HIPERPIREXIA
Disusun Oleh :
Febrina Dwi Haryani H2A008020
Pembimbing:
Dr. Agus Saptanto, Sp.A
HIPERPIREXIA
1. PENDAHULUAN
Pusat regulasi mempertahankan agar suhu di dalam tubuh normal di dalam
titik ambang 37C ( 98,6F) dan sedikit berkisar antara 1-1,5C. Hipotalamus adalah
pusat integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh.
Hipotalamus sangat peka sehingga mampu berespon terhadap perubahan suhu darah
sekecil 0,01C.1
Dalam keadaan demam, keseimbangan suhu tubuh bergeser hingga terjadi
peningkatan suhu dalam tubuh. Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan
manifestasi umum penyakit infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit
non-infeksi ataupun keadaan fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila
kita berada di lingkungan yang sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit
ditemukan, sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab
penyakitnya. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi
yang dapat dikenali dan demam menghilang sesudah masa yang pendek. Klasifikasi
demam pada anak diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. Untuk
kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan
dengan atau tanpa localizing signs.2
2. DEFINISI
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal
Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti,
yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan
organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang
patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan
mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara
patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat
hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis
demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu
normal. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk
mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan
meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.1,2
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal).
Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada awal
malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola
diurnal ini.1,2 Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan,
meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu
jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu
tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran.3,4
Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda
Demam
Tempat Rentang; rerata
Jenis termometer
pengukuran suhu normal (oC) (oC)
Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral.
Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.5 Untuk
kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38 oC,
suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai
37,6oC.1 Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila suhu
tubuh melampaui 41,1oC (106oF).5
3. ETIOLOGI
Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum penyakit
infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun keadaan
fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di lingkungan yang
sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan, sehingga tidak jarang
pasien sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya. Klasifikasi demam
diperlukan dalam melakukan pendekakatan masalah. Untuk kepentingan diagnosis,
demam dapat diklasifikasikan menurut WHO menjadi 3 kelompok, yaitu:1
a Demam kurang dari 7 hari
b Demam lebih dari 7 hari
c Demam dengan ruam
Penyebab terbanyak dari demam pada anak, utamanya demam yang
berlangsung kurang dari tujuh hari, adalah infeksi (>50%). Sedangkan demam yang
bersifat non infeksius memerlukan pemeriksaan khusus, dan dipikirkan setelah
kemungkinan infeksi dapat disingkirkan.1
Faktor pendukung diagnosis demam yang disebabkan oleh infeksi adalah:
a Bayi dengan imunokompromais
b Adanya intravenous cateter
c Telah dilakukan splenektomi
d Demam lebih dari 400C, adanya demam dengan fluktuasi durnal, menggigil
e Adanya fokus yang jelas
f Tanpa fokus tetapi dapat dikenali dengan cepat dengan dengan lab, misalnya
infeksi saluran kemih, malaria, dll
g Leukositosis
h Demam yang pendek
i Respon membaik yang cepat dengan pemebrian antibiotik
5. POLA DEMAM
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial
dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,
walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi
petunjuk diagnosis yang berguna.1
Tabel 3. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik
Pola demam Penyakit
b Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik
untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila
demam disebabkan oleh proses infeksi.
Gambar 2. Demam remiten
c Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada
pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam
terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.
d Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.
e Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme
demam yang terjadi setiap hari.
f Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
2 Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren
yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
3 Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus
dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu
sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.
4 Demam Pel-Ebstein digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit
pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada,
sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang
berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang
serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi
jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.
6. KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi berdasarkan usia, antara lain:6
a. Kelompok bayi muda, 0-48 hari
Demam pada anak usia usia <28hari (neonates) akan menyulitkan dokter,
karena 75% dari yang menderita infeksi bakteri tetap baik kondisi klinisnya
pada saat pemeriksaan. Anak usia 1-2 bulan yang terinfeksi bakteri, hanya 10%
yang menunjukkan gejala demam dan 13% pada anak di bawah 1 bulan. Pada
neonates, ditemukan 17% termasuk golongan SBI (serious bakteri infection)
meskipun penampakan demamnya tidak tinggi. Adanya antibody maternal
mempengaruhi presentasi klinik infeksi yang terjadi. Karena itulah demam pada
neonates merupakan salah satu indikasi masuk rumah sakit.
b. Kelompok 2-36 bulan
Bayi dan balita demam pada usia ini tampilan klinisnya berada di daerah abu-
abu, antara demam yang mengindikasikan SBI dan demam yang berarti infeksi
bila ada fokus yang jelas.
c. Kelompok usia >3 tahun
Anak usia diatas 3 tahun dapat memberikan gejala klinis yang lebih jelas,
seperti adanya kelainan anatomi atau kelainan fungsional. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk
penentuan diagnosis.
Demam tanpa localizing signs Infeksi virus, infeksi saluran kemih <1minggu
Demam dengan localization Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis
setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan
pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis,
hipo atau hiperventilasi
Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa.
Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi,
enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia
Bakteremia dan septikemia Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan
dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya
invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ
Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas atas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika
Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi
Pada anak usia < 2 tahun sebanyak 312 anak yang mengalami demam, anak yang
mempunyai nilai lebih dari 16 ternyata menderita penyakit yang serius.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami demam bila secara klinis
faktor risiko tampak serta penyebab demam tidak diketahui secara spesifik. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu:10
a. Pemeriksaan awal
Darah rutin, urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis lekosit
b. Pemeriksaan atas indikasi
Kultur darah, urin atau feses, pengambilan cairan serebro spinal, toraks foto
8. TATALAKSANA
Banyak disebutkan bahwa demam mempunyai banyak manfaat, sehingga
intervensi intervensi secara rutin menurunkan suhu pada anak sebenarnya bukan
merupakan hal yang diharuskan. Penurunan suhu dapat dilakukan
denganpendinginan eksernal dan pemberian antipiretik. Untuk pengobata demam,
dilakukan sesuai dengan etiologi dari penyakit asalnya.6,10
Penatalaksanaan Hiperpirexia
Hiperpirexia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41, 1 C. Hiperpereksia sangat
0
1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein
N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;
2009.h.1-24.
2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG,
penyunting. Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi
ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-
6.
5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting.
Clinical methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3.
:Butterworths;1990.h.990-3.
6. Ismoedijanto. Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 103 108
(http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/2-2-6.pdf , diakses 11 Februari 2013)
7. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007.h.
8. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am
1996;10:33-44
9. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA,
penyunting. Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott-Raven;1997.h.215-36