Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT

USIA (LANSIA)
17 April 2010 yha_princess Tinggalkan Komentar Go to comments

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan
yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan
timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :

1. Pensiunan dan masalah-masalahnya

2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke

3. Meningkatnya jumlah lanjut usia

4. Pencemaran pelayanan kesehatan

5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo

6. perkembangan ilmu

7. Program PBB

8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983


9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit

10. Mahalnya obat-obatan

BAB II

PEMBAHASAN

1. A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia

Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan
keperawatan di rumah atau panti.

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:

1 Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang
personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri
termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat
tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.

2 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan
dengan bertambahnya usia, antara lain:

1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan

2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas

3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh

4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

1. B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia


1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami


klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian
yaitu:

1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri.

2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan
untuk mempertahankan kesehatannya.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.

Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif
dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu
para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan
suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun
pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,
kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.

Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut
usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,
jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan
mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana
tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah
dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.

1. Pendekatan psikis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
1. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain

Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang
dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.

1. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.

Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR.
Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

1. C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari hari secara mandiri dengan:

1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien
lanjut usia (life support)

3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik
kronis maupun akut.

4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa
yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu

5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

1. D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia

Keperawatan lanjut usia berfokus pada :

1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)

2. Pencegahan penyakit (preventif)

3. Mengoptimalkan fungsi mental

4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

1. E. Diagnosa Keperawatan

1. Aspek fisik atau biologis

1. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak


mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena factor biologi.

NOC I : Status nutrisi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:

1. Asupan nutrisi tidak bermasalah

2. Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah

3. Energy tdak bermasalah

4. Berat badan ideal

NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)


1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai.

2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.

3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.

4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien

5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien

6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan

7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.

8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung
peningkatan berat badan.

b Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :

1 Mengatur jumlah jam tidurnya

2 Tidur secara rutin

3 Miningkatkan pola tidur

4 Meningkatkan kualitas tidur

5 Tidak ada gangguan tidur

NIC : Peningkatan Tidur

1 Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien

2 Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya

3 Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik


4 Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya

c Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang


ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan
bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 324 jam diharapkan pasien
mampu :

1 Kontinensia Urin

2 Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).

3 Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.

4 Mengosongkan bladde dengan lengkap.

5 Mampu memprediksi pengeluaran urin.

NIC : Perawatan Inkontinensia Urin

1 Monitor eliminasi urin

2 Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.

3 Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.

4 Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.

d Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori
sekunder

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :

1 Mengingat dengan segera informasi yang tepat

2 Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan

3 Mengingat informasi yang sudah lalu

NIC : Latihan Daya Ingat

1 Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan

2 Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat


3 Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien

e Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai
dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.

TUJUAN

NOC : Fungsi Seksual

1 Mengekspresikan kenyamanan

2 Mengekspresikan kepercayaan diri

NIC : Konseling Seksual

1 Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.

2 Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.

f Dx. Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular

Yang ditandai dengan :

1 Perubahan gaya berjalan

2 Gerak lambat

3 Gerak menyebabkan tremor

4 Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1 Memposisikan penampilan tubuh

2 Ambulasi : berjalan

3 Menggerakan otot

4 Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan

NIC : Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )


1 Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan
kebutuhan

2 Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman

3 Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)

g Dx. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang

Yang ditandai dengan:

1 Peningkatan kebutuhan istirahat

2 Lelah

3 Penampilan menurun

NOC Activity Tolerance

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

1 Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas

2 Melaporkan aktivitas harian

3 Memonitor ECG dalam batas normal

4 Memonitor warna kulit

NIC Energy Management

1 Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat

2 Tentukan keterbatasan fisik pasien

3 Tentukan penyebab kelelahan

4 Bantu pasien untuk jadwal istirahat

h Dx. Risiko kerusakan integritas kulit

NOC : Kontrol Risiko ( risk control )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1 Kontrol perubahan status kesehatan

2 Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko

3 Mengenal perubahan status kesehatan

4 Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan

NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance )

1 Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan

2 Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan

3 Monitor warna kulit

4 Monitor suhu kulit

5 Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat

1. Dx. Kerusakan Memori b.d gangguan neurologis

Yang ditandai dengan :

1 Tidak mampu mengingat informasi factual

2 Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau

3 Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman

4 Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru

NOC : Orientasi Kognitif

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1 Mengenal diri sendiri

2 Mengenal orang atau hal penting

3 Mengenal tempatnya sekarang

4 Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar

NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )


1 Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan
dengan pasien.

2 Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.

3 Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali

4 Monitor perilaku pasien selama terapi

1. Aspek psikososial

1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,
dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.

NOC I : koping (coping)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:

1. Mengidentifikasi pola koping efektif

2. Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif

3. Melaporkan penurunan stress

4. Memverbalkan control perasaan

5. Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan

6. Beradaptasi dengan perubahan perkembangan

7. Menggunakan dukungan social yang tersedia

8. Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis

NIC I : coping enhancement

1. Dorong aktifitas social dan komunitas

2. Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan

3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama

4. Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.


5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama.

6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera,
perubahan status mental.

NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:

1. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama

2. Berpatisipasi dala tradisi keluarga

3. Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar

4. Memberikan dukungan satu sama lain

5. Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.

6. Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan

7. Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas

8. Memecahkan masalah

NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)

1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan


pasien.

2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang
utama.

3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien

4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan


umur atau penyakitnya.

5. Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,


perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

NOC :
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan akan bisa
memperbaiki konsep diri dengan criteria :

1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan)

2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya


terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan

3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat


pnyakitnya

4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

NIC : Peningkatan harga diri

1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi

2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya

3. Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya

4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi
peran, lingkungan, status ekonomi

Yang ditandai dengan:

1. Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup

2. Mudah tersinggung

3. Gangguan tidur

NOC Anxiety Control

1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

2. Memonitor intensitas cemas

3. Melaporkan tidur yang adekuat

4. Mengontrol respon cemas

5. Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress


NIC Anxiety Reduction

1. Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas

2. Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan

3. Identifikasi ketika perubahan level cemas

4. Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi

5. Dx. Resiko Kesendirian

NOC Family Coping

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

1. Mendemontrasikan fleksibelitas peran

2. Mengatur masalah

3. Menggunakan strategi penguranagn stress

4. Menghadapi masalah

NIC Family Support

1. Bantu pekembangan harapan yang realistis

2. Identifikasi alami dukungan spiritual bagi keluarga

3. Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga

4. Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan

5. Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
(ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien diharapkan


meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :

1. Merasa puas dengan penampilan tubuhnya

2. Merasa puas dengan fungsi anggota badannya

3. Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan


NIC : Peningkatan Citra Tubuh

1. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan

2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra
tubuh pasien

3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama

4. Aspek spiritual

Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.

NOC I : pengaharapan (hope)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:

1. Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif

2. Mengekspresikan arti kehidupan

3. Mengekspresikan rasa optimis

4. Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri

5. Mengekspresikan kepercayaan

6. Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain

NIC I : penanaman harapan (hope instillation)

1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup

2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri

3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan

4. Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group.

5. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. http://askep- askeb.cz.cc/ diakses tanggal 10 maret 2010.


Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA


International.

1. Konsep keperawatan gerontik

A.Pengertian Keperawatan Gerontik : Suatu bentuk pelayanan profesional yang


didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-
spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat
maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

B.DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:

1. kelompok menjelang usia lanjut (45 - 54 th) sebagai masa VIRILITAS

2. kelompok usia lanjut (55 - 64 th) sebagai masa PRESENIUM

3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:

1. Usia lanjut : 60 - 74 tahun

2. Usia Tua : 75 - 89 tahun

3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun

C.PROSES PENUAAN
Proses Terjadinya Penuaan

1. Biologi
a. Teori Genetic Clock
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam
genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika
jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses
mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan
Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error
catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-
aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa
radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori Error
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis Error Castastrophe (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut
menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang
kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara
perlahan.
c. Teori Autoimun
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan
dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia
(Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,
daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis
meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati,
1994)
d. Teori Free Radical
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan
Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif ,
sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut
Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa
makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses
pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan
jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory

Ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.


b. Teori kontinuitas

Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola


prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory

Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat,


hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia

Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses
penuaan.

3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow

Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak


semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna.
b. Teori Jung

Terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam


perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory

Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.


d. Development Task Theory

Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.

Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti
DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak
lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat
kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan
mudah terjadi infeksi.

Penuaan Sekunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan
sosial. Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi
tua. Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan
kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas
dengan apa yang diperolehnya.

Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:

1. Perubahan Mikro
Berkurangnya cairan dalam sel
Berkurangnya besarnya sel
Berkurangnya jumlah sel

2. Perubahan Makro
Mengecilnya mandibula
Menipisnya discus intervertebralis
Erosi permukaan sendi-sendi
Osteoporosis
Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi
kemampuannya menurun)
Emphysema Pulmonum
Presbyopi
Arterosklerosis
Manopause pada wanita
Demintia senilis
Kulit tidak elastis
Rambut memutih

D.KARAKTERISTIK PENYAKIT PADA LANSIA

Saling berhubungan satu sama lain

Penyakit sering multiple

Penyakit bersifat degeneratif

Berkembang secara perlahan

Gejala sering tidak jelas


Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial

Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut

Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat
yang tidak sesuai dengan dosis)

Hasil penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 kota (Padang, Bandung, Denpasar, Makasar),

sebagai berikut:

Fungsi tubuh dirasakan menurun:

Penglihatan (76,24 %),

Daya ingat (69,39 %),

Sexual (58,04 %),

Kelenturan (53,23 %),

Gilut (51,12 %).

Masalah kesehatan yang sering muncul

Sakit tulang (69,39 %),

Sakit kepala (51,15 %),

Daya ingat menurun (38,51 %),

Selera makan menurun (30,08 %),

Mual/perut perih (26,66 %),

Sulit tidur (24,88 %) dan

sesak nafas (21,28 %).

Permasalahan umum

a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan

b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehinggan anggota keluaraga yang lanjut usia
kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri

d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia

e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia

2.Askep klien lanjut usia di keluarga dengan immobility and


functional mobility
A. PENDAHULUAN
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang
keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak,
penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.

Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago


sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh
lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa
otot dan kekuatannya juga berkurang

B. PENGERTIAN

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian


bagi seseorang. Walaupun jenis aktivitas berubah sepanjang kehidupan manusia,
mobilitas adalah pusat untuk berpartisipasi dalam dan menikmati kehidupan.
Merpertahankan moblitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik
semua lansia.

Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam


menentukan kemampuan untuk berjalan; tetapi mobilitas optimal merupakan
sesuatu yang individualistis, relatif, dan dinamis yang bergantung pada interaksi
antara faktor-faktor lingkungan dan sosial, afetif dan fungsi fisik. Untuk seseorang,
mobilitas optimal mungkin berupa berjalan sekitar 8 kilometer setiap harinya; bagi
orang lain, mobilitas dapat melibatkan pergerakan yang terbatas dengan bantuan

Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang


dari mobilitas optimal. Diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik, potensial
sindrom disuse,dan intoleransi aktivitas memberikan definisi imobilitas yang lebih
terbatas dan termasuk dalam definisi imobilitas yang lebih luas.

Imobilitas, intolrransi aktivitas dan sindrom disuse sering terjadi pada lansia.
Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia
yang berada di institusi perawatan mengungkapkan bahwa hambatan mobilitas fisik
adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari
masalah ini meluas di luar institusi sampai melibatkan seluruh lansia.
C. GANGGUAN MOBILITAS FISIK

a. Definisi

Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang


dialami seseorang.

b. Batasan Karakteristik

- Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk


mobilitas tempat tidur, berpindah, dan ambulasi

- Keengganan untuk melakukan pergerakan

- Keterbatasan rentang gerak

- Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot

- Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protokol protokol mekanis dan


medis

- Gangguan koordinasi

c. Faktor Faktor Yang Berhubungan

- Intoleransi aktivitas

- Penurunan kekuatan dan ketahanan

- Nyeri dan rasa tidak nyaman

- Gangguan persepsi atau kognitif

- Gangguan neuromuskular

- Depresi

- Ansietas berat

D. POTENSIAL SINDROME DISUSE

a. Definisi
Suatu keadaan seseorang yang beresiko untuk mengalami kerusakan sistem tubuh
sebagai akibat dari ketidakaktifan muskuloskeletal yang di anjurkan oleh dokter
atau yang tidak dapat dihindarkan

b. Faktor Faktor Risiko

- Paralisis

- Imobilisasi Mekanis

- Imobilisasi yang di anjurkan oleh dokter

- Nyeri berat

- Perubahan tingkat kesadaran

E. INTOLERANSI AKTIVITAS

a. Definisi

Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada


seseorang untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari hari yang di
butuhkan atau yang di inginkan.

b. Batasan Karakteristik

- Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan

- Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas

- Rasa tidak nyaman atau dispnea setelah beraktivitas

- Perubahan elektrokardiografis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia

c. Faktor Faktor Yang Berhubungan

- Tirah baring dan imobilitas

- Kelemahan secara umum

- Gaya hidup yang kurang gerak

- Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan


F. FAKTOR FAKTOR INTERNAL

Berbagai faktor internal berakibat dalam imobilisasi tubuh atau bagian


tubuh. Pembahasan secara rinci tentang faktor faktor internal yang turut berperan
terhadap imobilitas dapat di temukan dalam bab-bab yang berkaitan dalam teks ini.

FAKTOR FAKTOR INTERNAL YANG MENYEBABKAN ATAU TURUT BERPERAN


TERHADAP IMOBILITAS

a. Penurunan Fungsi Muskuloskeletal

- Otot otot (atrofi, distrofi, atau cedera)

- Tulang (infeksi fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalasia)

- Sendi (artritis dan tumor)

- Kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan)

b. Perubahan Fungsi Neurologis

-Infeksi (mis, ensevalitis)

-Tumor

-Trauma

-Obat- obatan

-Penyakit vaskular (mis, stroke)

-Penyakit demielinasi (seperti, sklerosis multiple)

-Penyakit degeratif (mis, penyakit parkinson)

-Terpajan produk racun (mis, karbon monoksida)

-Gangguan metabolik (mis, hipoglikemi)

-Gangguan nutrisi

c. Nyeri

Penyebabnya multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma

d. Defisit Perseptual

Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori


e. Berkurangnya Kemampuan koqnitif

Gangguan proses koqnitif, seperti demensia berat

f. Jatuh

-Efek fisik : cedera atau fraktur

-Efek psikologis : sindrome setelah jatuh

g. Perubahan Hubungan Sosial

-Faktor faktor aktual (mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga, atau
teman teman)

-Faktor faktor persepsi (mis, perubahan pola pikir seperti depresi)

h. Aspek psikologis

-Ketidak berdayaan dalam belajar

-Depresi

G. FAKTOR FAKTOR EKSTERNAL

Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor


tersebut termasuk program terapeutik, karakteristik tempat tinggal dan staf, sistem
pemberian asuhan keperawatan, hambatan hambatan, dan kebijakan kebijakan
institusional.

1. Program Terapeutik

Progam penaganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan
kuantitas pergerakan pasien. Contoh program pembatasan meliputi faktor-faktor
mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrein.

2. Karakteristik Penghuni Institusi

Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya klien dapat
mempengaruhi pola mobilitas dan perilakunya.

3. Karakteristik Staf

Tiga karakteristik dari staf keperawatan mempengaruhi pola mobilitas adalah


pengetahuan, komitmen, dan jumlah.

4. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan

Jenis sistem pemberian asuhan keperawatan yang di gunakan di dalam institusi


dapat mempengaruhi status mobilitas penghuninya.
5. Hambatan Hambatan

Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas. Hambatan fisik


termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam
menggunakan alat bantu mobilitas tidak adekuatnya sandaran untuk kaki.

6. Kebijakan Kebijakan Institusi

Faktor lingkungan lain yang penting untuk lasia adalah kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur institusi.

H. DAMPAK MASALAH PADA LANSIA

1. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi
predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi

2. Pengkajian sumber-sumber dan keterbatasan di dalam dan di luar orang tersebut


dan pada interaksi antara lingkungan internal dan eksternal

DAMPAK FISIOLOGIS DARI IMOBILITAS DAN KETIDAKAKTIFAN

Efek Hasil

1. Penurunan konsumsi oksigen


1. intoleransi aktivitas
maksimum

2. Penurunan fungsi ventrikel kiri


2. peningkatan denyut jantung, sinkop

3. penurunan toleransi latihan


3. Penurunan curah jantung
4. penurunan kapasitas kebugaran
4. Penurunan volume sekuncup
5. penurunan massa otot tubuh
5. Peningkatan katabolisme protein
6. osteoporosis disuse
6. Peningkatan pembuangan kalsium

7. Perlambatan fungsi usus


7. konstipasi

8. Pengurangan miksi
8. penurunan evakuasi kandung kemih
9. intoleransi glukosa

9. Gangguan metabolisme glukosa 10. penurunan kapasitas fungsional


residual
10. Penurunan ukuran toraks
11. atelektasis

11. Penurunan aliran darah pulmonal


12. penurunan volume plasma
12. Penurunan cairan tubuh total
13. perubahan koknisi
13. Gangguan sensori
14. bermimpi pada siang hari
14. Gangguan tidur

I. PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan Primer
- Hambatan terhadap latihan

- Pengembangan program latihan

- keamanan

2. Pencegahan Sekunder

Pedoman pengajaran program latihan

- pemanansan dan pendinginan selama 3-5 menit sebelum dan sesudah sesi latihan

- lakukan latihan peregangan otot sebelum dan setelah sesi latihan

- jangan melakukan hal tersebut secara berlebihan

- tingkatkan latihan secara bertahap

- jika mengalami nyeri dada, hentikan lalu konsul ke dokter anda

- hindari gerakan yang menghentak, melambung, berputar

- pagi dan malam hari baik untuk melakukan latihan

- latihan harus dilakukan secara teratur dan terprogram

- jika mungkin, latihan bersama teman


- selalu memantau denyut nadi anda

3. Pencegahan Tersier

Upaya upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi


lansiamelibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli
fisioterapi, terapi okupasi, ahli gizi, aktivitas sosial dan keluarga serta teman
teman.

4. Penatalaksanaan terapeutik

Pengobatan terapeutik ditujukan ke arah perawatan penyakit atau kesakitan yang


dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah imobilitas dan penanganan
konsekuensi aktual atau potensial dari imobilitas.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan


hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.

MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,


yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang. Dll.

Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT
pada kerusakan otot.

K.MANFAAT-MANFAAT LATIHAN

1. Kardiovaskular

-Peningkatan kapasitas ketahanan

-Penurunan denyut jantung

-Peningkatan transpor oksigen


-Penurunan kolesterol

-Penurunan tekanan darah pada klien yang hipertensi

2. Respirasi

-Peningkatan kapasitas vital

3. Muskuloskeletal

-Peningkatan kekuatan otot

-Peningkatan rentang gerak

-Peningkatan fleksibilitas

-Peningkatan remineralisasi tulang

-Peningkatan keseimbangan

4.Endokrin

-Peningkatan metabolisme glukosa

5.Psikologis

-Peningkatan perasaan sejahtera

-Peningkatan moral

6.Kognitif

-Peningkatan metabolisme glukosa dalam berpikir

L.PENGKAJIAN

Suatu pengkajian fungsi memberikan bukti bahwa imobilitas memicu perubahan


patologis dalam sistem tubuh. Parameter pengkajian disajikan dengan efek- efek
imobilitas pada sistem tubuh dan faktor lingkungan.

1.Kemunduran muskuloskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada sistem muskuloskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot, rentang gerak sendi, dan
kekuatan skeletal.

2.Kemunduran kardiovaskular

Tanda dan gejala kardiovaskular tidak memberikan bukti yang langsung atau
memberikan tentang perkembangan komplikasi imobilitas.

3.Kemunduran respirasi

Tanda tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung. Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi nafas, gas darah arteri
mengindikasikan adanya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

4.Perubahan integumen

Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit.

5.Perubahan fungsi urinaria

Bukti perubahan fisik termasuk tanda fisik berupa berkemihsedikit dan sering,
distensi abdomen bawah.

6.Perubahan gastrointestinal

Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh.

7.Faktor lingkungan

Lingkunga tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat


tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.

2. Mengkaji tulang belakang


Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)

3. Mengkaji system persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,


deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya
kekakuan sendi

4. Mengkaji system otot

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-
masing otot. Lingkar
ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.

5. Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak


normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari
yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis.
cara berjalan spastic hemiparesis stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah penyakit lower motor neuron,
cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang


lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya
edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.

7. Mengkaji fungsional klien

A.KATZ Indeks

Termasuk katagori yang mana:

Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke


toilet, berpindah,dan mandi.
Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.

Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun dianggap mampu.

B. Indeks ADL BARTHEL (BAI)

NO FUNGSI SKOR KETERANGAN

1 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/tak teratur


pembuangan tinja (perlu pencahar).
1
Kadang-kadang tak terkendali
2 (1x seminggu).

Terkendali teratur.

2 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali atau pakai


berkemih kateter
1
Kadang-kadang tak terkendali
2 (hanya 1x/24 jam)

Mandiri

3 Membersihkan diri (seka 0 Butuh pertolongan orang lain


muka, sisir rambut, sikat gigi)
1 Mandiri

4 Penggunaan jamban, masuk 0 Tergantung pertolongan orang


dan keluar (melepaskan, lain
memakai celana, 1
membersihkan, menyiram) Perlu pertolonganpada
2 beberapa kegiatan tetapi
dapat mengerjakan sendiri
beberapa kegiatan yang lain.

Mandiri

5 Makan 0 Tidak mampu


1 Perlu ditolong memotong
makanan
2
Mandiri

6 Berubah sikap dari berbaring 0 Tidak mampu


ke duduk
1 Perlu banyak bantuan untuk
bias duduk
2
Bantuan minimal 1 orang.
3
Mandiri

7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu

1 Bisa (pindah) dengan kursi


roda.
2
Berjalan dengan bantuan 1
3 orang.

Mandiri

8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain

1 Sebagian dibantu (mis:


memakai baju)
2
Mandiri.

9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu

1 Butuh pertolongan

2 Mandiri

10 Mandi 0 Tergantung orang lain

1 Mandiri

TOTAL SKOR

Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

M. INTERVENSI

1.Kontraksi otot isometrik

Meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang menggerakkan


sendi.

2.Kontraksi otot isotonik

Kontraksi otot yang berlawanan yang berguna untuk mempertahankan kekuatan


otot dan tulang.

3.latihan kekuatan

Latihan pertahanan yang progresif.

4.Latihan aerobik

Aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari


denyut jantung maksimal.

5.Sikap

Sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari.

6.Latihan rentang gerak

Latihan gerak aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan


otot serta meningkatkan penampilan koqnitif.

Latihan gerak pasif menggerakkan sendi melalui rentang geraknya oleh orang lain,
hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.

7.Mengatur posisi

Kesejajaran tubuh tanpa memperhatikan posisi, mempengaruhi mobilitas.

N. DOKUMENTASI YANG ESENSIAL


Dokmentasi untuk setiap sistem meliputi hal berikut :

1.Untuk muskuloskeletal : kekuatan otot, ukuran tonus, ketahanan, mobilitas sendi,


adanya nyeri.

2.Untuk kardiovaskular : perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut


nadi.

3.Untuk respirasi : pengkajian paru.

4.Untuk integumen : karakteristik kulit di atas tonjolan tulang.

5.Untuk urinaria : frekuensi dan jumlah berkemih

6.Untuk gastrointestinal : karakter dan pola fese dan alat bantu yang digunakan
untuk memfasilitasi eliminasi.

O. DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan : gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan


intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrome disuse

Hasil yang diharapkan Intervensi Keperawatan

Klien mempertahankan kekuatan dan 1.observasi tanda dan gejala


ketahanan sistem muskuloskeletal dan penurunan kekuatan otot, penurunan
fleksibilitas sendi-sendi mobilitas sendi, dan kehilangan
ketahanan

2.observasi status respirasi dan fungsi


jantung pasien

3.observasi lingkungan terhadap


bahaya keamanan yang potensial

4.anjurkan klien untuk melakukan


kontraksi otot isotonik

5.berikan latihan gerak rentang

6.berikan diit dengan protein, kalori


dan kalsium yang adekuat

7.pertahankan kesejajaran tubuh yang


tepat
8.anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari

9.anjurkan klien untuk istirahat


adekuat

10.gunakan alat- alat pendukung

11.rujuk klien kepada ahli fisioterapi


jika ada indikasi secara medis

12.berikan dorongan kepada klien


untuk memiliki sikap restrukturisasi

13.ubah lingkungan untuk menurunkan


bahaya-bahaya keamanan

14.ajarkan tentang tujuan dan


pentingnya latihan

15.ajarkan penggunaan alat bantu


yang tepat

16.ajarkan tanda dan gejala kerja


latihan yang terlalu berlebihan

DAFTAR PUSTAKA

R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),


edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.

Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2,
Jakarta, EGC, 1998.

Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta,
PTGramedia Pustaka Utama, 1999.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah


Brunner & Suddarth,Cetakan Ke satu, Jakarta, EGC, 2001
Doenges E Marlyn, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC :2000

PENDAHULUAN

Dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun.

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia :


1. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59
2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,2003).

5. Lansia tidak potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,sehingga


hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,2003).

Tugas Perkembangan Lansia :

1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

4. Mempersiapkan kehidupan baru.


5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/ masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

KONSEP TUJUAN DAN FUNGSI PELAYANAN


Tujuan pedoman pelayanan ini adalah memberi arah dan memudahkan petugas
dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan dan perawatan lanjut usia di PSTW,
serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia.
Tujuan pelayanannya adalah:

1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis,psikologis,sosial dan


spiritual.
2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia.
3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tenteram,
bahagia, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tugas pelayanan meliputi:

1.Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi pemenuhan kebutuhan


hidup, pembinaan fisik, mental, dan sosial, member pengetahuan serta bimbingan
keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna.
2.Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan
mampu menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia.

Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi
pelayanan sosial lanjut usia,pusat pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan
pusat pemberdayaan lanjut usia.

Sasaran pelayanan ini adalah;


-lanjut usia potensial, yaitu lanjut usia yang berusia 60 tahhun ke atas, masih
mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan
jasa.
- Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas, tidak
berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain,
keluarga lanjut usia, masyarakat,
kelompok, dan organisasi sosial.

Kebutuhan Lansia Dengan memperhatikan keanekaragaman latar belakang


boipsiko-sosial dan spiritual lanjut usia. kebutuhan dan tindakan dalam pelayanan
untuk lanjut usia dapat diidentifikasi.

Dalam tindakan ini, petugas berkewajiban memotivasi,mengarahkan, mengajarkan,


dan membantu melaksanakan kegiatan lanjut usia.

1. Kebutuhan Biologis
a. Makan dan minum
b. Pakaian
c. Tempat tinggal
d. Olahraga
e. Istirahat/tidur

2. Kebutuhan Psikologis
a. Sering marah
b. Rasa aman dan tenang
c. Ketergantungan
d. Sedih dan kecewa
e. Kesepian
3. Kebutuhan Sosial
a. Aktifitas yang bermanfaat
b. Kesulitan menyesuaikan diri
c. Kesulitan berhubungan dengan
orang lain
d. Bersosialisasi dengan sesama
lansia
e. Kunjungan keluarga
f. Rekreasi/hiburan
g. Mengikuti pendidikan usia
ketiga
h. Tabungan/simpanan bagi
lansia yang berpenghasilan
4. Kebutuhan Spiritual
a. Bimbingan kerohanian
b. Akhir hayat yang bermartabat

Tujuan pembinaan kesehatan lansia dipanti meliputi tujuan umum dan khusus :
1.Tujuan Umum, Meningkatny derajat kesehatan danmut kehidupan lansia dipanti
agar mereka dapat hidup layak
2.Tujuan khusu
a. Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dipanti, baik oleh
petugas kesehatan maupun petugas panti.
b. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti
dalam memelihara kesehatan diri sendiri
c. Meningkatnya peran serta keluarga dann masyarakat dalam upaya pemeliharaan
kesehatan lansia dipanti.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya


promotif,preventif, kuratif dan rehabilitative.

1. Upaya promotif yaitu untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan


derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya,keluarga, maupun
masyarakat
Kegiatan tersebut dapat berupa ;
a. Penyuluhan, demonstrasi dan pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal
berikut in;
Masalah gizi dan diet
Perawatan dasar kesehatan
Keperawatan kasus darurat
Mengenal kasus gangguan jiwa
Olahraga
Teknik-teknik berkomunikasi
Bimbingan rohani
b. Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan.
c. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti
d. Rekreasi
e. Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti
f. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat
luas melalui berbagai macam media.

2. Upaya preventif yaitu; pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-


penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
Kegiatanya dapat berupa kegiatan berikut ini;
a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dip anti oleh petugas kesehatan yang
datang ke panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS
lansia.
b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas
maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang
menggunakan buku catatan pribadi.
d. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi
masing-masing.
e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi
kesehatannya masing-masing.
f. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat
mengisi waktu dan tetap produktif.
h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan
sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu
mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu,

3. Upaya kuratif yaitu pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas
panti terlatih sesuai kebutuhan.
Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini
a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti
yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas
kesehatan/puskesmas.
b. Pengobatan jalan di puskesmas.
c. Perawatan dietetic.
d. Perawatan kesehatan jiwa.
e. Perawatan kesehatan gigi dan
mulut.
f. Perawatan kesehatan mata.
g. Perawatan kesehatan melalui
kegiatan di puskesmas. h. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli
kesehatan yang diperlukan.
4. Upaya rehabilitative yaitu untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin. Kegiatn ini dapat berupa rehabilitasi mental,vokasional
(keterampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik.
Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan
berada dalam pengawasan dokter, atau
ahlinya (perawat). Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat,M.A. menjelaskan bahwa
para lansia yang dititipkan dip anti pada dasarnya memiliki sisi negative dan positif.
Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi
lansia.
Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan
tersendiri,
sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.
Akan
tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa nyaman berada di dekat keluarganya.
Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal dipanti
merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya. Tinggal di rumah
masih jauh lebih baik daripada dipanti. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta
cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (usless) dan kesepian. Padahal
mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara
optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang
suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat
banyak bagi kepentingan semua orang.

10 kebutuhan lansia (10 needs of theelderly) menurut Darmoj (2001) adalah


sebagai berikut;
1. Makanan cukup dan sehat(healty food)
2. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories
3. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay)
4. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities)
5. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum (technical,judicial assistance)
6. Transportasi umum (facilities for public transportations)
7. Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies,informations
8. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities,picnic)
9. Rasa aman dan tentram (safety feeling)
10. Bantuan alat-alat pancaindra (other assistance/aids).

Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subside and facilities)


Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Lansia
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia berkaitan dengan
perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik
(maladaptif).
1. Perilaku yang kurang baik
a. Kurang berserah diri
b. Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa
c. Sering menyendiri
d. Kurang melakukan aktivitas fisik/olahraga/kurang gerak
e. Makan tidak teratur dan kurang minum
f. Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras
g. Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan
h. Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan
i. Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi
j. Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur
2. Perilaku yang baik
a. Mendekatkan diri pada Tuhan YangMaha Esa
b. Mau menerima keadaan, sabar danoptimis, serta meningkatkan rasa percaya diri
dengan melakukan kegiatan yang sesuaii dengan kemampuan.
c. Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat.
d. Melakukan olahraga ringan setiap hari.
e. Makan dengan porsi sedikit tetapi sering,memilih makanan yang sesuai,serta
banyak minum.
f. Berhenti merokok dan meminum minuman keras.
g. Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan
h. Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
i. Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks
j. Memeriksakan kesehatan secara teratur
3. Manfaat perilaku yang baik
a. Lebih takwa dan tenang
b. Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang
c. Keberdayaannya tetap diakui
oleh keluarga dan masyarakat
d. Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti
jantung, paru-paru, diabetes, kanker, dan lain-
lain
e. Mencegah keracunan obat dan efekk samping lainnya
f. Mengurangi stress dan kecemasan

g. Hubungan harmonis tetap terpelihara


h. Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin
Beberapa sifat penyakit pada
lansia yang membedakannya
dengan penyakit pada orang
dewasa seperti yang dijelaskan
berikut ini
1. Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari
dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa
berasal dari luar tubuh
(eksogen). Hal ini disebabkan
karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai
organ-organ tubuh akibat
kerusakan sel-sel karena proses
menua, sehingga produksi
hormon, enzim, dan zat-zat
yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Dengan demikian,
lansia akan lebih mudah terkena
infeksi. Sering pula, penyakit
lebih dari satu jenis
(multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri
maupun saling berkaitan dan
memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak
khas/tidak jelas Misalnya,
penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali didapati
demam tinggi dan batuk darah,
gejala terlihat ringan padahal
penyakit sebenarnya cukup
serius, sehingga penderita
menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak
obat (polifarmasi) Akibat
banyaknya penyakit pada lansia,
maka dalam pengobatannya
memerlukan obat beranekaragam dibandingkan dengan orang
dewasa. Selain itu, perlu
diketahui bahwa fungsi organ-
organ vital tubuh seperti hati
dan ginjal yang berperan dalam
mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang.
Hail ini menyebabkan
kemungkinan besar obat
tersebut akan menumpuk dalam
tubuh dan terjadi keracunan obat
dengan segala komplikasinya jika diberikan dengan dosis yang
sama dengan orang dewasa. Oleh
karena itu, dosis obat perlu
dikurangi pada lansia. Efek
samping obat sering pula terjadi
pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit
baru akibat pemberian obat tadi
(iatrigenik), misalnya poliuri/
sering BAK akibat pemakaian
obat diuretic (obat untuk
meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat
penggunaan obat-obat penurunan
tekanan darah, penenang,
antidepresi, dan lain-lain. Efek
samping obat pada lansia
biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat , ketidak
patuhan meminum obat, serta
penggunaan obat yang
berlebihan dan berulang-ulang
dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa Pada lansia yang telah lama
menderita sakit sering
mengalami tekanan jiwa
(depresi). Oleh karena itu, dalam
pengobatannya tidak hanya
gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan
jiwanya yang justru sering
tersembunyi gejalanya. Jika
yang mengobatinya tidak teliti
akan mempersulit penyembuhan
penyakitnya. Manajemen stress. Apa itu stress? Stress tidak lain
dari suatu ancaman nyata atau
dirasakan yang tertuju pada
kondisi fisik, emosi, dan sosial
seseorang. Kesemuanya dapat
menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan
tentang stress ini, namun yang
mengaitkannya dengan lansia
dan penuaan hampir tidak ada
(miller, 1995). Pengertian
tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya,
bahwa:
a. Stress adalah kejadian
eksternal serta situasi
lingkungan yang membebani
kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban
emosional dan kejiwaan;
sedangkan
b. Koping adalah cara berfikir
dan bereaksi yang ditujukan
untuk mengatasi beban atau transaksi yang menyakitkan itu
(stressor). Pembaca dapat
merujuk pada teori-teori tentang
stress antara lain sindrom
adaptasi umum menurut selye
(1956)serta jumlah pakar terkemuka mengenai stress ini. Berikut ini disajikan
faktor-
faktor yang mempengaruhi
koping pada lansia. Pengaruh
dari berbagai pengalaman hidup
beserta koping.
Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara
unik
Fakor waktu cukup
berpengaruh, khususnya bila
berbagai kejadian menimpa
dalam selang waktu yang singkat
Bila suatu kejadian yang
menimpa itu tidak diantisipasi
sebelumnya
Pengalaman pahit yang dialami
sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang
koping untuk suatu tragedi
Sumber-sumber koping:
Bagi dewasa adalah aset/harta
milik lansia
Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress
Gaya koping:
Hal ini lebih dipengaruhi oleh
lsegi usia/kematangan
Gaya koping yang pasif, yaitu
yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif
terhadap kejadian-kejadian yang
tak mungkin lagi di ubah
Gaya koping yang aktif, yaitu
yang lebih berfokus pada
masalah dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang
masihdapat di ubah
Menurut banyak kalangan
bahwa segi keagamaan dan
aktivitas tertentu merupakan
perilaku yang efektif Aktifitas yang bersifat
menarik perhatian sangat
membantu Dalam penghujung
usia, seseorang tentu saja telah
mengalami kejadian-kejadian
dengan resiko stroke yang tinggi, misalnya : penyakit akut
atau kronis, pension, kematian
kerabat, kesulitan keuangan atau
perpindahan tempat domisili
(lansia yang akan dimasukkan ke
panti), serta masih banyak lagi. Walaupun mereka penyebab
stress cukup beragam, namun
dampak siologis pada umumnya
berupa, yaitu dalam benyuk
rangsangan saraf simpatis yang
menyebabkan dikeluarkannya hormon-hormon dengan segenap
akibat yang ditimbulkannya.
Stress yang berlangsung secara
berkepanjangan bisa berakibat
serius, termasuk kemungkinan
munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit
kanker, penyakit maag, sampai
pada kemungkinan penyakit
kulit serta berbagai komplikasi
lain, termasuk masalah sosial
dan emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi
terhadap stress sangat
dipengaruhi oleh tipe
kepribadian serta strategi
penyesuaian (koping) yang telah
digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga
persahabatan merupakan bentuk
strategi yang penting.
Persahabatan dapat memberi
dukungan bagi lansia, terutama
disaat stress meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi. Klien
lansia harus diberanikan agar
berespon terhadap stress dengan
cara yang sehat. Salain itu perlu
menjaga keseimbangan nutrisi, istirahat yang cukup, serta
exercise. Juga dapat
dipertimbangkan terapi
relaksasi, sebagai contoh di
Negara maju tak jarang orang
melakukan yoga, meditasi, latihan relaksasi sampai pada
melibatkan diri dalam berbagai
aktivitas yang terkait dengan
upaya mengatasi stress.
Akhirnya, pada table 2 adalah
strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka
tantangan yang dihadapi lansia.
Tabel 2 Strategi koping yang
digunakan Penyesuaian
psikososial Strategi koping
Stereoptip lansia Pension
Pengurangan pendapatan
Kemunduran kesehatan
Keterbatasan fungsional
(aktivitas sehari-hari)
Kemunduran kognitif Kematian anggota keliarga
Perpindahan hunian
Tantangan kejiwaan lainnya
Peril dipertimbangkan
identitas diri yang kuat percaya
diri) Kembangkan keterampilan
baru, gunakan waktu luang,
berperan aktifdalam kegiatan-
kegiatan yang bermakana
Manfaatkan fasilitas discount
yang tersedia Gaya hidup sehat(gizi,
olahraga, dan istirahat
secukupnya)
Penyesuaian diri terhadap
longkungan dan jika perlu
menggunakan alat bantu Memanfaatkan peluang
pendidikan seperti grup diskusi,
perpustakaan, dan hal-hal lain
yang kreatif
Boleh larut dalam kesedihan
secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina
keakraban yang baru
Di Negara maju, bagi para
lansia tersedia berbagai pilihan
hunian
Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh
stress, dan berpartisipasi dalam
aktivitas kelompok. Sumber :
Miller 1995 ASKEP DEPRESI Depresi adalah penyakit
psikiatrik yang paling umum
yang mempengaruhi lansia,
namun sering kali penyakit ini
jarang terdiagnosa dan
tertangani pada kelompok usia ini. Istilah depresi digunakan
untuk menggambarkan alam
perasaan, gejala, atau penyakit.
Meskipun insidennya tinggi pada
lansia, depresi tidak dianggap
sebagai respon normal terhadap penuaan. Faktor-faktor fisik,
hormonal, psikologis, dansocial
memainkan peranan penting
terhadap terjadinya penyakit
inni pada lansia. Episode pertama
gangguan depresi mayor pada individu di atas usia 50tahun
biasanya memiliki penyebab
medis khusus yang
membutuhkan evaluasi
diagnostik saksama. Sebagai
contoh, penyakit Parkinson sangat dikaitkan dengan depresi
karena ketidak seimbangan
dalam kimiawi otak yang
menjadi penyebabnya. Infeksi
saluran kemih sangat dikaitkan
dengan depresi, karena infeksi ini dapat sering terjadi, yang
menyebabkan pasien mengalami
ketidak nyamanan karena
seringnya berkemih, urgensi.
Beberapa obat non psikotropik
dapat menyebabkan depresi sebagai efek yang merugikan,
yang mencakup penyekat beta-
adrenergik (seperti propranolol
dan atenolol), metildopa,dan
kortikosteroid. Stress juga
dikaitkan dengan terjadinya depresi pada lansia.
Tanda dan gejala Depresi mayor
1. Alam perasaan tertekan yang
menetap
2. Penurunan minat atau
kesenanganpada aktivitas harian 3. Gangguan tidur
4. Rasa bersalah yang tidak
tepat
5. Kehilangan energy
6. Konsentrasi buruk
7. Perubahan selera makan 8. Retardasi psikomotor atau
agitasi
9. Keinginan pasif kan kematian
10. Upaya bunuh diri
Depresi minor
1. Kehilangan ingatan jangka pendek
2. Iritabilitas
3. Rentang perhatian pendek
Pemikiran bunuh diri
1. Mengumpulkan obat dengan
tiba-tiba 2. Memberikan barang-barang
pribadinya pada orang lain
3. Komentar yang sangat sedih
Penanganan Waspadai bahwa bunuh diri pada
lansia adalah masalah yang
serius. Jika pasien
memperlihatkan tanda-tanda
pemikiran bunuh diri, lakukan
pengkajian dengan segera oleh professional kesehatan.
Pengkajian yang seksama
membantu menyingkirkan
kemungkinan penyebab depresi
yang mendasari, seperti reaksi
merugikan dari obat-obatan, hipotiroidisme, dan gangguan
lainnya. Depresi juga harus
dibedakan dari demensia,
meskipun demensia juga dapat
menyertai depresi. Penanganan
awalnya terdiri dari terapi oleh pemberi perawatan kesehatan
jiwa, yang dapat meresepkan
obat-obatan anti depresi.Terapi
obat dapat mencakup anti
depresan trisiklik (Tricyclic atau
doksepin, atau turunan dari TCA yang dikenal dengan amina
sekunder, yang meliputi
nortriptilin, protiptilin, dan
desipramin. Amina sekunder
tersebut memiliki lebih sedikit
efek merugikan dibandingkan TCA dan lebih dipilih bagi
lansia. Terapi elektrokonvulsif
dapat dibutuhkan jika terapi
obat gagal. Diagnosa keperawatan utama dan
kriteria hasil
1. Gangguan interaksi sosial
yang berhubungan dengan
perubahan proses piker Kriteria
hasil tindakan : Pasien akan memperlihatkan keterampilan
interaksi sosial baik dalam
menghadapi satu orang maupun
berkelompok.
2. Ketidakefektifan koping yang
berhubungan dengan depresi Kriteria hasil tindakan : Pasien
akan mengidentifikasi sedikitnya
dua mekanisme koping yang
baru. Intervensi keperawatan 1.
Dorong pasien mengungkapkan
perasaannya secara verbal.
2. Pantau kemungkinan pasien
untukbunuh diri.
3. Cari tahu kemampuan koping pasien yang berhasil digunakan
di masa lalu.
4. Ungkapkan penguatan yang
positifterhadap keterampilan
koping pasien.
5. Berikan obat-obatan antidepresi, sesuai program, dan
pantau efektivitasnya.
6. Rujuk pasien ke kelompok
pendukung atau ahli konsultasi
jika mungkin. Penyuluhan pasien
1. Jelaskan status pemikiran
pasien dalam keluarga.
2. Anjurkan pasien untuk mecoba
latihan, sbagai cara alami untuk
mengatasi depresi. Jelaskan bahwa latihan tersebut
membantu mengganti deplesi
kimiawi otak tertentu, seperti
serotonin dan norepinefrin.
3. Ajarkan pasien mengenai
depresinya. Tekankan bahwa ada metode yang efektif untuk
meredakan gejalanya. Bantu
pasien untuk mengenali persepsi
yang terdistorsi dan
menghubungkannya dengan
depresi pasien. Ketika pasien belajar untuk mengenali pola
pemikiran yang depresif, ia
dapat secara sadar mulai
mengganti pemikiran yang
menguatkan diri.
4. Jika pasien telah diberi resep antidepresi, tekankan perlunya
kepatuhan dan bahas reaksi yang
merugikan. Untuk obat-obatan
yang menghasilkan efek
antikolinergik, seperti
nortriptilin, anjurkan untuk mengunyah permen karet atau
permen padat yang sedikit
manis untuk mengurangi
kekeringan pada mulut. Banyak
antidepresan (seperti doksepin
dan imipramin) merupakan sedative. Peringatkan pasien
untuk menghindari aktifitas
yang membutuhkan kesiagaan,
mencakup mengendarai mobil
dan mengoperasikan alat-alat
mekanis. 5. Beri peringatan pada pasien
yang meminum TCA untuk
menghindari minum-minuman
yang beralkohol atau memakai
depresan system saraf pusat
lainnya selama terapi. PENYALAHGUNAAN DAN
PENGGUNASALAHAN OBAT Penyalahgunaan zat adalah
masalah yang tersebar luas
tetapi seringkali tersembunyi
pada populasi lansia. Besarnya
penyalahgunaan zat tidak
diketahui karena lansia biasanya menyangkal dan pemberi asuhan
seringkali gagal untuk
mengenalinya. Meskipun
demikian, penyalhgunaan zat
cenderung meningkat seiring
peningkatan jumlah lansia di AmerikaSerikat. Pada tahun
1979, penelitian yang dilakukan
pemerintah federal membuat
batasan penyalahgunaan obat
sebagai penggunaan setiap zat
psikoaktif nonterapeutik, termasuk alcohol, dengan cara
apa pun yang menibulkan efek
merugikan pada beberapa aspek
kehidupan penggunanya. Pola
pemakaian dapat habitual atau
kadang-kadang. Penggunanya mungkin mendapat zat tersebut
dari resep yang legal, teman,
preparat tanpa resep, atau
koneksi illegal.
Penggunasalahan obat,
didefinisikan sebagai penggunaan obat yang tidak
tepat untuk tujuan terapeutik,
yang dapat mencakup pemberian
resep secara tidak tepat untuk
diri sendiri, meminum obat
yang diresepkan untuk orang lain, atau gagal atau lupa
meminum obat berdasarkan
instruksi dokter
(ketidakpatuhan). Insiden
ketergantungan obat pada lansia
tidak terdokumentasi dengan baik seperti pada
penyalahgunaan alkohol. Akan
tetapi, kita mengetahui bahwa
hanya sekitar 60% lansia
yangmeminum obat-obatan yang
diresepkan untuk mereka secara benar dan sekitar 30% obat-
obatan yang mereka minum
adalah preparat tanpa resep.
Sangat sedikit lansia yang
dilaporkanmenggunakan zat-zat
illegal (seperti ganja, heroin, kokain, atau LSD). Hal ini
mungkin karena lansia sudah
terlalu tua untuk memakai
obat-obatan tersebut atau karena
pecandu cenderung meninggal
sebelum mencapai usia tua atau masalah tersebut mungkin
jarang dilaporkan dengan
adekuat karena lansia
penyalahguna obat tidak
menjalani pengobatan atau lolos
darikontak dengan penegak hokum. Penelitian menunjukkan
bahwa lansiapria lebih cenderung
menyalahgunakan zat-zat
psikoaktif daripada wanita,
kecuali obat-obatanpsikotropik
seperti haloperidol. Informasi yang berlebihan, pengobatan
mandiri, polifarmasi,
dankesalahan menafsirkan gejala
adalah beberapa fakor dari
banya banyak factor yang
berperan pada penyalahgunaan atau penggunasalahan obat di
kalangan lansia. Faktor-faktor
resiko penyalahgunaan obat pada
lansia Lansia dapat menjadi
bergantung pada obat-obatan
karena berbagai alasan. Perhatikan faktor-faktor resiko
di bawah ini ketika mengakaji
pasien apakah mengalami
penyalahgunaan zat. Faktor-faktor predisposisi
Riwayat keluarga
(penyalahgunaan alcohol)
Penyalahgunaan zat sebelumnya
Pola konsumsi zat sebelumnya
(tunggal atau dengan yang lain) Sifat kepribadian (cemas,
insomnia) Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan pajanan dan
konsumsi zat
Jenis kelamin (pria: alcohol
dan obat-obatan terlarang; wanita: hipnotik-sedatif dan
anxiolytic)
Penyakit kronis dengan nyeri
(analgesic opioid); insomnia
(obat-obatan hipnotik); cemas
(anxiolytic) Pemberian obat-obatan yang
berlebihan jika diperlukan oleh
pemberi asuhan, misalnya, obat
tidur atau nyeri (lansia di panti
jompo)
Stressor hidup, kehilangan, dan isolasi sosial (alcohol
digunakan untuk membuatnya
mati rasa dan mengatasi nyeri
emosional) Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan efek dan
kemungkinan penyalahgunaan
zat
Sensitivitas obat terkait usia
(faktorfarmakokinetik dan farmakodinamik)
Penyakit medis kronis
Obat-obatan lain (interakBeberapa sifat penyakit pada
lansia yang membedakannya
dengan penyakit pada orang
dewasa seperti yang dijelaskan
berikut ini
1. Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari
dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa
berasal dari luar tubuh
(eksogen). Hal ini disebabkan
karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai
organ-organ tubuh akibat
kerusakan sel-sel karena proses
menua, sehingga produksi
hormon, enzim, dan zat-zat
yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Dengan demikian,
lansia akan lebih mudah terkena
infeksi. Sering pula, penyakit
lebih dari satu jenis
(multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri
maupun saling berkaitan dan
memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak
khas/tidak jelas Misalnya,
penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali didapati
demam tinggi dan batuk darah,
gejala terlihat ringan padahal
penyakit sebenarnya cukup
serius, sehingga penderita
menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak
obat (polifarmasi) Akibat
banyaknya penyakit pada lansia,
maka dalam pengobatannya
memerlukan obat beranekaragam dibandingkan dengan orang
dewasa. Selain itu, perlu
diketahui bahwa fungsi organ-
organ vital tubuh seperti hati
dan ginjal yang berperan dalam
mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang.
Hail ini menyebabkan
kemungkinan besar obat
tersebut akan menumpuk dalam
tubuh dan terjadi keracunan obat
dengan segala komplikasinya jika diberikan dengan dosis yang
sama dengan orang dewasa. Oleh
karena itu, dosis obat perlu
dikurangi pada lansia. Efek
samping obat sering pula terjadi
pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit
baru akibat pemberian obat tadi
(iatrigenik), misalnya poliuri/
sering BAK akibat pemakaian
obat diuretic (obat untuk
meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat
penggunaan obat-obat penurunan
tekanan darah, penenang,
antidepresi, dan lain-lain. Efek
samping obat pada lansia
biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat , ketidak
patuhan meminum obat, serta
penggunaan obat yang
berlebihan dan berulang-ulang
dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa Pada lansia yang telah lama
menderita sakit sering
mengalami tekanan jiwa
(depresi). Oleh karena itu, dalam
pengobatannya tidak hanya
gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan
jiwanya yang justru sering
tersembunyi gejalanya. Jika
yang mengobatinya tidak teliti
akan mempersulit penyembuhan
penyakitnya. Manajemen stress. Apa itu stress? Stress tidak lain
dari suatu ancaman nyata atau
dirasakan yang tertuju pada
kondisi fisik, emosi, dan sosial
seseorang. Kesemuanya dapat
menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan
tentang stress ini, namun yang
mengaitkannya dengan lansia
dan penuaan hampir tidak ada
(miller, 1995). Pengertian
tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya,
bahwa:
a. Stress adalah kejadian
eksternal serta situasi
lingkungan yang membebani
kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban
emosional dan kejiwaan;
sedangkan
b. Koping adalah cara berfikir
dan bereaksi yang ditujukan
untuk mengatasi beban atau transaksi yang menyakitkan itu
(stressor). Pembaca dapat
merujuk pada teori-teori tentang
stress antara lain sindrom
adaptasi umum menurut selye
(1956)serta jumlah pakar terkemuka mengenai stress ini. Berikut ini disajikan
faktor-
faktor yang mempengaruhi
koping pada lansia. Pengaruh
dari berbagai pengalaman hidup
beserta koping.
Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara
unik
Fakor waktu cukup
berpengaruh, khususnya bila
berbagai kejadian menimpa
dalam selang waktu yang singkat
Bila suatu kejadian yang
menimpa itu tidak diantisipasi
sebelumnya
Pengalaman pahit yang dialami
sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang
koping untuk suatu tragedi
Sumber-sumber koping:
Bagi dewasa adalah aset/harta
milik lansia
Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress
Gaya koping:
Hal ini lebih dipengaruhi oleh
lsegi usia/kematangan
Gaya koping yang pasif, yaitu
yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif
terhadap kejadian-kejadian yang
tak mungkin lagi di ubah
Gaya koping yang aktif, yaitu
yang lebih berfokus pada
masalah dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang
masihdapat di ubah
Menurut banyak kalangan
bahwa segi keagamaan dan
aktivitas tertentu merupakan
perilaku yang efektif Aktifitas yang bersifat
menarik perhatian sangat
membantu Dalam penghujung
usia, seseorang tentu saja telah
mengalami kejadian-kejadian
dengan resiko stroke yang tinggi, misalnya : penyakit akut
atau kronis, pension, kematian
kerabat, kesulitan keuangan atau
perpindahan tempat domisili
(lansia yang akan dimasukkan ke
panti), serta masih banyak lagi. Walaupun mereka penyebab
stress cukup beragam, namun
dampak siologis pada umumnya
berupa, yaitu dalam benyuk
rangsangan saraf simpatis yang
menyebabkan dikeluarkannya hormon-hormon dengan segenap
akibat yang ditimbulkannya.
Stress yang berlangsung secara
berkepanjangan bisa berakibat
serius, termasuk kemungkinan
munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit
kanker, penyakit maag, sampai
pada kemungkinan penyakit
kulit serta berbagai komplikasi
lain, termasuk masalah sosial
dan emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi
terhadap stress sangat
dipengaruhi oleh tipe
kepribadian serta strategi
penyesuaian (koping) yang telah
digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga
persahabatan merupakan bentuk
strategi yang penting.
Persahabatan dapat memberi
dukungan bagi lansia, terutama
disaat stress meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi. Klien
lansia harus diberanikan agar
berespon terhadap stress dengan
cara yang sehat. Salain itu perlu
menjaga keseimbangan nutrisi, istirahat yang cukup, serta
exercise. Juga dapat
dipertimbangkan terapi
relaksasi, sebagai contoh di
Negara maju tak jarang orang
melakukan yoga, meditasi, latihan relaksasi sampai pada
melibatkan diri dalam berbagai
aktivitas yang terkait dengan
upaya mengatasi stress.
Akhirnya, pada table 2 adalah
strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka
tantangan yang dihadapi lansia.
Tabel 2 Strategi koping yang
digunakan Penyesuaian
psikososial Strategi koping
Stereoptip lansia Pension
Pengurangan pendapatan
Kemunduran kesehatan
Keterbatasan fungsional
(aktivitas sehari-hari)
Kemunduran kognitif Kematian anggota keliarga
Perpindahan hunian
Tantangan kejiwaan lainnya
Peril dipertimbangkan
identitas diri yang kuat percaya
diri) Kembangkan keterampilan
baru, gunakan waktu luang,
berperan aktifdalam kegiatan-
kegiatan yang bermakana
Manfaatkan fasilitas discount
yang tersedia Gaya hidup sehat(gizi,
olahraga, dan istirahat
secukupnya)
Penyesuaian diri terhadap
longkungan dan jika perlu
menggunakan alat bantu Memanfaatkan peluang
pendidikan seperti grup diskusi,
perpustakaan, dan hal-hal lain
yang kreatif
Boleh larut dalam kesedihan
secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina
keakraban yang baru
Di Negara maju, bagi para
lansia tersedia berbagai pilihan
hunian
Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh
stress, dan berpartisipasi dalam
aktivitas kelompok. Sumber :
Miller 1995 ASKEP DEPRESI Depresi adalah penyakit
psikiatrik yang paling umum
yang mempengaruhi lansia,
namun sering kali penyakit ini
jarang terdiagnosa dan
tertangani pada kelompok usia ini. Istilah depresi digunakan
untuk menggambarkan alam
perasaan, gejala, atau penyakit.
Meskipun insidennya tinggi pada
lansia, depresi tidak dianggap
sebagai respon normal terhadap penuaan. Faktor-faktor fisik,
hormonal, psikologis, dansocial
memainkan peranan penting
terhadap terjadinya penyakit
inni pada lansia. Episode pertama
gangguan depresi mayor pada individu di atas usia 50tahun
biasanya memiliki penyebab
medis khusus yang
membutuhkan evaluasi
diagnostik saksama. Sebagai
contoh, penyakit Parkinson sangat dikaitkan dengan depresi
karena ketidak seimbangan
dalam kimiawi otak yang
menjadi penyebabnya. Infeksi
saluran kemih sangat dikaitkan
dengan depresi, karena infeksi ini dapat sering terjadi, yang
menyebabkan pasien mengalami
ketidak nyamanan karena
seringnya berkemih, urgensi.
Beberapa obat non psikotropik
dapat menyebabkan depresi sebagai efek yang merugikan,
yang mencakup penyekat beta-
adrenergik (seperti propranolol
dan atenolol), metildopa,dan
kortikosteroid. Stress juga
dikaitkan dengan terjadinya depresi pada lansia.
Tanda dan gejala Depresi mayor
1. Alam perasaan tertekan yang
menetap
2. Penurunan minat atau
kesenanganpada aktivitas harian 3. Gangguan tidur
4. Rasa bersalah yang tidak
tepat
5. Kehilangan energy
6. Konsentrasi buruk
7. Perubahan selera makan 8. Retardasi psikomotor atau
agitasi
9. Keinginan pasif kan kematian
10. Upaya bunuh diri
Depresi minor
1. Kehilangan ingatan jangka pendek
2. Iritabilitas
3. Rentang perhatian pendek
Pemikiran bunuh diri
1. Mengumpulkan obat dengan
tiba-tiba 2. Memberikan barang-barang
pribadinya pada orang lain
3. Komentar yang sangat sedih
Penanganan Waspadai bahwa bunuh diri pada
lansia adalah masalah yang
serius. Jika pasien
memperlihatkan tanda-tanda
pemikiran bunuh diri, lakukan
pengkajian dengan segera oleh professional kesehatan.
Pengkajian yang seksama
membantu menyingkirkan
kemungkinan penyebab depresi
yang mendasari, seperti reaksi
merugikan dari obat-obatan, hipotiroidisme, dan gangguan
lainnya. Depresi juga harus
dibedakan dari demensia,
meskipun demensia juga dapat
menyertai depresi. Penanganan
awalnya terdiri dari terapi oleh pemberi perawatan kesehatan
jiwa, yang dapat meresepkan
obat-obatan anti depresi.Terapi
obat dapat mencakup anti
depresan trisiklik (Tricyclic atau
doksepin, atau turunan dari TCA yang dikenal dengan amina
sekunder, yang meliputi
nortriptilin, protiptilin, dan
desipramin. Amina sekunder
tersebut memiliki lebih sedikit
efek merugikan dibandingkan TCA dan lebih dipilih bagi
lansia. Terapi elektrokonvulsif
dapat dibutuhkan jika terapi
obat gagal. Diagnosa keperawatan utama dan
kriteria hasil
1. Gangguan interaksi sosial
yang berhubungan dengan
perubahan proses piker Kriteria
hasil tindakan : Pasien akan memperlihatkan keterampilan
interaksi sosial baik dalam
menghadapi satu orang maupun
berkelompok.
2. Ketidakefektifan koping yang
berhubungan dengan depresi Kriteria hasil tindakan : Pasien
akan mengidentifikasi sedikitnya
dua mekanisme koping yang
baru. Intervensi keperawatan 1.
Dorong pasien mengungkapkan
perasaannya secara verbal.
2. Pantau kemungkinan pasien
untukbunuh diri.
3. Cari tahu kemampuan koping pasien yang berhasil digunakan
di masa lalu.
4. Ungkapkan penguatan yang
positifterhadap keterampilan
koping pasien.
5. Berikan obat-obatan antidepresi, sesuai program, dan
pantau efektivitasnya.
6. Rujuk pasien ke kelompok
pendukung atau ahli konsultasi
jika mungkin. Penyuluhan pasien
1. Jelaskan status pemikiran
pasien dalam keluarga.
2. Anjurkan pasien untuk mecoba
latihan, sbagai cara alami untuk
mengatasi depresi. Jelaskan bahwa latihan tersebut
membantu mengganti deplesi
kimiawi otak tertentu, seperti
serotonin dan norepinefrin.
3. Ajarkan pasien mengenai
depresinya. Tekankan bahwa ada metode yang efektif untuk
meredakan gejalanya. Bantu
pasien untuk mengenali persepsi
yang terdistorsi dan
menghubungkannya dengan
depresi pasien. Ketika pasien belajar untuk mengenali pola
pemikiran yang depresif, ia
dapat secara sadar mulai
mengganti pemikiran yang
menguatkan diri.
4. Jika pasien telah diberi resep antidepresi, tekankan perlunya
kepatuhan dan bahas reaksi yang
merugikan. Untuk obat-obatan
yang menghasilkan efek
antikolinergik, seperti
nortriptilin, anjurkan untuk mengunyah permen karet atau
permen padat yang sedikit
manis untuk mengurangi
kekeringan pada mulut. Banyak
antidepresan (seperti doksepin
dan imipramin) merupakan sedative. Peringatkan pasien
untuk menghindari aktifitas
yang membutuhkan kesiagaan,
mencakup mengendarai mobil
dan mengoperasikan alat-alat
mekanis. 5. Beri peringatan pada pasien
yang meminum TCA untuk
menghindari minum-minuman
yang beralkohol atau memakai
depresan system saraf pusat
lainnya selama terapi. PENYALAHGUNAAN DAN
PENGGUNASALAHAN OBAT Penyalahgunaan zat adalah
masalah yang tersebar luas
tetapi seringkali tersembunyi
pada populasi lansia. Besarnya
penyalahgunaan zat tidak
diketahui karena lansia biasanya menyangkal dan pemberi asuhan
seringkali gagal untuk
mengenalinya. Meskipun
demikian, penyalhgunaan zat
cenderung meningkat seiring
peningkatan jumlah lansia di AmerikaSerikat. Pada tahun
1979, penelitian yang dilakukan
pemerintah federal membuat
batasan penyalahgunaan obat
sebagai penggunaan setiap zat
psikoaktif nonterapeutik, termasuk alcohol, dengan cara
apa pun yang menibulkan efek
merugikan pada beberapa aspek
kehidupan penggunanya. Pola
pemakaian dapat habitual atau
kadang-kadang. Penggunanya mungkin mendapat zat tersebut
dari resep yang legal, teman,
preparat tanpa resep, atau
koneksi illegal.
Penggunasalahan obat,
didefinisikan sebagai penggunaan obat yang tidak
tepat untuk tujuan terapeutik,
yang dapat mencakup pemberian
resep secara tidak tepat untuk
diri sendiri, meminum obat
yang diresepkan untuk orang lain, atau gagal atau lupa
meminum obat berdasarkan
instruksi dokter
(ketidakpatuhan). Insiden
ketergantungan obat pada lansia
tidak terdokumentasi dengan baik seperti pada
penyalahgunaan alkohol. Akan
tetapi, kita mengetahui bahwa
hanya sekitar 60% lansia
yangmeminum obat-obatan yang
diresepkan untuk mereka secara benar dan sekitar 30% obat-
obatan yang mereka minum
adalah preparat tanpa resep.
Sangat sedikit lansia yang
dilaporkanmenggunakan zat-zat
illegal (seperti ganja, heroin, kokain, atau LSD). Hal ini
mungkin karena lansia sudah
terlalu tua untuk memakai
obat-obatan tersebut atau karena
pecandu cenderung meninggal
sebelum mencapai usia tua atau masalah tersebut mungkin
jarang dilaporkan dengan
adekuat karena lansia
penyalahguna obat tidak
menjalani pengobatan atau lolos
darikontak dengan penegak hokum. Penelitian menunjukkan
bahwa lansiapria lebih cenderung
menyalahgunakan zat-zat
psikoaktif daripada wanita,
kecuali obat-obatanpsikotropik
seperti haloperidol. Informasi yang berlebihan, pengobatan
mandiri, polifarmasi,
dankesalahan menafsirkan gejala
adalah beberapa fakor dari
banya banyak factor yang
berperan pada penyalahgunaan atau penggunasalahan obat di
kalangan lansia. Faktor-faktor
resiko penyalahgunaan obat pada
lansia Lansia dapat menjadi
bergantung pada obat-obatan
karena berbagai alasan. Perhatikan faktor-faktor resiko
di bawah ini ketika mengakaji
pasien apakah mengalami
penyalahgunaan zat. Faktor-faktor predisposisi
Riwayat keluarga
(penyalahgunaan alcohol)
Penyalahgunaan zat sebelumnya
Pola konsumsi zat sebelumnya
(tunggal atau dengan yang lain) Sifat kepribadian (cemas,
insomnia) Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan pajanan dan
konsumsi zat
Jenis kelamin (pria: alcohol
dan obat-obatan terlarang; wanita: hipnotik-sedatif dan
anxiolytic)
Penyakit kronis dengan nyeri
(analgesic opioid); insomnia
(obat-obatan hipnotik); cemas
(anxiolytic) Pemberian obat-obatan yang
berlebihan jika diperlukan oleh
pemberi asuhan, misalnya, obat
tidur atau nyeri (lansia di panti
jompo)
Stressor hidup, kehilangan, dan isolasi sosial (alcohol
digunakan untuk membuatnya
mati rasa dan mengatasi nyeri
emosional) Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan efek dan
kemungkinan penyalahgunaan
zat
Sensitivitas obat terkait usia
(faktorfarmakokinetik dan farmakodinamik)
Penyakit medis kronis
Obat-obatan lain (interaksi
obat-alkohol atau obat-obat)si
obat-alkohol atau obat-obat)

Anda mungkin juga menyukai