dapat terdeteksi dalam darah pada hari pertama onset demam.
Pemeriksaan NS1 cukup mudah, praktis, dan tidak memerlukan waktu lama.

13
Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-1 yang spesifik terdapat pada virus dengue
ini diharapkan diagnosis infeksi dengue dapat ditegakkan lebih dini. Sensitivitas
deteksi Ag NS1 sebesar 88,7% dan 91% sedangkan spesifitas mencapai 100%
dibandingkan terhadap pemeriksaan isolasi virus dan RT-PCR. Penelitian lainnya
menunjukkan pemeriksaan Ag NS-1 antigen secara ELISA memberikan
sensitivitas sampai 93,3%.12

2.6.1 Derajat Demam Berdarah Dengue


Diagnosis infeksi dengue ditegakkan dengan adanya gejala klinis,
trombositopenia, hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus
dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif (IgM anti dengue atau
IgM/IgG anti dengue positif)

Tabel 1. Derajat Demam Berdarah Dengue


Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
I Demam dan manifestasi Trombositopenia <100.000
perdarahan (uji bendung positif) sel/mm3; peningkatan
dan tanda perembesan plasma hematokrit 20%
II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia <100.000
perdarahan spontan sel/mm3; peningkatan
hematokrit 20%
III Seperti derajat I atau II Trombositopenia <100.000
ditambah kegagalan sirkulasi sel/mm3; peningkatan
(nadi lemah, tekanan nadi 20 hematokrit 20%
mmHg, hipotensi, gelisah,
Hdieresis menurun
IV Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia <100.000
darah dan nadi yang tidak sel/mm3; peningkatan
terdeteksi hematokrit 20%

2.7 Diagnosis Banding


Leptospirosis, malaria, hepatitis menular, chikungunya,
meningococcemia, rubella dan influenza termasuk dalam diagnosis banding
demam dengue. Kehadiran hemokonsentrasi bersama dengan trombositopenia
membedakan DBD dari penyakit lainnya.13

2.8 Tata Laksana

14
Penanganan syok perlu dilakukan simultan mulai dari ABC hingga
resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan
kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap
syok hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi
dan ireversibel. Setiap pasien tersangka demam dengue juga DSS sebaiknya
dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain. Tata laksana pada demam
berdarah dengue atau DBD dengan syok adalah:
1) Perhatikan ABC
2) Pemberian cairan
3) Koreksi keseimbangan asam-basa
4) Beri darah segar bila ada perdarahan hebat. 12
Pasien DSS perlu diobservasi ketat terhadap kemungkinan terjadinya
perburukan. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum,
nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan, serta HGB dan HCT setiap 4-6 jam
pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Pemantauan
platelet tiap 12 jam, dan pemantauan keseimbangan cairan dan produksi urin.
Terapi untuk dengue shock syndrome (DSS) bertujuan untuk mengembalikan
volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai
dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan yang dapat diberikan
yakni cairan kristaloid (dekstrosa, ringer laktat, atau normal salin) yang dapat
diikuti dengan pemberian cairan koloid sesuai dengan derajat DBD pasien.11

15
Demam tinggi mendadak,
Tersangka DBD terus menerus <7 hari. Tidak diserta

Ada Kedaruratan Tidak Ada Kedaruratan

Tanda syok, muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak
Periksadarah
uji Tourniquet (Rum

Uji Tourniquet (-) Uji Tourniquet (+)

Rawat Jalan

Parasetamol
Kontrol setiap hari sampai demam hilang Jumlah trombosit <100.000/uL
Jumlah trombosit
Tatalaksana disesuaikan (lihatdan
Nilai tanda klinis bagan 3,4,5)
jumlah trombosit, hematokrit bila masih demam sampai hari ke 3

Rawat
Rawat JalanInap (lihat bagan 3)
Minum banyak, Parasetamol,
Kontrol setiap hari sampai demam turun. B

Bila timbul tanda syok (gelisah, lemah, kaki dan tangan dingin, nyeri perut, berak hitam, kencing berkura
Segera bawa ke Rumah Sakit

Gambar 3. Bagan Alogaritma Tersangka DBD

16
Cairan Awal

RL/NaCl 0,9% atau


RLDS/NaCl 0,9%+D5 6-
7ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit @ 6jam

Tidak ada
Perbaikan perbaikan

Gelisah,Distres
Tidak gelisah, Nadi kuat, TTD pernafasan, Frek
stabil, Diuresis cukup Nadi naik, Ht tetap
(1cc/kg/jam), Ht turun (2x tinggi, tekanan nadi
pemeriksaan) <20 mmHg, Diuresis
tidak ada

Tanda Vital
Memburuk
Tetesan Dinaikkan
Ht Meningkat 10ml/kgBB/jam
Tetesan
Dikurangi

Perbaikan

Tidak ada perbaikan


5ml/kgBB/jam

Perbaikan 15ml/kgBB/jam

3ml/kgBB/jam Tanda vital tidak stabil

Distres Pernafasan Ht Turun


IVFD stop setelah 24-48 jam
Ht Meningkat
Apabila tanda vital/Ht stabil
& diuresis cukup
Transfusi darah
Koloid 10ml/kgBB
20-30ml/kgBB
Gambar 4. Bagan tata laksana pasien dengan Demam Berdarah Dengue

17
Gejala Klinis : demam 2-7 hari, uji
tourniquet (+) Perdarahan spontan
Laboratorium : Hematokrit tidak
meningkat, Trombositopenia ringan

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum, pasien


Beri minum banyak 1-2L/hari atau muntah terus menerus
1 sendok makan @ 5 menit
Jenis minuman : air putih, the
manis, sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu >38,5oC beri
parasetamol, bila kejang beri obat Pasang infus NaCl 0,45% Dextrose
anti konvulsi 5% tetesan rumatan sesuai BB
PEriksa Hb, Ht @6jam Trombosit
@12jam

Monitor Gejala klinis dan Lab


Perhatikan tanda shock, palpasi
hati, awasi perdarahan Ht naik dan atau Trombosit
Periksa Ht, Hb @6jam, trombosit turun
@12 jam

Ganti Infus Ringer Laktat

Perbaikan klinis dan laboratorium

Pulang

Gambar 5. Bagan Protokol Demam Dengue

18
Gambar 6. Bagan Protokol Demam Berdarah Dengue Derajat I dan II

Gambar 7. Bagan Protokol Demam Berdarah Dengue Derajat III dan IV

19
Gambar 8. Bagan Protokol Penanganan DSS

2.9 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat meliputi
ensefalopati dengue, perdarahan masif, serta gagal jantung.12 Pada umumnya
ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berke-panjangan dengan
perdarahan. Ensefalopati dengue dapat menyebabkan kesadaran pasien menurun
menjadi apatis atau somnolen, dapat juga disertai kejang. Komplikasi berupa
kelainan ginjal umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan mengganti volume intravaskular. Sedangkan edem paru
merupakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat pemberian cairan yang
berlebihan.13

2.10 Pencegahan

20
Pencegahan seseorang yang telah terkena DBD menjadi perburukan ke
arah DSS adalah dengan terapi cairan pada pasien, terapi medikamentosa serta
observasi ketat keadaan umum pasien
Pencegahan penyakit DBD dibagi menjadi 3 yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit.13
2.10.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan surveilans vektor,
pengendalian vektor, surveilans kasus, dan pemberatasan sarang nyamuk.
Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti penting untuk menentukan distribusi,
kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan
tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau
kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim
untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan
pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan
dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang
dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau
memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembang
biak nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada
tidaknya jentik, yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan
melihat ada tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil
jentiknya.13,14
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi
nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar pengendalian vektor dilakukan
dengan tiga cara, yaitu secara kimiawi, hayati, dan lingkungan. Pada
pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk
dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah golongan
organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida
dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah
penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu
dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut
dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi. 12,13

21
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis
dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan
mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian
hayati berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan
kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah
pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing
nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax
merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk. 13,14
Pengendalian lingkungan antara lain dengan mencegah nyamuk kontak
dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan
ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar
mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari. 13,14
Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun
pasif. Di beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Sistem
surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun
sistem ini berguna untuk memantau kecenderungan penyebaran dengue jangka
panjang. Surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan (rumah sakit,
puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek swasta, dll) diwajibkan
melaporkan setiap penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Surveilans aktif bertujuan memantau
penyebaran dengue di dalam masyarakat sehingga mampu mengatakan kejadian,
dimana berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus yang bersirkulasi,
sistem ini harus mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik.
Surveilans seperti ini dapat memberikan peringatan dini atau memiliki
kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.13,14
Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai
pemantauan hasil secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, dan
merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta perilaku
sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam
membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan
istilah 3M, yaitu:

22
1) Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan
peliharaan minimal sekali dalam seminggu
2) Menutup rapat tempat penampungan air sehingga tidak dapat diterobos
oleh nyamuk dewasa
3) Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang dapat
menampung air hujan sebagai tempat berkembang biak nyamuk Aedes
aegypti.14

2.10.2 Pencegahan Sekunder


Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh
petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara:
1) Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan
pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan
obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera
bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.
2) Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosis dan
pengobatan segera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD
tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima
laporan melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit
di lokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan
adanya penularan lebih lanjut.
3) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan
kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya.14
2.11 Prognosis
Demam berdarah adalah penyakit yang perlu di waspadai, tetapi prognosis
baik pada dewasa sehat, meskipun demam berdarah dengue dan dengue shock
syndrome adalah penyebab utama rawat inap dan kematian pada anak-anak.
Demam berdarah umumnya sembuh sendiri, dengan kasus kematian kurang dari
1%. Fase akut penyakit berlangsung selama 2 sampai 7 hari, tetapi tahap
konsvalesens dapat memanjang selama berminggu-minggu terkait dengan
kelelahan dan depresi, terutama pada orang dewasa. Prognosis demam berdarah
dengue dan dengue shock syndrome tergantung pada pencegahan, atau
pengenalan dini dan pengobatan syok. Kasus kematian sekitar 2,5%-5,0%. Angka
kematian akibat syok dengue, berkisar antara 12%-44%.15

23
24
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : KAY
Umur : 3 tahun 7 bulan
JenisKelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Perum Korinuansa, Kuta Selatan
Tanggal MRS : 26 Juli 2016 (Pukul 01.00 wita)

3.2 Heteroanamnesis
Keluhan utama : Tangan dan kaki dingin
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke triage anak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dengan
keluhan tangan dan kaki dingin sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit ( pukul
16.00 wita tanggal 25/07/2016). Dingin pada tangan dan kaki dikatakan terus
menerus. Dingin berusaha dikurangi dengan memakai selimut dan memakai
minyak kayu putih, namun dingin tidak berkurang. Pasien dikeluhkan terlihat
lemas dan hanya tidur saja sejak pukul 13.00 wita (25/07/2016). Pasien juga
dikeluhkan demam.
Demam dikeluhkan muncul tanggal 21/07/2016 sejak pukul 15.00 wita,
yaitu 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dikatakan muncul mendadak dan
tinggi dengan suhu terukur 39C. Demam turun dengan obat penurun panas,
namun demam dikatakan naik kembali. Demam dikatakan membaik sejak tanggal
25/07/2016 pukul 12.00, 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan kejang,
menggigil, dan berkeringat saat demam dikatakan tidak ada.
Pasien juga dikeluhkan nyeri perut hilang timbul pada daerah ulu hati
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dikatakan seperti ditusuk-tusuk
dan memberat saat ditekan.

25
Keluhan mual muntah dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah dikatakan didahului oleh mual. Muntah dikatakan sebanyak 4 kali
sehari berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya dengan volume
gelas air mineral setiap kali muntah. Nafsu makan pasien dikatakan
berkurang sejak sakit.
Batuk dan pilek disangkal. Keluhan sakit kepala juga disangkal. Tidak
terdapat keluhan gusi berdarah, mimisan, buang air besar berwarna hitam dan
bintik-bintik merah pada kulit. Buang air kecil dikatakan sedikit (30 cc) dan
berwarna kuning pekat sejak 2,5 jam sebelum masuk rumah sakit (pukul 22.30
wita). Pasien dikatakan belum buang air besar sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien dikatakan belum pernah sakit dengan keluhan yang sama
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal. Dikatakan tidak
terdapat riwayat alergi ataupun penyakit sistemik pada keluarga.

Riwayat Pribadi, Sosial, Lingkungan


Pasien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Kedua saudara pasien
dikatakan sehat. Tetangga dekat rumah pasien yang berjarak 50 meter dari rumah
pasien dikatakan ada yang mengalami demam berdarah kurang lebih 1 minggu
yang lalu.

Riwayat Pengobatan
Pada tanggal 21 Juli 2016 pasien pergi ke dokter umum dan mendapatkan
obat penurun panas berupa parasetamol sirup yang diminum 3 kali sehari.

Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan cukup bulan dengan sectio caesarea. Petugas penolong
persalinan adalah dokter spesialis kandungan. Berat badan lahir 3000 gram,

26
panjang badan 52 cm dan lingkar kepala pasien saat lahir dikatakan lupa. Saat
lahir pasien dikatakan segera menangis.

Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali
Polio : 4 kali
Hepatitis B : 4 kali
DPT : 3 kali
Campak : 1 kali

Riwayat nutrisi
Pasien dikatakan minum ASI sejak lahir sampai berusia 12 bulan. Selain
ASI, pasien juga diberikan susu formula sejak lahir hingga sekarang. Pasien mulai
mengonsumsi bubur saring sejak usia 6 bulan-9 bulan, dan mulai mengonsumsi
nasi lunak sejak usia 9 bulan. Pasien sudah bisa mengonsumsi makanan dewasa
sejak usia 12 bulan dengan frekuensi 2-3 kali sehari.

Riwayat Tumbuh Kembang


Menegakkan kepala : 4 bulan
Membalik badan : 5 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 18 bulan
Bicara : 15 bulan

Riwayat alergi
Riwayat alergi pada pasien disangkal.
Riwayat Operasi
Pasien dikatakan tidak pernah menjalani operasi.

27
Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4 V4 M5
Tekanan darah : 80 mmHg/palpasi
Laju nadi : 140 x/menit iregular, isi kurang
Laju napas : 24 x/menit regular, tipe thoracal
Suhu Aksila : 36,8 C
Skala nyeri : 2 (berdasarkan Wong Baker)
Saturasi Oksigen : 98% (udara ruangan)

Status antropometri
Tinggi Badan : 100 cm
Berat Badan : 16 kg
Status gizi : gizi baik (Waterlow 105%)

Status general
- Kepala : normocephali
- Mata : konjungtiva pucat (-/-), sekret (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (+/+), refleks cahaya (+/+),
udem palpebral (-/-)
- THT
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-/-), napas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
- Mulut : lidah sianosis (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-)
- Leher : pembesaran kelenjar (-)
- Thorax : simetris
- Cor
Inspeksi : precordial bulging (-)
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra, kuat angkat (-),

28
thrill (-)
Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur (-)
- Pulmo
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi (-)
Palpasi : gerakan dinding dada teraba simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : suara sonor (+/+)
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae dan 2 cm di
bawah processus xyphoideus, lien tidak teraba pembesaran,
nyeri tekan (+) epigastrium, turgor kulit kembali lambat
- Ektremitas : dingin pada keempat ekstremitas, udem -/- , CRT >2 detik,
- Kulit : sianosis (-), ikterus (-), ptekie (-), rumple leed (-)
- Genitalia eksterna : laki-laki
- Status pubertas : laki-laki M1P1

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah lengkap di Klinik Rahayu Asih (24/07/2016):
Hb : 12,0
WBC : 4,00
HCT : 37,6
PLT : 197

3.5 Diagnosis Kerja


Dengue Shock Syndrome (panas hari ke-5 mulai pukul 15.00 WITA) + Gizi baik

29
3.6 Planning
Daftar Masalah Rencana Intervensi Target
Dengue Shock Syndrome Resusitasi IVFD RL 20 Syok teratasi dalam 1
ml/kg/jam jam
Cek DL berkala
Cek serologi dengue
demam hari ke-6
Monitoring tanda vital
Demam Antipiretik Suhu tubuh terjaga
antara 36,5oC 37,5oC

Planning Monitoring :
Observasi tanda vital
Observasi warning sign
Observasi balance cairan

30
LAPORAN PERKEMBANGAN PASIEN

Tanggal Subjektif Objektif Assesement Planning


26 Juli Akral hangat, Status Present Dengue Shock Cek DL post
2016 nyeri perut (+), Keadaan umum : Syndrome resusitasi
Pukul mual (-), Sedang Kompensata RL 10
02.00 muntah (-) Kesadaran : Compos (Panas Hari Ke-5 ml/kg/jam
WITA Mentis mulai pukul 15.00) - 160 ml/jam
Tekanan darah : + Gizi Baik - Line I 25
110/70 mmHg tpm
Laju nadi : - Line II 25
100x/menit, isi tpm
cukup Monitoring :
Laju napas :
tanda vital,
24x/menit
balance cairan,
o
Suhu aksila : 36,5 C
dan produksi
SpO2 : 98%
urin
CRT : 2 detik
26 Juli Akral hangat, Status Present Dengue Shock Evaluasi DL
2016 demam (-), Keadaan umum : Syndrome tiap 6 jam
Pukul nyeri perut (+) Sedang Kompensata Infus RL 7
04.00 berkurang, mual Kesadaran : Compos (Panas Hari ke-5 ml/kgBB/jam ~
(-), muntah (-) Mentis mulai pukul 15.00) 112 ml/jam : 38
Tekanan darah : + Gizi Baik tetes
110/70 mmHg makro/menit
Laju nadi : - Line I 19
95x/menit, reguler, tpm
isi cukup - Line II 19
Laju napas : tpm
24x/menit Monitoring :
o
Suhu aksila : 36,8 C tanda vital,
SpO2 : 98% balance cairan,
CRT : 2 detik warning sign

31
Hasil Laboraturium
WBC : 4,03
HCT : 38,19
PLT : 85,3
Hb : 13,01
26 Juli Demam (-), Status Present Dengue Shock Cek DL tiap 8
2016 nyeri perut (-), Keadaan umum : Syndrome jam
Pukul mual (-), Sedang Kompensata RL 5
06.00 muntah (-) Kesadaran : Compos (Panas Hari ke-5 ml/kgBB/jam ~
Mentis mulai pukul 15.00) 80 ml/jam ~ 26
Tekanan darah : + Gizi Baik tetes makro per
110/70 mmHg menit
Laju nadi : - Line I 13
104x/menit, reguler, tpm
isi cukup - Line II 13
Laju napas : tpm
26x/menit
Suhu aksila : 36,5oC
26 Juli Demam (-), Status Present Dengue Shock Evaluasi darah
2016 mual (-), Keadaan umum : Syndrome tiap lengkap
Pukul muntah (-), Baik Kompensata setiap 8 jam
11.00 nyeri perut (-) Kesadaran : Compos (Panas Hari ke-5 Cek IgG dan
Mentis mulai pukul 15.00) IgM anti
Tekanan darah : + Gizi Baik Dengue panas
100/70 mmHg hari ke-6
Laju nadi : Kebutuhan
98x/menit, reguler, cairan
isi cukup maintenance
Laju napas : 1300 ml/hari
24x/menit - Infus Ringer
o
Suhu aksila : 37 C Laktat 18
tetes

32
makro/menit
Parasetamol
sirup 160 mg (7
ml) bila suhu
axial 38oC,
dapat diulang
tiap 4 jam
26 Juli Menerima hasil Hasil pemeriksaan Dengue Shock Cek DL
2016 evaluasi darah darah lengkap Syndrome Cek IgG dan
Pukul lengkap WBC : 8,22 Kompensata IgM anti
18.00 Hb : 12,86 (Panas Hari ke-V Dengue hari ke-
HCT : 36,80 mulai pukul 15.00) VI
PLT : 90,55 + Gizi Baik Infus cairan ~
IWL ~ 17
Status Present
ml/jam ~ 6 tetes
Tekanan darah :
makro/menit
90/60 mmHg
Monitoring :
Laju nadi : 108
tanda vital,
x/menit, reguler, isi
balance cairan,
cukup
warning sign
Laju napas :
26x/menit
Suhu aksila : 36,9oC
27 Juli Demam (-), Status Present Dengue Shock Cek DL
2016 muntah (-), Keadaan umum : Syndrome Infus RL 17
Pukul nyeri perut (-), Baik Kompensata ml/jam ~ 6 tetes
06.00 mimisan (-), Kesadaran : Compos (Panas Hari ke-VI makro/menit
gusi beradrah Mentis mulai pukul 15.00) Monitoring :
(-), Makan dan Tekanan darah : + Gizi Baik
tanda vital,
minum (+), 100/70 mmHg
warning sign,
BAB (+), BAK Laju nadi :
balance cairan
(+) 96x/menit, reguler,
isi cukup

33
Laju napas :
22x/menit
Suhu aksila : 36,5oC

34
Darah Lengkap di Sanglah
Parameter 26/07/2016 26/07/2016 26/07/2016 Rujukan
02.00 WITA 03.00 WITA 09.00 WITA
WBC 6,68 4,03 (L) 5,68 (L) 6,0 14,0
NEU% 28,43 27,07 19,10 18,30 - 47,10
LYM% 46,65 41,77 48,09 30,00 - 64,30
MONO% 23,05 (H) 27,39 (H) 30,52 (H) 0,0 - 7,10
EOS% 0,13 0,16 0,11 0,0 - 5,0
BASO% 1,74 (H) 3,60 (H) 2,18 (H) 0,0 - 0,70
NEU# 1,90 1,09 (L) 1,09 (L) 1,10 6,60
LYM# 3,12 1,69 (L) 2,73 1,80 9,00
MONO# 1,54 (H) 1,11 (H) 1,73 (H) 0,00 1,00
EOS# 0,01 0,01 0,01 0,00 0,70
BASO# 0,12 (H) 0,15 (H) 0,12 (H) 0,00 0,10
RBC 6,53 (H) 5,00 5,26 4,10 5,3
HGB 17,07 (H) 13,01 13,40 12,0 16,0
HCT 50,02 (H) 38,19 40,40 36,0 49,0
MCV 76,84 (L) 76,43 (L) 76,82 (L) 78,0 102,0
MCH 26,13 26,03 25,48 25,0 35,0
MCHC 34,01 34,05 33,17 31 36
RDW 12,27 12,21 12,32 11,6 18,7
PLT 103,10 (L) 85,36 75,99 140 440
(Critical Value) (Critical Value)

Imunoserologi (27/07/2016)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Anti DHF IgM Negatif Negatif
Anti DHF IgG Positif Negatif

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnosis


Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan syok hipovolemik yang terjadi
akibat peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai dengan perembesan
plasma. Dengue shock umumnya terjadi di sekitar penurunan suhu tubuh yaitu
pada hari sakit ke 4-5 dan seringkali didahului oleh tanda bahaya. Diagnosis DSS

35
harus memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) dan ditemukan tanda
dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi ataupun dekompensasi.
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan akral atau
ekstremitas dingin. Akral dingin merupakan salah satu manifestasi syok. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang dan gelisah, takikardi,
nadi cepat dan lemah, tekanan darah 80mmHg/palpasi. Adanya hipovolemi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma menyebabkna tubuh melakukan mekanisme
kompensasi melalui jalur neuruohormonal untuk mencegah hipoperfusi pada
organ vital. Sistem kardiovaskular mempertahaknkan sirkulasi melalui
peningkatan isi sekuncup, laju hantung, dan vasokontriksi perifer. Klinis ditandai
dengan takikardi yang terjadi pada suhu mulai turun walaupun tekanan darah
belum terlalu turun karena kompensasi dari peningkatan laju jantung. Tahap
selanjutnya kompensasi dilakukan dengan mempertahankan sirkulasi ke arah
organ vital dengan menurunkan sirkulasi ke daerah perifer (vasokontriksi perifer).
Hal ini ditandai dengan ekstremitas dingin dan lembab, sianosis, kulit tubuh
menjadi bercak-bercak, pengisisan waktu kapiler memanjang. Dengan adanya
vasokontriksi perifer, terjadi peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan
diastolic meningkat sedangkan tekanan sistolik tetap sehingga terjadi tekanan nadi
menyempit. Pada tahap ini sistem pernafasan melakukan kompensasi dengan
quite tachypnea (takipnea tnpa peningkatan kerja otot pernafasan)
Hal ini menunjukkan pasien telah mengalami syok hipovolemik
dekompensasi dimana upaya fisiologis untuk mempertahankan kardiovaskular
gagal. Tanda syok dekompensasi adalah takikardi, hipotensi, nadi cepat dan
lemah, sianosis, kulit lembab dan dingin, pada profound shock: nadi tidak teraba
dan tekanan darah tidak terukur. Dari pemeriksaan fisik ditemukan takikardi, nadi
cepat dan lemah, tekanan darah 80mmHg/palpasi, dan akral dingin. Hal ini
menandakan bahwa pada pasien sudah terjadi syok dekompensasi.
Pada anamnesis demam berdarah dengue biasanya ditemukan demam 2-7
hari yang timbul mendadak tinggi, terus menerus, dan bifasik, manifestasi
perdarahan baik spontan seperti peteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, dan atau melena maupun uji tourniquet positif, nyeri kepala,
myalgia, atralgia, nyeri retro orbital, dijumpai kasus DBD di lungkungan sekolah,

36
rumah atau disekitar lingkungan rumah. Pasien memiliki riwayat demam sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul mendadak dan tinggi terus
menerus. Demam sempat turun dengan obat penurun panas, namun naik kembali.
Keluhan kejang, menggigil maupun berkeringat saat demam dikatakan tidak ada.
Keluhan ini sesuai dengan salah satu kriteria klinis DBD yaitu demam mendadak
tinggi dan terus menerus yang terjadi 2-7 hari dimana demam yang terjadi pada
penderita DBD merupakan gejala sistemik yang diakibatkan pelepasan mediator-
mediator inflamasi terhadap viremia.
Pasien sedang memasuki fase kritis yang biasanya muncul pada hari ke 3-
7. Pada fase kritis perlu diwasapadai tanda bahaya yaitu demam turun tapi
keadaan anak memburuk, nyeri perut dan nyeri tekan abdomen, muntah yang
menetap, letargi, gelisah, perdarahan mukosa, pembesaran hati, akumulasi cairan,
oligouria, peningkatan hematocrit bersamaan denga penurunan cepat jumlah
trombosit, hematokrit awal tinggi. Pada pasien juga mengeluhkan nyeri perut dan
muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dan muntah menetap
adalah tanda bahaya yang mengindikasikan akan terjadi syok. Hal ini sesuai
dengan dengue shock yang seringkali didahului oleh tanda bahaya.
Pada pemeriksaan fisik pembesaran hepar 2 cm di bawah arcus costae dan
2 cm di bawah processus xyphoideus dimana pada DSS DBD ditemukan
hepatomegali akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi trombosit dan untuk
menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel Kupffer mengalami banyak
kerusakan akibat infeksi virus dengue. Pada pasien ini didapatkan pembesaran hepar yang
merupakan tanda dari DBD.
Pemeriksaan penunjang merupakan salah satu cara dalam membantu
menegakkan diagnosis demam berdarah dengue dimana jenis pemeriksaan
penunjang yang sering dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan serologi. Untuk menegakkan kriteria demam berdarah dengue, pada
pemeriksan penunjang harus memenuhi kriteria trombositopenia dan peningkatan
hematokrit 20%.Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap yang
pertama saat awal masuk ke rumah sakit sanglah, didapatkan bahwa trombosit
pasien 103.100 sel/mm3dan hematokrit 50,02%. Sesuai dengan kriteria DBD,
pasien ini mengalami trombositopenia. Sedangkan adanya peningkatan hematokrit
dilihat dari hasil pemeriksaan darah lengkap pasien yang kedua setelah dilakukan

37
resusitasi, dimana diperoleh hematokrit 38,19%. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat penurunan hematokrit >20% setelah diberikan resusitasi cairan yang
menandakan adanya peningkatan hematrokit diawal. Peningkatan hematokrit
tersebut menunjukkan adanya kebocoran plasma sebagai salah satu kriteria
diagnosis demam berdarah dengue. Selain pemeriksaan darah lengkap, pada
pasien ini juga dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue pada
hari ke-6. Dari pemeriksaan tersebut diperoleh hasil IgM negatif dan IgG positif.
Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya manifestasi DBD yang disertai syok saat
ini kemungkinan disebabkan oleh dugaan infeksi sekunder.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien
didiagnosis dengan DSS. Hal ini dilihat dari anamnesis pasien yaitu kaki dan
tangan dingin disertai dengan tanda-tanda syok serta memenuhi kriteria DBD
yaitu demam disertai 2-7 hari mendadak tinggi teru-menerus dengan dua gejala
klinis tambahan berupa trombositopenia dan ada kasus DBD disekitar rumah
pasien. Selain itu didapatkan tanda kebocoran plasma berupa peningkatan
hematokrit >20% dan didapatkan hasil serologi IgG positif.

4.2 Penatalaksanaan
Sesuai dengan penatalaksanaan kasus DBD dengan syok (Dengue Shock
Syndrome) yang pertama harus dilakukan adalah mengatasi syoknya terlebih
dahulu dengan mengamankan ABC (Airway, Breathing dan Circulation).
Mengamankan airway dilakukan dengan memastikan bahwa tidak ada sumbatan
pada jalan nafas pasien. Pada breathing dengan memberikan oksigen 2-4
liter/menit dan sirkulasi dengan pemberian cairan kristaloid 20ml/kgBB
secepatnya. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap tanda-tanda syok tersebut
untuk memastikan syok teratasi atau tidak. Apabila teratasi dengan resusitasi
cairan yang pertama, pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan pemberian
cairan maintenance. Sedangkan apabila syok belum teratasi dilanjutkan dengan
resusitasi cairan kedua menggunakan cairan koloid 20ml/kgBB.
Pada pasien ini, dalam penatalaksanaan syok dilakukan resusitasi dengan
memberikan cairan kristaloid berupa Ringer Laktat (RL) secara intravena
sebanyak 20ml/kgBB yaitu sebanyak 320 ml yang dibagi menjadi 2 line. Saat

38
evaluasi didapatkan bahwa denyut nadi 96x/menit dengan isi cukup, laju
pernafasan 22x/menit, tekanan darah 100/70 mmHg, akral hangat, CRT 2 detik
dan kesadaran pasien membaik, dimana keadaan tersebut menunjukkan bahwa
syok sudah teratasi. Pemberian cairan pada pasien selanjutnya berupa cairan
maintenance dimana sesuai dengan rumus Holiday Segar, kebutuhan cairan
maintenance pasien adalah 1300ml/hari sehingga pada pasien selanjutnya
diberikan cairan kristaloid berupa Ringer Laktat (RL) sebanyak 18 tetes
mako/menit. Selain itu, pasien harus terus dipantau vital sign, warning sign, dan
balance cairan serta melakukan pemeriksaan darah lengkap untuk memantau
trombosit dan hematokrit setiap 12 jam.

39
BAB V
SIMPULAN

Pasien laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan ini datang ke UGD RSUP Sanglah
dengan keluhan tangan dan kaki dingin. Ibu pasien mengatakan anaknya sempat
demam selama 5 hari sebelum merasakan dingin pada tangan dan kaki anaknya.
Ibu pasien juga mengatakan adanya nyeri perut hilang timbul dan mual muntah
pada anaknya sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya takipneu, takikardi, nadi cepat
dan lemah, tekanan darah 80 mmhg/palpasi, dan CRT >3 detik. Dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
serologi. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya trombositopenia dan
peningkatan hematokrit >20%. Sedangkan, pemeriksaan serologi didapatkan hasil
IgG positif dan IgM negatif.
Diagnosis pada pasien ini, yaitu dengue shock syndrome karena pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan tanda
dan gejala pada dengue shock syndrome.
Untuk tatalaksanaanya, pasien diberikan resusitasi cairan berupa IVFD
RL 320 ml/jam dan untuk mengatasi demam pasien diberikan parasetamol.
Rencana monitoring pada pasien, yaitu monitoring darah lengkap tiap 6 jam,
tanda vital, balance cairan, dan produksi urin.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H.T. Demam berdarah Dengue.
Dalam: Buku Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-5. Jilid III. 2006. Hal:
2773-9
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Buletin Jendela
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
3. Suhendro. 2009. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta:Universitas Indonesia
4. Amin P. et al, Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Dengue Shock
Syndrome.Diadapat dari: htth://www.bhj.org/journal/2001 4303 july
01/review 380.htm. Diakses 3 April 2012.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Infeksi Virus Dengue dalam Ilmu
Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2005. h: 607-621
6. Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa Infeksi Virus Dengue Recent Update.
Applied Management of Dengue Viral Infection in Children. 6 November
2010.
7. WHO. 2013. Dengue and Severe Dengue. Available at :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses : 24 Januari
2016)
8. Kemenkes RI 2014. Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Indonesia
9. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2015. Riset Kesehatan Dasar Dalam Angka
Tahun 2015.
10. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Infeksi Virus Dengue dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Inonesia. Hal 141-149
12. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
Pedoman dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

41
13. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Demam Berdarah Dengue. Dalam:
Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Denpasar: 2011; 205- 211.
14. Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H.T. Demam berdarah Dengue.
Dalam: Buku Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-5. Jilid III. 2006. Hal:
2773-9

42

Anda mungkin juga menyukai