Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di


seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap
tahun terdapat lebih dari 8 juta kasus baru tuberkulosa dan lebih kurang 3 juta
orang meninggal akibat penyakit ini. Tuberkulosis sering dijumpai di daerah
dengan penduduk yang padat, sanitasi yang buruk dan malnutrisi. Walaupun
manifestasi tuberkulosis biasanya terbatas pada paru, penyakit ini dapat
mengenai organ apapun, seperti tulang, traktus genitourinarius dan sistem saraf
pusat.1 Tuberkulosa tulang dan sendi merupakan 35% dari seluruh kasus
tuberkulosa ekstrapulmonal dan paling sering melibatkan tulang belakang, yaitu
sekitar 50% dari seluruh kasus tuberkulosa tulang. Keterlibatan spinal biasanya
merupakan akibat dari penyebaran hematogen dari lesi pulmonal ataupun dari
infeksi pada sistem genitourinarius.1

Spondilitis tuberkulosa memiliki distribusi di seluruh dunia dengan


prevalensi yang lebih besar pada negara berkembang. Tulang belakang adalah
tempat keterlibatan tulang yang paling sering, yaitu 5- 15% dari seluruh pasien
dengan tuberkulosis. Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit yang dianggap
paling berbahaya karena keterlibatan medula spinalis dapat menyebabkan
gangguan neurologis. Nyeri adalah gejala utama yang paling sering. Gejala
sistemik muncul seiring dengan perkembangan penyakit. Nyeri punggung
persisten dan lokal, keterbatasan mobilitas tulang belakang, demam dan
komplikasi neurologis dapat muncul saat destruksi berlanjut Daerah lumbal dan
torakal merupakan daerah yang paling sering terlibat, sedangkan insidensi
keterlibatan daerah servikal adalah 2-3%. Defisit neurologis pada spondilitis
tuberkulosa terjadi akibat pembentukan abses dingin, jaringan granulasi,
jaringan nekrotik dan sequestra dari tulang atau jaringan diskus intervertebralis,
dan kadang-kadang trombosis vaskular dari arteri spinalis. 1

(Sahputra RE, Munandar Irsal. Spondilitis Tuberkulosa Cervical. 2015. Diunduh


pada tanggal 08 Febuari 2017.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/312/294.)

EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan


bahwa jumlah kasus TB baru terbesar terdapat di Asia Tenggara (34 persen
insiden TB secara global) termasuk Indonesia.4 Jumlah penderita diperkirakan
akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita acquired
immunodefi ciency syndrome (AIDS) oleh infeksi human immunodefi ciency virus
(HIV). Satu hingga lima persen penderita TB, mengalami TB osteoartikular.1,7,8
Separuh dari TB osteoartikular adalah spondilitis TB.6,8 Di negara berkembang,
penderita TB usia muda diketahui lebih rentan terhadap spondilitis TB daripada
usia tua. Sedangkan di negara maju, usia munculnya spondilitis TB biasanya
pada dekade kelima hingga keenam.9 TB osteoartikular banyak ditemukan pada
penderita dengan HIV positif, imigran dari negara dengan prevalensi TB yang
tinggi, usia tua, anak usia dibawah 15 tahun dan kondisi-kondisi defi siensi imun
lainnya. Pada pasien-pasien HIV positif, insiden TB diketahui 500 kali lebih tinggi
dibanding populasi orang HIV negatif. Di sisi lain, sekitar 25 50 persen kasus
baru TB di Amerika Serikat adalah HIV positif.2,3
(Zuwanda, Janitra R. Diagnosis dan penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis. Vol.
40 no. 9. 2013. Diunduh pada tanggal 08 Febuari 2017.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_208Diagnosis%20dan
%20Penatalaksanaan%20Spondilitis%20Tuberkulosis.pdf.)

(Hidalgo JA. Pott Disease. 2016. Diunduh pada tanggal 08 Febuari 2017.
http://emedicine.medscape.com/article/226141-overview#a5.)

ETIOLOGI

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan
famili Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif
lemah yaitu sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk
dihapus walaupun dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang
tahan asam. Hal ini disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding
sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat).
Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta
memiliki panjang sekitar 2-4 m.4

(Paramarta IGE, Purniti PS, Subanada IB, Astawa P. Spondilitis Tuberkulosa. Sari
Pediatri. 2008; 10(08); 177-83.)

Seseorang yang kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan


penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat
terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yang diperlukan
dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri
TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat
yang lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama
beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama
beberapa tahun.5

(Mandell, GL. John, EB. Raphael D. Skeletal tuberculosin in Principal and practice of
infectious Disease. 7 th ed. Massachusetts. Elsevier Inc. 2012.)

PATOFISIOLOGI

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran


hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat
bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
pulmoner dan genitourinarius 3
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari
fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari
fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). 3

Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadi fase hematogen


atau reaktivasi kuman dorman. Vertebra yang paling sering terinfeksi adalah
vertebra torako-lumbal (T8- L3). Bagian anterior vertebra lebih sering terinfeksi
dibandingkan dengan bagian posterior. 7 . Basil masuk ke korpus vertebra
melalui 2 jalur utama , jalur arteri dan jalur vena serta jalur tambahan. 6,7

(Salter B. Tuberculous osteomyelitis. In : The Musculoskeletal System. 2nd


Ed. New York : Williams & Wilkins ;2012.p.186 9.)

(Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC;2014. H. 992-4.)

Jalur utama berlangsung secara sistemik, mengalir sepanjang arteri ke


perifer masuk kedalam korpus vertebra ; berasal dari arteri segmental interkostal
atau arteri segmental lumbal yang memberikan darah ke separuh dari korpus
yang berdekatan, dimana setiap korpus diberi nutrisi oleh 4 buah arteri nutrisia.
Didalam korpus arteri ini berakhir sebagai end artery, sehingga perluasan infeksi
korpus vertebra sering dimulai didaerah paradiskal. 3,6,7

Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson , suatu anyaman vena


epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson
pada daerah perivertebral. Pleksus ini beranastomose dengan pleksus-pleksus
pada dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal dan pelvis ; sehingga darah
dalam pleksus Batson berasal dari daerah-daerah tersebut diatas. Jika terjadi
aliran retrograd akibat perubahan tekanan pada dinding dada dan abdomen
maka basil dapt ikut menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ
didaerah aliran vena-vena terbut.3,6,7

Jalur ketiga adalah penyebaran perkontinuitatum dari abses


paravertebral yang telah terbentuk, dan menyebar sepanjang ligamentum
longitudial anterior dan postrior ke korpus vertebra yang berdektan. 3,6,7

Penyakit ini umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan atau dari daerah epifisial korpus vertebra.
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus
intervertebral dan ke korpus yang berada didekatnya. 3,6,7

Diskus intervertebralis relatif resisten terhadap infeksi tuberkulosis karena


avaskular. Bila diskus terkena infeksi maka diskus akan rusak karena jaringan
granulasi dan kehilangan cairan, celah sendi akan menyempit. Kerusakan pada
bagian depan korpus vertebra menyebabkan korpus menjadi kolaps sehingga
dapat terjadi kifosis ; kemudian eksudat menyebar ke anterior dibawah
ligamentum longitudinale anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum
longitudinale anterior dan berekspansi ke berbagai arah disepanjang garis
ligamentum yang lemah.3,6,7
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:

(1) Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan
pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.
Terbanyak ditemukan di regio lumbal.4,6

(2) Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga


disalah artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang
bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal. 4,6

(3) Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di


atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini
diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui
abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena
adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral. 4,6

(4) Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis
tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral
posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui
tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.4,6

Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari


vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas,
berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen
longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan
melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara
langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus
yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat
juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral. 3,4

Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang


baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular
sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus
intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi
tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi
paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan
kolapsnya corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi
diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai
darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang
menyebabkan tulang menjadi nekrosis. 3,4

Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian


tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan
berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi
intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul
deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior)
tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat.
Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa
penyakit ini sudah meluas.3,4

Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang
normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar
lordosis dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior
sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya
bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar
berat badan disalurkan melalui prosesus artikular. 3

Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang


iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel
chest.3

Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya


fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan
fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang
vertebra yang kolaps.3

Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus.


Dengan kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan
perkijuan, dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar
melalui korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior.
Cold abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi
sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu
dari tempat lesi aslinya.3,4

Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan
menuju lipat paha dibawah ligamen inguinal. Di regio torakal, ligamentum
longitudinal menghambat jalannya abses, tampak pada radiogram sebagai
gambaran bayangan berbentuk fusiform radioopak pada atau sedikit dibawah
level vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat terjadi
ruptur ke dalam mediastinum, membentuk gambaran abses paravertebral yang
menyerupai sarang burung. Terkadang, abses torakal dapat mencapai dinding
dada anterior di area parasternal, memasuki area retrofaringeal atau berjalan
sesuai gravitasi ke lateral menuju bagian tepi leher. 3,4
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul
pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat terjadi
karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena
perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan dari tulang
(seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis). 3,4

Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia
yang dikenal dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara
akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan
peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang
dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien
berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi
berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini. 3,4

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis spondilitis TB relatif indolen (tanpa nyeri). Pasien


biasanya mengeluhkan nyeri lokal tidak spesifi k pada daerah vertebra yang
terinfeksi. Demam subfebril, menggigil, malaise, berkurangnya berat badan atau
berat badan tidak sesuai umur pada anak yang merupakan gejala klasik TB paru
juga terjadi pada pasien dengan spondilitis TB.9 Pada pasien dengan serologi HIV
positif, rata-rata durasi dari munculnya gejala awal hingga diagnosis ditegakkan
adalah selama 28 minggu. Apabila sudah ditemukan deformitas berupa kifosis,
maka patogenesis TB umumnya spinal sudah berjalan selama kurang lebih tiga
sampai empat bulan.7

Defisit neurologis terjadi pada 12 50 persen penderita.10 Defisit yang


mungkin antara lain: paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radikular dan/ atau
sindrom kauda equina. Nyeri radikuler menandakan adanya gangguan pada
radiks (radikulopati). Spondilitis TB servikal jarang terjadi, namun manifestasinya
lebih berbahaya karena dapat menyebabkan disfagia dan stridor, tortikollis,
suara serak akibat gangguan n. laringeus. Jika n. frenikus terganggu, pernapasan
terganggu dan timbul sesak napas (disebut juga Millar asthma). Umumnya gejala
awal spondilitis servikal adalah kaku leher atau nyeri leher yang tidak spesifik. 6,7

Nyeri lokal dan nyeri radikular disertai gangguan motorik, sensorik dan sfi
ngter distal dari lesi vertebra akan memburuk jika penyakit tidak segera
ditangani. Menurut salah satu sumber, insiden paraplegia pada spondilitis TB
(Potts paraplegia), sebagai komplikasi yang paling berbahaya, hanya terjadi
pada 4 38 persen penderita. Potts paraplegia dibagi menjadi dua jenis:
paraplegia onset cepat (early-onset) dan paraplegia onset lambat (late-onset).
Paraplegia onset cepat terjadi saat akut, biasanya dalam dua tahun pertama.
Paraplegia onset cepat disebabkan oleh kompresi medula spinalis oleh abses
atau proses infeksi. Sedangkan paraplegia onset lambat terjadi saat penyakit
sedang tenang, tanpa adanya tanda-tanda reaktifasi spondilitis, umumnya
disebabkan oleh tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolan tulang
akibat destruksi tulang sebelumnya. 7
Gejala motorik biasanya yang lebih dahulu muncul karena patologi terjadi
dari anterior, sesuai dengan posisi motoneuron di kornu anterior medula spinalis,
kecuali jika ada keterlibatan bagian posterior medula spinalis, keluhan sensorik
bisa lebih dahulu muncul. Penelitian di Nigeria melaporkan bahwa paraplegia
terjadi pada 54 persen pasien yang mengalami gangguan kekuatan motorik.
Sedangkan deformitas tulang belakang hanya terjadi pada 21 persen pasien-
pasien tersebut. Tingginya angka paraplegia mungkin disebabkan tingkat
sosioekonomi dan pendidikan yang masih rendah sehingga pasien baru datang
ke layanan kesehatan jika penyakit sudah melanjut dengan gejala yang berat. 6,7

Anda mungkin juga menyukai