Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Deskripsi Kasus

2.1.1 Definisi Kasus


Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya (Tjokorda, 2009).
Sedangkan nyeri punggung bawah (NPB) miogenik adalah nyeri punggung bawah yang di
sebabkan oleh gangguan atau kelainan pada unsur muskuloskeletal tanpa di sertai dengan
gangguan neurologis antara vertebra thorakal 12 sampai dengan bagian bawah pinggul atau
anus yang mana dapat timbul akibat adanya potensi kerusakan jaringan pada dermis,
pembuluh darah, facia, muskulus, tendon, kartilago, tulang, ligamen,
meniscus, dan bursa(Paliyama, 2003)
2.1.2 Anatomi
2.1.2.1 Struktur Columna Vertebralis
Menurut Snell, Columna vertebralis merupakan penyangga utama tubuh manusia
dari cranium, gelang bahu, ekstremitas superior, dan dinding thorax, selain itu melalui gelang
panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Columna vertebralisterdiri atas
33 vertebrae, yaitu 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracicus, 5 vertebra lumbalis,
5 vertebra sacralis (yang bersatu membentuk os sacrum), dan 4 vertebra coccygis (tiga yang
dibawah umumnya bersatu).

2.1.2.2 Struktur Vertebra Lumbal


Vertebra lumbal merupakan vertebra terpanjang dan terkuat processus spinosusnya
pendek dan dan tebal serta menonjol hampir searah garis horizontal (Sloane, 2003).Foramen
intervertebralis yang relatif besar sehinga terjadinya kompresi akar saraf akan lebih besar
pula. (Bridwell, 2011). Vertebra lumbal merupakan kolumna vertebralis dengan beban yang
paling besar dan memiliki mobilitas yang besar dan spesifik, sehingga menuntut konsekuensi
stabilitas yang besar dan spesifik yang dibetuk secara aktif dan pasif (Slamet, 2001).
2.1.2.3 Persendian Lumbal

Artikulasi antara superior dan inferior dari processus articular vertebra yang
bertumpukan disebut artikulasi intervertebralis, sendi tersebut pergerakannya sangat sedikit
dan persendian tersebut dipisahkan oleh bantalan dari jaringan cartilage fibrosus yaitu discus
intevertebralis, tipe persendian intervertebralis termasuk amphiarthrosis yang pergerakannya
sedikit. Selain itu, terdapat persendian yang terbentuk dari penyatuan
antara pedicle dan lamina yaitu procesus artikulasi superior dan inferior atau facet jointyang
ada di setiap vertebra, procesus artikulasi superior berartikulasi dengan procesus artikulasi
inferior vertebra yang ada di atasnya, begitu juga sebaliknya. Tipe persendian inigliding
diarthrosis yang pergerakannya sedikit fleksi, ekstensi, dan rotasi (Martini, 2009).
2.1.2.4 Diskus Intervertebralis

Discus intervertebralis tersusun kurang lebih 20% hingga 25% dari total panjang
kolumna vertebralis (Magee, 2006). Discus yang paling tebal terdapat di segmen cervical
antara tulang kedua dan ketiga hingga lumbal antara tulang kelima dan sacrum, karena pada
segmen ini banyak terjadinya gerakan dari kolumna vertebralis (Snell, 2006). Fungsi dari
discus ini sebagai peredam kejut atau benturan bila beban pada kolumna vertebralis
bertambah, penyangga beban, penanahan gerakan antar tulang vertebra, untuk memisahkan
antar tulang vertebra sebagai unit funsional dari sendi facet dan memungkinkan bagian dari
akar saraf keluar dari sumsum tulang belakang melalui foramen intervertebralis (Magee,
2006). Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian, bagian pinggir yaitu anulus
fibrosus, dan bagian tengah yaitu nucleus pulposus (Snell, 2006).
2.1.2.5 Stabilitas
Ligament adalah pita fibrosa atau lembaran jaringan ikat yang menghubungkan dua
atau lebih tulang, tulang rawan, atau struktur lainnya. Satu atau lebih ligamen untuk
memberikan stabilisai selama istirahat dan gerakan yang berlebihan seperti hiper-ekstensi
atau hiper-fleksi (Keith, 2010). Pada tulang belakang terdapat beberapa ligament antara lain:
(1) ligament longitudinal anterior mempunyai ciri lebar, dan melekat kuat pada permukaan
anterior dan samping dari corpus vertebra dan discus intervertebralis; (2) ligament
longitudinal posterior bersifat lemah dan sempit, ligament ini melekat pada sisi posterior
discus; (3) ligament supraspinal berada di antara ujung-ujung processus spinosus yang
berdekatan; (4) ligament interspinal menghubungkan processus spinosus yang berdekatan; (5)
ligament intertransversaria berada di antara processus transversus yang berdekatan; (6)
ligament flavum menghubungkan lamina dari vertebra yang berdekatan (Snell, 2006).
Otot-otot punggung dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama: (1) otot-
ototsuperficial merupakan bagian ekstremitas superior yaitu m.trapezius, m.latissimus dorsi,
m.levator scapularis, dan m.rhomboideus najor dan minor; (2) otot-otot intermedia
berhubungan dengan respirasi dan terdiri atas m.serratus posterior superior, m.serratus
posterior inferior, dan m.levatores costarum; (3) otot-otot profunda punggung membentuk
kolom jaringan otot yang lebar dan tebal yang menempati lekukan di kanan kiri processus
spinosus yaitu Mm. interspinal dan m. intertransversarii (Snell, 2006).

Tabel 2.1 gerakan dan otot penggerak punggung (Kenyon, 2006)


Gerakan Otot Penggerak

Flekxors Rectus abdominis, external oblique,


internal oblique, psoas major, psoas minor,
iliacus.

Rotators Multifidus, rotatores, semispinalis, internal


oblique, external oblique.

Lateral flexors Quadratus lumborum, intertransversarii,


external oblique, erector spinae,
mulitifidus.

Extensor Quadratus lumborum, multifidus,


semispinalis, erector spinae, interspinales,
rotators.

2.1.3 Biomekanik
2.1.3.1 Fleksi
Otot yang bekerja pada gerakan fleksi: rectus abdominis, external oblique, internal
oblique, psoas major, psoas minor, iliacus (Kenyon, 2006). Gerakan ini dibatasi oleh
ligament longitudinal posterior (Cleland, 2011).
2.1.3.2 Ekstensi
Otot yang bekerja pada gerakan ekstensi: Quadratus lumborum, multifidus,
semispinalis, erector spinae, interspinales, rotators (Kenyon, 2006). Dan gerakan ini dibatasi
oleh ligament longitudinal anterior (Cleland, 2011).
2.1.4 Etiologi
Menurut Harsono, nyeri punggung bawah miogenik disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu: (1) Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau berulang-ulang
pada posisi yang sama, akan memendekan otot yang akhirnya akan menimbulkan perasaan
nyeri. (2) Spasme, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan otot sebelumnya
dalam kondisi yang tegang. Spasme otot ini memberi gejala yang khas, ialah dengan adanya
kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. (3) Defesiensi otot dapat disebabkan
oleh kurangnya latihan sebagai akibat dari mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang
terlalu lama maupun imobilisasi. (4) Otot yang hipersensitif akan membentuk noktha
picu (trigger point). Dalam pemeriksaan klinik terhadap penderita nyeri punggun bawah,
tidak jarang dijumpai adanya noktha picu ini. Titik ini apabila ditekan dapat menimbulkan
rasa nyeri bercampur sedikit rasa nyaman.
2.1.5 Patofisiologi
Nyeri punggung bawah biasanya berhubungan dengan peristiwa traumatik spesifik
(misal, mengangkat beban berat) atau stres mekanis kontinu terhadap ligament atau otot
penyokong lumbo-sacral. Tipe nyeri ini juga dapat disebabkan oleh postur pasien dengan
lodorsis lumbal yang menonjol akibat lemahnya otot-otot abdomen, otot-otot hamstring yang
mengencang, atau pemakaian sepatu bertumit tinggi (David, 2001). Lengkung tulang
belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh
membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat
penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan
struktur pendukung ini. Obesitas, maslah postur, masalh struktur, dan peregangan berlebihan
pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung (Lukman, 2011).
2.1.6 Prognosis
Nyeri punggung bawah dapat berulang dengan kejadian lebih berat dan lama bila
berhubungan dengan pekerjaan. Sekitar 90% nyeri punggung bawah akan mengalami
penyembuhan spontan dalam 4-6 minggu tetapi cenderung berulang (Tjokorda, 2009). Orang
yang gejalanya berlangsung kurang dari 6 minggu sejak onset umumnya dikategorikan
sebagai NPB akut, berkembang menjadi NPB subakut jika gejala berlangsung 6 sampai
12 minggu, dan NPB kronis jika gejala melebihi 12 minggu (Dagenais, 2012).
2.2 Rencana Penatalaksanaan Fisioterapi
2.2.1 Pengkajian Fisioterapi
2.2.1.1 Pemeriksaan Subyektif
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam membantu menegakkan diagnosisnyeri
punggung bawah miogenik, anamnesis harus teliti dan terarah, dan yang pertama harus
dilakukan adalah mengetahui identitas pasien dan selanjutnya yang perlu ditanyakan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah masalah yang pasien katakan dan yang menyebabkan datang berobat (Willms, 2005).
Keluhan terdiri dari rasa pegal, sengal, dan nyeri di daerah pinggang (Priguna, 2008).
2) Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyalit sekarang (RPS) adalah cerita masalah yang terjadi

sekarang. Untuk menjelaskan dimensi atau parameter penyakit pasien sekarang ini (Willms, 2005).
(1) Kapan mulai timbul keluhan? biasanya pasien tahu dengan pasti, missal bangkit dari duduk,
mendorong mobil, mengangkat benda berat.
(2) Bagaimana mulai timbul? Umumnya awitan mendadak tetapi dapat juga tanpa awitan yang
jelas
(3) Lokasi nyeri, terlokalisir atau menjalar ke tungkai atau jari kaki atau tidak?
(4) Sifat nyerinya tajam, menusuk, pegel, berdenyut, seperti terbakar atau tidak?
(5) Kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali dengan suatu kegiatan fisik tertentu atau
tidak?
(6) Faktor yang memperberat atau memperingan nyeri, pada nyeri punggung
bawahmiogenik nyeri akan bertambah bila hiperfleksi dan hiperekstensi (Tjokorda, 2009).
(7) Berapa lama timbul masalah seperti ini? Masa akut nyeri punggung kurang dari 6 minggu,
sub akut sampai 6-12 minggu, dan nyeri yang kronik lebih dari 12 minggu (Dagenais, 2012).
3) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pentyakit dahulu adalah katalog masalah kesehatan dahulu yang penting (Willms, 2005).
4) Riwayat keluarga
Merupakan survey kesehatan sanak keluarga dan sebaliknya meliputi tiga generasi, yaitu orang tua, saudara
kandung, dan anak cucu, untuk pasien orang dewasa dan kakek nenek, orang tua dan saudara kandung
(Willms, 2005).

2.2.1.2 Pemeriksaan Obyektif


1) Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data : (1) tekanan darah: mmHg, (2) denyut
nadi: kali/menit, (3) pernafasan: kali/menit , (4) temperatur: C, (5) tinggi badan: cm, (6)
berat badan: kg. Tanda-tanda vital merupakan cara yang tepat dan efesien untuk memantau
kondisi pasien atau mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respons klien terhadap
intervensi.
2) Inspeksi
Dimulai sejak pasien memasuki kamar pemeriksa (Tjokorda, 2009). Pada penderita
nyeri punggung bawah miogenik sering didapati bertambahnya lordosis lumbal. Jika pasien
diminta untuk mengambil posisi yang nyaman maka didapati pinggul dan lutut fleksi, dan
kadang-kadang memfleksikan vertebra juga (Wiilms, 2005).
Tabel 2.3: Inspeksi vertebra (Bikcley, 2009)
Pandangan Pasien Fokus Inspeksi

Dari samping pasien Lengkungan (kurva) servikal, torakal, dan


lumbal.

Dari belakang pasien Kolumna vertebra yang tegak (garis


imajiner harus berjalan lurus dari C7
hingga celah gluteus).

Kesejajaran kedua bahu, krista iliaka dan


lipatan kulit dibawah bokong.

3) Palpasi
Pada palpasi, harus dilakukan secara halus dan terlebih dahulu diraba pada daerah yang
nyerinya ringan (Harsono, 2007). Tidak jarang dapat teraba benjolan-benjolan kecil di otot,
fasia atau tendon yang berada di daerah yang nyeri tekan itu (Priguna, 2008).
4) Pemeriksaan Gerak
Pada pemeriksaan gerak menurut Magee, di dapatkan:
(1) Pemeriksaan gerak aktif
Pemeriksaan gerak aktif dilakukan pasien dengan posisi berdiri. Terapis memperhatikan
untuk perbedaan Luas Gerak Sendi (LGS) dan kesulitan gerakan ketika melakukan gerak
aktif di semua gerakan fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi.

(2) Pemeriksaan Gerak Pasif


Pada vertebra lumbal, pemeriksaan gerakan pasif sangat sulit untuk dilakukan karena
berat dari tubuh. Jika gerakan aktif penuh dan bebas nyeri, tekanan yang berlebihan dapat
dicoba dengan benar. Namun, lebih aman untuk memeriksa end feel vertebrae tiap individu
dilakukan selama pemeriksaan joint play movement. End feel adalah sama, tetapi
pemeriksa memiliki kontrol yang lebih baik dari pasien dan kurang
cenderung overstresssendi. Fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi terjadi penguluran
jaringan.

(3) Gerakan Isometrik

Gerakan Resisted Isometric pada kekuatan otot vertebra lumbal yang pertama kali di

test yaitu posisi netral. Posisi pasien duduk dan pasien mengkontraksikan dan harus dilawan

atau isometric sehingga tidak terjadi gerakan. Pemeriksa memberikan aba-aba kepada pasien

tolong jangan ikuti gerakan saya dan pertahankan disini maka terjadi gerakan yang

minimal. Pemeriksa harus memeriksa pada gerakan fleksi, ekstensi, lateral fleksi dan rotasi

jika pasien mengeluh nyeri maka harus dihentikan dan bisa melanjutkan pemeriksaan

selanjutnya.

5) Pemeriksaan Fungsional Dasar

Pemeriksaan kemampuan fungsional dasar dapat menggunakan Oswestry Diasability

Index, adalah skala fungsional yang baik karena berkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang

didasarkan pada respon dan apa yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Skala ini umum

digunakan untuk menilai fungsional dari punggung (Magee, 2006).

6) Pemeriksaan Spesifik

(1) Pemeriksaan Nyeri

Pada pemeriksaan nyeri menggunakan skala nyeri Visual Analouge Scale (VAS).Skala

ini digambarkan dengan garis lurus, biasanya panjangnya mencapai 10 cm. Salah satu

ujungnya ditandai tidak ada nyeri, dan ujung lainnya ditandai nyeri hebat. Skala ini

digunakan secara vertikal atau horizontal, sambil meminta pasien untuk menandai garis

dengan titik yang menggambarkan derajat nyeri yang dirasakan (Knele, 2011).

Tidak ada

nyeri Nyeri hebat

Gambar 2.6 VAS ( Visual Analoge Scale) (Knele, 2011).


(2) Pemeriksaan Luas Gerak Sendi (LGS)

1) Schoober test Schober test

Tes ini dilakukan untuk mengetahui LGS dari tulang belakang khusunya pada region

lumbal, untuk melakukan tes ini posisi awal pasien berdiri tegak dengan lebar kaki selebar

bahu, kemudian diberikan tanda setinggi spina iliaka posterior superior (SIPS) atau processus

spinosus S2 10 cm ke atas, tetapi Macrae and Wright memodifikasi dengan memberikan 3

tanda yaitu SIPS, 5 cm dibawah SIPS dan 10 cm di atas SIPS, kemudian pasien diminta untuk

membungkuk sampai adanya keterbatasan dan ukur jarak antara dua tanda atas dan

bawah, kemudian hasil dari pengukuran ini selisih dari hasil pengukuran akhir dan awal.

Hasil dari tes ini pada dewasa muda selisih jarak kurang dari 4 cm menunjukkan adanya

gangguan fleksi pada lumbal (Willms, 2005; Clarkson, 1989; Reese, 2002). Tes juga

dilakukan pada gerakan lateral fleksi, posisi awal pasien berdiri tegak dan jarak kaki selebar

bahu, pasien diminta untuk menggerakkan ke lateral fleksi sampai gerakan

terbatas. Midline diletakkan di ujung jari tangan ketiga dan lantai sampai adanya keterbatasan

gerak (Clarkson, 1989).

7) Pemeriksaan Neurologi

(1) Straight Leg Raising Test (SLR)

Tes ini dikenal juga dengan Laseques test. Tes ini dilakukan untuk meregangkan saraf

sciatic pada pasien HNP di level L4-L5 atau L5-S1 yang menyebabkan tekanan pada akar

saraf L5 atau S1 (Gross, 2009). Tes ini dilakukan dengan cara pasif, posisi pasien tidur

telentang dengan tungkai lurus normal, hip medial rotasi dan adduksi, lutut ekstensi, setelah

itu terapis memfleksikan atau mengangkat tungkai antara 350-700tersebut sampai pasien

mengeluh nyeri atau kaku di posterior paha (Magee, 2006). Hasil dikatakan positif bila

timbul rasa nyeri sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus dan kemungkinan ada penekanan

pada akar saraf, bila tes negatif kemungkinan penekanan akar saraf kecil (Tjokorda,

2009). Namun dalam penderita nyeri punggung bawahmiogenik hasil tes ini negatif, karena

tidak ada keterlibatan radik vertebra (Willms, 2005).

(2) Tes Laseques silang


Tes ini caranya sama dengan tes Laseque atau SLR, tetapi tungkai yang diangkat adalah

tungkai yang sehat. Tes ini dikatakan positif bila timbul rasa nyeri sepanjang saraf

iskhiadikus tungkai yang sehat dan spesifik untuk HNP, bila tes negatif bukan berarti tidak

ada penekanan pada akar saraf (Tjokorda, 2009). Namun dalam penderita nyeri punggung

bawah miogenik hasil tes ini negatif, karena tidak ada keterlibatan radik vertebra (Willms,

2005).

(3) Tes Bragard

Tes ini merupakan modifikasi dari tes laseque atau SLR dan cara melakukan tes sama

dengan tes laseque atau SLR hanya waktu mengangkat tungkai disertai dorsifleksi kaki untuk

hasilnya atau interpretasinya sama dengan laseque atau SLR (Tjokorda, 2009).Namun dalam

penderita nyeri punggung bawah miogenik hasil tes ini negatif, karena tidak ada keterlibatan

radik vertebra (Willms, 2005).

2.2.3 Tujuan Fisioterapi


Tujuan fisioterapi dirumuskan sesuai dengan problematika yang ada, agar terapi yang
diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Adapun tujuan tersebut antara lain, tujuan jangka
pendek: mengembalikan fleksibilitas lumbal, mengontrol nyeri, menurunkan spasme otot
paravertebral , dan mengembalikan kemampuan untuk mengambil benda di bawah. Tujuan
jangka panjang: mengembalikan ke pekerjaannya.
2.2.3 Teknologi Intervensi Fisioterapi
2.2.3.1 Transcutaneuous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Transcutaneuous Electrical Nerve Stimulation (TENS) unit ini dirancang
untuk membantu mengontrol rasa nyeri serta disfungsi respon
fisiologisreflexogenik dan otonom untuk nocioception. Berbagai
cara dapat bermanfaat bagi pasien (Brotzman, 2003). TENS merupakan suatu cara
penggunaan energi listrik untuk menrangsang system saraf melalui permukaan kulit.
Dalam hubungannya dengan modulasi neyri, mekanisme TENS adalah sebagai
berikut:
1) Mekanisme periferal
Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan menghasilkan impuls saraf
yang berjalan dengan dua arah di sepanjang akson yang bersangkutan, peristiwa ini dikenal
sebagai aktivasi antidromik. Impuls saraf yang dihasilkan oleh TENS yang berjalan menjauh
dari sistem saraf pusat akan menabrak dan menghilangkan atau menurunkan impuls aferen
yang datang dari jaringan rusak. Pada keadaan jaringan rusak aktivasi bisa terjadi pada
serabut saraf berdiameter besar dan menghasilkan impuls antidromik yang berdampak
analgesia. Adanya impuls antidromik mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron
sensoris yang berujung terjadinya vasodilatasi arteriole dan ini merupakan dasar bagi proses
triple responses. Adanya triple responses dan penekanan aktivasi simpatis akan meningkatkan
aliran darah sehingga pengangkutan materi yang berpengaruh terhadap nyeri seperti
bradikinin, histamin atau materi P juga akan meningkat (Gersh RM, 1992 dikutip
oleh Slamet, 2006).

2) Mekanisme Segmental
TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama melalui mekanisme
segmental yaitu dengan jalan mengaktivasi serabut A beta yang selanjutnya akan
menginhibisi neuron nosiseptif di cornu dorsalis medulla spinalis. Ini mengacu pada teori
gerbang kontrol (Gate Control Theory) yang dikemukakan oleh Melzack dan Wall (1965)
yang menyatakan bahwa gerbang terdiri dari sel internunsial yang bersifat inhibisi yang
dikenal sebagai substansia gelatinosa dan yang terletak di cornu posterior dan sel T yang
merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktivitas sel T ditentukan oleh
keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut
berdiameter kecil A delta dan serabut C. Asupan dari serabut saraf berdiameter kecil akan
mengaktivasi sel T yang kemudian dirasakan sebagai keluhan nyeri. Jika serabut berdiameter
besar teraktivasi, hal ini juga dapat memicu sel SG yang berdampak pada penurunan asupan
terhadap sel T baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun kecil dengan kata
lain asupan impuls dari serabut berdiameter besar akan menutup gerbang dan akan
membloking transmisi impuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri berkurang atau
menghilang (Slamet, 2006).
3) Mekanisme ekstrasegmental
TENS yang menginduksi aktivitas aferen yang berdiameter kecil juga
menghasilkananalgesia tingkat extrasegmental melalui aktivitas struktur yang membentuk
jalananinhibisi desenderen seperti periaqueductal grey (PAG), nucleus raphe
magnus, dannucleus raphe gigantocelularis. Kontraksi otot fasik yang dihasilkan oleh AL-
TENS akan membangkitkan aktivitas aferen motorik kecil (ergoreseptor) yang berujung
pada aktivasi jalannya inhibisi nyeri (Slamet, 2006).

2.2.3.2 Mc. Kenzie


Menurut S. Brent Brotzman tahun 2003, McKenzie adalah salah satu program
perawatan konservatif yang paling popular untuk tulang
belakang. TeknikMc.Kenzie adalah bentuk latihan pasif manipulasi tulang belakang
di mana pasien menghasilkan gerakan, posisi, dan kekuatan. Teknik ini
merupakan metode diagnosis dan pengobatan yang didasarkan pada pola
pergerakan tulang belakang. Untuk setiap kondisi tulang belakang, gerakan
tertentu dapatmemperburuk rasa sakit dan ada gerakan yang meringankan rasa
sakit, karena metode ini terbaik untuk sakit punggung akut yang merespon ekstensi
lumbal, mobilisasi, dan latihan.
Rentang siklik latihan gerak atau biasanya dalam gerakan pasif ekstensi
adalah landasan dari program Mc. Kenzie, latihan-latihan ini berulang-
ulang"memusatkan" rasa sakit, dan beberapa postur mencegah akhir rentang
stres,kemudian latihan lumbar fleksi dapat ditambahkan, ketika tulang belakang
pasien telah bergerak penuh.
Mc. Kenzie melaporkan bahwa 98% pasien dengan gejala kurang dari 4
minggu yang mengalami sentralisasi selama penilaian awal mereka memiliki hasil
yang sangat baik atau baik, pasien dengan gejala subakut (4 sampai 12 minggu)
memiliki hasil yang sangat baik atau baik jika sakit mereka terpusat pada
awalnya dengan angka sebesar 77%.

2.2.4.2 Mc. Kenzie


1) Persiapan alat
Alat yang digunakan tidak terlalu dipersiapkan secara khusus.
2) Persiapan pasien
Pasien diposisikan dengan senyaman mungkin, dan dijelaskan maksud dan tujuan dari
latihan ini.
3) Pelaksanaan terapi
(1) Back bending (extension)
Pasien berdiri tegak dengan jarak kedua kaki diperlebar, kemudian
tempatkan tangan di pinggang dan jari-jari menunjuk ke belakang, kemudian
digerakkan ke belakang dari pinggang sebagai perpanjangan dalam posisi berdiri
sejauh mungkin dengan menggunakan tangan sebagai titik tumpu, lutut harus dalam
keadaan lurus tahan posisi seperti ini selama 1-2 detik. Lakukan juga pada gerakan
membungkuk ke depan dan lateral fleksi (Brotzman, 2003)
(2) Passive extension with prone
Pasien diposisikan tidur tengkurap dengan tangan diposisikan dibawah
bahu, lalu dorong naik ke atas secara perlahan-lahan dengan meluruskan
sikusekaligus mempertahankan pelvis, hip, dan
kaki dengan santai.Pertahankan posisi ini selama 1-
2 detik kemudian menurunkan tubuh secara perlahan-lahan bagian atas ke lantai,
latihan ini menghilangkan efek gaya gravitasi karena gerakan ini dilakukan dalam
posisi tengkurap (Brotzman, 2003)
(3) Knees-to-chest with supine
Pasien diposisikan tidur terlentang dengan lutut tertekuk dan kaki rata di
lantai atau tempat tidur, kemudian letakkan tangan disekitar
lutut dan secaraperlahan tarik kedua lutut kearah dada, pada latihan ini tidak perlu
mengangkat kepala. posisi ini dipertahankan selama 1-2 detik, kemudian kembali ke
posisi semula secara perlahan-lahan (Brotzman, 2003)

(1) Prone lateral shifting of hips


Posisi pasien menghadap ke bawah dengan lengan berada disamping,pinggul
bergerak menjauh dari sisi yang sakit dan dipertahankan dalam posisi ini selama
beberap detik dengan posisi pinggul off center, siku diposisikan dibawah bahu dan
bersandar pada lengan bawah, bersantai di posisi ini selama 3 atau 4
menit, kemudian pasien dapat melakukan maneuver "extension while lying
prone",menjaga pinggul dari pusat (Brotzman, 2003)
(2) Flexion with sitting
Pasien duduk di tepi kursi yang stabil atau bangku dengan jarak kaki dilebarkan dan
tangan bertumpu pada lutut, kemudian bungkukkan kedepan dari pinggang hingga
tangan menyentuh lantai, tahan posisi ini selama 1-2 detik dan kemudian kembali ke
posisi semula secara perlahan-lahan, setelah mampu menekuk ke
depan dengan nyaman, pasien dapat memegang pergelangan kaki dan tarik jauh di
bawah (Brotzman, 2003).

2.2.6 Evaluasi
2.2.6.1 Evaluasi nyeri dengan skala VAS (sesuai dengan pemeriksaan spesifik)
2.2.6.2 Evaluasi luas gerak sendi dengan schober test (sesuai dengan pemeriksaan spesifik).
2.2.6.3 Evaluasi pemeriksaan kemampuan fungsional dengan Oswestry Diasability Index.

DAFTAR PUSTAKA
Trisnowiyanto, Bambang (2008). Perbedaan Pengaruh Metode Laatihan dan Kelompok Umur
Terhadap Pengurangan Nyeri Punggung Bawah Pengrajin Rotan. Surakarta: Jurnal
Penelitian Politeknik Kesehatan Surakarta Volume 1 Nomor 1.

Bickley, Lynn S. 2003. Bates Guide To Physical Examination & History Taking. Eight Edition.
USA: Lippincot Williams & Wilkins.

Brotzman, S. Brent dan Wilk, Kevin E., 2003. Clinical Orthopaedic Rehabilitation Second Edition.
Philadelphia: Mosby.

Cameron, Michelle H. 2009. Physical Agents In Rehabilitation From Research To Practice Third
Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Cleland, Joshua dan Koppenhaver, Shane. 2011. Netters Orthopaedic Clinical Examination An
Evidence-Based Apporach. Second Edition. Philadelphia: Elsevier
Gross, Jeffrey et al. 2009. Musculoskeletal Examination Third Edition. USA: Wiley-Blackwell.

Kisner, Carolyn dan Colby, Lynn Allen. 2007. Therapeutic Exercise Fifth Edition.Philadelphia: F.
A. Davis Company.

Mahadewa, Tjokorda dan Sri Maliawan. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawat daruratan
Tulang Belakang Untuk Mahasiswa, Paramedis, Dokter Umum dan Dokter residen. CV
Sagung Seto.

Magee, David J., 2006. Clinical Orthopedic Physical Assesment. USA: Elsevier Science.

Neumann, Donald A. 2002. Kinesiology Of Musculoskeletal System Foundations For Physical


Rehabilitation. Mosby

Parjoto, Slamet. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi. Semarang: Ikatan Fisioterapi Indonesia
cabang Semarang.

Petty, Nicola J. 2006. Neuromusculoskeletal Examination And Assesment Third Edition.


Philadelphia: Elsevier

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC

Snell, Ricard S., alih bahasa Liliana Sugiharto. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC

Soeharso dan Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press

Willms, Janice L. et al. alih bahasa Harjanto et al. 2005. Diagnosis Fisik Evaluasi Diagnois &
Fungsi di Bangsal. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai