Anda di halaman 1dari 23

Tutorial Klinik

KORPUS ALIENUM

Oleh:
Andreas Peter Patar B.S G99141110
Atma Sanggani T G99141111

Pembimbing :
Retno Widiati, dr, Sp.M

0
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Alamat : Ngemplak Boyolali
Tgl pemeriksaan : 13 Januari 2015
No. CM : 01286252

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Mata terasa mengganjal
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RSUD Moewardi dengan keluhan mata kanan
merah dan mengganjal sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
menceritakan kronologi kejadian, sekitar sehari sebelum masuk rumah sakit, saat
pasien bekerja sebagai buruh bangunan, pasien terkena pasir yang tengah akan
dipindahkan oleh pasien. Pasien menyangkal telah mengucek mata pasien,setelah
kemasukan pasir. Pasien telah berusaha membersihkan mata pasien dengan
meneteskan tetes mata. Setelah ditetesi tetes mata, pasien merasa lebih baik, akan
tetapi pasien tetap merasa ada yang mengganjal di mata kanan pasien. Mata pasien
menjadi merah dan sering keluar air matanya. Saat melihat lampu, pasien merasa

1
sedikit silau. Akan tetapi, pasien baru memeriksakan mata kanannya keesokan
harinya.
Saat di poli pasien mengeluh mata kanan pandangan kabur (+), mata kanan
merah (+), silau (+), nrocos (+), ganjel (+), gatal (-), nyeri (-), pandangan dobel (-),
blobok (-), cekot-cekot (-), pusing (-)

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat trauma mata : disangkal
5. Riwayat kacamata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat sakit serupa : disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
Proses Peradangan -
Lokalisasi Kornea -
Sebab Benda asing, perlukaan -
kornea
Perjalanan akut -
Komplikasi Endofthalmitis, -
Panofthalmitis, Katarak
sekunder, Glaukoma
sekunder, Kebutaan

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh 1/ 6/7
a. pinhole Tidak ada perbaikan Tidak ada perbaikan
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Baik Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Baik Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. luka Tidak ada Tidak ada
c. parut Tidak ada Tidak ada
d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Sawo matang Sawo matang
d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Pasangan bola mata dalam orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. strabismus Ada Tidak ada
c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat

3
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 10 mm 10 mm
2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. kulit
1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada
2.) warna Sawo matang Sawo matang
3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal
7. sekitar glandula lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. palpasi Kesan normal Kesan normal
b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. konjungtiva fornix

4
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) benjolan Tidak ada Tidak ada
d. konjungtiva bulbi
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) injeksi konjungtiva Ada Tidak ada
5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
e. caruncula dan plika
semilunaris
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran 12 mm 12 mm
b. limbus Keruh Jernih
c. permukaan infiltrat putih Rata, mengkilap
keabuan(+) di
limbus kornea
d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. keratoskop ( placido ) Garis lingkaran Tidak dilakukan
tidak beraturan
f. fluorecsin tes Ada defek epitel Belum dilakukan
kornea
g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan Sde Jernih
b. kedalaman Sde Dalam
14. Iris
a. warna Sde Cokelat
b. bentuk Sde Tampak lempengan
c. sinekia anterior Sde Tidak tampak
d. sinekia posterior Sde Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran Sde 3 mm
b. bentuk Sde Bulat
c. letak Sde Sentral
d. reaksi cahaya langsung Sde Positif
e. tepi pupil Sde Tidak ada kelainan
16. Lensa
a. ada/tidak Sde Ada

5
b. kejernihan Sde Jernih
c. letak Sde Sentral
e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
A. Visus sentralis jauh 1/~ 6/7
B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
dalam orbita
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
H. Kelopak mata Dalam batas normal Dalam batas normal
I. Sekitar saccus Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
J. Sekitar glandula Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
K. Tekanan Dalam batas normal Dalam batas normal
intarokular
L. Konjungtiva Dalam batas normal Dalam batas normal
palpebra
M. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva(+) Dalam batas normal
N. Konjungtiva fornix Dalam batas normal Dalam batas normal
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
P. Kornea Infiltrat keabuan (+) di Dalam batas normal
limbus kornea
Q. Camera okuli Sde Kesan normal
anterior
R. Iris Sde Bulat, warna coklat
S. Pupil Sde Diameter 3 mm, bulat,
sentral
T. Lensa Sde Kesan normal

U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6
V. DIAGNOSIS
OD. Ulkus kornea

VI. DIAGNOSIS BANDING


Konjungtivitis
Keratitis
Iritis akut
Glaukoma akut
Ulkus kornea

VII. TERAPI
Non medikamentosa
Edukasi untuk pasien memakai kaca mata saat berpergian.
Hindari mengucek mata
Medikamentosa
Gentamycin eye drop S 6 dd 1 OD
Na diklofenac 50 mg 2x1

VIII. PLANNING
a. Pemeriksaan slit lamp
b. Pemeriksaan biakan kuman dan uji resistensi
c. Pemeriksaan parasitologi (KOH)

IX. PROGNOSIS
OD OS
1. Ad vitam Bonam -
2. Ad fungsionam Malam -
3. Ad sanam Malam -
4. Ad kosmetikum Malam -

7
TINJAUAN PUSTAKA

ULKUS KORNEA

A PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai
lapisan stroma akibat kematian jaringan kornea. Dikenal dua bentuk ulkus pada
kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer. Penyebab
ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks. 1,2
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak
epitel kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi
oleh karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh
karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa
tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian
ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan,
penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam pengobatan
penyakit mata menyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering ditemukan. Perjalanan
penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. 1,2
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga
berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan
laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu

8
membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus
yang memakai larutan KOH. 1

B EPIDEMIOLOGI
Pola epidemiologi dari ulkus kornea bervariasi pada tiap negara bahkan di
tiap daerah. Insidensi ulkus kornea di Indonesia pada tahun 1993 adalah 5,3 per
100.000 penduduk. Dari distribusinya berdasarkan jenis kelamin, kasus ulkus
kornea juga bervariasi. Pada penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta
didapatkan 66,7% kasus pada laki-laki dan 33,3% kasus pada wanita. Predisposisi
faktor populasi laki-laki lebih banyak daripada wanita, tidak diketahui. Mungkin
berhubungan dengan banyaknya kegiatan pada kaum laki-laki sehari-hari
meningkatkan risiko terjadinya trauma, termasuk trauma pada kornea.3
Trauma kornea merupakan penyebab terbanyak (68,4%) terjadinya ulkus
kornea di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Hal yang sama juga terjadi di Nepal.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Glasgow, kasus ulkus kornea
terbanyak disebabkan oleh pemakaian lensa kontak, sedangkan karena trauma
hanya 8,8%. Dalam hal ini mungkin disebabkan pemakaian lensa kontak di
Indonesia masih jarang.3

C ANATOMI KORNEA
Kornea adalah bagian selaput mata yang bening dan tembus cahaya,
merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea
memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara
vertikal oleh adanya limbus. Tebal kornea 0,6-1 mm.1

9
Kornea terdiri atas lima lapisan, antara lain2,3 :
1 Epitel
Epitel kornea merupakan lapisan paling luar kornea yang terdiri atas lima
lapis sel epitel gepeng tidak bertanduk yang saling tumpang tindih. Bagian
terbesar ujung saraf kornea berakhir pada lapisan epitel sehingga setiap
gangguan epitel akan memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa
sakit atau mengganjal. Epitel mempunyai daya regenerasi yang cukup besar
sehingga apabila terjadi kerusakan akan diperbaiki dalam beberapa hari tanpa
meninggalkan jaringan parut.
2 Membran Bowman
Membran Bowman yang terletak di bawah epitel merupakan suatu
membran tipis yang homogen, terdiri atas susunan serat kolagen kuat yang
mempertahankan bentuk kornea. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
sehingga apabila terjadi kerusakan akan berakhir dengan terbentuknya jaringan
parut.
3 Stroma
Merupakan lapisan kornea yang paling tebal yang terdiri atas jaringan
kolagen yang tersusun dalam lamel-lamel dan berjalan sejajar dengan
permukaan kornea. Di antara serat-serat kolagen tersebut terdapat matriks.
Stroma bersifat higroskopis yang menarik air dari bilik mata depan.
Kadar air di dalam stroma kurang lebih 70%. Kadar air tersebut relatif tetap
yang diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel. Serat di
dalam stroma tersusun secara teratur sehingga memberikan gambaran kornea

10
yang transparan. Bila terjadi gangguan dari susunan serat di dalam stroma akan
mengakibatkan sinar yang melalui kornea akan terpecah dan kornea terlihat
keruh.
4 Membrana Descemet
Merupakan lapisan tipis aselular, bersifat kenyal, kuat, dan bening yang
terletak di belakang stroma. Lapisan ini merupakan pelindung atau barrier
infeksi dan tempat masuknya pembuluh darah.
5 Endotel
Terdiri dari satu lapis sel yang berfungsi mengatur cairan di dalam
stroma kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi sehingga bila terjadi
kerusakan, endotel tidak akan normal lagi. Endotel melekat pada membran
descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari
humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen
secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata,
sedangkan bagian perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah
siliaris anterior.4,5
Kornea memiliki tiga fungsi utama, yaitu1 :
a. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata
prekornea.
b. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
c. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.
D ETIOPATOGENESIS
Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin yang
menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea. Ulkus kornea
biasanya terbentuk akibat Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas
atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba.
Penyebab lain adalah aberasi atau benda asing, penutupan kelopak mata yang tidak

11
cukup, mata yang sangat kering, defisiensi vitamin A, penyakit alergi mata yang
berat atau pelbagai kelainan inflamasi yang lain.1,2,6,8
Pengguna lensa kontak, terutamanya mereka yang memakainya waktu tidur,
bisa menyebabkan ulkus kornea. Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan
Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk
(menggunakan air yang tidak steril), berenang atau berendam di air panas dengan
menggunakan lensa kontak. Organisme ini menyebabkan peradangan yang serius
dan seringkali di salah diagnosis dengan virus herpes simpleks. Keratitis herpes
simpleks merupakan infeksi viral yang serius. Ia bisa menyebabkan serangan
berulang yang dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari, atau keadaan yang
4,7
menurunkan sistem imun. . Pengguna lensa kontak dapat memiliki komplikasi
baik secara langsung atau akibat dari permasalahan yang ada yang diperburuk
dengan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak secara langsung bersentuhan dengan
mata dan memicu komplikasi melalui: trauma, mengganggu kelembaban kornea
dankonjungtiva, penurunan oksigenasi kornea, stimulasi respon alergi dan
inflamasi, dan infeksi.8
Hipoksia Dan Hiperkapnia
Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea
bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki kondisi
oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik dengan
menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas
oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan
lensa (L), merupakan variabel yang paling penting dalam menentukan pengantaran
relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak.
Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan oksigen
kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil dengan
transmissibilitas oksigen yang sama atau lebih rendah dapat mengakibatkan edema
kornea lebih sedikit jika dibandingkan dengan lensa kontak lunak yang diameternya
lebih besar karena pertukaran air mata yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia
sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma bagian dalam dan endotelium, dimana
mereka memperoleh oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor
aquous.

12
Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang
menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan
fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat
epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam
laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya
ketebalan stroma dan mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan
striae, lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan balik cahaya.
Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis stroma, yang
dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan blebs dan dalam waktu
yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel endotel. Efek lebih lanjut dari
hipoksia adalah hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi baik pada epitel dan
stroma. Vaskularisasi stroma dapat berevolusi menjadi keratitis interstisial,
kekeruhan yang dalam, atau kadang-kadang perdarahan intrastromal. Pada beberapa
kasus pemakaian lensa kontak yang lama, kornea menjadi terbiasa dengan tegangan
oksigen baru, dan edema stroma berubah menjadi lapisan stroma yang tipis.9
Alergi Dan Toksisitas
Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen. Lensa
kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan jaringan
okular. Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya menginduksi
respon alergi pada individu-individu yang sensitif. Hipersensitifitas thimerosal
khususnya dapat menyebabkan konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior
limbus keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap deposit protein pada lensa kontak ini
dapat mengakibatkan konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa
kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari
metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan hiperemis pada
limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih berat
akibat toksisitas larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel.9
Kekuatan Mekanik
Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk
abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting
dan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan
distorsi kornea atau abrasi. Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi
bengkok. Keratokonus dapat timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari
pemakaian lensa kontak. Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa

13
kontak lunak yang terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder
akibat debris yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat penting
mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada perempuan.9
Efek Osmotik
Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air
mata, sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang
kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel
beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan erosi. 9
Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh
tumbuh-tumbuhan atau pada mereka dengan imunosuppressi. Keratitis
acanthamoeba terjadi pada pengguna lensa kontak, terutama pada mereka yang
coba membuat solusi pembersih sendiri. 9
E FAKTOR RISIKO
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea adalah mata kering, alergi berat,
riwayat kelainan inflamasi, penggunaan lensa kontak, immunosuppresi, trauma dan
infeksi umum. 4,7

F BENTUK ULKUS
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer. Ulkus
biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Beratnya
penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar, dan virulensi inokulum.
Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, amuba dan virus. 1,2,5
Ulkus Kornea Tipe Sentral
Ulkus kornea tipe sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan
pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Etiologi ulkus kornea
sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok, moraxela liquefaciens,
streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e.coli, proteous), virus (herpes
simpleks, herpes zoster), jamur (Candida albican, fusarium solani, spesies nokardia,
sefalosporium dan aspergilus). 1,2
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang
sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti erosi pada
kornea, keratitis neurotrofik, pemakaian kortikosteroid atau imunosupresif,
pemakaian obat anestetika lokal, pemakaian Idoxyuridine (IDU), pasien diabetes
melitus dan ketuaan. 1
Hipopion biasanya (tidak selalu menyertai ulkus). Hipopion adalah
penggumpalan sel-sel radang yang tampak sebagai lapisan pucat di bagian bawah
kamera anterior dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan jamur. Meskipun hipopion

14
itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membrane
Descemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus.2
Ulkus Kornea Tipe Perifer (marginal)
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus
ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun, khususnya
blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis Koch-Weeks. Ulkus
ini timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri; antibodi dari pembuluh limbus
bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea. 2
Ulkus kornea marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer
berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan
tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan
limbus kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin Stqfilokokus. Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer
kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen
vaskuler. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linear atau lonjong,
terpisah dari limbus oleh interval bening, dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus
dan mengalami vaskularisasi. Biasanya bersifat rekuren, dengan kemungkinan
terdapatnya Streptococcus pneumonic, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata
dan Esrichia. l,2

G ETIOLOGI
Penyebab dari ulkus kornea adalah: 7
1. Ulkus kornea akibat jamur, yang pernah banyak dijumpai pada para pekerja
petanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan, dengan
dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Kebanyakan ulkus jamur
disebabkan organisme oportunis seperti Candida, Fusarium, Aspergillus,
Penicillium, Cephalosporium dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang
membedakan macam-macam ulkus jamur ini. Ulkus fungi ini indolen, dengan
infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata,
ulserasi superficial dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrate di tempat-tempat
yang lebih jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama, dan sering juga lesi
satelit, merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi komea
utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea. Terdapat
juga kongesti siliaris dan konjungtiva yang nyata, tetapi gejala nyeri, mata berair
dan fotofobia biasanya lebih ringan dibandingkan dengan ulkus kornea akibat

15
bakteri. Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan Candida,
mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya
mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup
khas. 2,6,7
2. Bakteri merupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme yang
biasanya terlibat yaitu Pseudomonas aeroginosa, staphylococcus aureus, S.
epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza dan Moraxella
catarrhalis. Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus dan
Listeria merupakan agen berbahaya oleh karena dapat berpenetrasi ke dalam
epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri
sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai penyebabnya, walaupun demikian
sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen khas untuk infeksi
oleh karena P aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral, namun
beberapa terjadi di perifer. Meskipun awalmnya superficial, ulkus ini dapat
mengenai seluruh kornea terutama jenis Pseudomonas aeroginosa. Batas yang
maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang
ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram positif, Staphylococcus
aureus, S. epidermidis. Streptococcus pneumonia akan memberikan gambaran
tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada
anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang terkena yang tidak terkena akan
tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak
disebabkan oleh Pseudomonas aeroginosa maka tukak akan terlihat melebar
secara cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada
permukaan tukak. 1,2,7
3. Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes
Zoster, Adenovirus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik, yang bersifat
rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di ganglion Gasserian,
serta unilateral. Pada virus Hepes simpleks, biasanya gejala dini dimulai dengan
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel
kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan bentuk dendritik serta terjadi
penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga disertai dengan pembesaran
kelenjar preaurikuler.1,2,9
4. Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan dengan
kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak

16
steril), berenang atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa kontak.
Organisme ini menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di salah
diagnosis dengan virus herpes simpleks. Pasien umumnya mengeluh nyeri.
Mulanya berupa keratopati pungtata atau pseudodendrit. Tanda klasik berupa
infiltrat cincin dan perineural timbul kemudian.
Kornea perifer memilki karakteristik morfologi dan imunologi yang berbeda
yang memungkinkan terjadinya suatu reaksi inflamasi. Tidak seperti bagian sentral
kornea yang avaskuler, kornea perifer sangat dekat dengan konjungtiva limbal
sebagai sumber nutrisi melalui kapilernya, sumber sel imunokompeten seperti
makrofag, sel Langerhans, limfosit dan sel plasma. Beberapa stimulus inflamasi
pada kornea perifer yang disebabkan oleh invasi organisme mikroba (bakteri, virus,
jamur, parasit), deposit imun kompleks (penyakit imun sistemik), trauma,
keganasan, atau kondisi dermatologi yang menghasilkan respon imun lokal maupun
sistemik, mengakibatkan pengerahan neutropil dan aktivasi komplemen (baik klasik
maupun jalur alternatif) pada jaringan maupun pembuluh darah. Aktivasi komponen
komplemen dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler dan menggerakan faktor
kemotaktik untuk neutrofil (C3a, C5a). Neutrofil, menginfiltrasi kornea perifer dan
melepaskan enzim proteolitik dan kolagenolitik, metabolit oksigen reaktif, dan
substansi proinflamasi (platelet-activating-faktor, leukotrin, prostaglandin),
menyebabkan disolusi dan degradasi stroma kornea. Di samping itu, konjungtiva
limbal yang mengalami inflamasi memproduksi kolagenase yang memperberat
terjadinya degradasi stroma. Penyakit sistemik dapat menyebabkan deposit
kompleks imun terjadi oleh karena enzim degradatif yang dilepaskan terutama oleh
neutrofil.

H GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari
penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrirn
oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut
nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi
diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan
terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat

17
kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh darah Ms adalah fenomena
refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi
pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun
berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada
tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. 2
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang
nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis
anterior seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan
pada mata. Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor
nyeri pada kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti
prostaglandin, histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya
eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi
siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva
dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan opasitas
kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas
yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan
hipopion. 1,2,6

I DIAGNOSIS
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea tergantung pada
ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan
diagnosis adalah:
1. Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan
oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika
melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus digali ialah adanya
riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya
penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
2. Pemeriksaan fisis
Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh

18
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang
masuk ke dalam media refrakta.
Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada
kornea.Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun
perikornea.
3. Pemeriksaan penunjang
Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk
melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan
daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah
yang intak).
Pewarnaan gram dan KOH
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa
kasus.

J. DIAGNOSIS BANDING
1. Konjungtitivitis
2. Keratitis
3. Iritis akut
4. Glaukoma akut

K PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Sampai saat ini
pengobatan dengan steroid masih kontroversi.6
Secara umum ulkus diobati sebagai berikut :
1. Bila terdapat ulkus yang disertai dengan pembentukan secret yang banyak,
jangan dibalut karena dapat menghalangi pengaliran secret infeksi dan
memberikan media yang baik untuk perkembangbiakan kuman penyebabnya.
2. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
3. Antisipasi kemungkinan terjadinya glaucoma sekunder
4. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya cukup diberi lokal
kecuali pada kasus yang berat.
Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Telah
diketahui bahwa pada keratitis telah terjadi kerusakan jaringan baik oleh
karena efek langsung enzim litik dan toksin yang dihasilkan oleh organisme
pathogen serta kerusakan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi oleh karena

19
mikroorganisme. Reaksi inflamasi supuratif terutama banyak sel
polimorfonuklear leukosit. Neutrofil mampu menyebabkan destruksi jaringan
oleh metabolit radikal bebasnya maupun enzim proteolitiknya. Alasan yang
masuk akal penggunaan kortikosteroid yaitu untuk mencegah destruksi
jaringan yang disebabkan oleh neutrofil tersebut. Berikut adalah kriteria
pemberian kortikosteroid yang direkomendasikan : 3,7,8
5. Kortikosteroid tidak boleh diberikan pada fase awal pengobatan hingga
organisme penyebab diketahui dan organisme tersebut secara in vitro sensitif
terhadap antibiotik yang telah digunakan.
6. Pasien harus sanggup datang kembali untuk kontrol untuk melihat respon
pengobatan.
7. Tidak ada kesulitan untuk eradikasi kuman dan tidak berkaitan dengan
virulensi lain.Di samping itu, adanya respon yang memuaskan terhadap
pemberian antibiotik sangat dianjurkan sebelum memulai pemberian
kortikosteroid. Kortikosteroid tetes dapat dimulai dengan dosis sedang
(prednisolon asetat atau fosfat 1% setiap 4-6 jam), dan pasien harus dimonitor
selama 24-48 jam setelah terapi awal. Jika pasien tidak menunjukkan efek
samping, frekuensi pemberian dapat ditingkatkan dengan periode waktu yang
pendek kemudian dapat di tapering sesuai dengan gejala klinik.3,8
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang,
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan
tambahan 1-2 minggu. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau
keratoplasti apabila dengan pengobatan tidak sembuh atau terjadinya jaringan
parut yang mengganggu penglihatan.

L KOMPLIKASI
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea
walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis dibanding
dengan normal sehingga dapat mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan
intraokuler. Jaringan parut kornea dapat berkembang yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan parsial maupun kompleks juga dapat terjadi, glaukoma
dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan endoftalmitis, penipisan kornea yang
akan menjadi perforasi, uveitis, sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma dan
katarak juga bisa menjadi salah satu komplikasi dari penyakit ini.2,3,9

20
M PROGNOSIS
Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambannya pasien
mendapat pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, dan adanya penyulit
maupun komplikasi. Ulkus kornea biasanya mengalami perbaikan tiap hari dan
sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan tidak terjadi atau ulkus
bertambah berat, disgnosis dan terapi alternatif harus dipertimbangkan.3,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D. 2000. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.


2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine.
Citied on August 9, 2011. Avaible from: http://www.emedicine.com/emerg/topic
115.htm.
3. Suharjo, Fatah Widodo. 2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. www.tempo.co.id (7 Agustus 2013)

21
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.
5. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008.
P.8-10
6. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44
7. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8,
American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9
8. Basic and Clinical Science Course. Fundamental and principles of ophthalmology,
section 2, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009. P. 45-9
9. Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu
Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67

22

Anda mungkin juga menyukai