Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Gangguan somatisasi sudah dikenal sejak zaman mesir kuno. Nama awal
gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang salah dianggap hanya
mengenai perempuan. Kata histeria berasal dari kata yunani untuk uterus yaitu
hystera.1

Hubungan antara psikis dan somatik telah menjadi perhatian para ahli dan
para peneliti sejak dahulu. Aspek psikis dan soma saling terkait secara erat dan
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Kedua aspek saling
mempengaruhi yang selanjutnya tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran
psikosomatik. 1

Gangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform. Istilah


gangguan somatoform berasal dari bahasa Yunani yaitu soma artinya tubuh; dan
gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda
serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini
mencakup interaksi pikiran tubuh : di dalam interaksi ini, dengan cara yang
masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang memengaruhi
kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Di
samping itu, perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi
dapat terjadi akibat mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang
menyebabkan penyakit.1,2

Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,1


0,2 %, walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka
sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 %. Perempuan dengan gangguan
somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi
dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosa gangguan somatisasi
pada laki-laki. Meskipun demikian, gangguan ini lazim ditemukan.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Defenisi

Gangguan somatisasi adalah penyakit yang ditandai dengan banyak gejala


somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30 tahun,
dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenal menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders) sebagai kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis. Gangguan ini bersifat kronis
dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan
pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.1

2.2.Epidemiologi

Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,1


0,2 %, walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka
sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 %. Prevalensi gangguan somatisasi pada
wanita di populasi umum adalah 1 2 %. Rasio penderita wanita dibanding laki-
laki adalah 5 berbanding 1 dan biasanya gangguan mulai pada usia dewasa muda
(sebelum usia 30 tahun). Diantara pasien yang datang ke tempat praktek dokter
umum dan doketr keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen pasien mungkin
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi.1

2.3.Etiologi

Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga


terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi
yakni:

a. Faktor Psikososial

2
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Secara psikososial,
gejala gejala gangguan ini merupakan bentuk komunikasi sosial yang
bertujuan untuk menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau
menyimbolkan perasaan.2

Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai


komunikasi social, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya
harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi
(contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan
atau keyakinan (contohnya nyeri di usus).1
b.
Faktor Biologis

Data genetik mengindikasikan adanya transmisi genetik pada


gangguan somatisasi. Terjadi pada 10-20% wanita turunan pertama,
sedangkan pada saudara laki-lakinya cenderung menjadi penyalahguna zat
dan gangguan kepribadian antisosial. Pada kembar monozigot terjadi 29%
dan dizigot 10%.2

Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat


memiliki komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di
dalam keluarga dan terjadi pada 10 hingga 20 % kerabat perempuan
derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga
ini, kerabat laki laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat
dan gangguan kepribadian antisosial.2

2.4.Gambaran Klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan


riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain masa
kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak
berkaitan dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi
adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka
telah sakit selama sebagian besar hidup mereka.1,2

3
Gejala pseudoneurologik sering dianggap gangguan neurologik namun
tidak patognomonik. Misalnya gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis
atau kelemahan lokal, sulit menelan atau merasa ada gumpalan di tenggorokan,
afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau sakit, penglihatan
kabur, buta, tuli, bangkitan, atau hilang kesadaran bukan karena pingsan.1,2

Penderitaan psikologik dan masalah interpersonal menonjol, dengan cemas


dan depresi merupakan gejala psikiatri yang paling sering muncul. Ancaman akan
bunuh diri sering ditemukan, namun bunuh diri aktual sangat jarang. Biasanya
pasien mengungkapkan keluhannya secara dramatik, dengan muatan emosi dan
berlebihan. Pasien-pasien ini biasanya tampak mandiri, terpusat pada dirinya, haus
penghargaan dan pujian, dan manipulatif.1,2

2.5.Diagnosis

Pedoman diagnostik PPDGJ III (F45.0 Gangguan Somatisasi)

Diagnosa pasti memerlukan semua hal berikut:3

a. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak


dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun.

b. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya

c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang


berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak perilakunya.

Selain itu, diagnosa gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR memberi


syarat awitan gejala sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan
pasien harus memenuhi minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala
seksual, dan 1 gejala pseudoneurologik, serta tak satu pun dapat dijelaskan
melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium.1,2

4
Berikut kriteria diagnostik gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR
a. Riwayat banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi
selama suatu periode beberapa tahun dan menyebabkan pencarian terapi
atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain yang
signifikan.

b. Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi, dengan setiap gejala


terjadi pada waktu kapanpun selama perjalanan gangguan :

1. empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berkaitan dengan sedikitnya empat
tempat atau fungsi yag berbeda (cnt : kepala, abdomen, punggung, sendi,
ekstremitas, dada, rectum, selama menstruasi, selama hubungan sekdual,
atau selama berkemih)

2. dua gejala gastrointestinal : riwayat sedikitnya dua gejala gastrointestinal


selain nyeri (cnt: mual, kembung, muntah selain selama hamil, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa makanan yang berbeda)

3. satu gejala seksual : riwayat sedikitnya satu gejala seksual atau reproduksi
selain nyeri(cnt: ketidakpedulian terhadap seks, disfungsiereksi atau
ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan,
muntah sepanjang hamil)

4. satu gejala pseudoneurologis : riwayat sedikitnya satu gejala atau deficit


yang mengesankan keadaan neurologis tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, atau
kelemahan lokal, kesulitan menela, atau benjolan di tenggorok, afonia,
retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan
ganda, buta, tuli, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia, atau hilang
kesadaran selain pingsan)

c. Baik (1) atau (2) :

1. Setelah penelitian yang sesuai, setiap gejala Kriteria B tidak dapat


dijelaskan secara utuh dengan keadaan medis umum yang diketahui atau
efek langsung suatu zat (contoh : penyalahgunaan obat, pengobatan)

5
2. Jika terdapat keadaan medis umum, keluhan fisik, atau hendaya sosial atau
pekerjaan yang diakibatkan jauh melebihi yang diperkirakan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium

d. Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat seperti pada gangguan


buatan atau malingering

2.6.Diagnosis Banding

Klinisi harus menyingkirkan keadaan psikis non-psikiatri yang dapat


menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan
kelainan yang sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama.
Gangguan medis ini mencakup MS (Multipel Sklerosis), SLE, AIDS, miastenia
gravis, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, dan infeksi sistemik kronik. Awitan
berbagai gejala somatic pada pasien diatas 40 tahuin harus dianggap disebabkan
oleh keadaan medis nonpsikiatri sampai pemeriksaan medis yang mednalam telah
dilengkapi.1

Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan sebagai diagnosa banding. Pasien


dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, dan skizofrenia
semua memiliki keluhan awal yang berpusat pada gejala somatik. Meskipun
demikian, pada semua gangguan ini, gejala depresi, ansietas, dan psikosis
akhirnya mendominasi keluhan somatik. Meskipun pasien dengan gangguan panic
dapat mengeluhkan banyak gejala somatik yang berkaitan dengan serangan
paniknya, mereka tidak terganggu oleh gejala somatik diantara serangan panik.1

Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis, gangguan


konversi, dan gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki
keyakinan salah bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien
dengan gangguan somatisasi mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan
konversi terbatas pada satu atau dua sistem neurologis bukannya gejala gangguan
somatisasi yang sangat beragam. Gangguan nyeri terbatas pada satu atau dua
keluhan gejala nyeri.1

6
2.7.Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik,


berfluktuasi, menyebabkan ketidakmampuan dan sering kali disertai dengan
ketidak serasian dari perilaku sosial, interpersonal dan keluarga yang
berkepanjangan. Menurut definisinya, gejala harus mulai dari usia sebelum usia
30 tahun dan ada selama beberapa tahun.1

Diagnosis biasanya ditegakkan sebelum usia 25 tahun namun gejala awal


sudah dimulai saat remaja. Masalah menstruasi biasanya merupakan keluhan
paling dini yang muncul pada wanita. Keluhan seksual sering kali berkaitan
dengan perselisihan dalam perkawinan.2

Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru


diperkirakan berlangsung 6 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang
kurang simtomatik yang berlangsung 9 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien
dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu
perhatian medis.1

2.8.Penatalaksanaan

Penanganan sebaiknya dengan satu dokter, sebab apabila dengan beberapa


dokter pasien akan mendapat kesempatan lebih banyak mengungkapkan keluhan
somatiknya.2

Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal


teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif singkat
walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan dengan untuk memberikan
respon terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan diagnostik
tambahan umumnya hrus dihindari.1

Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien


harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya
sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga

7
memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana
yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana.1

Terapi psikofarmakologis dianjurkan apabila terdapat gangguan somatisasi


disertai dengan gangguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi
yang nyata, gangguan anxietas. Pengawasan ketat terhadap pemberian obat harus
dilakukan karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan
obat berganti-ganti dan tidak rasional.2

8
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Gangguan somatisasi adalah penyakit yang ditandai dengan banyak gejala


somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30 tahun,
dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenal menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders) sebagai kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis. Penyebab ganggguan
somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga terdapat faktor-faktor yang
berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni: Faktor Psikososial dan
Faktor Biologis. Faktor sosial, kultural, dan etnik mungkin juga terlibat di dalam
perkembangan gejala gangguan somatisasi.3

Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III: Ada banyak


dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya kelainan fisik yang
sudah berlangsung sekitar 2 tahun, Selalu tidak mau menerima nasehat atau
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat
menjelaskan keluhan-keluhannya, Terdapat disabilitas dalam fungsinya di
masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan
dampaak daari perilakunya. Terapi yang dianjurkan pada penderita ini ialah
psikoterapi dan terapi psikofarmakologi apabila terdapat gangguan lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara.
2010: 84-90
2. Elvira, Sylvia D & Hadisukanto, Gitayanti. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:
FK-UI. 2015: 287-290
3. Muslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: FK-Unika Atmajaya. 2013: 84-86

10

Anda mungkin juga menyukai