Anda di halaman 1dari 7

1.

DEFINISI
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi.
Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat
mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul
abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa
perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan
masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang
bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul
abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).
Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling
jarang cedera adalah pankreas dan ureter.

2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman

Berdasarkan jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :


1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah
peritonitis

Berdasarkan lokasi:
1. Trauma pada dinding abdomen
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
a. Kontusio
Trauma dinding abdomen yang disebabkan oleh trauma non-penetrasi.Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera
abdomen, tetapi trauma tumpul pada abdomen dapat terjadi karena kecelakaan motor, jatuh, atau pukulan
yang dapat menyebabkan terjepitnya organ diantara benturan dengan tulang belakang terutama pada
trauma di garis tengah akibat pukulan tersebut.
Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, biasanya disertai
dengan traum pada bagian tubuh lainnya.Di negara-negara yang mengharuskan penggunaan sabuk
pengaman pada kendaraan, dikenal seat-delt syndrome.Gejala pada trauma tumpul perut merupakan
akibat kehilangan darah, memar atau kerusakan pada organ-organ, atau iritasi cairan usus.
b. Laserasi
Laserasi merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh luka tembakan atau luka
tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan pembedahan.Jika terdapat luka pada dinding
abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi.

2. Trauma abdomen pada isi abdomen


Trauma abdomen pada isi abdomen terdiri dari:
a. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus
dieksplorasi.

3. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya
organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan
ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat
dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi
tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh
darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal
dan mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta
dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada
cervicothoracic junction.
Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau tulang
toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam.
Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang
tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga.

4. Manifestasi klinis

Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan diatas daerah
abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat jejas atau
ruktur dibagian dalam abdomen dan terjadi perdarahan intra abdominal
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya
akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena). Kemungkinan
bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak
terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.

5. Pemeriksaan fisik

Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Riwayat trauma
sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi
:kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat,
letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi
dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai
gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk
menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan,
dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi,
perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.

Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik meliputi
inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.

Pada inspeksi, perlu diperhatikan :


- Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya kemungkinan
kerusakan organ di bawahnya.
- Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja
yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus
(Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam
beberapa jam sampai hari.
- Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya
pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.
Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan
adanya peritonitis.

Pada auskultasi, perlu diperhatikan :


Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus selalu menurun,
bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma diafragma.

Pada palpasi, perlu diperhatikan :


- Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut abdomen
akibat peritonitis.
- Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ yang
mengalami trauma atau adanya peritonitis.

Pada perkusi, perlu diperhatikan :


- Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang berarti
terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.
- Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.
- Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut, berarti
kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat fraktur pelvis, dan
tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan
status neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada trauma salurah kemih.

Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan tambahan
keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama bila jumlah perdarahan
masih sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit ditentukan. Caranya dapat dilakukan
dengan :

buli- buli dikosongkan, kemudian penderita dimiringkan ke sisi kiri.


Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol.
Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 20.
Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi.
Dianggap positif bila diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita dilakukan tes
kehamilan).
Nilai elektrolit serum, tingkat kreatinin, dan glukosa.
Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus. Tingkat elevasi
dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran penyebab non traumatic (alcohol, narkotik,
obat-obat yang lain). Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi
sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti
trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.
Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan maka diberikan
profilaksis.
Pemeriksaan dengan foto:
Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan hemodinamik.
Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus ditegakkan untuk
mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau FAST scan. Pemeriksaan
radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat pemeriksaan fisik dilakukan.
Radiografi
-Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma atau
pneumoperitonium.
-Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.
-Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.
-Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari perforasi
duodenal.
Ultrasonografi
-Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif jika
cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.
- Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan
hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti lokasi
trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.
-Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi tersebut
adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan lubang
subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya
hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan parietal perikardial.
Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan
pada ruang subphrenik dan ruang pleura kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan
menampakkan cairan pada ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan
vesika urinaria sebagai lubang sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan
bebas tampak sebagai area tidak ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi
cairan pada cavum Douglas, posterior dari uterus.
-Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk
menentukan sebab dan luasnya kerusakan.
-Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi,
pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.
-Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis yang
meragukan untuk penanganan dokter.
Computed Tomography (CT) Scan
CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen dapat
menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan kerusakan pada
cavum toraks.
Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar dapat
membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan teliti.
Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma,
pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral atau
intravena, yang menyebabkan reaksi yang merugikan.
Prosedur Diagnostik :
Diagnostic peritoneal lavage
DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang, (2)
dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah pada trauma
abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien dengan potensial trauma
intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang lain
-Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi relatif
meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.
-Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open,
semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan melewati linea
alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen hampir sama hanya
peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui peritoneum ke dalam ruang peritoneal.
Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.
-Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL
darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih dari 500
WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan
dalam peritoneum untuk menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.
-DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-
100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi, interpretasi
cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur
pelvis. Sebelum dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.
-Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan FAST,
CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil yang hasil FAST
negative atau tidak jelas.

7. Penatalaksanaan

Terapi Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan latihan menilai
dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian
diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan
risiko mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk
pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan
jalur intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada
primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma
tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang
efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur. 10
Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale.
Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat.
Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam pemeriksaan fisik.
Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen
Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik pasien yang saat
ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma
tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi
standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat
pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan.
Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis, perdarahan atau
syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya hemoperitonium setelah
pemeriksaan FAST dan DPL.
Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi pilihan.
Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah,
membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga
dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan,
eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan memeriksa
hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan
kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien
dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan
laparotomy dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai