Disfagia (kesulitan menelan) merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari ronga mulut ke lambung.1 Disfagia merupakan masalah yang sering ditemui, akan tetapi data epidemiologi disfagia belum banyak dilaporkan.2,3 Disfagia terjadi pada 15 milyar penduduk Amerika, sementara di Indonesia belum banyak penelitian mengenai angka kejadian disfagia. Prevalensi disfagia sangat bergantung pada usia pasien. Disfagia dapat terjadi pada semua rentang usia, tetapi prevalensinya meningkat seriring dengan pertambahan usia.3 Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler), miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomielitis bulbaris. Disfagia dapat disertai dengan keluhan seperti odinofagia, rasa panas, di dada, mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan yang cepat berkurang. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan dapat meningkatkan risiko terjadi aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan dan sumbatan jalan napas. 4 Maka dari itu, kemampuan mendiagnosis secara tepat dan cepat sangat dibutuhkan. Selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan untuk menentukan diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai. Referat ini dibuat dengan tujuan mengenal lebih dalam mengenai penegakan diagnosis dan tatalaksana disfagia mengingat kasus yang terjadi cukup sering dijumpai. Penegakan diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat diharapkan dapat menghindari komplikasi yang mungkin terjadi.