Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia
Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia
USIA (LANSIA)
17 April 2010 yha_princess Tinggalkan Komentar Go to comments
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan
yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan
timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :
6. perkembangan ilmu
7. Program PBB
BAB II
PEMBAHASAN
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan
keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
1 Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang
personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri
termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat
tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.
2 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan
dengan bertambahnya usia, antara lain:
3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh
1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan
untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif
dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu
para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan
suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun
pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,
kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut
usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,
jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan
mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana
tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah
dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
1. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
1. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang
dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.
1. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR.
Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien
lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik
kronis maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa
yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
1. E. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:
2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung
peningkatan berat badan.
b Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 324 jam diharapkan pasien
mampu :
1 Kontinensia Urin
d Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori
sekunder
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :
e Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai
dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
TUJUAN
1 Mengekspresikan kenyamanan
1 Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.
2 Gerak lambat
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
2 Ambulasi : berjalan
3 Menggerakan otot
2 Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman
3 Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)
2 Lelah
3 Penampilan menurun
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1 Kontrol perubahan status kesehatan
2 Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Aspek psikososial
1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,
dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:
3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama
6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera,
perubahan status mental.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:
8. Memecahkan masalah
2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang
utama.
NOC :
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan akan bisa
memperbaiki konsep diri dengan criteria :
1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan)
4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi
peran, lingkungan, status ekonomi
2. Mudah tersinggung
3. Gangguan tidur
1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
2. Mengatur masalah
4. Menghadapi masalah
5. Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
(ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi
2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra
tubuh pasien
3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama
4. Aspek spiritual
Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:
5. Mengekspresikan kepercayaan
1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup
DAFTAR PUSTAKA
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
C.PROSES PENUAAN
Proses Terjadinya Penuaan
1. Biologi
a. Teori Genetic Clock
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam
genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika
jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses
mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan
Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error
catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-
aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa
radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori Error
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis Error Castastrophe (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut
menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang
kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara
perlahan.
c. Teori Autoimun
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan
dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia
(Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,
daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis
meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati,
1994)
d. Teori Free Radical
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan
Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif ,
sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut
Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa
makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses
pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan
jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory
Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses
penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow
Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti
DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak
lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat
kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan
mudah terjadi infeksi.
Penuaan Sekunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan
sosial. Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi
tua. Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan
kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas
dengan apa yang diperolehnya.
1. Perubahan Mikro
Berkurangnya cairan dalam sel
Berkurangnya besarnya sel
Berkurangnya jumlah sel
2. Perubahan Makro
Mengecilnya mandibula
Menipisnya discus intervertebralis
Erosi permukaan sendi-sendi
Osteoporosis
Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi
kemampuannya menurun)
Emphysema Pulmonum
Presbyopi
Arterosklerosis
Manopause pada wanita
Demintia senilis
Kulit tidak elastis
Rambut memutih
Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat
yang tidak sesuai dengan dosis)
Hasil penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 kota (Padang, Bandung, Denpasar, Makasar),
sebagai berikut:
Permasalahan umum
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehinggan anggota keluaraga yang lanjut usia
kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia
B. PENGERTIAN
Imobilitas, intolrransi aktivitas dan sindrom disuse sering terjadi pada lansia.
Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia
yang berada di institusi perawatan mengungkapkan bahwa hambatan mobilitas fisik
adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari
masalah ini meluas di luar institusi sampai melibatkan seluruh lansia.
C. GANGGUAN MOBILITAS FISIK
a. Definisi
b. Batasan Karakteristik
- Gangguan koordinasi
- Intoleransi aktivitas
- Gangguan neuromuskular
- Depresi
- Ansietas berat
a. Definisi
Suatu keadaan seseorang yang beresiko untuk mengalami kerusakan sistem tubuh
sebagai akibat dari ketidakaktifan muskuloskeletal yang di anjurkan oleh dokter
atau yang tidak dapat dihindarkan
- Paralisis
- Imobilisasi Mekanis
- Nyeri berat
E. INTOLERANSI AKTIVITAS
a. Definisi
b. Batasan Karakteristik
- Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
-Tumor
-Trauma
-Obat- obatan
-Gangguan nutrisi
c. Nyeri
d. Defisit Perseptual
f. Jatuh
-Faktor faktor aktual (mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga, atau
teman teman)
h. Aspek psikologis
-Depresi
1. Program Terapeutik
Progam penaganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan
kuantitas pergerakan pasien. Contoh program pembatasan meliputi faktor-faktor
mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrein.
Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya klien dapat
mempengaruhi pola mobilitas dan perilakunya.
3. Karakteristik Staf
Faktor lingkungan lain yang penting untuk lasia adalah kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur institusi.
1. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi
predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi
Efek Hasil
8. Pengurangan miksi
8. penurunan evakuasi kandung kemih
9. intoleransi glukosa
I. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan Primer
- Hambatan terhadap latihan
- keamanan
2. Pencegahan Sekunder
- pemanansan dan pendinginan selama 3-5 menit sebelum dan sesudah sesi latihan
3. Pencegahan Tersier
4. Penatalaksanaan terapeutik
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT
pada kerusakan otot.
K.MANFAAT-MANFAAT LATIHAN
1. Kardiovaskular
2. Respirasi
3. Muskuloskeletal
-Peningkatan fleksibilitas
-Peningkatan keseimbangan
4.Endokrin
5.Psikologis
-Peningkatan moral
6.Kognitif
L.PENGKAJIAN
1.Kemunduran muskuloskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada sistem muskuloskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot, rentang gerak sendi, dan
kekuatan skeletal.
2.Kemunduran kardiovaskular
Tanda dan gejala kardiovaskular tidak memberikan bukti yang langsung atau
memberikan tentang perkembangan komplikasi imobilitas.
3.Kemunduran respirasi
Tanda tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung. Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi nafas, gas darah arteri
mengindikasikan adanya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
4.Perubahan integumen
Bukti perubahan fisik termasuk tanda fisik berupa berkemihsedikit dan sering,
distensi abdomen bawah.
6.Perubahan gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh.
7.Faktor lingkungan
PEMERIKSAAN FISIK
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-
masing otot. Lingkar
ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
A.KATZ Indeks
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun dianggap mampu.
Terkendali teratur.
Mandiri
Mandiri
Mandiri
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
1 Mandiri
TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
M. INTERVENSI
3.latihan kekuatan
4.Latihan aerobik
5.Sikap
Sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari.
Latihan gerak pasif menggerakkan sendi melalui rentang geraknya oleh orang lain,
hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
7.Mengatur posisi
6.Untuk gastrointestinal : karakter dan pola fese dan alat bantu yang digunakan
untuk memfasilitasi eliminasi.
O. DIAGNOSA
DAFTAR PUSTAKA
Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2,
Jakarta, EGC, 1998.
Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta,
PTGramedia Pustaka Utama, 1999.
PENDAHULUAN
Dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun.
Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi
pelayanan sosial lanjut usia,pusat pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan
pusat pemberdayaan lanjut usia.
1. Kebutuhan Biologis
a. Makan dan minum
b. Pakaian
c. Tempat tinggal
d. Olahraga
e. Istirahat/tidur
2. Kebutuhan Psikologis
a. Sering marah
b. Rasa aman dan tenang
c. Ketergantungan
d. Sedih dan kecewa
e. Kesepian
3. Kebutuhan Sosial
a. Aktifitas yang bermanfaat
b. Kesulitan menyesuaikan diri
c. Kesulitan berhubungan dengan
orang lain
d. Bersosialisasi dengan sesama
lansia
e. Kunjungan keluarga
f. Rekreasi/hiburan
g. Mengikuti pendidikan usia
ketiga
h. Tabungan/simpanan bagi
lansia yang berpenghasilan
4. Kebutuhan Spiritual
a. Bimbingan kerohanian
b. Akhir hayat yang bermartabat
Tujuan pembinaan kesehatan lansia dipanti meliputi tujuan umum dan khusus :
1.Tujuan Umum, Meningkatny derajat kesehatan danmut kehidupan lansia dipanti
agar mereka dapat hidup layak
2.Tujuan khusu
a. Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dipanti, baik oleh
petugas kesehatan maupun petugas panti.
b. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti
dalam memelihara kesehatan diri sendiri
c. Meningkatnya peran serta keluarga dann masyarakat dalam upaya pemeliharaan
kesehatan lansia dipanti.
3. Upaya kuratif yaitu pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas
panti terlatih sesuai kebutuhan.
Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini
a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti
yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas
kesehatan/puskesmas.
b. Pengobatan jalan di puskesmas.
c. Perawatan dietetic.
d. Perawatan kesehatan jiwa.
e. Perawatan kesehatan gigi dan
mulut.
f. Perawatan kesehatan mata.
g. Perawatan kesehatan melalui
kegiatan di puskesmas. h. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli
kesehatan yang diperlukan.
4. Upaya rehabilitative yaitu untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin. Kegiatn ini dapat berupa rehabilitasi mental,vokasional
(keterampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik.
Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan
berada dalam pengawasan dokter, atau
ahlinya (perawat). Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat,M.A. menjelaskan bahwa
para lansia yang dititipkan dip anti pada dasarnya memiliki sisi negative dan positif.
Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi
lansia.
Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan
tersendiri,
sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.
Akan
tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa nyaman berada di dekat keluarganya.
Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal dipanti
merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya. Tinggal di rumah
masih jauh lebih baik daripada dipanti. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta
cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (usless) dan kesepian. Padahal
mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara
optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang
suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat
banyak bagi kepentingan semua orang.