Tuberkulosis Paru
Oleh :
Jessica
112015399
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAKARTA
2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT : RSUD TARAKAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S Alamat :Jl. Ayub RT 002/007
Tanggal lahir : 27 juli 1958 Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 58 tahun Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Lain-lain Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 22 Januari 2017
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis (tanggal : 9 febuari 2017)
Keluhan utama
Sesak nafas sejak 3 hari SMRS.
Penyakit Dahulu
(- ) Cacar (-) Malaria (- ) DBD
(-) Cacar Air (- )Disentri (- ) Burut (Hernia)
(-) Difteri (- )Hepatitis (- ) Rematik
(-) BatukRejan (- )TifusAbdominalis (- ) Wasir
(-) Campak (- ) Skrofula (+ ) Diabetes
(-) Influenza (- ) Sifilis (- ) Alergi
(-) Tonsilitis (- ) Gonore (- ) Tumor
(-) Khorea (- ) Hipertensi (- ) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (- ) Ulkus Ventrikuli (- ) Pendarahan Otak
(- ) Pneumonia (- ) Ulkus Duodeni (- ) Psikosis
(- ) Pleuritis (- ) Gastritis (- ) Neurosis
(- ) Tuberkulosis (- ) Batu Empedu lain-lain : (- ) Operasi
(-) Kecelakaan
RiwayatKeluarga
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(- ) Bisul (- ) Rambut (- ) Keringat Malam(- ) Lain-lain
(- ) Kuku (- ) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(- ) Trauma (+ ) Sakit Kepala
(- ) Sinkop (- ) Nyeri pada Sinus
Mata
(- ) Nyeri (- ) Radang
(- ) Sekret (- ) Gangguan Penglihatan
(+) Kuning/Ikterus (- ) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(- ) Nyeri (- ) Tinitus
(- ) Sekret (- ) Gangguan Pendengaran
(- ) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(- ) Trauma (- ) Gejala Penyumbatan
(- ) Nyeri (- ) Gangguan Penciuman
(- ) Sekret (- ) Pilek
(- ) Epistaksis
Mulut
(- ) Bibir kering (- ) Lidah kotor
(- ) Gangguan pengecapan (- ) Gusi berdarah
(- ) Selaput (- ) Stomatitis
Tenggorokan
(- ) Nyeri Tenggorokan (- ) Perubahan Suara
Leher
(- ) Benjolan (- ) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru paru )
(- ) Nyeri dada (+ ) Sesak Napas
(- ) Berdebar (- ) Batuk Darah
(- ) Ortopnoe (+ ) Dahak
Abdomen ( Lambung Usus )
(- ) Rasa Kembung (- ) Perut Membesar
(+) Mual (- ) Wasir
(- ) Muntah (- ) Mencret
(- ) Muntah Darah (- ) Tinja Darah
(- ) Sukar Menelan (- ) Tinja Berwarna Dempul
(- ) Nyeri Perut
(- ) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(- ) Disuria (- ) Kencing Nanah
(- ) Stranguri (- ) Kolik
(- ) Poliuria (- ) Oliguria
(- ) Polakisuria (- ) Anuria
(- ) Hematuria (- )Retensi Urin
(- ) Kencing Batu (- )Kencing Menetes
(- ) Ngompol (- )Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(- ) Anestesi (- ) Sukar Mengingat
(- ) Parestesi (- ) Ataksia
(- ) Otot Lemah (- ) Hipo / Hiper-esthesi
(- ) Kejang (- ) Pingsan
(- ) Afasia (- ) Kedutan (tick)
(- ) Amnesia (- ) Pusing (Vertigo)
(- ) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(+) Bengkak (- ) Deformitas
(- ) Nyeri (- ) Sianosis
______________________________________________________________________
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Tinggi Badan :160 cm
Berat Badan : 45,9 kg
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu :37,80 C
Pernafasaan : 28 x/menit
Keadaan gizi :IMT=17,92 kg/m2 (kurang)
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Cara berjalan : tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : pasif
Umur taksiran pemeriksa :sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : sawo matang
Effloresensi : tidak ada
Jaringan Parut : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : normal, merata
Lembab/Kering : lembab
Suhu Raba : hangat
Pembuluh darah : tampak
Keringat : merata
Turgor : elastis
Ikterus : tidak ada
Lapisan Lemak : sedikit
Oedem : tidak ada
Ptekie : tidak ada
Lain-lain :-
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak membesar Leher :tidak membesar
Supraklavikula : tidak membesar Ketiak :tidak membesar
Lipat paha : tidak membesar
Kepala
Ekspresi wajah : normal
Simetri muka : simetris
Rambut : hitam, merata
Pembuluh darah temporal : teraba
Mata
Exophthalamus : tidak ada
Enopthalamus : tidak ada
Kelopak : oedem (-)
Lensa : jernih
Konjungtiva : tidak anemis
Visus : normal
Sklera : non ikterik
Gerakan Mata : normal
Lapangan penglihatan : luas
Tekanan bola mata : normal
Nistagmus : tidak ada
Telinga
Tuli : tidak ada
Selaput pendengaran : utuh intak (+)
Lubang : normal
Penyumbatan : tidak ada
Serumen : ada
Pendarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Mulut
Bibir : kering
Tonsil : T1-T1 tenang
Langit-langit : tidak ada candida
Bau pernapasan : tidak berbau
Gigi geligi : tidak lengkap
Trismus : tidak ada
Faring : tidak hiperemis, oedem(-)
Selaput lendir : normal
Lidah : tidak ada deviasi
Leher
Tekanan Vena Jugularis : 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : normal, simetris
Pembuluh darah : tidak tampak
Paru Paru
Depan Belakang
Inspeksi Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Retraksi otot pernapasan (+) Retraksi otot pernapasan (-)
Palpasi Sela iga normal, tidak ada bejolan, Sela iga normal, tidak ada bejolan, nyeri
nyeri tekan(-) tekan(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di linea midclavicula sela iga 5
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicula sela iga 5
Perkusi :
Batas kanan : sela iga 4, linea parasternal kanan
Batas kiri : sela iga 5, linea axillaris anterior kiri
Batas atas : sela iga 2, line parasternal kiri
Auskultasi : BJ I-II murni reguler murmur(-), gallop (-)
Perut
Inspeksi : rata, simetris, tidak ada bekas operasi, peristaltik tidak terlihat
Palpasi
Dinding perut : rata, striae(-), tidak ada pembuluh darah kolateral
Hati : tidak terdapat hepatomegali
Limpa : tidak teraba membesar
Ginjal : ballottement (-)
Lain-lain : nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : shifting dullness(-), undulasi(-)
Auskultasi : bising usus (+) normoperistaltik
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Tonus : normotonus normotonus
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : pasif pasif
Kekuatan : 4 4
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon ++ ++
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patela ++ ++
Achiles ++ ++
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflekskulit ++ ++
Reflekspatologis - -
ColokDubur
Tidak dilakukan
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
GulaDarah
Gula darah sewaktu 324 mg/dl <140
Fungsi Ginjal
Ureum 30 15-50
Kreatinin 0,58 0,6-1,3
KIMIA KLINIK
Fungsi Liver
AST (SGOT) 19 < 40
ALT (SGPT) 17 < 41
Bilirubin Total 2,77 <1,1
Bilirubin Direk 1,43 <0,6
Protein total 6,37 6,4-8,3 g/dl
Albumin 2,70 3,5-5,2 g/dl
Globulin 3,67 1,5-3,0 g/dl
KIMIA KLINIK
Gula Darah
Gula darah sewaktu 176 < 140 mg/dl
IMUNOSEROLOGI
Hba1c
Hba1c 11,2 % < 6,5%
Glukosa rata-rata 3 bulan 273 mg/dl L: 42 - 52, P: 37- 47
terakhir
Profile lemak
Kolestrol total 96 mg/dl <200 mg/dl
HDL 19 mg/dl 24-64 mg/dl
LDL 58 mg/dl <100 mg/dl
Trigliserida 96 mg/dl 40 -150
Fungsi Ginjal
As urat 3,2 3,5-7,2 mg/dl
Gula darah
Gula darah sewaktu 202 < 140 mg/dl
Kimia klinik
Elektrolit
Natrium (Na) 122 mEq/L 135 - 150
Kalium (K) 4,0 mEq/L 3,6 5,5
Clorida (Cl) 88 mEq/L 94 111
Foto thorax
Seorang laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari
SMRS. Keluhan sesak disertai demam. Pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak 1 bulan
SMRS. Pasien juga mengatakan sakit kepala dan nyeri ditengkuk yang hilang timbul sejak 1
bulan yang lalu. Keluhan yang dirasakan semakin memberat. Pasien merasa mual dan nafsu
makan semakin berkurang beberapa hari terakhir sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh terjadi penurunan berat badan yang tidak diukur belakangan ini. Pasien memiliki
riwayat mengkonsumsi rokok sejak sekitar 20 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat
penyakit diabetes melitus.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran
compos mentis. TD: 100/70 mmHg, HR: 110x/menit, RR:28x/menit, Suhu: 37,8oC. Terdapat
retraksi pada otot pernafasan bagian depan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada hasil laboratorium Leukosit:
15,790/mm3 (leukositosis), Natrium: 125 mEq/L (hiponatremia), pH: 7.573 (alkalosis),
pCO2: 29,6 mmHg (respiratorik), pO2: 76,6 (Hipoksemia). GDS: 324 mg/dl (diabetes) ,
hba1c : 11,2% (diabetes) albumin: 2.70 g/dL (hipoalbuminemia). Pada pemeriksaan Foto
thorax didapatkan kesan tb paru.
E. MASALAH
1. DM tipe 2 tidak terkontrol
2. Tb paru
3. Elektrolit imbalance
4. Hipoalbuminemia
5. Gizi kurang
F. TATALAKSANA
Per tanggal 22/1/2017
1. IVFD NS 0,9% / 12 jam
2. Omeprazole 1x40mg
3. Fotaram 2x1
4. Rifampisin 1x400mg
5. INH 1x500mg
6. Pirazinamide 1x1000mg
7. Etambutol 1x1000mg
8. Asetil sistein 3x1tab
9. Curcuma 3x1
10. Lesichol 2x300mg
Recana tatalaksana lanjutan : antibiotik levofloxacin 2x500m
H. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Besar dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua pihak untuk
dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB. Kerugian yang
diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek
sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita
pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang
terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan
akibat TB.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan
urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China
dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di
Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan
setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat
menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah
TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh
adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau
keduanya.Beberapa jenis yang berbeda dari DM disebabkan oleh interaksi yang kompleks
dari faktor genetika dan lingkungan. Tergantung pada etiologi DM, faktor yang berperan pada
hiperglikemia termasuk kurangnya sekresi insulin, penurunan penggunaan glukosa, dan
peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang berhubungan dengan DM
menyebabkan perubahan patofisiologis sekunderbeberapa sistem organ yang memaksakan
beban yang luar biasapada individu dengan diabetes dan pada sistem perawatan kesehatan. Di
Amerika Serikat, DM adalah penyebab utama dari penyakit ginjal tahap akhir(ESRD),
nontraumatic amputasi ekstremitas bawah, dan kebutaan dewasa. Hal ini juga merupakan
predisposisi penyakit kardiovaskular. Dengan meningkatnyainsiden infeksi di seluruh dunia,
DM akan kemungkinan penyebab utama morbiditasdan mortalitas di masa depan
TUBERKULOSIS PARU
Definisi
Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat
menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe.
Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman Tuberkulosis
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. 1
Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.2 Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.2
Epidemiologi
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.1
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara sedang berkembang.
Kegagalan program TB selama ini
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur
kependudukan
Dampak pandemi HIV
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi
dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin
menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
Faktor Risiko 3
Patogenesis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 2 jam, tergantung pada
ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab
dan gelap, kuman apat tahan berhari hari sampai berbulan bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama
kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.2
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi
pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan
kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke
seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.1,3
Tuberkulosis.Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Kuman akan
menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan partikel ini
akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya.3
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Di sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan
paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek
prime atau sarang (fokus) Ghon.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya
dapat menjadi:3
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke
daerah parenkhim dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak
inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.3
DIAGNOSA
Gejala Klinik 4
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex paru, bila dicurga
adanya infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan suara redup, auskultasi
bronchial dan suara tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi
penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas
yang luas akan ditemukan perkusi hipersonor atau tympani.4
Pemeriksaan Radiologis
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka banyangn terlihat berupa bulatan dengan batas tegas, lesi
dikenal sebagai tuberkuloma Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdiniding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai bercak-bercak
pada dengan densitas tinggi. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TB paru adalah
penebalan pleura, efusi pleura, empiema.4
Klasifikasi
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:2
a. Kasus Baru Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT < 1 bulan.
b. Kasus Kambuh (relaps) Pasien yang pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap.
c. Kasus Drop Out Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak
meneruskan pengobatan sampai selesai.
d. Kasus Gagal Therapi Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali (+)
pada akhir bulan ke V atau akhir pengobatan.
e. Kasus Kronik Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh.
Pengobatan 5
DIABETES MELITUS TIPE 2
Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikandengan
hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak danprotein
diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya.Hiperglikemia
kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan,ganguan fungsi beberapa
organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, danpembuluh darah. Walaupun pada
diabetes melitus ditemukan ganguanmetabolisme semua sumber makanan tubuh kita,
kelainan metabolisme yangpaling utama ialah kelainan metabolisme karbohidarat.Oleh
karena itu diagnosisdiabetes melitus selalu berdasarkan tinginya kadar glukosa dalam
plasma darah.
Diabetes Melitus tipe 2, disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan
baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Karena insulin tetap dihasilkan oleh
sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus.Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan
dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
Epidemiologi
Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-
beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Asociation tahun 2012 (ADA 2012), sekitar
10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi
DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun,bahkan di daerah Manado prevalensi DM
sebesar 6,1%.6
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka
kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi
kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.
Patofisiologi DM Tipe II
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan,
yaitu:6
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:
- Resistensi insulin
- Disfungsi sel B pancreas
Pada keadaan defisiensi insulin relatif, masalah yang akan ditemui terutama adalah
hiperglikemia dan hiperosmolaritas yang terjadi akibat efek insulin yang tidak adekuat.
Hiperglikemia pada diabetes melitus terjadi akibat penurunan pengambilan glukosa darah
ke dalam sel target, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300
sampai 1200 mg per 100ml. Hal ini juga diperberat oleh adanya peningkatan produksi
glukosa dari glikogen hati sebagai respon tubuh terhadap kelaparan intrasel. Keadaan
defisiensi glukosa intrasel ini juga akan menimbulkan rangsangan terhadap rasa lapar
sehingga frekuensi rasa lapar meningkat (polifagi).6
Penimbunan glukosa di ekstrasel akan menyebabkan hiperosmolaritas.Pengeluaran
cairan tubuh berlebih akibat poliuria disertai dengan adanya hiperosmolaritas ekstrasel
yang menyebabkan penarikan air dari intrasel ke ekstrasel akan menyebabkan terjadinya
dehidrasi, sehingga timbul rasa haus terus-menerus dan membuat penderita sering minum
(polidipsi). Dehidrasi dapat berkelanjutan pada hipovolemia dan syok, serta AKI akibat
kurangnya tekanan filtrasi glomerulus. Jadi, salah satu gambaran diabetes yang penting
adalah kecenderungan dehidrasi ekstra sel dan intra sel, dan ini sering juga disertai
dengan kolapsnya sirkulasi.Dan perubahan volume sel akibat keadaan hiperosmotik
ekstrasel yang menarik air dari intrasel dapat mengganggu fungsi sel-sel dalam tubuh.
Kadar glukosa plasma yang tinggi (di atas 180 mg%) yang melewati batas ambang
bersihan glukosa pada filtrasi ginjal, yaitu jika jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal
dalam filtrat meningkat kira-kira diatas 225mg/menit, maka glukosa dalam jumlah
bermakna mulai dibuang atau terekskresi ke dalam urin yang disebut
glukosuria.Keberadaan glukosa dalam urin menyebabkan keadaan diuresis osmotik yang
menarik air dan mencegah reabsorbsi cairan oleh tubulus sehingga volume urin
meningkat dan terjadilah poliuria. Karena itu juga terjadi kehilangan Na dan K berlebih
pada ginjal.6
Faktor Resiko
Faktor Resiko Diabetes Melitus:7
1. Obesitas
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat
kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan eratdengan tidak tepatnya
penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi
pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga
bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot
dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250
mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35
mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah> 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram.
7. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan frekuensi
DM tipe 2.Walaupun kebanyakan peningkatan inidihubungkan dengan
peningkatanobesitas dan pengurangan ketidakaktifan fisik, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan perubahan darilingkungan tradisional kelingkungankebarat-
baratan yang meliputiperubahan-perubahan dalam konsumsialkohol dan rokok, juga
berperandalam peningkatan DM tipe 2. Alkoholakan mengganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM,sehingga akan mempersulit regulasigula darah
dan meningkatkan tekanan darah.
Manifestasi Klinik
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes
melitus yaitu: Poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria(banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes
melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas
di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah
dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.7
Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa
darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah
2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan
yang menurun cepat.8
Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya
resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat
abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau
trigliserida 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji
penyaring.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) standar. 6,7
Tatalaksana
Pilar Penatalaksanaan DM 9
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
5. Cangkok pankreas
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (24 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,
misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.9
4. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan. 8,9
Suntikan
1) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan: 9
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasidan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: 9
- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
- Insulin kerja pendek (short acting insulin)
- Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
- Insulin kerja panjang (long acting insulin)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Efek samping terapi insulin
- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Kesimpulan
Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya, Maka dengan itu,
penyakit ini harus di terapi dengan adekuat tidak boleh putus obat untuk dapat menghasilkan
hasil terapi yang baik. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang
dikarakteristikan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak
danprotein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun
keduanya.Hiperglikemia kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan
kerusakan,ganguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat di terapi dengan gaya hidup yang sehat, jika harus
mengkonsumsi obat prinsipnya sama dengan Tb paru, penyakit diabetes mellitus juga harus
menjalankan terapi dengan cara minum obat secara teratur untuk tetap menjaga kadar glukosa
dalam darah dengan baik
Daftar Pustaka
1. Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press. 2009
2. Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi
2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.
3. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
4. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Pross Penyakit, Edisi 4. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008.
5. Sudoyo, W. Aru. et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.
6. Foster DW, et al. Diabetes melitus. Dalam: Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2007; 2196.
7. Waspadji S, dkk. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya, diagnosis dan
strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006.
8. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi V. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2010
9. Persi, dkk. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008.
10. Soegondo S, dkk. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011