Anda di halaman 1dari 17

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan


masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari berbagai
kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal ini disebabkan
karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut kurang serius. Berbagai teknik
pengolahan limbah, baik cair maupun padat untuk menyisihkan bahan polutannya yang
telah dicoba dan dikembangankan selama ini belum memberikan hasil yang optimal.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu metode penanganan limbah
yang tepat, terarah dan berkelanjutan. Salah satu metode yang dapat diaplikasikan
adalah dengan cara BIO-PROSES, yaitu mengolah limbah organik baik cair maupun
organik secara biologis menjadi biogas dan produk alternatif lainnya seperti sumber
etanol dan methanol. Dengan metode ini, pengolahan limbah tidak hanya bersifat
penanganan namun juga memiliki nilai guna/manfaat.
Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk
mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan.
Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena
metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global
bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon
yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke
atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan
pembakaran bahan bakar fosil.
Saat ini, banyak negara maju yang meningkatkan penggunaan biogas yang
dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem
pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah.

1
Teknologi pengolahan limbah baik cair maupun padat merupakan kunci dalam
memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah cair
dan limbah padat, baik domestik maupun industri yang dibangun harus dapat
dioperasikan dan dipelihara masyarakat setempat. Jadi teknologi yang dipilih harus
sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apakah yang dimaksud dengan biogas?
2) Apa sajakah kandungan dari biogas?
3) Bagaimanakah cara untuk mengolah limbah tahu, eceng gondok dan
kotoran?
4) Apa sajakah kelebihan dan kekurangan biogas?
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang bisa menjadi energy alternative?
Bagaimana cara pengolahan kotoran manusia sehingga menjadi energy
terbarukan?
Agar mahasiswa mengetahui kandungan apa saja sehingga Pengolahan tinja
manusia menjadi salah satu pilihan sebagai energy terbarukan?

Bab II
Pembahasan

2.1 Bio Gas Sebagai Alternatif Energi Terbarukan

2
Kandungan bahan organik di dalam limbah pertanian cukup besar, apabila tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan estetika.
Bahan organik terdiri dari senyawa-senyawa karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen,
kadang senyawa sulfur, fosfor dan lain-lain. Kadar dan jenis bahan yang dapat
menurunkan kualitas atau mencemarkan lingkungan sangat bervariasi tergantung dari
jenis hasil pertanian itu sendiri namun secara garis besar, dapat dinyatakan bahwa
limbah hasil pertanian mudah terurai secara biologis di alam (biodegradable)
(Tugaswati dan Nugroho 1985).
Tinja dan urin manusia tergolong bahan organik merupakan hasil sisa
perombakkan dan penyerapan dari sistem pencernaan. Berdasarkan kapasitas
manusia dewasa rataan hasil tinja 0,20 kg/hari/jiwa (Sugiharto 1987).
Sama halnya dengan limbah organik lain, limbah manusia dapat digunakan
sebagai sumberdaya yang masih jarang diungkapkan. Nutrisi kotoran manusia tidak
jauh berbeda dibanding kotoran ternak. Kalaupun berbeda tentu akibat pola makan dan
sistem pencernaan yang berbeda. Pola makan manusia lebih banyak memilihbahan
makanan kurang berserat, protein lebih tinggi dan umumnya dimasak sebelum
dikonsumsi, sedangkan ternak sebaliknya. Kotoran manusia memiliki keunggulan dari
segi nutrisi, dimana nisbah karbon (C) dan nitrogen (N) jauh lebih rendah dari kotoran
ternak (C/N rasio 6-10:18-30) (Sihombing 1988)

2.2 Pengertian Biogas


Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang
dihasilkan oleh proses fermentasi bahan-bahan organik oleh
bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap
udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses
untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan
organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air
kencing) hewan ternak cocok untuk sistem biogas sederhana. Di
daerah yang banyak industri pemrosesan makaan antara lain
tahu, tempe, ikan, pindang atau brem bisa menyatukan saluran
3
limbahnya ke dalam sistem biogas, sehingga limbah industri
tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini
memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal
dari bahan organik yang homogen.
Bahan bakar biogas tidak menghasilkan asap merupakan
suatu pengganti yang unggul untuk menggantikan bahan bakar
minyak atau gas alam. Gas ini dihasilkan dalam proses yang
disebut pencernaan anaerob, merupakan gas campuran metan
(CH4), karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen,
amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen. Secara
alami, gas ini terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan
sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia termasuk manusia
menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya, bakteri dalam
sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna
selulosa. Biomassa yang mengandung kadar air yang tinggi
seperti kotoran hewan dan manusia dan limbah pengolahan
pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.

2.3 Proses Perombakan Limbah tinja


Proses awal perombakan limbah manusia dalam sumur digester adalah proses
hidrolisis dari bahan organik yang mudah larut dan terurai dari bentuk komplek menjadi
sederhana. Tahap berikut dilanjutkan pada proses pengasaman dimana bagian yang
telah terlarut dan disederhanakan membentuk asam organik dan alkohol/etanol. Tahap
akhir pembentukan gas methane (CH4) melalui tiga cara :
Pertama, melalui perombakan asam-asam organik membentuk gas methana ;
Kedua, melalui oksidasi alkohol/ethanol oleh karbondioksida membentuk gas methana;
Ketiga, melalui reduksi karbondioksida membentuk gas methana. (Mc Garry dan
Stainforth, 1989)

4
Diagram 2.3
Perombakan limbah secara anaerobik

Akumulasi gas methana dari ketiga proses perombakan akan ditampung pada
tungkup gas (holding gas) dan disalurkan melalui pipa distribusi menggunakan kran
control ke tempat pengguna gas.

2.4 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Produksi Bio Gas


Paling tidak ada tiga faktor penting yang memengaruhi proses pembentukan bio
gas yakni bahan organik masukan (C/N ratio optimum sekitar 25-30 % dan bahan
kering sekitar 7-9 %); lingkungan optimal (temperature dalam sumur digester stabil
pada kisaran 33-38 oC (mesofilik) dan pH sekitar 6,6-7,6 (netral); dan manajemen
seperti frekuensi masukan per satuan waktu dan adanya bahan-bahan beracun.

5
2.5 Proses Pencernaan Anaerob
Proses pencernaan anaerob, yang merupakan dasar dari reactor biogas yaitu
proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri
asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah
yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah
organik rumah tangga. Proses anaerob dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan
yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas.

Tabel 01
Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerob

Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu :


a. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut
dan pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana;
b. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer yang terbentuk
pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bakteri asam. Produk akhir dari
perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat,
alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia.
c. Metanogenik, pada tahap ini terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri
pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat dan
komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.

6
Bakteri yang berperan dalam proses pencernaan anaerobik yaitu bakteri hidrolitik
yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fementatif yang
mengubah gula dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik merubah
asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat, dan bakteri
metanogenik yang menghasilkan gas metan dari asam asetat, hidrogen, dan
karbondioksida. Bakteri metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus
(kandungan gas metan tinggi) pada suhu 25o-30o C. Di dalam digester biogas terdapat
dua jenis bakteri yang sangat berperan yaitu bakteri asidogenik dan bakteri
metanogenik. Kedua bakteri ini harus dipertahankan jumlahnya seimbang. Bakteri-
bakteri inilah yang merubah bahan organik menjadi gas metan dan gas lainnya dalam
siklus hidupnya.
Kandungan gas metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung pada jenis
bahan baku yang dipakai. Sebagai contoh komposisi biogas dapat dilihat pada Table

Tabel 02
Kompisisi gas (%) dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak dan sisa pertanian.

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa


dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri asam
yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang
selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi keasaman

7
yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 6,8 sampai 8, laju
pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen
sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi
lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih
cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan
dengan rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20
- 30. Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri
metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang
bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika
C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH 4)
yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh
negatif pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak sapi mempunyai rasio C/N
sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau serbuk gergaji mengandung persentase karbon
yang jauh lebih tinggi, dan bahan dapat dicampur untuk mendapatkan rasio C/N yang
diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum digunakan sebagai bahan baku
biogas disajikan pada tabel 1.7

table 03

Rasio karbon dan nitrogen (C/N) dari beberapa bahan baku


Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6
- 0,8% potassium (K 20), dan 50 - 75% bahan organik. Kandungan solid yang paling
baik untuk proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi segar
dibutuhkan pengenceran 1 : 1 dengan air.

8
Jenis Kotoran Produksi Gas per Kg (m
3)

Sapi/Kerbau 0.023-0.040

Babi 0.040-0.059

Unggas 0.065-0.116

Manusia 0.020-0.028

Tabel 04
Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran hewan
2.6 Teknologi Digester

Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah banyak
dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah
dan pengelolaan kotoran ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang digunakan
untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi
kotoran ternak menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob.
Kedua, teknologi yang baru dikembangkan yaitu dengan menangkap langsung gas
metan dari lokasi tumpukan sampah tanpa harus membuat digester khusus. Peralatan
dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar berikut.

Gambar 1
Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan bioga
Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak digunakan antara
lain :

1. Keuntungan pengolahan limbah

9
1. Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah yang alami
2. Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses kompos
aerobik ataupun penumpukan sampah
3. Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang
4. Memperkecil rembesan polutan

2. Keuntungan energi

1. Proses produksi energi bersih


2. Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui
3. Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan

3. Keuntungan lingkungan .

1. Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara signifikan


2. Menghilangkan bau
3. Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi
4. Memaksimalkan proses daur ulang
5. Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil kontaminasi
sumber air

4. Keuntungan ekonomi

Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus ulang
proses

Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup yang disebut
digester. Desain digester bermacam-macam sesuai dengan jenis bahan baku yang
digunakan, temperatur yang dipakai dan bahan konstruksi. Digester dapat terbuat dari
cor beton, baja, bata atau plastik dan bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam
dan dapat diletakkan di bawah tanah. Sedangkan untuk ukurannya bervariasi dari 4-35
m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran manusia atau
ternak.

10
Gambar 2
Beberapa macam digester
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau
digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik,
patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.

2.6 Cara Pembuatan Biogas

a. Kotoran ternak

1. Cara Pembuatan

Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk
memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik
padat dan pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi
ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa
diperbaharui.

Berikut adalah langkah-langkahnya :

1. Mencampur kotoran ternak dengan air sampai terbentuk lumpur dengan


perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan
mempermudah pemasukan kedalam digester

2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian


pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan
udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini
dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.

11
3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi
rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas
digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses
fermentasi.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang
terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru
terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan
CO2 27% maka akan menyala .

5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada
kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan
energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi.
Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran ternak secara kontinu sehingga
dihasilkan biogas yang optimal.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan pemanfaatan biogas


kotoran ternak

Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat


yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia.
Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas
sebagai penyediaan energi dipedesaan dapat berjalan dengan optimal.

Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran


ternak menjadi biogas yaitu : (Dede Sulaeman, 2009)

a. Ketersediaan ternak

Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi
pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran
ternak.Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak
ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas.

12
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan
biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi,
atau 7 ekor babi, atau 500 ekor ayam.

b. Kepemilikan Ternak

Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan
kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga
terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7
ekor babi atau 500 ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka
dapat dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen)
atau beberapa biogas skala rumah tangga.

c. Pola Pemeliharaan Ternak

Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal.
Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara
dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.

d. Ketersediaan Lahan

Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya


bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk
membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m).
Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).

e. Tenaga Kerja

Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari


peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal
bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan
perawatan peralatannya.

Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan
karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua,

13
peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena
memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.

f. Manajemen Limbah/Kotoran

Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair


kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran,
dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku (raw
material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi padat cairnya sesuai
yaitu 1 berbanding 3. Pada peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak
biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong perlu penambahan air agar
komposisinya menjadi sesuai.

Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2 hari
sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki.
Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau
melalui saluran.

g. Kebutuhan Energi

Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan


gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan
energi dari sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini
mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah
dan tersedia dengan cukup di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari
biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia,
peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau
kompos cacing (kascing).

h. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)

Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak,
menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll.
Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi perah.

14
Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas
dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi
penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di
rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.

i. Pengelolaan Hasil Samping Biogas

Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi


pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk
pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya
dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu
dikurangi kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk
yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani
setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.

j. Sarana Pendukung

Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase, air
dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan perawatan
instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari
kandang ke reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air
digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat
komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan kerja digunakan
untuk mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi biogas. Selain
sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk, menjalankan instalasi biogas
dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam
pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya kemauan peternak untuk
secara aktif mengoptimalkan biogas, maka faktor-faktor lain tidak akan cukum
membantu dalam optimalisasi pemanfaatan biogas.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya : kotoran manusia dan hewan, limbah
domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang
biodegradable dalam kondisi anaerobik. Biogas dapat diandalkan sebagai bahan bakar
hayati/terbarukan karena juga ramah terhadap lingkungan.

Kelebihan yang dapat diperoleh dari biogas terhadap lingkungan, antara lain:
A. Masyarakat tak perlu menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar; Proses
memasak jadi lebih bersih, dan sehat karena tidak mengeluarkan asap.
B. Kandang hewan menjadi semakin bersih karena limbah kotoran kandang
langsung dapat diolah; Sisa limbah yang dikeluarkan dari biodigester dapat
dijadikan pupuk sehingga tidak mencemari lingkungan;
C. Dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan
pemakaian bahan bakar kayu dan bahan bakar minyak;
D. Realatif lebih aman dari ancaman bahaya kebakaran;
E. Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dsb) oleh rumah
tangga atau komunitas;

Adapun kekurangannya adalah :

1.Memerlukan dana tinggi untuk aplikasi dalam bentuk instalasi biogas;


2.Tenaga kerja tidak memiliki kemampuan memadai terutama dalam proses
produksi;
3.Belum dikenal masyarakat;
4.Tidak dapat dikemas dalam bentuk cair dalam tabung.

3.2 Saran

16
Harga bahan bakar minyak yang makin meningkat dan ketersediaannya yang
makin menipis serta permasalahan emisi gas rumah kaca merupakan masalah yang
dihadapi oleh masyarakat global. Upaya pencarian akan bahan bakar yang lebih ramah
terhadap lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan
energi tersebut. Untuk itu Indonesia yang memiliki potensi luas wilayah yang begitu
besar, diharapkan untuk segera mengaplikasi bahan bakar nabati. Biogas merupakan
gas yang dihasilkan dari proses anaerobik digestion dan memiliki prosepek sebagai
energi pengganti bahan bakar fosil yang keberadaaanya makin langka.

17

Anda mungkin juga menyukai