Anda di halaman 1dari 2

1.

Prosedur Swenson
Prosedur ini adalah prosedur pertama untuk operasi penyakit Hirschsprung dengan metode pull-
through. Tehnik ini diperkenalkan pertama kali oleh Swenson dan Bill pada tahun 1948. Segmen yang
aganglionik direseksi dan puntung rektum ditinggalkan 2-4 cm dari garis mukokutan kemudian dilakukan
anastomosis langsung diluar rongga peritoneal. Pada prosedur ini enterokolitis masih dapat terjadi
sebagai akibat spasme puntung rektum yang ditinggalkan. Untuk mengatasi hal ini Swenson melakukan
sfingterektomi parsial posterior. Prosedur ini disebut prosedur Swenson I (Lee, 2003; Kartono , 2004;
Teitelbaum, 2003 ).
Pada 1964 Swenson memperkenalkan prosedur Swenson II dimana setelah dilakukan pemotongan
segmen kolon yang aganglionik, puntung rektum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 cm di
bagian posterior kemudian langsung dilakukan sfingterektomi parsial langsung. Ternyata prosedur ini
sama sekali tidak mengurangi spasme sfingter ani dan tidak mengurangi komplikasi enterokolitis pasca
bedah dan bahkan pada prosedur Swenson II kebocoran anastomosis lebih tinggi dibanding dengan
prosedur Swenson I (Lee, 2003; Kartono , 2004; Teitelbaum, 2003 ).
Gambar 14. Prosedur Swenson
2. Prosedur Duhamel.
Prosedur ini diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson oleh karena pada
metode Swenson dapat terjadi kerusakan nervi erigentes yang memberi persarafan pada viscera daerah
pelvis. Duhamel melakukan diseksi retrorektal untuk menghindari kerusakan tersebut dengan cara
melakukan penarikan kolon proksimal yang ganglionik melalui bagian posterior rektum. Penderita
ditidurkan dalam posisi litotomi, dipasang kateter sehingga vesika urinaria kosong dengan maksud agar
visualisasi rongga abdomen lebih jelas. Irisan kulit abdomen dilakukan secara paramedian atau
transversal. Arteria hemorrhoidalis superior dipotong diikuti pemotongan mesorektum dan rektum. Kolon
proksimal dimobilisir sehingga panjang kolon akan mencapai anus. Perhatian khusus ditujukan pada
viabilitas pembuluh darah dan kolon proksimal dengan cara menghindari regangan yang berlebihan.
Setelah segmen kolon yang aganglionik direseksi, puntung rektum dipotong sekitar 2-3 cm diatas dasar
refleksi peritonium dan ditutup dengan jahitan dua lapis. Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh
permukaan dinding belakang rektum dibebaskan. (Holschneider, 2005; Langer, 2005).
Pada dinding belakang rektum 0,5 cm dari linea dentata dibuat sayatan endoanal setengah lingkaran dan
dari lobang sayatan ini segmen kolon proksimal yang berganglion ditarik ke distal keluar melewati lubang
anus dan dibiarkan bebas menggelantung kemudian dilakukan anastomosis end to side setinggi sfingter
ani internus. Anastomosis dilakukan dengan pemasangan 2 buah klem Kocher dimana dalam jangka
waktu 6-8 hari anastomosis telah terjadi. Stenosis dapat terjadi akibat pemotongan septum yang tidak
sempurna (Holschneider, 2005; Langer, 2005).
Gambar 15. Prosedur Duhamel
3. Prosedur ENDORECTAL PULL THROUGH ( SOAVE ).
Pada prinsipnya tehnik ini adalah merupakan diseksi ekstramukosa rektosigmoid yang mula-mula
dipergunakan untuk operasi atresia ani letak tinggi. Persiapan preoperasi yang harus dilakukan adalah
irigasi rektum, dilatasi anorektal manual serta pemberian antibiotik. ( Kartono, 2004 )
Tahun 1960 Soave melakukan pendekatan abdominoperineal, dengan membuang lapisan mukosa
rektosigmoid. Posisi pasien terlentang dengan fleksi pelvis 30 derajat, irisan kulit abdomen pararektal kiri
melewati lubang kolostomi dan dipasang kateter ( Kartono, 2004 )
Dinding abdomen dibuka perlapis sampai mencapai peritonium kemudian dilakukan preparasi kolon kiri.
Kolon distal dimobilisasi dan direseksi 4 cm diatas refleksi peritoneum. Dibuat jahitan traksi pada kolon
distal yang telah direseksi kemudian mukosa dipisahkan dari muskularis kearah distal. Lapisan otot
secara tumpul didorong kedistal hingga 1-2 cm diatas linea dentata. Lewat anus dibuat insisi melingkar 1
cm diatas linea dentata. Kolon yang berganglion kemudian ditarik kedistal melewati cerobong endorektal.
Sisa kolon yang diprolapskan lewat anus dipotong setelah 21 hari. ( Kartono, 2004 ).

Prosedur Boley sangat


mirip dengan prosedur Soave akan tetapi anastomosis dilakukan secara langsung tanpa memprolapskan
kolon terlebih dulu ( Kartono, 2004 ).
5 . Prosedur Rehbein.
Setelah dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian dilakukan anastomosis end to end antara
kolon yang berganglion dengan sisa rektum, yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini
sering menimbulkan obstipasi akibat sisa rektum yang aganglionik masih panjang (Rehbein, 1966;
Holschneider dan Ure, 2005).
Gambar 17. Prosedur Rehbein
6. Prosedur miomektomi anorektal.
Pada pasien-pasien dengan penyakit Hirschsprung segmen ultra pendek, pengangkatan satu strip otot
pada linea mediana dinding posterior rektum dapat dilakukan dan prosedur ini disebut miomektomi
anorektal, dimana dengan lebar 1 cm satu strip dinding rektum ekstramukosa diangkat, mulai dari
proksimal linea dentata sampai daerah yang berganglion ( Teitelbaum at al, 2003 ).
7. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus dan pembersihan
rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea
dentata. Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah
proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga
terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa (Tore, 2000 ).
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemondokan dan operasi lebih singkat, waktu operasi lebih
singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak
ada. Akan tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konsipasi dan striktur anastomosis.

Anda mungkin juga menyukai