Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS

HIPERPIREXIA

Disusun Oleh :
Febrina Dwi Haryani H2A008020

Pembimbing:
Dr. Agus Saptanto, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIMUS
RSUD DR. ADHYATMA, MPH TUGUREJO
SEMARANG
2013

HIPERPIREXIA
1. PENDAHULUAN
Pusat regulasi mempertahankan agar suhu di dalam tubuh normal di dalam
titik ambang 37C ( 98,6F) dan sedikit berkisar antara 1-1,5C. Hipotalamus adalah
pusat integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh.
Hipotalamus sangat peka sehingga mampu berespon terhadap perubahan suhu darah
sekecil 0,01C.1
Dalam keadaan demam, keseimbangan suhu tubuh bergeser hingga terjadi
peningkatan suhu dalam tubuh. Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan
manifestasi umum penyakit infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit
non-infeksi ataupun keadaan fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila
kita berada di lingkungan yang sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit
ditemukan, sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab
penyakitnya. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi
yang dapat dikenali dan demam menghilang sesudah masa yang pendek. Klasifikasi
demam pada anak diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. Untuk
kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan
dengan atau tanpa localizing signs.2

2. DEFINISI
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal
Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti,
yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan
organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang
patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan
mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara
patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat
hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis
demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu
normal. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk
mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan
meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.1,2
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal).
Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada awal
malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola
diurnal ini.1,2 Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan,
meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu
jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu
tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran.3,4
Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda

Demam
Tempat Rentang; rerata
Jenis termometer
pengukuran suhu normal (oC) (oC)

Aksila Air raksa, elektronik 34,7 37,3; 36,4 37,4

Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 37,5; 36,6 37,6

Rektal Air raksa, elektronik 36,6 37,9; 37 38

Telinga Emisi infra merah 35,7 37,5; 36,6 37,6

Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral.
Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.5 Untuk
kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38 oC,
suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai
37,6oC.1 Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila suhu
tubuh melampaui 41,1oC (106oF).5

3. ETIOLOGI
Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum penyakit
infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun keadaan
fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di lingkungan yang
sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan, sehingga tidak jarang
pasien sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya. Klasifikasi demam
diperlukan dalam melakukan pendekakatan masalah. Untuk kepentingan diagnosis,
demam dapat diklasifikasikan menurut WHO menjadi 3 kelompok, yaitu:1
a Demam kurang dari 7 hari
b Demam lebih dari 7 hari
c Demam dengan ruam
Penyebab terbanyak dari demam pada anak, utamanya demam yang
berlangsung kurang dari tujuh hari, adalah infeksi (>50%). Sedangkan demam yang
bersifat non infeksius memerlukan pemeriksaan khusus, dan dipikirkan setelah
kemungkinan infeksi dapat disingkirkan.1
Faktor pendukung diagnosis demam yang disebabkan oleh infeksi adalah:
a Bayi dengan imunokompromais
b Adanya intravenous cateter
c Telah dilakukan splenektomi
d Demam lebih dari 400C, adanya demam dengan fluktuasi durnal, menggigil
e Adanya fokus yang jelas
f Tanpa fokus tetapi dapat dikenali dengan cepat dengan dengan lab, misalnya
infeksi saluran kemih, malaria, dll
g Leukositosis
h Demam yang pendek
i Respon membaik yang cepat dengan pemebrian antibiotik

Faktor yang tidak mendukung diagnosis demam disebabkan karena infeksi:


a Anamnesa (contohnya setelah imunisasi)
b Persisten atau demam yang rendah
c Berkaitan dengan pruritic rash, multiple joint involvement
d Kultur bakteri negative pada darah, feses, urin, dan LCS
e Tidak ada menggigil dan pola diurnal demam
f Disingkirkan adanya ineksi secara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan
laboratorik
g Demam tidak berespon terhadap antibiotik tetapi berespon terhadap steroid
h Tidak ditemukan adanya leukositosis dan shift to the left

Meskipun sebagian besar penyebab demam infeksius adalah virus (>80%),


namun 10-20% demam infeksius dapat disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu
harus dapat dibedakan antara demam yang disebabkan oleh virus dan bakteri,
sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai. Penderita dengan defisiensi imun
justru harus dipikirkan penyebab demam yang utama adalah bakteri sampai
dibuktikan penyangkalannya. Membedakan kedua jenis infeksi dari sisi demam saja
memang sulit, namun dapat digunakan patokan di bawah ini untuk mempermudah.1

Tabel 2. Gambaran klinis infeksi virus dan infeksi bakteri


Gambaran klinis yang meningkatkan Gambaran klinis yang meningkatkan
kemungkinan infeksi virus kemungkinan infeksi bakteri
Banyak organ terlibat pada waktu yang sama, Umumnya terlokalisasi
sering pada traktus respirasi atas
Ada riwayat kontak dengan orang yang memiliki Demam tinggi (>390C), durasi >3hari
gejala yang sama
Penampakan baik, interaksi dengan orang tua Irritable, letargi, terlihat toxic
tidak terganggu
CRP dan leukosit normal atau menurun. CRP dan sel darah putih meningkat
Limfositosis, trombositopenia.
Penurunan sitokin Sitokin meningkat
Procalcitonin normal Procalcitonin tinggi (>1,2ng/ml)
Seperti disebutkan diatas, 10% kasus demam pada anak, dapat digunakan
sebagai tanda bahwa anak tersebut terserang infeksi bakteri. Hubungan demam
sebagai prediktor bakteria tersembunyi adalah:
a. Demam dengan suhu 39 0C 39,40C, kemungkinan bakterimia <2 %
b. Demam dengan suhu 39,50C 400C, kemungkinan bakterimia 2-3 %
c. Demam dengan suhu 400C 40,40C, kemungkinan bakterimia : 3-4 %
d. Demam dengan suhu >40,50C, kemungkinan bakterimia 4-5%
Bakterimia pada anak yang mengalami demam, juka ditandai dengan
peningkatan jumlah leukosit. Leukosit lebih dari 15000 meningkatkan risiko
bakterimia menjadi 3-5%. Leukosit lebih dari 20.000 meningkatkan risiko
bakterimia menjadi 8-10%. Untuk mendeteksi bakterimia tersembunyi, hitug
neutrofil absolute lebih sensitive daripada hitung leukosit. Selain itu, absoulut
neutrofil >10.000/mm3 meningkatkan risiko bakterimia menjadi 8-10%.1
4. PATOFISIOLOGI
Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis
pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa
yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba,
toksin atau mikroba itu sendiri. Bakteri Gram negative memproduksi pirogen
eksogen berupa polisakarida yang disebut pula sebagai endotoksin. Bakteri Gram
positif tertentu dapat pula memproduksi pirogen eksogen berupa polipeptida yang
dinamakan eksotoksin. Pirogen eksogen menginduksi pelepasan senyawa di dalam
tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut
diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan
makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti
interleukin (interleukin-1, interleukin-1, interleukin-6), tumor necrosis factor
(TNF-, TNF-) dan interferon.
Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu
lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk system
sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus di daerah preoptik berikatan dengan reseptor,
akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A 2 yang selanjutnya
akan melepaskan asam arakhidonat dari membran fosfolipid dan kemudian oleh
enzim siklooksigenase-2 akan diubah menjadi PGE 2. Di dalam pusat pengendalian
suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis
prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh
sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang
lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk
meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi
aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit sehingga suhu tubuh
meningkat atau terjadi demam.1,6

5. POLA DEMAM
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial
dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,
walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi
petunjuk diagnosis yang berguna.1
Tabel 3. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik
Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,


beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba),


variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus
demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,7,8,9
a Demam kontinyu atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi


relatif)

b Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik
untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila
demam disebabkan oleh proses infeksi.
Gambar 2. Demam remiten
c Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada
pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam
terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

d Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.
e Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme
demam yang terjadi setiap hari.
f Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

g Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan


menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi
normal.
h Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama
demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari
untuk infeksi saluran nafas atas.
i Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval
irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya
traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
j Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis
merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas
untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever,
spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever
(Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
k Relapsing fever dan demam periodik:
1 Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval
regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari,
beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat
dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap
hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

2 Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren
yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)


Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang
secara tiba-tiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas
demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai
40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala
penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan
kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer
reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya
mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan
endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering
ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang
terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala
bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-
blown.

3 Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus
dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu
sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.
4 Demam Pel-Ebstein digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit
pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada,
sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang
berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang
serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi
jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

6. KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi berdasarkan usia, antara lain:6
a. Kelompok bayi muda, 0-48 hari
Demam pada anak usia usia <28hari (neonates) akan menyulitkan dokter,
karena 75% dari yang menderita infeksi bakteri tetap baik kondisi klinisnya
pada saat pemeriksaan. Anak usia 1-2 bulan yang terinfeksi bakteri, hanya 10%
yang menunjukkan gejala demam dan 13% pada anak di bawah 1 bulan. Pada
neonates, ditemukan 17% termasuk golongan SBI (serious bakteri infection)
meskipun penampakan demamnya tidak tinggi. Adanya antibody maternal
mempengaruhi presentasi klinik infeksi yang terjadi. Karena itulah demam pada
neonates merupakan salah satu indikasi masuk rumah sakit.
b. Kelompok 2-36 bulan
Bayi dan balita demam pada usia ini tampilan klinisnya berada di daerah abu-
abu, antara demam yang mengindikasikan SBI dan demam yang berarti infeksi
bila ada fokus yang jelas.
c. Kelompok usia >3 tahun
Anak usia diatas 3 tahun dapat memberikan gejala klinis yang lebih jelas,
seperti adanya kelainan anatomi atau kelainan fungsional. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk
penentuan diagnosis.

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis


masalah.2 Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut,
atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.8 Di bawah ini memperlihatkan
tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi
istilah yang digunakan.1
Tabel 4. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Lama demam pada
Klasifikasi Penyebab tersering
umumnya
Demam dengan localizing signs Infeksi saluran nafas atas <1 minggu

Demam tanpa localizing signs Infeksi virus, infeksi saluran kemih <1minggu

Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic arthritis >1 minggu

Tabel 5. Definisi istilah yang digunakan


Istilah Definisi

Demam dengan localization Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis
setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan
pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis,
hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa.
Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi,
enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septikemia Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan
dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya
invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ

a. Demam dengan localizing signs


Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada
pada kategori ini. Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara
spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan
pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.
Tabel 6. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas atas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis

Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar air

Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma Leukemia, lymphoma

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

b. Demam tanpa localizing signs


Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya
localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama
terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan
hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6.
menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs
umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan
sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak
berusia kurang dari 36 bulan.
Tabel 7. Penyebab umum demam tanpa localizing signs
Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis


Sebagian besar virus (HH-6) Tampak baik, CRP normal, leukosit
normal
Infeksi saluran kemih
Dipstik urine
Malaria
Di daerah malaria

PUO (persistent Juvenile idiopathic arthritis Pre-articular, ruam, splenomegali,


pyrexia of unknown antinuclear factor tinggi, CRP tinggi
origin) atau FUO

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan


dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

c. Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)


Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan
selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal
mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal
sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang
berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah
investigasi 1 minggu di rumah sakit.

7. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis dan
evaluasi secara detil yang memfokuskan pada sumber infeksi. Pemeriksaan status
generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasien tergolong toksis atau
tidak toksis. Penampakan yang toksis mengindikasikan infeksi serius. McCarthy
membuat Yale Observation Scale untuk penilaian anak toksis. Skala penilaian ini terdiri
dari enam kriteria berupa: evaluasi cara menangis, reaksi terhadap orang tua, variasi
keadaan, respon sosial, warna kulit dan status hidrasi. Masing-masing item diberi nilai
1 (normal), 3 (moderat), 5 (berat).10
Tabel 8. The Yale Observation Scale
Pengamatan Normal (1) Gangguan ringan (3) Gangguan berat (5)
Kualitas tangisan Kuat atau senang Merengek atau terisak Lemah atau melengking
Stimulasi orang tua Tangisan segera Tangisan hilang timbul Terus menangis atau
berhenti/tidak tangisan bertambah keras
menangis
Variasi keadaan Bila bangun tetap Mata segera menutup lalu Terus tertidur atau tidak
terbangun atau terbangun atau dengan terstimulasi
bila tidur dan stimulasi yang lama
stimulasi anak
segera bangun
Warna kulit Merah muda Ektremitas pucat Pucat
Hidrasi Kuli, mata Membran mukosa kering Turgor kulit buruk
normal, membran
mukosa basah
Respon terhadap Senyum atau alert Segera tersenyum atau Tidak tersenyum, tampak
kontak sosial (< 2 bulan) segera alert (< 2 bulan) cemas, bodoh, kurang
berekspresi

Pada anak usia < 2 tahun sebanyak 312 anak yang mengalami demam, anak yang
mempunyai nilai lebih dari 16 ternyata menderita penyakit yang serius.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami demam bila secara klinis
faktor risiko tampak serta penyebab demam tidak diketahui secara spesifik. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu:10
a. Pemeriksaan awal
Darah rutin, urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis lekosit
b. Pemeriksaan atas indikasi
Kultur darah, urin atau feses, pengambilan cairan serebro spinal, toraks foto

8. TATALAKSANA
Banyak disebutkan bahwa demam mempunyai banyak manfaat, sehingga
intervensi intervensi secara rutin menurunkan suhu pada anak sebenarnya bukan
merupakan hal yang diharuskan. Penurunan suhu dapat dilakukan
denganpendinginan eksernal dan pemberian antipiretik. Untuk pengobata demam,
dilakukan sesuai dengan etiologi dari penyakit asalnya.6,10

a Pendinginan eksternal (external cooling)


Untuk menurunkan suhu tubuh dikenal juga metode pendinginan secara
fisik, antara lain dengan mengurangi aktifitas dengan bed rest. Hal ini karena
aktivitas fisik dapat meningkatkan suhu. Yang kedua dengan menggunakan
pendinginan eksternal, antara lain:
Kompres alcohol, sudah mulai ditinggalkan, karena bias menyebabkan
terjadinya hipoglikemi dan koma
Kompres air dingin, menyebabkan vasokonstriksi yang justru akan
meningkatkan panas. Selain itu juga membuat anak tidak nyaman.
Kompres panas, menyebabkan anak merasa tidak nyaman
Menyeka (sponging) dengan air hangat kuku (27-340C) . Cara ini yang
paling sering digunakan karena nyaman bagi anak dan akan lebih cepat
menurunkan demam.
Kombinasi antara menyeka air hangat dan pemberian antipiretik
dipertimbangkan jika demam >400C dan setelah 1 jam pemberian antipiretik
tidak memberikan hasil. Penyekaan selama 30 menit memberikan hasil
penurunan suhu yang baik.
b Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di
hipotalamus secara difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini
tercapai dengan menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan pada
sintesis prostaglandin. Meski beberapa jenis prostaglandin dapat menginduksi
demam, PGE2 merupakan mediator demam terpenting. Penurunan pusat suhu
akan diikuti oleh respon fisiologi , termasuk penurunan produksi panas,
peningkatan aliran darah ke kulit serta peningkatan pelepasan panas melalui
kulit dengan radiasi, konveksi dan penguapan. Sebagian besar antipiretik dan
obat anti-inflamasi non-steroid menghambat efek PGE2 pada reseptor nyeri,
permeabilitas kapiler dan sirkulasi, migrasi leukosit, sehingga mengurangi
tanda klasik inflamasi. Prostaglandin juga mengakibatkan bronkodilatasi dan
mempunyai efek penting pada saluran cerna dan medulla adrenal. Oleh karena
itu, efek samping biasanya berupa spasme bronkus, perdarahan saluran cerna
dan penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai
normal, tidak mengurangi lama episode demam atau mempengaruhi suhu
normal tubuh. Efektivitas dalam menurunkan demam bergantung kepada
derajat demam ( makin tinggi suhunya, makin besar penurunannya ), daya
absorbsi dan dosis antipiretik. Pembentukan pirogen atau mekanisme
pelepasan panas seperti berkeringat tidak dipengaruhi secara langsung.
Indikasi pemberian antipietik jika ada resiko terjadinya kejang demam
atau pasien memiliki riwayat kejan demam. Pertimbangkan pemberian
antipiretik jika ada kemungkinan anak tidak mampu mengkompensasi
kenaikan suhu tubuh. Misalnya pada pasien demam dengan kelainan
neurologis nyata, sepsis, gangguan jantung, gangguan system respirasi, serta
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Alasan pemberiannya adalah
atas dasar pertimbangan konsekuensi gangguan metabolic dan akibat
merugikan dari penyakit di atas. Indikasi ersering pemberian antipiretik adalah
untuk membuat pasien merasa nyaman dan untuk penilaian seberapa serius
penyakit anak yang lebih akurat. Selain mengurangi ketidaknyamanan anak
juga mengurangi kecemasan orang tua. Dalam praktek sehari-hari, umumnya
antipiretik diberikan jika suhu tubuh melebihi 38,50C.
Obat antipiretik dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu
paraaminofenol, derivate asam propionate, salisilat, dan asam asetik.
1 Paraaminofenol (Paracetamol)
Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat
ini parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai
antipiretik dan analgesik dalam pengobatan demam pada anak, tetapi tidak
punya efek anti inflamasi. Obat ini tersedia dalam sediaan sirup atau
eliksir dan supositoria. Sediaan supositoria merupakan cara alternative
bila obat tidak dapat diberikan per oral, misal anak muntah, menolak
pemberian cairan, mengantuk atau tidak sadar.
Beberapa penelitian menunjukan efektivitas yang setara antara
parasetamol oral dan supositoria. Parasetamol juga efektif menurunkan
suhu dan efek samping yang lain yang berasal dari pengobatan dengan
sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita
infeksi. Dosis yang biasa dipakai 10 15 mg/kgBB direkomendasikan
setiap 4 jam. Dosis 20 mg/ kgBB tidak akan menambah daya penurunan
suhu tapi memperpanjang daya antipiretik sampai 6jam. Bentuk sediaan
dari paracetamol adalah tablet 500mg, forte tablet 650mg, sirup
160mg/5mL, dan drops 1mg/mL.
Setelah pemberian dosis terapeutik parasetamol, penurunan demam
terjadi setelah 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dan demam akan
rekurens 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam
waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat tinggi akan
mengurangi absorbsi sehingga menghalangi penurunan demam. Dengan
penurunan demam, aktivitas dan kesegaran anak akan membaik, sedang
rasa riang dan nafsu makan belum kembali normal.
Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam
dosis biasa. Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati
( meskipun metabolit aktif adalah asetanilid dan fenasetin ) maupun
koagulopati. Dosis maksimal adalah 2,6 gram/hari.Toksisitas terjadi
apabila anak makan melebihi dosis recomendasi yaitu lebih dari 10-15
mg/kgBB. Parasetamol berikatan dengan protein secara minimal, sehingga
dieliminasi oleh tubuh dengan cepat. Organ utama yang terkena jika
keracunan parasetamol adalah hepar.
Tatalaksana keracunan paracetamol :
Lakukan sesegera mungkin pengosongan lambung dalam 24 jam
pertama
Untuk mengurangi absorpsi dapat digunakan activated charcoal
Karena paracetamol mempunyai efek antidiuretik ringan maka forced
diuresis tidak dianjurkan dan bila terjadi overhidrasi akan
menyebabkan retensi cairan.
N-asetil-sistein merupakan antidotum yang beraksi dengan mengubah
penyimpanan glutation dan menghasilkan glutation substitusi. Dosis
300mg/kgBB, IV selama 20 jam ( diberikan dalam waktu 24 jam
setelah pemberian paracetamol ). Dilaporkan obat ini cukup efektif
bila diberikan 140 mg/kgBB per oral dilanjutkan 4 jam kemudian
70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 17 dosis
2 Derivat Asam Proprionat
Ibuprofen adalah suatu derivate asam propionat yang
mempunyai kemampuan antipiretik, analgesic, dan anti inflamasi.
Seperti antipiretik yang lain dan NSAID ( non steroid anti
inflammatory drug ), ibuprofen beraksi dengan memblok sintesis
PGE2 melalui penghambatan siklooksigenase. Obat ini diserap dengan
baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1
jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik ( sekitar 10 mg/l )dapat
dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan suhu tubuh
2C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten
dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan
dosis setara parasetamol. Onset antipiretik tampak lebih dini dan efek
lebih besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen
merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah
parasetamol oleh karena sifat efikasi antipiretiknya, tersedia dalam
sediaan sirup dan keamanan serta tolerabilitasnya. Bentuk sediaannya
adalah tablet 200mg dan 400mg, suspensi 100mg/5mL, forte suspensi
200mg/5mL.
Efek anti inflamasi serta analgesic ibuprofen menambah
keunggulan dibandingkan dengan parasetamol dalam pengobatan
beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan demam.
Pemberian sitokin ( missal GM-CSF ) seringkali menyebabkan
demam dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk
mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai keuntungan
pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang
luas. Efek samping yang dapat terjadi berupa mual, muntah, nyeri
perut, diare, nyeri kepala, pusing, ruam pada kulit pada dosis 5-10
mg/ kgBB. Dosis maksimal adalah 40mg/kgBB/hari atau
2,4gram/hari.
3 Salisilat
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik
analgetik yang luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Dalam
penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosis
setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektifitas antipiretik
yang sama, tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgetik.
Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan
aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy
of Pediatrics berkesimpulan pada tahun 1982 bahwa aspirin tidak
dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan
influenza. Tetapi aspirin masih digunakan secara luas terutama di
negara berkembang. Kekurangan utama dari aspirin adalah tidak
stabil dalam bentuk larutan ( oleh karena itu hanya tersedia dalam
bentuk tablet ) dan efek samping lebih tinggi daripada parasetamol.
Adapula peningkatan insiden interaksi dengan obat lain, termasuk
antikoagulan oral ( menyebabkan peningkatan resiko perdarahan ),
metoklopromid dan kafein ( menyebabkan peningkatan daya serap )
dan natrium valproat ( menyebabkan terhambatnya metabolisme
natrium valproat ).
Pemberian aspirin pada kelompok beresiko harus dihindarkan, yaitu :
Infeksi virus, khususnya infeksi saluran nafas bagian atas atau
cacar air. Aspirin dapat menyebabkan sindrom Reye.
Defisiensi glukosa 6-phosphat dehidrogenase ( G6PD ), aspirin
dapat menyebabkan anemia hemolitik
Anak yang menderita asma dapat timbul aspirin-induced
sensitivity berupa mengi, urtikaria, pilek atau angioedem. Aspirin
dapat menghambat sintesis, yang akan mempengaruhi efek
dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan
pembentukan leukotrin pada keadaan aspirin-induced asthma.
Leukotrien adalah konstriktor yang poten terhadap otot polos
saluran napas
Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang
tendensi untuk mengalami pendarahan, aspirin dapat
menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversible.
Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah < 20
mg/100ml umummya dianggap sebagai efek samping, sedangkan
gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan.
Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua
kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung terhadap
berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada organ-
organ terkena.
4 Antipiretik steroid
Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat
pengobatan steroid jangka panjang akan mengalami penurunan
demam atau bebas demam dalam respon terhadap infeksi, seperti
sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari
setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan pengurangan
produksi Interleukin-1 (IL-1) oleh makrofag ( menyebabkan
terhambatnya respon fase akut proses infeksi yang sedang berjalan ),
supresi aktivitas limfosit dan respon inflamasi local dan menghambat
pelepasan prostaglandin. Pemakaian steroid harus kita hindari, karena
dapat menutupi gejala demam sementara memungkinkan infeksi
untuk menyebar kecuali bila kemungkinan infeksi sudah disingkirkan
dan penyakitnya bersifat inflamasi yang dapat menimbulkan cacat
atau kematian.
Obat antipiretik lain seperti derivate pirazolon (dipyrone)
mempunyai efek agranulositosis. Obat ini sudah tidak dianjurkan lagi
penggunaannya.
Obat antipiretik untuk anak idealnya memiliki karakteristik sebagai
berikut:
Bisa menurunkan suhu secara cepat paling sedikit 1oC
Sediaan sirup atau supositoria
Toksisitas rendah jika terjadi overdose
Kejadian interaksi dengan obat lain endah
Kontraindikasi jarang pada pemberian dosis pediatric
Murah dan mudah didapatkan
Dari pilihan diatas, maka antipiretik yang ideal adalah golongan
aminofel, yaitu paracetamol, dan golongan asam propionate, yaitu
ibuprofen. Paracetamol bekerja lebih cepat 30menit dibandingkan
ibuprofen, namun efek antipiretik ibuprofen bertahan lebih lama.
Sehingga pemberian paracetamol dan ibuprofen secara berselang
seling tiap 4 jam lebih baik daripada pemberian paracetamol atau
ibuprofen saja.
c Antibiotik
Anak dengan demam pada umumnya tidak memerlukan antibiotik. Antibiotik
dipertimbangkan diberikan jika:
Adanya gejala lokal yang diduga disebabkan oleh bakteri
Semua neonates atau anak yang tampak toksik
Anak usia <36bulan tanpa gejala lokal dengan demam >400C
Anak demam tanpa gejala lokal dengan hasil laboratorium darah dan urine
abnormal.
Antibiotik yang diberikan harus dapat mencakup bakteri yang paling
sering dijumpai, atau berdasar hasil kultur dan uji sensitifitas dari darah.
Antibiotik yang sering digunakan adalah ceftriakson . Dosis ceftriakson untuk
bayi 25-50mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 125 mg/hari. Dosis untuk
anak 50-70mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan tidak melebihi 2
gram/hari.
Anak yang terkena demam, tidak harus dirawat di rumah sakit. Bayi
dan anak yang perlu dipertimbangkan rawat inap di rumah sakit antara lain:
a. Neonates
b. Terlihat toksik
c. Ada riwayat demam tanpa sebab yang jelas atau berkepanjangan
d. Ada gejala infeksi bakteri serius
e. Ada nyeri abdomen dan diare berdarah
f. Ptechiae pada kulit
g. Demam >400C, terlebih lagi tanpa gejala lokal
h. Demam disertai kejang untuk pertama kalinya
i. Takipnea, merintih, ruam
j. Nyeri kepala berat yang disertai muntah terus menerus
k. Leukosit >20.000 atau CRP yang tinggi
l. Hasil urinalisis menunjukkan ISK
m. Jika orang tua nampak tidak dapat diandalkan, atau diragukan
kesanggupan untuk datang kontrol
Edukasikan kepada orang tua untuk membawa anaknya kembali ke
dokter jika terdapat tanda-tanda berikut:
a Muntah dan diare
b Nyeri telinga
c Demam hilang timbul lebih dari 7 hari
d High pitch cry
e Hilang nafsu makan
f Pucat
g Kejang
h Nyeri kepala hebat
i Ruam kulit
j Nyeri dan pembengkakan sendi
k Kaku kuduk
l Ubun-ubun besar menonjol
m Mengi atau sesak
n Penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan Hiperpirexia
Hiperpirexia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41, 1 C. Hiperpereksia sangat
0

berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme,


fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat. Pada awalnya anak tampak menjadi
gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma
terjadi bila suhu > 43 C dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43 C sampai
0 0

45 C. Penatalaksanaan pasien hiperpireksia berupa: 10


0

1 Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.


2 Pakaian anak di lepas
3 Berikan oksigen
4 Berikan anti konvulsan bila ada kejang
5 Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak boleh
memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.
6 Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1 mgr/kgBB
(I.V).
7 Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui
nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.
8 Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1 mgr/kgBB I.V.),
maksimal 10 mgr/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA

1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein
N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;
2009.h.1-24.

2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG,
penyunting. Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi
ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.

3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-
6.

4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.

5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting.
Clinical methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3.
:Butterworths;1990.h.990-3.

6. Ismoedijanto. Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 103 108
(http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/2-2-6.pdf , diakses 11 Februari 2013)

7. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007.h.

8. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am
1996;10:33-44

9. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA,
penyunting. Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott-Raven;1997.h.215-36

10. Kania N. Penatalaksanaan Demam pada Anak. 2007


(http://id.scribd.com/doc/54933408/Penatalaksanaan-Demam-Pada-Anak , diakses 11
Februari 2013)

Anda mungkin juga menyukai