Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada bayi
baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan
metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium.1
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental.
Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan retardasi
mental yang berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin
sejak usia kehamilan 12 minggu, mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh
sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan.4
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh
sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining
memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih
baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis.4
Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid dapat mencegah terjadinya
morbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan
hasil pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal.1
Program pendahuluan skrining hipotiroid kongenital yang dilakukan di
Bandung dan Jakarta sejak tahun 2000 terhadap lebih dari 100.000 bayi,
didapatkan angka kejadian hipotiroid congenital pertahun antara 1: 2600 dan 1 :
3800.2
Hipotiroid kongenital yang terlambat diketahui dan diobati, dapat
menyebabkan retardasi mental dan akan berdampak pada kualitas sumber daya
manusia.1
Mencermati segala kondisi yang dapat disebabkan oleh hipotiroid
kongenital, maka untuk itu perlu suatu diagnosis dini terhadap hipotiroid
kongenital ini, dan karena itu penulis merasa perlu untuk mengangkat topik
hipotiroid kongenital dalam referat ini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat
pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang
dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik,
kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.2

2.2 Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1 :
3000 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis tiroid
yang mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan sindrom Down
memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid kongenital
dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih
tinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup. Prevalensi ini lebih rendah pada
Amerika Negro (1 dalam 32.000), dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol dan
Amerika asli (1 dalam 2000).1,2
Penyebab hiptiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi Iodium yang
merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotrionin (T3). Anak yang
lahir dari ibu dengan defisinsi Iodium berat akan mengalami hipotiroid yang tidak
terkompensasi karena hormon tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta.1
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya
bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial
ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis
tertentu. Umumnya kasus tiroid kongenital timbul secara sporadik. Faktor genetik
hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang diturunkan secara autosomal
resesif.1

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut

2
Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.1
Jalur 2
Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer tiroid membesar
(stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan
peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini
gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa,
peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.1
Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
didalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan
kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada penyebabnya.1

Jalur 4A
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan
hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH yang
sangat rendah atau tidak terukur.1
Jalur 4B
Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang menyebabkan sekresi
TSH ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan
tanpa struma.1
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar TSH yang
tinggi. Jalur 1 tanpa desertai struma, jalur 2 disertai struma, dan jalur 3 dapat

3
dengan atau tanpa struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid sekunder
dengan kadar TSH yang tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan struma.1

2.4 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis dan skrining.1
Anamnesis
Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan diagnosis
dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok endemik, riwayat
struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu hamil atau tidak, riwayat
struma pada keluarga dan perkembangan anak. 1,6

4
Gejala Klinis
Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode
neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat
agenesis kelenjar tiroid komplit. 2,5
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat
sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang
berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang
terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi makan,
terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan tersedak saat
dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama. Kesulitan bernapas, sebagian
karena lidah yang besar, termasuk episode apnea, pernapasan berbunyi, dan
hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan yang khas juga dapat terjadi. Bayi
yang terkena sedikit menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya
lamban. Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap
pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan
subnormal, sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin dingin dan
burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat, bising
jantung, kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik biasanya ada. Anemia
makrositik sering ada dan refrakter terhadap pengobatan dengan hematinik.
Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis sering kali terlambat. 6
Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan mental
menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-6 bulan,
gambaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi hormon tiroid
parsial, gejalanya dapat lebih ringan, dan onsetnya terlambat. Meskipun air susu
ibu mengandung sejumlah hormon tiroid, terutama T3, hormon ini tidak cukup
untuk melindungi bayi yang menyusu dengan hipotiroidisme kongenital, dan tidak
mempunyai pengaruh pada uji skrining tiroid neonatus. 5,6
Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran kepala normal
atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar.
Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk
mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya 3% bayi baru lahir normal memiliki
fontanella posterior yang lebih besar dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar,

5
dan jembatan hidung yang lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan
kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar
terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat
endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar dan jari
pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema tampak,
terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna.
Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya
tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis
rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut,
terutama ketika bayi menangis. 5
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi dan lamban
dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak mau belajar
berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan usianya.
Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama sekali. 6
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi
pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrome).
Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena pseudohipertrofi, terutama
pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui. Perubahan ultrastruktural dan
histokimia yang tidak spesifik tampak pada biopsi otot yang kembali normal
dengan pengobatan. Sindrom ini cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang
telah diamati pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita
menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat. 6

Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital 6

Sistem organ Manifestasi Klinis


Kulit dan jaringan ikat Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar, kering
dan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh.
Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi,
erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.

6
Kardiovaskuler Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan
darah rendah.
Neuromuskuler Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan
fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia
umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada
bayi), tuli.
Pernafasan Efusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran
nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring),
sindrom distress nafas.
Ginjal dan metabolisme elektrolit Retensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa
lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan
protein pada susunan saraf bayi menurun.
Saluran cerna dan hepar Obstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus
berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)
Hematopoetik Anemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan
absorbsi zat besi rendah.
Skelet/somatik Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan
hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder
terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang
menurun.
Reproduksi Pubertas terlambat, pubertas precoks, gangguan haid.

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH meningkat, dan
T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum dapat normal dan
tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid, kadar TSH
meningkat, sering diatas 100U/mL. Kadar prolaktin serum meningkat,
berkorelasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi
dengan disgenesis tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak
dapat dideteksi biasanya menunjukkan aplasia tiroid.2

Pemeriksaan Radiologis

7
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi
saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan kekurangan
hormon tiroid selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal femoral epiphysis,
yang biasanya ada saat lahir, sering tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati,
ketidaksesuaian antara umur kronologis dan umur osseus meningkat. Epiphyses
sering memiliki beberapa fokus penulangan (epifisis disgenesis), deformitas
(retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan.
Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar sutura
biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus langka
mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi
gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada. 6
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi dengan
hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena pemeriksaan ini.
123 99m
Pemeriksaan I-natrium iodida lebih unggul dari Tc-natrium pertechnetate
untuk tujuan ini. Ultrasonographic tiroid sangat membantu, tapi penelitian
menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak terdeteksi dengan USG tiroid dan
ini dapat ditunjukkan oleh skintigrapI. Rendahnya level TG serum menunjukkan
agenesis dan peningkatan Tg serum ada pada kelenjar ektopik dan gondok, tetapi
ada tumpang tindih dengan rentang luas. Adanya jaringan tiroid ektopik adalah
diagnostik untuk disgenesis tiroid yang membutuhkan pengobatan seumur hidup
dengan T4. Kegagalan menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid aplasia,
tetapi hal ini juga terjadi pada bayi dengan defek trapping- iodida. Kelenjar tiroid
yang normal dengan ambilan radionuklida yang normal atau meningkat
menunjukkan cacat dalam biosintesis hormon tiroid. Pasien dengan goiter
hipotiroidisme memerlukan evaluasi lebih lanjut yaitu pemeriksaan radioiodine,
uji cairan perklorat, penelitian kinetik, kromatografi, dan pemeriksaan jaringan
tiroid, jika sifat biokimia defek harus ditentukan. 2,6
Elektrokardiogram mungkin menunjukkan gelombang P dan T voltase rendah
dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan menunjukkan fungsi
ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial. Elektroensefalogram sering
menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak yang berumur lebih dari 2 tahun,
tingkat kolesterol serum biasanya meningkat. MRI otak sebelum pengobatan

8
dilaporkan normal, meskipun spektroskopi resonansi magnetik proton
menunjukkan tingkat tinggi yang mengandung senyawa kolin, yang mungkin
mencerminkan blok di pematangan myelin. 2,6

2.5 Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan memberikan hasil
yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan pengawasan
yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak, khususnya perkembangan
mentalnya. 1
Tujuan pengobatan adalah1
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal dalam
waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi, metabolisme otot dan
otot jantung yang sangat diperlukan pada masa awal kehidupan seperti proses
enzimatik di otak, perkembangan akson, dendrite, sel glia dan proses
mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya otak

Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan.
Orang tua pasin harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab
hipoiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik jika terapi
diberikan secara dini. Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin) merupakan obat
yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital. Karena 80% T3 dalam sirkulasi
darah berasal dari monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis yang tepat kadar T4
dan T3 akan segera kembali normal. Dalam prakteknya pemberian dosis inisial
berkisar antara 25, 37,5 atau 50 g per hari. Tiroksin sebaiknya tidak diberikan
bersama-sama dengan protein kedele atau zat besi atau makanan tinggi serat
karena makanan ini akan mengikat T4 dan atau menghambat penyerapannya.1, 2, 7
Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4.
Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah :
0 6 bulan 25-50 g/hari atau 8-15 g/kg/hari

9
6 12 bulan 50-75 g/hari atau 7-10 g/kg/hari
1 5 tahun 50-100 g/hari atau 5-7 g/kg/hari
5 10 tahun 100-150 g/hari atau 3-5 g/kg/hari
>10-12 tahun 100-200 g/hari atau 2-4 g/kg/hari
Setelah masa bayi biasanya dosis berkisar sekitar 100 g/m2/hari
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15 g/kg/hari karena
lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Bayi-bayi dengan hipotiroidisme
berat ( kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan hilangnya epifise femoral
distal dan tibia proksimal pada gambaran radiologi lutut) harus dimulai dengan
dosis 15 g/kgBB/hari.1

Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan1


Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan dituntut
untuk menetukan pengobatan, misalnya bila pada hasil pemeriksaan serum
didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau kadar T4 normal dengan
kadar TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup bulan maka
harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.
Bila pada skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroid ektopik,
maka dapat diberikan preparat hormone tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid
normal, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila hasil
pemeriksaan kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai, dan
bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan harus ditunda.

Terapi Pada Bayi Prematur1


Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan perlunya
pengobatan tidak perlu dilakukan skintigrafi, namun cukup dengan pemeriksaan
kadar T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat mendekati angka
normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus menurun dan TSH
meningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan pengobatan dapat
dimulai. Tetapi bila tanda-tanda klinis hipotiroid jelas maka tidak perlu dilakukan

10
skintigrafi atau pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung diberikan
pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan untuk sementara
sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid yang terjadi transien atau menetap.

Terapi Dengan Dosis Penuh Atau Bertahap1


Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman bagi neonatus.
Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau tanda-tanda dekompensasi jantung,
maka pengobatan dianjurkan dimulai dengan dosis rendah, yaitu 1/3 dosis, dan
setelah selang beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai dosis penuh yang
dianjurkan tercapai.

Monitoring 1,7
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan
pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi setiap
kasus bersifat individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal ( 10-16 g/dl) atau T 4 bebas dalam
rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH ditekan dalam batas normal. Bone-age tiap
tahun.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2 bulan selama 6 bulan
pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan 3 tahun, selanjutnya tiap 6-
12 bulan.
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8 minggu setelah
perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan.
Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura,
percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.
Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan. Efek samping
dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura, percepatan kematangan
tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.

Suportif 7

11
Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa pengobatan suportif
lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat. Rehabilitasi
atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi retardasi perkembangan motorik yang
sudah terjadi. Penilaian intelegensi atau IQ dilakukan menjelang usia sekolah
untuk mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti, sekolah biasa atau luar biasa.8

Diet 7
Suplementasi Iodium sangat dibutuhkan terutama di daerah defisiensi Iodium.
Umumnya anak yang menderita hipotiroid kongenital dan mendapat replacement
hormon tiroid, asupan makanan yang mengandung goitrogen harus dibatasi seperti
asparagus, bayam, brokoli, kubis, kacang-kacangan, lobak, salada, dan susu
kedelai karena dapat rnenurunkan absorbsi Sodium-L-Tiroksin.8

Skrining 1
Di negara maju program skrining hipotiroid congenital pada neonatus sudah
dilakukan. Sedangkan untuk negar berkembang seperti Indonesia masih menjadi
kebijakan nasional. Tujuannya adalah untuk eradikasi retardasi retardasi mental
akibat hipotirod kogenital.
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH yang dilakukan pada
kertas saring pada usia 3-4 hari. Bayi yang memiliki kadar TSH awal > 50 U/mL
memiliki kemungkinan sangat besar untuk menderita hipotiroid kongenital
permanen, sedangkan kadar TSH 20-49 U/mL dapat menunujukkan hipotiroid
transien atau positif palsu.
2.6 Prognosis 1,2
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiorid
kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Tanpa pengobatan bayi
yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila pengobatan dimulai pada
usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program
skrinng di Quebec (AS) mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar

12
115, usia 18 bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan
di usia 36 bulan didapatkan hearing speech dan practical reasoning lebih
rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat
dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik kasar dan
halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian
dan gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid
kongenital.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hipotiroid kongenital merupakan gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid
secara kongenital. Gejala klinis Hipotiroid kongenital tidak begitu jelas Diagnosis
Hipotiroid kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan skrining. Skrining pada Hipotiroid
kongenital dilakukan pada minggu pertama bayi lahir, untuk mencegah
komplikasi lanjut.

13
3.2. Saran
Perlu deteksi dini kasus hipotiroid kongenital dan pemberian
penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental yang optimal bagi penderita hipotiroid kongenital

DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. hal.205-
212.
2. La Franchi, Stephen. Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics 18 th ed. Philadelphia:
Saunders, 2007.hal. 2319-25.

14
3. Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem (Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 2. Jakarta: EGC,
2010. hal 644-651.
4. Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson
LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Volume
2. Jakarta: EGC, 2011. hal 1225-1234.
5. Larson, Cecilia A. Congenital Hypothyroidism. Dalam: Radovick, S, MD,
MacGilivray, MH, MD, editor. Pediatric Endocrinology : A Practical Clinical
Guide. New Jersey : Humana Press Inc. 2010.hal. 275-284.
6. Van vliet, G, Polak, M. Pediatric Endocrinology Fifth Edition volume 2.
Thyroid Disorders In Infancy. New York : Informa Healthcare USA Inc.
2009.hal. 392-8.
7. Jian, Vandana, dkk. Congenital Hypothyroidism. Di akses dari
www.newbornwhocc.org pada tanggal 28/11/2016.
8. Postellon DC, Bourgeouis MJ. Anatomy of Thyroid Gland.. Di akses dari
www.emedicine.medscape.com pada tanggal 28/11/2016.

15

Anda mungkin juga menyukai