Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Terapi Individu Generalis Dengan

Pendekatan Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terhadap


Frekuensi Halusinasi Pada Pasien Halusinasi
Wan Muharyatia,Esi Afriyantib,Adelse Prima Mulyab
a
RSJ H.B Saanin Padang
b
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Andalas
E-mail : apm44@rocketmail.com

Abstract: One of non-pharmacological therapies that can be used to reduce the frequency of
hallucinations is general individual therapy by the implementation of communication
strategies. The purpose of this study was to determine the effect of general individual therapy
in reducing the frequency of hallucinations of patients at RSJ. H.B Saanin Padang. This study
used a Quasi-experiment in one group (one group pre test - post test design). Sampling was
taken by purposive sampling. The samples of this study were to 13 people. Samples were
provided by individual therapy with the implementation of communications strategy
approach for 14 days. After that, samples were measured with regularly interview. This data
was then analyzed using the Wilcoxon test with 95% degree of confidence. Wilcoxon test
results obtained p-value = 0.001. This result showed that individual therapy approach to the
implementation of communication strategies was effective in reducing the frequency of
hallucinations of patients with hallucinations in the psychiatric hospital H.B Saanin Padang

Key words: hallucination, communication, general individual therapy

Abstrak: Salah satu terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk mengurangi
frekuensi halusinasi adalah terapi individu generalis dengan pendekatan strategi pelaksanaan
komunikasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi individu dalam
mengurangi frekuensi halusinasi pada pasien halusinasi di RSJ. H.B Saanin Padang.
Penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen dalam satu kelompok (one group pre test
post test design). Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sampel dalam
penelitian ini berjumlah 13 orang. Sampel diberikan terapi individu generalis dengan
pendekatan strategi pelaksanaan komunikasi selama 14 hari. Setelah itu frekuensi halusinasi
pasien diukur dengan menggunakan wawancara terstruktur. Data ini kemudian dianalisis
dengan menggunakan uji wilcoxon dengan derajat kepercayaan 95%. Hasil uji wilcoxon
didapatkan nilai p=0,001. Hal ini menunjukan bahwa terapi individu generalis dengan
pendekatan strategi pelaksanaan komunikasi efektif dalam menurunkan frekuensi halusinasi
pada pasien halusinasi di RSJ H.B Saanin Padang.

Kata kunci : halusinasi, komunikasi, terapi individu generalis

Masalah gangguan jiwa yang sering tanpa ada rangsangan dari luar, suatu
muncul adalah halusinasi. Menurut penghayatan yang dialami suatu persepsi
Maramis (2005) halusinasi adalah gangguan melalui panca indra tanpa stimulus
atau perubahan persepsi dimana klien eksteren: persepsi palsu. Pendapat lain juga
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya mengatakan halusinasi adalah sensasi panca
tidak terjadi, suatu penerapan panca indra indera tanpa adanya rangsangan. Klien
1
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 1-6

merasa melihat, mendengar, membau, ada berdiskusi tentang isi halusinasi (apa yang
rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada didengar, dilihat), waktu terjadi halusinasi,
sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima frekuensi dan situasi penyebab halusinasi
indera tersebut (Izzudin, 2005 dikutip dari serta respons pasien saat itu, melatih
Harnawati 2008). Dari data yang diperoleh mengontrol halusinasi menggunakan cara
pada bulan September 2011 dari RSJ Prof. menghardik halusinasi, bercakapcakap
HB. Sa'anin Padang, menunjukkan bahwa dengan orang lain dan melakukan aktivitas
dari 169 orang pasien yang dirawat, 87 terjadwal, mendapat dukungan dari
orang (57,74%) diantaranya adalah pasien keluarga, menggunakan obat, kemampuan
dengan halusinasi. yang dilihat yaitu menjelaskan kembali
Menurut Leksikon (2004), semakin pentingnya penggunaan obat pada gangguan
banyak tanda dan gejala halusinasi yang jiwa, menjelaskan kembali akibat bila obat
muncul dan semakin tinggi frekuensi tidak digunakan sesuai program,
halusinasi, dan apabila haluinasi ini menjelaskan kembali akibat bila putus obat,
mempengaruhi sikap dan perilaku pasien menjelaskan kembali cara mendapatkan
hal ini akan berakibat buruk dan dapat obat/berobat dan mampu menjelaskan
menjurus kepada tindakan maladaptif kembali cara menggunakan obat dengan
seperti bunuh diri, perilaku kekerasan, dan prinsip 5 (lima) benar (Keliat, 2006). Selain
mencedrai diri sendiri dan orang lain. itu, dalam pendekatan strategi pelaksanaan
Untuk mengatasi halusinasi dan komunikasi ini lebih menekankan kepada
mengurangi frekuensi halusinasi yang teknik menggali perasaan secara dalam dan
timbul pada pasien halusinasi ini ada dua komprehensif, diantaranya teknik katarsis,
jenis terapi yang dapat diberikan yang teknik sugesti, teknik reassurance, teknik
pertama terapi medis berupa pengobatan humor, teknik empati, teknik klarifikasi,
misalnya Chlorpromazine yang diberikan dan teknik genuineness (Stuart, 2009).
secara IM, Tranquilaizer misalnya Valium Aspek yang terpenting tindakan
atau Stesolid yang diberikan secara IV, keperawatan ini adalah menjadikan individu
untuk terapi oral obat yang diberikan pada mampu menilai dirinya sendiri tanpa
psikosis adalah Triflouperazine (Stelazine) merusak suasana psikologisnya, melepaskan
dan haloperidol (Maramis, 2005). Yang pikiran yang membebani serta memahami
kedua terapi modalitas yaitu terapi utama pikiran dan perilaku salahnya (Videbeck,
dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan 2008).
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari Menurut Yustinus (2008),
perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. mengingat dampak yang ditimbulkan dari
Tindakan terapi modalitas yang meliputi, halusinasi, maka masalah tersebut
terapi keluarga, terapi lingkungan, terapi memerlukan penanganan lebih lanjut, yaitu
kognitif, terapi kelompok, terapi perilaku dengan memberikan terapi individu dengan
dan terapi individu (Keliat, 2006). pendekatan strategi pelaksanaan
Terapi individu merupakan salah komunikasi secara benar, komprehensif dan
satu bentuk terapi yang dilakukan secara berkesinambungan, hal ini akan membentuk
individu oleh perawat kepada pasien secara perkembangan analisis hubungan
tatap muka perawatpasien dengan cara (transference relationship) antar individu
yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sehingga membuat pasien melepaskan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai tegangan dan menghidupkan kembali
(Akemat, 2004). Pendekatan terapi individu sejumlah kejadian yang mengandung emosi
yang sering digunakan adalah pendekatan dalam diri pasien. Pendekatan ini bersifat
strategi pelaksanaan komunikasi fleksibel, pasien tidak diharuskan
diantaranya membina hubungan saling berpastisipasi secara kaku, tetapi pasien
percaya perawatpasien, membantu dapat berpartisipasi dengan cara mereka
mengenal halusinasi, dilakukan dengan

2
Mulya dkk, Pengaruh Terapi Individu Generalis

sendiri dan dengan tingkat kemampuan frekuensi halusinasi pada pasien halusinasi
berinteraksi yang berbeda (Yustinus, 2008). di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB.Saanin
Berdasarkan penelitian yang Padang.
dilakukan oleh Rivo (2011) di Rumah Sakit
Provinsi Sumatera Utara, mengenai METODE
kemampuan pasien meningkatkan harga diri Penelitian ini menggunakan
rendah yang diberikan terapi individu rancangan penelitian Quasi-eksperimental
dengan pendekatan strategi pelaksanaan nonequivalen(pretest and posttest) group
komunikasi dan terapi kelompok, design. Populasi penelitian ini adalah
didapatkan hasil terapi individu dengan seluruh pasien dengan halusinasi di ruangan
strategi pelaksanaan komunikasi lebih Cendrawasih Rumah Sakit Jiwa H.B Saanin
efektif meningkatkan harga diri pasien dari Padang . Jumlah keseluruhan pasien dengan
terapi kelompok. Halusinasi dari bulan Juli, Juni, dan
Berdasarkan wawancara dengan Agustus sebanyak 25 orang. Teknik
kepala ruangan Cendrawasih pada tanggal sampling yang digunakan dalam penelitian
22 September 2011 terapi individu dengan ini yaitu purposive sampling. Jumlah
strategi pelaksanaan komunikasi memang sampel yang digunakan pada penelitian ini
sudah diterapkan, dengan frekuensi minimal yaitu 13 orang sampel yang mengalami
4 kali dalam sehari, 2 kali pada shift pagi halusinasi dengan kriteria: berada pada
dan 2 kali pada shift sore. Pelaksanaan tahap III halusinasi, dan mendapatkan terapi
tersebut diawali dengan mengajarkan cara generalis sebelumnya. Penelitian ini tidak
mengontrol halusinasi dengan cara mengikutsertakan pasien halusinasi yang
menghardik, selanjutnya mengajarkan cara berada pada tahap IV. Alat ukur yang
mengontrol halusinasi dengan bercakap- digunakan yaitu wawancara langsung secara
cakap dengan orang lain, mengajarkan cara terstruktur dengan pedoman wawancara
mengontrol halusinasi dengan melakukan baik pre test dan posttest yang dilakukan
aktifitas terjadwal dan mengajarkan cara dengan pasien dengan mewawancarai
mengontrol halusinasi dengan meminum tentang jenis halusinasi, isi halusinasi,
obat. waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
Dari empat kali per hari pasien halusinasi serta mengkaji respon terhadap
mendapat tindakan keperawatan berupa halusinasi berapa banyak kejadian
strategi pelaksanaan, namun dalam halusinasi yang dialami oleh pasien dalam
pelaksanaannya, masih ada aspek-aspek satu hari. Waktu penelitian di mulai dari
positif pada strategi pelaksanaan yang bulan September sampai November 2011.
masih belum dilakukan seperti teknik Analisa univariat digunakan untuk
sugesti, teknik katarsis, dan teknik menggunakan distribusi frekuensi dari tiap
reassurance dan masih dilaksanakan tidak variabel yang yang diteliti. Anlisis bivariat
secara rutin dan berkesinambungan. Selain digunakan uji Wilcoxon. Karena nilai p <
itu, masih banyak pasien yang masih 0,05 maka secara statistik disebut bermakna
menunjukkan gejala-gejala halusinasi dan jikas nilai p > 0,05 maka hasil
seperti masih ada pasien yang berbicara- diperhitungkan tidak bermakna.
bicara sendiri, tertawa sendiri dan masih
kelihatan bingung. Menurut Depkes (2005) HASIL DAN PEMBAHASAN
standar lama hari rawatan pasien dirumah Hasil univariat karakteristik
sakit jiwa dengan penanganan terapi yang responden menunjukkan proporsi responden
intensif yaitu selama 14 hari. Berdasarkan dilihat dari segi umur lebih dari separuh
fenomena diatas, maka penulis merasa responden (61,6 %) memiliki usia antara 19
tertarik untuk mengetahui bagaimana 39 tahun, proporsi responden dilihat dari
pengaruh terapi individu dengan pendekatan jenis kelamin seluruhnya laki-laki (100%),
strategi pelaksanaan komunikasi terhadap dan proporsi responden dilihat dari riwayat

3
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 1-6

pekerjaan lebih dari separuhnya (61,6%) poin terhadap frekuensi halusinasi, dan 9
tidak bekerja. Dilihat dari segi penurunan orang (69,3%) yang mengalami penurunan
frekuensi halusinasi sebelum dan sesudah frekuensi halusinasi sebanyak 3 poin (tabel
diberikan terapi terdapat 4 orang (30,7%) 1).
yang mengalami penurunan sebanyak 2

No. Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan Kategori


Responden (Pretest) (Posttest)
1 5 3 2
2 6 4 2
3 4 1 3
4 6 3 3
5 5 2 3
6 4 2 2
7 6 3 3
8 5 2 3
9 6 3 3
10 4 2 2
11 5 2 3
12 6 3 3
13 5 2 3
x pretest = 5,15 x posttest = 2,46
Tabel 1. Perubahan rerata frekuensi halusinasi pada pasien halusinasi Di RSJ HB Saanin
Padang tahun 2011

Frekuensi halusinasi sebelum mekanisme koping pada diri pasien rendah


pemberian terapi individu dengan dan pasien tidak mampu untuk mengontrol
pendekatan strategi pelaksanaan halusinasi yang dialaminya. Setelah
komunnikasi adalah 5,15 dengan standar diberikan terapi, pasien sering
deviasi 0,801. Sedangkan rata-rata frekuensi berkomunikasi dengan perawat, pasien
halusinasi setelah pemberian terapi individu memiliki kemampuan untuk mengontrol
dengan pendekatan strategi pelaksanaan halusinasi, meningkatkan kemapuan koping
komunikasi adalah 2,46 dengan standar pada pasien sehingga mampu untuk
deviasi 0,776. Hasil uji statistic (Wilcoxon) menurunkan frekuensi halusinasi yang ada
didapatkan nilai p = 0,01 (p<0,05), maka pada diri pasien.
dapat disimpulkan terdapat perbedaan Seiring dengan teori menurut Nasir
perubahan frekuensi halusinasi pasien (2009) dalam Nasir dan Muhith (2011),
setelah pemberian terapi individu dengan strategi pelaksanaan komunikasi berperan
pendekatan strategi pelaksanaan penting dalam asuhan keperawatan jiwa,
komunikasi. dengan alasan komunikasi mampu
Hal ini disebabkan sebelum pasien mendukung stabilitas emosi pasien, karena
diberikan terapi pasien dipengaruhi oleh dengan komunikasi pasien mampu
factor internal maupun factor eksternal, berhumbungan dengan orang lain dalam
berupa kurang komunikasi antara perawat memenuhi kebutuhan dasarnya dan pasien
dengan pasien sehingga mengakibatkan juga butuh penguatan untuk

4
Mulya dkk, Pengaruh Terapi Individu Generalis

mempertahankan diri melalui komunikasi sebelum diberikan terapi individu dengan


yang efektif. Menurut Purba (2009) Terapi pendekatan strategi pelaksanaan
ini ini juga dapat membentuk kepercayaan komunikasi dengan setelah diberikan terapi.
pasien dengan perawat, pasien menyadari Peneliti menyarankan bagi perawat RS Jiwa
bahwa yang dialamanyi tidak ada obyeknya H.B Saanin diharapkan menerapkan terapi
dan harus diatasi, dan pasien mampu individu generalis dengan pendekatan
mengontrol halusinasinya. strategi pelaksanaan komunikasi sesuai
Kunci dari terapi individu dengan dengan standar asuhan keperawatan (SAK)
pendakatan strategi pelaksanaan yang telah ditetapkan. Selain itu, perlu
komunikasi adalah bagaimana pasien dapat diadakan sosialisasi SAK agar semua
mengungkapkan perasaanya, dapat perawat memiliki persamaan persepsi dalam
mengungkapkan perilaku yang memberikan tindakan keperawatan terhadap
diperankannya dan menilainya sesuai pasien. Bagi peneliti selanjutnya untuk
dengan kondisi realitas. Essensi dari terapi dapat melakukan penelitian tentang
individu mencakup seluruh aspek pengaruh terapi individu generalis dengan
kehidupan yang menjadi beban psikisnya. pendekatan strategi pelaksanaan
Hal ini memungkinkan dalam proses terapi komunikasi pada pasien halusinasi terhadap
individu masalah yang terjadi pada pasien kemampuan pasien dalam mengontrol
akan dieksplorasi oleh perawat sampai pada halusinasinya.
titik permasalahan yang krusial dan
didiskusikan sesuai dengan situasi, kondisi, DAFTAR PUSTAKA
serta kemampuan yang dimiliki pasien Akemat. (2004). Asuhan keperawatan klien
(Nasir dan Muhith, 2011). dengan perubahan sensori persepsi:
Hasil penelitian ini juga sejalan halusinasi. Makalah. Tidak
dengan penelitian Elyani (2011) di Rumah dipublikasikan.
Sakit Jiwa Surakarta, menunjukan adanya Elyani. (2011). Penelitian yang terkait
perubahan yang signifikan antara frekuensi dengan pengaruh terapi individu
halusiansi sebelum diberikan terapi individu terhadap frekuesi halusinasi. diakses
dengan pendekatan strategi pelaksanaan melalui http://www.google.com
komunikasi dengan sesudah diberikan Harnawati. (2008). Perubahan persepsi
terapi. Didapatkan nilai p = 0,00 (p<0,05) sensori.Diakses dari http://www.google.
Ho ditolak. Com tanggal 26 Agustus 2011
Menurut analisa peneliti terapi Hawari, D. (2001). Manajemen stres ,
individu dengan pendekatan strategi cemas dan depresi. Fakultas Kedokteran
pelaksanaan komunikasi berpengaruh UI: Jakarta
terhadap perubahan frekuensi halusinasi Keliat, B. A. (2006). Proses keperawatan
pada pasien halusinasi, yang terlihat kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
terjadinya penurunan kejadian halusinasi Kedokteran EGC
pada pasien halusinasi di RSJ H.B Saanin Leksikon. (2004). Terapi individu terhadap
Padang. frekuensi halusinasi Diakses melalui
http://www.google.com.
KESIMPULAN & SARAN Maramis, W.F. (2005). Catatan: Ilmu
Nilai rata-rata frekuensi halusinasi kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga
sebelum diberikan terapi individu dengan University Press.
pendekatan strategi pelaksanaan Nasir, dkk. (2011). Dasar-dasar
komunikasi yaitu sebesar 5,15. Nilai rata- keperawatan jiwa: Pengantar dan teori.
rata frekuensi halusinasi setelah diberikan Jakarta: Salemba Medika
terapi individu dengan pendekatan strategi Purba. (2009). Pengantar ilmu komunikasi.
pelaksanaan komunikasi yaitu sebesar 2,46. Medan: Pustaka Bangsa Press
Adanya perbedaan yang signifikan antara

5
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 1-6

Rivo (2011).Penelitian yang terkait tentang


frekuensi halusinasi Diakses pada
tanggal 12 Desember 2011 dari
http://www. Google.com //.
Stuart, & Laraia.(2001). Principle and
practice of psychiatric nursing (6th ed).
St. Louis: Mosby Year Book
Yustinus. (2006). Kesehatan mental
3.Jakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai