Draft Referat Gangguan Campuran Anxietas Dan Depresi
Draft Referat Gangguan Campuran Anxietas Dan Depresi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU
REFERAT
1 September 2016
Disusun Oleh:
Pembimbing :
dr. Dewi Suriany A. Sp.KJ
2016
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
I. GANGGUAN ANXIETAS
A. DEFINISI
Anxietas merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan
saraf autonomik (SSA).1
B. ETIOLOGI
Penyebab gangguan cemas multifaktorial: faktor biologis, psikologis, dan
sosial. Faktor biologis kecemasan akibat dari reaksi syaraf otonom yang
berlebihan dan terjadi pelepasan kathekolamin. Dilihat dari aspek psikoanalis,
kecemasan dapat terjadi akibat impuls-impuls bawah sadar yang masuk ke alam
sadar. Mekanisme pertahanan jiwa yang tidak sepenuhnya berhasil dapat
menimbulkan kecemasan yang mengambang, displacement dapat mengakibatkan
reaksi fobia, reaksi formasi, dan dapat mengakibatkan gangguan obsesi kompulsif.
Dari pendekatan sosial, anxietas dapat disebabkan karena konflik, frustasi, krisis
atau tekanan.4
C. MANIFESTASI KLINIS
Pengalaman anxietas memiliki dua komponen: kesadaran akan sensasi
fisiologis (seperti berdebar-debar dan berkeringat) serta kesadaran sedang gugup
atau ketakutan. Di samping efek motorik dan viseral,, kecemasan mempengaruhi
pikiran, persepsi, dan pembelajaran. kecemasan cenderung menimbulkan
kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang tetapi
juga orang dan arti peristiwa. Distorsi ini dapat menggangu proses pembelajaran
6
D. TERAPI OBAT
Pengobatan primer untuk gangguan kecemasan umum karena kondisi medik
umum adalah mengobati kondisi medik dasarnya. Jika pasien juga memiliki
gangguan penggunaan alkohol atau zat lain, gangguan tersebut juga harus
dipusatkan secara terapeutik untuk mencapai pengendalian gejala gangguan
kecemasan. Jika menghilangkan kondisi medis primer tidak membalikkan gejala
gangguan kecemasan, pengobatan gejala tersebut harus mengikuti pedoman
umum untuk gangguan mental spesifik. Pada umumnya, teknik modifikasi
perilaku, obat ansiolitik, dan antidepresan serotonergik adalah cara pengobatan
yang paling efektif.4
A. DEFENISI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.3
B. ETIOLOGI
Menurut Kaplan, faktor faktor yang dihubungkan dengan penyebab depresi
dapat dibagi atas:
1. Faktor Biologi
Data penelitian biopsikologi menyatakan yang paling berperan dalam
patofisologi gangguan mood adalah disregulasi pada amin biogenik (norepinefrin,
serotonin dan dopamin). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan
pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di
dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan
7
serotonin yang rendah di trombosit. Beberapa pasien depresi juga memiliki respon
neuroendokrin yng abnormal. Walaupun norepinefrin dan serotonin adalah amin
biogenik yan paling sering dihubungkan dengan patofisologi depresi, dopamin
juga telah diperkirakan memiliki peranan dalam depresi. Data menyatakan bahwa
aktivitas dopamin mungkin menurun pada depresi dan meningkat pada mania.
2. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks, bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial tetapi faktor non genetik kemungkinan
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada
sekurangnya beberapa orang.
Peneltian adopsi juga telah menunjukkan bahwa orang tua biologis dari anak
adopsi dengan gangguan mood mempunyai suatu prevalensi gangguan mood yang
serupa dengan orang tua anak penderita gangguan mood yang tidak diadopsi.
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang
telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih
sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya,
hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.
C. KLASIFIKASI
Berikut adalah pembagian dari episode depresif :
1) Episode depresif ringan (F32.0)
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan
mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas;
sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim
di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang
berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993).
9
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari
2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada
taraf yang sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat tunggal
tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari
gangguan depresif berulang.
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas,
disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan suasana perasaan (mood).
D. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan
tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari
keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir
semua pasien depresi (97 persen) mengeluh tentang penurunan energi dimana
mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah
dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru.
Sekitar 80 persen pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari
(terminal insomnia) dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan
11
masalah yang dihadapi. Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan
menyerang 90 persen pasien depresi. (buku psikiatri UI)
Berikut merupakan beberapa gejala depresi (ringan, sedang dan berat)
berdasarkan PPDGJ III :
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
- Afek depresi (sedih, murung, lesu, menangis)
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan suram dan pesimis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan terganggu
Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya digunakan
untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa
tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi
12
diagnostik pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk
gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan.
Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan untuk prosedur
diagnostik, risiko untuk bunuh diri dan melakukan pembunuhan, dan
berkurangnya kemampuan pasien secara menyeluruh untuk asupan makanan dan
tempat perlindungan. Riwayat gejala berulang dan hilangnya sistem dukungan
terhadap pasien juga merupakan indikasi rawat inap.
Terapi keluarga
Terapi keluarga tidak umum digunakan sebagai primer untuk gangguan
depresi berat, tetapi meningkatkan bukti klinis dapat membantu pasien dengan
gangguan mood untuk mengurangi dan menghadapi stres dan mengurangi adanya
kekambuhan. Terapi keluarga diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan
perkawinan pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood didasari atau
dapat ditangani oleh situasi keluarga.
Farmakoterapi
Pada gangguan depresi berat, penanganan efektif dan spesifik, seperti obat
trisiklik untuk gangguan depresi berat telah digunakan selama 40 tahun.
Antidepresan membutuhkan waktu 3-4 minggu untuk memberikan efek terapi
yang signifikan, menunjukkan efek terapi lebih awal; dan secara relatif semua
antidepresan yang tersedia menjadi toksik pada dosis yang kelebihan dan
menunjukkan efek samping.
terdahulu tetapi lebih aman dan toleransinya lebih baik. Prinsip indikasi untuk
antidepresan adalah episode depresi berat. Edukasi pasien yang adekuat tentang
kegunaan antidepresan sebagai hal penting untuk kesuksesan terapi termasuk
pemilihan obat dan dosis yang paling sesuai.
Pada pemberian antidepresan, obat baru memperlihatkan efek antidepresan
yang optimal dalam 3 sampai 4 minggu. Timbulnya efek samping menunjukkan
obat bekerja, tetapi efek samping yang timbul harus dijelaskan secara detail.
Sebagai contoh, beberapa pasien yang meminum antidepresan golongan SSRIs
menjadi gelisah, mual dan muntah sebelum adanya penurunan gejala. Efek
samping berkurang seiring berjalannya waktu.
A. DEFINISI
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun
tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons
terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur
kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki
seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya.
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk
perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.2
B. EPIDEMIOLOGI
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik
secara bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan
14
C. ETIOLOGI
Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala
ansietas dan gejala depresif terkait secara kausal pada sejumlah
pasien yang mengalamigejala ini. Pertama , sejumlah peneliti
melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa pada gangguan
depresif dan ansietas, terutama gangguan panik, termasuk
menumpulnya respons kortisol terhadap hormon adenokort,
kotropik, respon hormon pertumbuhan yang tumpul terhadap
klonidin ( Catapres), dan respon TSH (thyroid stimulating
hormone) serta prolaktin yang tumpulterhadap TRH (thyrotropin-
relasing hormone).
Kedua, sejumlah peneliti melaporkan data yang menunjukkan
bahwa hiperkatifitas sistem noradrenergik sebagai penyebab
relevan pada sejumlah pasien dengan gangguan depresif dan
gangguan ansietas. Secara rinci, studi ini telah menemukan
adanya konsentrasi metabolit norepnefrin 3-methoxy-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meningkat didalam urin,
15
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Anxietas
Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain
keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak,
perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang
sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut
mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga
pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh.
Selain itu spesifik untuk Gangguan Anxietas Menyeluruh adalah
kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup
situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial),
cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas
akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak
3,7,8
sabar, mudah marah, sulit tidur.
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat
pada tabel di bawah:
16
2. Otot tegang/kaku/pegal
6. Jantung berdebar-debar
8. Mulut kering
Gejala utama :
1. Afek depresi
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
( rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit) dan menurunnya
aktifitas.
Gejala lainnya dapat berupa :
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang.
Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai
berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga
pasien. 3,4,5
E. DIAGNOSIS
Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala subsindrom
ansietas dan depresi serta adanya beberapa gejala somatik,
seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan rasa perut yang
bergejolak. Sejumlah studi pendahuluan menunjukkan bahwa
sensitivitas dokter umum untuk sindrom gangguan campuran
ansietas depresi masih rendah walaupun kurangnya pengenalan
18
F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta
gangguan kepribadian. Di anatara gangguan ansietas, gangguan ansietas
menyeluruh merupakan gangguan yang lebih besar kemungkinannya untuk
bertumpang tindih dengan gangguan campuran ansietas-depresif. Diantara
gangguan mood, gangguan dstimik, dan gangguan depresif ringan adalah
gangguan yang lebih besar kemungkinannya untuk bertumpang tindih dengan
gangguan campuran ansietas-depresif. Diantara ganggguan kepribadian,
gangguan kepribadian mengindar, dependen, dan obsesfi kompulsif dapar
memliki gejala yang mirip dengan gejala gangguan campuran ansietas-depresif.
Diagnosis gangguan somatoform juga harus dipertimbangkan.
Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar
kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala depresif
yang mnonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang sama saat awitan.
Selama perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietasn dan depresif dapat
bergantian. Prognosis nya tidak diketahui.
H. PENATALAKSANAAN
Karena studi yang membandingkan modalitas terapi
gangguan campuran ansietas-depresif tidak tersedia, klinis
mungkin lebih cenderung memberikan terapiberdasarkan gejala
yang muncul, keparahannya, dan tingkat pengalaman klinis
tersebut dengan berbagai modalitas terapi. Farmakoteapi untuk
gangguan campuran ansietas-depresif dapat mencakup obat
antiansietas, obat antidepresif, atau keduanya. Diantara obat
ansiolitik, sejumlah data menunjukkan bahwa penggunaan
triazolobenzodiazepine ( Alprazolam (Xanax) ) dapat di
indikasikan karena efektivitas nya dalam mengobati depresi yang
disertai ansietas. Obat yang mempengaruhi reseptor 5-HT,
seperti busipron juga dapat di indikasikan. Diantara anti
depresan, meskipun teori noradrenergik menghubungkan
gangguan ansietas dengan gangguan depresif, anti depresif
serotonergik ( contohnya, fluoxetine) dapat menjadi obat yang
paling efektif dalam mengobati gangguan campuran ansietas-
depresif.
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
E. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Guze, Bary and Richeimer, Steven. 2004. Buku Saku Psikiatri Residen Bagian
Psikiatri UCLA. Hal 558-71.
2. Maramis Willy, Maramis Albert. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Hal
488-490.
3. Kaplan, Harold I. Sadock, Benjamin. Grebb, Jack A. 2009. Comprehensive
Textbook of Psychiatry Vol. 2. Hal 449.
23
4. House, Andrews, St. 2008. Phobias- what, who, and how to help. British
Psychological Society.
5. Elvira, Sylvia D. 2010. Buku Ajar Psikiatri : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal 361-73.
6. Olatunji, Bunmi O, PhD. Reese, Hannah E, MA. Otto, Michael W, Phd and
Wilhelm, Sabine, PhD. 2008. Cognitive-Behavioral Therapy, Behavioral
Therapy and Cognitive Therapy : Massachusetts General Hospital
Comprehensive Clinical Psychiatry. Hal 189-99.
7. McEvoy, Peter M. Perini, Sarah J. 2009. Cognitive Behavioral Group Therapy
For Social Phobia With or Without Attention Training: A Controlled Trial.
Journal of Anxiety Disorder.
8. Andrews, Gavin. Creamer, Mark. Crino, Rocco. Hunt, Caroline. Lampe, Lisa
and Page, Andrew. 2003. The Treatment Of Anxiety Disorders. Second
Edition: Clinican Guides and Patient Manuals. Hal. 164-76.
9. Stevens, Vivian M. K, Susan. Reedwood. H, Richard. Bost. L, Jackie. Neel.
W, Nancy. Winkle, Van and Pollak, Michael H. 2007. Psychological Therapies
: Rapid Review Behavioral Science Second Edition.
10. Ifdil. 2012. Desensitisasi : Bimbingan dan Konseling Indonesia : Pusat
Referensi Konseling.
11. Mimi. 2012. Flooding vs Systematic Desensitization : MD Junction.