Anda di halaman 1dari 2

Chlorpheniramin maleat

o Di Indonesia, Chlorpheniramin maleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan

salah satu antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk).

Namun, dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding

antihistamin sendiri. Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam

obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang

ditimbulkan sehingga pengguna dapat beristirahat. CTM memiliki indeks terapetik

(batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas relatif rendah.

Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat

menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Menurut Dinamika Obat

(ITB,1991), CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu

mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan

demikian mampu meniadakan kerja histamin.

o Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi

pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi

sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada

gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler

atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin

memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun, terutama

dalam menangani pruritus.

o CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan

bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi

hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih.

Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin

endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang

membentuk histamin dari histidin.

o Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan

gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek
samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa

menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan

tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang

mengendarai kendaraan.

o Rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping

dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang

menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin.

Anda mungkin juga menyukai