salah satu antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk).
Namun, dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding
obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang
(batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas relatif rendah.
Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat
mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan
pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi
sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada
gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler
atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin
memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun, terutama
o CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan
hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih.
endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang
o Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan
gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek
samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa
tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang
mengendarai kendaraan.
o Rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping
dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang