Anda di halaman 1dari 7

INTISARI JURNAL

Prevalensi autisme dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Data yang diperoleh
pada tahun 1966, 1980, 1990, dan terakhir 1995 selalu terjadi peningkatan prevalensi autisme.
Autisme sendiri dapat terjadi pada siapa saja, tidak ada hubungan dengan status sosial, ekonomi,
budaya dan etnik. Untuk mendiagnosis serta menentukan derajat autisme bisa digunakan salah satu
skala yaitu Childhood Autism Rating Scale (CARS). Salah satu yang harus diperhatikan oleh
penderita autis adalah pemilihan jenis makanan. Menurut Sutadi, autis dapat diringankan dengan
beberapa cara, salah satunya adalah penghindaran bahan makanan yang mengandung gluten dan
kasein. Karena diduga penderita autis tidak memiliki kemampuan untuk memecah gluten dan kasein
secara sempurna. Hal ini menyebabkan terbentuk zat peptida dari pemecahan gluten dan kasein yang
akan menimbulkan sensasi yang menyenangkan. Tetapi terapi diet rendah gluten dan kasein ini masih
kontroversial, jadi masih dibutuhkan pembuktian dan penelitian lebih lanjut.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian dilakukan di
Pusat Pengamatan dan Pengkajian Tumbuh Kembang Anak (PPTKA) Bina Kasih Yogyakarta pada
bulan September 2004 sampai bulan April 2005. Subjek penelitian adalah 1) anak yang terdiagnosis
menderita ASD dengan nilai CARS kurang lebih atau sama dengan 30 2) orang tua yang setuju dan
menandatangani informed consent. Untuk mengetahui pendapat ibu mengenai diet gluten dan kasein
dilakukan wawancara mendalam ( indepth interview ).

Jumlah subjek yang diperoleh selama penelitian adalah 10 orang. Satu orang pasien baru yang
sebelumnya belum terdiagnosis, lima orang pasien tetapi sebelumnya sudah mengetahui terdiagnosis,
empat orang pasien lama. Data yang diperoleh pasien baru adalah CARS pada saat diagnosis dan pola
makan sebelum terdiagosis, pasien baru telah terdiagnosis adalah CARS pada saat diagnosis (di
PPTKA) dan pola makan sebelum dan setelah diduga autis, dan pasien lama adalah CARS lama,
CARS akhir, pola makan sebelum diagnosis dan pola makan sesudah diagnosis. Hasil yang diperoleh
dari hubungan pola konsumsi gluten dan kasein serta skor CARS adalah ada perbedaan signifikan
antara pola konsumsi gluten dan kasein sebelum dan sesudah diagnosis, tetapi tidak ada perbedaan
yang signifikan untuk skor CARS. Hasil penelitian konsumsi gluten dan kasein sebelum diagnosis
adalah rata-rata ibu sudah memberikan susu formula pada saat masih 0-6 bulan dan diatas 6 bulan.
Pola konsumsi gluten dan kasein setelah diagnosis, umumnya informan (ibu dari penderita) pernah
mengetahui mengenai diet rendah gluten dan kasein. Setelah mengetahui anaknya terdiagnosis autis
sebagian besar informan mulai mengurangi bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein,
bahkan ada juga yang menghilangkan bahan makanan yang diduga menyebabkan alergi. Hal lainnya
yang menjadi penelitian adalah perubahan perilaku anak setelah diet gluten dan kasein. Beberapa
responden mengatakan terjadi perubahan setelah membatasi bahan makanan yang mengandung gluten
dan kasein. Perubahan yang terjadi beragam karena setiap anak memiliki respon yang berbeda.
Beberapa perubahan yang terjadi, diantaranya: 1) Perubahan emosi ( perilaku dan emosi jadi lebih
terkontrol setelah diet), 2) Perbaikan pada pola tidur ( sebelum diet anak sulit tidur, tapi setelah diet
anak bisa tidur), 3) Perbaikan pada perilaku autis (setelah diet terjadi pengurangan perilaku autis
seperti lompat-lompat dan hiperaktifnya), 4) Respon lain (hanya kasein yang berpengaruh sedangkan
gluten tidak berpengaruh, respon lainnya ada juga yang kurang yakin dengan perubahan pada anak).
Namun ada beberapa kesulitan yang dialami oleh para ibu dalam menerapkan diet ini. Bagi orang tua
yang anaknya terdeteksi dini, tidak jadi kesulitan untuk mengatur pola makan anak karena anak masih
tergantung ibunya. Tapi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada beberapa ibu yang
mengungkapkan kesulitan menerapkan diet pada anaknya. Kesulitan yang dialami oleh para ibu dalam
menerapkan diet rendah gluten dan kasein, diantaranya : ibu yang bekerja dan selama bekerja anak
diasuh oleh orang lain (jadi ibu tidak bisa mengawasi pola makan anak selam bekerja), kerepotan saat
bepergian atau di luar rumah jadi ada faktor luar yang mempengaruhi si anak, atau si ibu yang belum
tahu benar cara menerapkan diet ketat gluten dan kasein yang malah membuat anak menjadi lemas
karena kurang energi. Ada lagi kasus si anak yang suka makanan tertentu dan menolak makanan baru
yang dikenalkan oleh si ibu. Hambatan lain adalah si anak yang sudah terbiasa diberi makan dengan
bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein, ada juga anak yang tidak suka makan nasi dan
hanya mau makan biskuit, mi atau roti saja. Gluten sendiri adalah salah satu protein yang diantaranya
terdapat pada gandum, barley, rye, dan oat. Kasein juga protein yang ditemukan dalam produk sehari-
hari seperti susu, es krim, keju, dan yoghurt.

Dari beberapa penelitian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu; a) ada hubungan yang
signifikan anatara penurunan konsumsi gluten dan kasein sebelum dan sesudah diagnosis ASD b)
penelitian ini belum dapat membuktikan hubungan antara penurunan konsumsi gluten dan kasein
dengan nilai CARS c) sebagian besar informan percaya dengan pengaruh diet rendah gluten dan
kasein dengan perubahan perilaku autisme d) sebagian besar subjek sudah mendapat susu formula
sejak dini yang berarti sudah terpapar kasein sejak usia dini.
KOMENTAR

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut


komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasinya. Gejalanya tampak
sebelum berusia 3 tahun. Salah satu dari penyebab autisme adalah berkaitan
dengan kondisi metabolis, infeksi virus atau bakteri, ataupun sebab genetis.
Anak autis juga memiliki banyak gangguan, salah satunya adalah gangguan
pencernaan seperti yang telah dituturkan oleh salah seorang informan yang
mengatakan bahwa anaknya mengalami diare sebelum diet tersebut, tetapi
setelah menerapkan diet rendah kasein tidak pernah diare lagi. Aspek
pengaturan makanan pada anak autis juga sangat penting karena suplai
makanan berfungsi sebagai bahan dasar pembentuk neurotransmitter. Selain itu
sebagian besar anak autis juga mengalami alergi atau intoleransi terhadap jenis
makanan berzat gizi tinggi, dimana yang seharusnya makanan tersebut dapat
menjadi bahan dasar pembentuk neurotransmitter malah meracuni syaraf atau
disebut neurotoksik. Kondisi flora usus anak autis yang tidak seimbang juga
mempengaruhi mekanisme pencernaan yang tidak sempurna, yaitu bisa terjadi
kebocoran dinding usus yang memperburuk kondisi pencernaan anak autis.
Dimana sebagian besar zat makanan yang mengandung gluten dan kasein tidak
tercerna sempurna oleh usus yang akhirnya masuk ke alirah darah dalam bentuk
peptide. Peptide kasein di otak akan menjadi casomorphin, sedangkan protein
gluten diubah menjadi gluteomorphin. Kedua peptide ini apabila bersinergi
dengan reseptor opioid dalam otak akan bersifat meracuni otak. Reaksi opioid ini
akan menimbulkan reaksi mencandu seperti pada pemakai narkoba. Hal ini
sangat berbahaya bagi anak autis karena akan menggangu susunan saraf pusat
dan berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku, dan sensivitas. Untuk
menghindari resiko efek opioid (di otak) tersebut seperti yang dibahas dalam
jurnal ini adalah dengan menghindari makanan yang mengandung gluten dan
protein. Sayangnya, penelitian dalam jurnal ini belum bisa membuktikan
hubungan antara penurunan konsumsi gluten dan kasein dengan penurunan nilai
CARS pada ASD. Tapi hal positif yang bisa kita ambil adalah masyrakat sekarang
sudah mulai kritis dengan isu-isu gizi seperti para informan dalam penelitian ini.
Para informan mendapatkan terapi diet gluten dan kasein untuk penderita autis
dari beberapa sumber, ada yang dari seminar, membaca, dll. Menurut saya
penerapan diet tersebut belum dapat dibuktikan karena jumlah subjek penelitian
sedikit dan waktu penelitian yang hanya beberapa bulan serta penerapan diet
ketat yang kurang benar seperti yang telah dituturkan oleh salah seorang
informan. Namun dari sumber yang saya baca dari beberapa penelitian bahwa
pemberian diet gluten dan kasein memberikan respon yang baik terhadap 81 %
anak autisme. Sebenarnya diet ini bisa diterapkan terhadap semua anak
penderita autisme, namun sebelum melakukan diet tersebut hendaknya
melakukan persiapan sebagai berikut agar hasilnya maksimal:

1) Melibatkan dokter
Dokter dapat membantu Anda dalam menerapkan diet ini, mengevaluasi
diet yang telah dilakukan dan juga kita dapat berkonsultasi untuk
mengambil langkah meneruskan atau menghentikan diet ini apabila
terjadi sesuatu hal di tengah masa terapi diet.
2) Pemeriksaan laboratorium
3) Mempelajari kondisi kesehatan anak
Misalnya; mengenali bahan makanan apasaja yang menyebabkan alergi
atau intoleran bagi anak

Selain hal-hal diatas, diet gluten dan kasein ini juga sebaiknya dilakukan secara
bertahap untuk mengurangi efek withdrawal yang akan timbul. Seperti pecandu
narkoba, anak autis yang sedang menjalani diet akan mengalami sakaw dan
ketagihan. Hal itu akan memperburuk keadaannya, seperti mengamuk, semakin
hiperaktif, atau bahkan melukai diri sendiri. Hal lainnya yang perlu
dipertimbangkan adalah gluten dan kasein merupakan jenis protein, sehingga
apabila konsumsi kedua jenis protein ini dibatasi atau dihilangkan akan membuat
anak kekurangan protein. Oleh karena itu, ganti asupan proteinnya dengan
protein jenis lain, seperti protein hewani yang terdapat pada daging, serta
protein nabati dari kacang kacangan. Selain mengandung protein, susu sapi
juga kaya vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh, seperti vitamin A,B, dan
kalsium. Jika anak tidak minum susu sapi dan produk susu lainnya, pastikan
mendapat asupan vitamin dan mineral pengganti, agar tidak kurang gizi sebelum
melakukan diet pada anak.
TUGAS PSIKOLOGI

Nur Laila Apriliana


12/329309/KU/15067

GIZI KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
TUGAS PSIKOLOGI

Widya Afrilia Lambanita


12/329185/KU/14961

GIZI KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012

Anda mungkin juga menyukai