PTK Biologi
PTK Biologi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Workshop PTK Dan KTI Pendidikan dan
Pelatihan propfesi guru
OLEH ;
LEMBAR PENGESAHAN
Penulis
Diketahui,
Pengawas
Diketahui,
Pemandu
GUNAWAN, S.Pd
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, guru merupakan kunci sukses dalam peningkatan mutu
pendidikan. Namun apabila dilihat sekarang, masih banyak ditemukan proses pembelajaran
yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi
berbagai metode pengajaran yang menantang untuk berusaha. Guru menyajikan pelajaran yang
hanya bertopang pada konsep yang abstrak dan sulit diterima peserta didik secara utuh dan
mendalam, sehingga pemahaman peserta didik hanya terbatas pada konsep yang disampaikan
dan lebih banyak hanya sebatas sesuatu yang hanya diingat dan tidak terapresiasi secara
mendalam serta kurang mampu mengkomunikasikan. Pada umumnya yang terjadi selama ini
peserta didik tidak terlibat aktif di dalam proses pembelajaran, sebagian besar waktu dalam
proses pembelajaran hanya didominasi oleh guru, sedangkan peserta didik bersifat pasif.
Suasana pembelajaran kurang interaktif, peserta didik hanya menunggu intruksi dari guru tentang
apa yang harus dipelajari, apa yang harus dilakukan, sehingga hal ini mengakibatkan proses
pembelajaran kurang maksimal.
Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan banyak kalangan peserta didik yang menganggap bahwa
belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan
perhatian dan pikiran pada suatu pokok bahasan, baik yang sedang disampaikan guru maupun
yang sedang dihadapi di meja belajar. Kegiatan ini hampir selalu dirasakan sebagai beban
daripada upaya aktif untuk memperdalam diri. Peserta didik tidak menemukan kesadaran untuk
mengerjakan seluruh tugas sekolah. Banyak di antara peserta didik yang menganggap bahwa
mengikuti pelajaran tidak lebih sekedar rutinitas untuk mengisi daftar hadir, mencari nilai,
melewati jalan yang harus ditempuh, dan tanpa diiringi kesadaran untuk menambah wawasan
ataupun mengasah keterampilan. Hal ini berdampak pada banyaknya peserta didik yang merasa
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran IPA, khususnya pada konsep Sistem Pencernaan
pada Manusia, dan ini diperlihatkan oleh perolehan nilai rata-rata ulangan peserta didik kelas
VIII SMPN 3 Karangnunggal tahun ajaran 2011/2012 pada konsep Sistem Pencernaan pada
Manusia yang hanya mencapai 63.97, sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah
ditetapkan pada mata pelajaran IPA sebesar 70,00
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama ini, beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran, antara lain:
2. peserta didik kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada orang
lain;
3. peserta didik belum terbiasa bersaing menyampaikan pendapat dengan teman lain;
4. guru kadang-kadang secara sadar atau tidak menerapkan sifat otoriter, menghindari
pertanyaan dari peserta didik; dan
permasalahan guru menyampaikan ilmu pengetahuan secara searah, dan menganggap peserta
didik sebagai penerima, pencatat, dan pengingat..
Bertolak dari di atas, guru hendaknya memiliki pemahaman yang memadai tentang peserta didik
yang menjadi sasaran tugasnya serta guru perlu memberikan respon positif secara konkret dan
objektif yang berupa upaya membangkitkan partisipasi peserta didik, baik dalam bentuk
kontributif maupun inisiatif. Partisipasi kontributif meliputi keberanian menyampaikan refleksi
kepada guru, dalam bentuk menyampaikan pertanyaan, pendapat, usul, sanggahan, atau jawaban,
termasuk partisipasi mengikuti pelajaran dengan baik, serta mengerjakan tugas terstruktur di
kelas dan di rumah dengan baik. Sedangkan partisipasi inisiatif, yaitu inisiatif peserta didik
secara spontan dalam mengerjakan tugas mandiri tanpa terstruktur, inisiatif untuk minta ulangan
formatif secara lisan, inisiatif mempelajari dan mengerjakan materi pelajaran yang belum dan
akan diajarkan, serta inisiatif membuat catatan ringkas.
Dengan peningkatan partisipasi kontributif dan inisiatif, diharapkan akan mampu mengurangi
bentuk penindasan kepada peserta didik. Peserta didik bukan lagi bejana atau tong kosong yang
siap diisi oleh guru. Tanpa melibatkan peserta didik secara utuh dalam kegiatan pembelajaran,
maka guru secara tidak langsung membuat kesenjangan dengan peserta didiknya, guru
menguasai peserta didik, dan guru menganggap bodoh peserta didiknya karena menganggap
peserta didik tidak memiliki kemampuan pengetahuan apa pun.
Mutu pendidikan dapat terwujud jika proses pembelajaran berjalan secara efektif. Artinya proses
belajar dapat berjalan lancar, terarah, dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kriteria proses
pembelajaran yang efektif meliputi: (1) mampu mengembangkan konsep generalisasi serta
mampu mengubah bahan ajar yang abstrak menjadi jelas dan nyata; (2) mampu melayani gaya
belajar dan kecepatan b Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut,
permasalahan yang akan dipecahkan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatan
hasil belajar peserta didik pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia di kelas kelas
VIII SMPN 3 Karangnunggal ?elajar peserta didik yang berbeda-beda; (3) mampu melayani
perkembangan belajar peserta didik yang berbeda-beda; dan (4) melibatkan peserta didik secara
aktif dalam pengajaran sehingga proses pembelajaran mampu mencapai tujuan sesuai dengan
program yang telah ditetapkan
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, permasalahan yang akan
dipecahkan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatan hasil belajar peserta
didik pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia di kelas kelas VIII SMPN 3
Karangnunggal ?
Metode pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
metode pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together, diharapkan
partisipasi kontributif dan inisiatif peserta didik dalam bentuk keberanian menyampaikan
pendapat, ide, gagasan, pertanyaan, sanggahan, kerja individu secara terstruktur, kerja kelompok,
serta tanggung jawab terhadap diri dan kelompoknya meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik yang
proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered
Heads Together pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia, khusunya di kelas VIII
MTs. Mardliyah Pameungpeuk Garut.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan penelitian tindakan kelas ini antara lain:
1. proses pembelajaran IPA di kelas tidak lagi berjalan secara monoton;
2. ditemukan model pembelajaran yang tepat untuk proses pembelajaran IPA, khususnya
pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia;
3. metode dan strategi pembelajaran tidak lagi bersifat konvensional, tetapi lebih bersifat
variatif;
4. keaktifan peserta dalam mengerjakan tugas mandiri, kelompok, baik yang terstruktur
maupun yang tidak terstruktur makin meningkat;
E. Tinjauan Pustaka
Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau di lingkungan keluarga.
Sebagian orang berpendapat bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafal
fakta-fakta dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Pengertian tersebut dibantah oleh
pendapat para ahli. Menurut Slameto (2003:2) Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya
perubahan pada diri seseorang akibat adanya interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang
terjadi dapat ditunjukan dalam berbagai hal seperti : pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan
sikap. Gagne yang dikutup oleh Dahar, Ratna Wilis (1996:21) berpendapat bahwa Belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagi akibat
pengalaman. Perubahan prilaku yang dimaksud adalah perubahan yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan pengalaman yang dimaksud dari pernyataan di
atas adalah bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih dari itu yakni mengalami.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, belajar itu adalah suatu
perubahan prilaku baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, sebagai
hasil usaha individu berdasarkan pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa berupa pola-pola kegiatan, nilai-nilai,
pemahaman, sikap, apresiasi dan keteramilan-keterampilan yang diperoleh setelah melewati
pengalaman belajar. Menurut Sujana, Nana (2005:22) Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar ini
ditandai dengan perubahan yang terjadi pada seluruh aspek tingkah laku yang dapat diamati pada
penampilan seseorang. Penampilan merupakan bukti proses belajar melalui program-program
pendidikan yang beraneka ragam dari yang sederhana sampai yang paling kompleks. Walaupun
penampilan sesorang ini dapat beragam tetapi penampilan itu dapat diklasifikasikan sedemikian
rupa sehingga memungkinkan kita mengetahui berbagai implikasi yang dapat digunakan untuk
memahami proses belajar
Yamin, Martinis (2008; 33) dengan mengutip aspek hasil belajar yang dikemukakan oleh Bloom
berpendapat bahwa hasil belajar dapat dibagi dalam tiga kelompok (kawasan), yaitu: (1) ranah
kogintif; (2) ranah afektif; dan (3) ranah psikomorot.
Menurut Syah, Muhibbin (2003:144), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar peserta didik dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1. faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani
siswa;
2. faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa; dan
3. faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran.
Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan
prilaku siswa secara adaktif maupun generatif. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
suatu pembelajaran diperlukan ketepatan dalam memilih model pembelajaran yang digunakan,
salah satu di antaranya yang sekarang banyak digunakan adalah model pembelajaran kooperatif.
Menurut Lie, Anita (2007:12) Pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dengan
tugas-tugas terstruktur. Jadi model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antar empat sampai enam orang
yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang
berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan
memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang
dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan
positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab
individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dan setiap anggota kelompok. Setiap
individu akan saling membantu, mereka akan saling memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Menurut Roger dan David Jhonson dalam Lie, Anita (2007:31) Tidak semua kerja kelompok
bias dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model
pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu:
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Tugas dan pola penilaian dibuat
dibuat menurut prosedur model cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung
jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah
persiapan guru dalam menyusun tugasnya.
1. Tatap muka
Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk mengenal satu sama lain dalam kegiatan
tatap muka dan interaksi pribadi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan tiap anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, pemanfaatan, kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk
saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Pengajaran perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dana hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bias bekerja sama dengan lebih efektif.
Model pembelajaran kooperatif tipe Numberd Heads Together adalah model pembelajaran yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi
akademik serta mengembangkan keterampilan sosial (social skill) siswa. Model pembelajaran ini
pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan melibatkan para siswa untuk ikut aktif
dalam proses pembelajaran dan untuk memahami isi dari bahan pembelajaran. Menurut Nurhadi
(2004:121) Pembelajaran kooperatif tipe Numberd Heads Together dikembangkan dengan
melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan
mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pembelajaran tersebut.
Ibrahim dalam Herdian (2009:7) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatif dengan tipe Numberd Heads Together yaitu:
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik yang diberikan oleh
guru.
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan social siswa. Kterampilan yang dimaksud antara
lain bernagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjekaskan ide atau
pendapat bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Jadi dalam pembelajaran kelompok ini siswa dituntut untuk memiliki tanggung jawab terhadap
tugas-tugas akdemik yang diberikan, karena setiap siswa harus biasa mencari jawaban dan
menggali informasi sendiri sehingga semua siswa akan ikut aktif dalam proses pembelajaran dan
guru hanya sebagai fasilitator. Selain itu model ini dikembangkan untuk melatih keterampilan
sosial siswa karena didalam pembelajaran ini terjadi interaksi antar anggota kelompok, kelompok
yang satu dengan kelompok yang lain.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dibagi empat tahapan
sebagai berikut:
1. Penomoran (numbering)
Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga hingga lima
orang dan memberi mereka nomor sehingga setiap peserta didik dalam kelompok memiliki
nomor yang berbeda. Pemberian nomor pada peserta didik dalam satu kelompok disesuaikan
dengan banyaknya siswa dalam kelompok itu.
Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang
bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
Peserta didik berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang
mengetahui jawaban tersebut.
Guru memanggil satu nomor tertentu kemudian siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan menyampaikan jawaban untuk seluruh kelas.
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together antara lain: rasa
tanggung jawab sangat tinggi, penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar, perselisihan
antar pribadi berkurang, sikap apatis berkurang, pemahaman materi lebih mendalam, motivasi
belajar lebih besar, hasil belajar lebih baik, dan meningkatkan keterampilan sosial. Sedangkan
kelemahan dari model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together antara lain: semua
siswa tidak akan terpanggil dan timbul perasaan iri antar siswa.
1. F. Kerangka Berpikir
Meningkatkan hasil belajar peserta didik, khususnya dalam mata pelajaran IPA memerlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam memilih dan menentukan model pembelajaran yang relevan
dengan konsep yang akan dipelajari. Dalam menyampaikan konsep Sistem Pencernaan Makanan
pada Manusia di kelas VIII SMPN 3 Karangnunggal., guru masih menggunakan cara
konvensional dengan menggunakan metode ceramah, sehingga hasil belajar peserta didik kurang
memuaskan dan peserta didik pun menjadi kurang aktif.
Agar dalam pelaksanaan pembelajaran IPA, khususnya pada konsep Sistem Pencernaan Makanan
pada Manusia, peserta didik menjadi termotivasi dan ikut berperan aktif, diperlukan penggunaan
model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Togethers
merupakan salah satu alternatif model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan, karena
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Togethers menuntut siswa berperan aktif
serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta keterampilan sosial yang tinggi, sehingga
diharapkan setiap siswa memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas-tugas
akademik yang diberikan supaya tujuan pembelajran dapat tercapai.
Berdasarkan uraina di atas, peneliti menduga bahwa proses pembelajaran IPA dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Togethers dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik, khususnya pada konsep Sistem Pencernaan Makanan
pada Manusia.
1. G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VIII SMPN 3 Karangnunggal semester genap tahun
ajaran 2011/2012, dengan jumlah peserta didik sebanyak 45 orang yang terdiri dari 23 orang
perempuan dan 22 orang laki-laki
Di dalam penelitian ini untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA
konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia dipilih model proses dengan tahapan sebagai
berikut:
1. a. Identifikasi Masalah
Dalam proses pembelajaran di kelas ditemukan peserta didik yang tidak mengerjakan tugas
dengan baik (baik tugas yang dikerjakan di kelas maupun pekerjaan rumah), semangat belajarnya
rendah, tidak berani mengemukakan pendapat, pertanyaan, ide, maupun saran, dan banyak
peserta didik yang merasa kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran IPA, khususnya pada
konsep Sistem Pencernaan pada Manusia.
Untuk mengatasi perilaku belajar yang muncul seperti di atas, peneliti akan mencoba
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Togethers.
1. b. Perencanaan
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan oleh peneliti, sebagai guru kelas, serta dibantu oleh
satu orang guru senior dan kepala sekolah sebagai observer.
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti bersama observer mendiskusikan hal-hal yang terkait
dengan masalah yang dihadapi dan bagaimana usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut. Hasil diskusi adalah:
1) untuk mengatasi masalah yang dihadapi disepakati bahwa proses pembelajaran akan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Togethers;
3) pelaksanaan tindakan di kelas tempat penelitian disepakati dilaksanakan oleh guru kelas
(peneliti);
instrumen yang digunakan (lembar kerja siswa, soal-soal untuk tes formatif, pedoman observasi,
dan pedoman wawancara) disiapkan dibuat oleh peneliti dengan persetujuan observer; dan
4) refleksi disepakati dilakukan atas dasar hasil yang dilaporkan oleh peneliti dan observer.
1. c. Proses Penelitian
1) Siklus 1
a) Perencanaan (planning)
(1) Peneliti bersama observer melakukan observasi dasar tentang pelaksanaan proses
pembelajaran IPA di kelas VIII SMPN 3 Karangnunggal..
Waktu observasi dilaksanakan selama dua kali pertemuan dan setiap pertemuan dilaksanakan
selama dua jam pelajaran.
Tujuan dari observasi dasar adalah untuk: (1) mengetahui seberapa besar motivasi peserta didik
mengikuti pembelajaran IPA; (2) mengetahui bagaimana reaksi peserta didik dengan tugas di
kelas dan di rumah; (3) mengetahui seberapa banyak peserta didik yang tidak mengerjakan tugas
yang diberikan guru ?; (4) mengetahu seberapa banyak peserta didik yang memberikan
kontribusi dan inisiatif terhadap kualitas pembelajaran; dan (5) mengetahui metode pembelajaran
yang dapat merangsang proses belajar peserta didik agar selalu aktif di kelas.
(3) Pembuatan soal tes, lembar observasi, dan pedoman wawancara, kemudian didiskusikan
dengan observer.
(4) Peneliti melaksanakan latihan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Togethers yang telah disiapkan secara matang (sesuai dengan skenario yang tertuang
dalam RPP) selama 2 kali pertemuan masing-masing 2 jam pelajaran. Tujuan pelatihan ini adalah
untuk memantapkan peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Togethers.
b) Tindakan (action)
(1) Sebelum peneliti melaksanakan tindakan, peserta didik diberi pre-test, untuk mengetahui
kemampuan awal dari masing-masing peserta didik
(4) Setelah proses pembelajaran selesai, dilakukan post-test untuk mengetahui sejauh mana
hasil belajar telah dicapai oleh peserta didik.
c) Observasi (observation)
Pada waktu pelaksanaan tindakan, observer melakukan observasi dengan tujuan untuk: (1)
mengamati kondisi dan reaksi dan keaktifan peserta didik terhadap tugas yang diberikan secara
terstruktur; (2) mengetahui seberapa besar penurunan peserta didik yang tidak aktif mengerjakan
tugas yang diberikan guru; dan (3) mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Togethers dapat merangsang peserta didik untuk selalu aktif dan tetap memiliki motivasi
belajar yang tinggi.
c) Refleksi (reflection)
2) Siklus 2
a) Perencanaan (planning)
(1) Peneliti menyusun kembali skenario pembelajaran (RPP) dengan memperhatikan saran-
saran yang diberikan oleh observer.
(2) Malaksanakan pelatihan ulang dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan dan
kekurangan pemberian tindakan pada sikluk pertama.
b) Tindakan (action)
(1) Sebelum pelaksanakan tindakan siklus ke-2, peserta didik diberi pre-test, untuk
mengetahui kemampuan awal dari masing-masing peserta didik.
(3) Setelah proses pembelajaran selesai, dilakukan post-test untuk mengetahui sejauh mana
hasil belajar telah dicapai oleh peserta didik.
c) Observasi (observation)
Pada waktu pelaksanaan tindakan, observer melakukan observasi dengan tujuan untuk: (1)
mengamati kondisi dan reaksi dan keaktifan peserta didik terhadap tugas yang diberikan secara
terstruktur; (2) mengetahui seberapa besar penurunan peserta didik yang tidak aktif mengerjakan
tugas yang diberikan guru; dan (3) mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Togethers dapat merangsang peserta didik untuk selalu aktif dan tetap memiliki motivasi
belajar yang tinggi.
d) Refleksi (reflection)
Hal-hal yang menjadi kelemahan atau kekurangan baik menyangkut model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Togethers maupun isi materi Sistem Pencernaan Makanan pada
Manusia akan diperbaiki pada siklus ke-3.
3) Siklus 3
a) Perencanaan (planning)
(1) Peneliti menyusun kembali skenario pembelajaran (RPP) dengan memperhatikan saran-
saran yang diberikan oleh observer.
(2) Malaksanakan pelatihan ulang dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan dan
kekurangan pemberian tindakan pada sikluk ke-2.
b) Tindakan (action)
(1) Sebelum pelaksanakan tindakan siklus ke-3, peserta didik diberi pre-test, untuk
mengetahui kemampuan awal dari masing-masing peserta didik.
(3) Setelah proses pembelajaran selesai, dilakukan post-test untuk mengetahui sejauh mana
hasil belajar telah dicapai oleh peserta didik.
c) Observasi (observation)
Pada waktu pelaksanaan tindakan, observer melakukan observasi dengan tujuan untuk: (1)
mengamati kondisi dan reaksi dan keaktifan peserta didik terhadap tugas yang diberikan secara
terstruktur; (2) mengetahui seberapa besar penurunan peserta didik yang tidak aktif mengerjakan
tugas yang diberikan guru; dan (3) mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Togethers dapat merangsang peserta didik untuk selalu aktif dan tetap memiliki motivasi
belajar yang tinggi.
d) Refleksi (reflection)
Hal-hal yang menjadi kelemahan atau kekurangan baik menyangkut model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Togethers maupun isi materi Sistem Pencernaan Makanan pada
Manusia disarankan untuk diperbaiki pada masa-masa yang akan datang.
Sebagai tolok ukur keberhasilan bagi guru adalah rata-rata hasil belajar peserta didik pada
konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia minimal berada pada angka KKM yang telah
ditentukan.
Penelitian akan dilaksanakan di kelas VIII SMPN 3 Karangnunggal.. Semester pertama tahun
pelajaran 2011/2012, pada bulan Juli 2011 September 2012.
Penelitian siklus 1
Penelitian siklus 2
Penelitian siklus 3
Ali, Muhammad.(2008). Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Hamalik, Oemar. (2007). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.Hanafiah, Nanang.
(2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Herdian. (2009). Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together. [online]. Tersedia :
http://id.wordpress.com/tag/pembelajaran-nht-numbered-head-together/ [25 November 2010].
Lie, Anita. (2008). Mempraktekkan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT.
Grasindo.
Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosda Karya
Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Kontruktivistik (Implementasi KTSP & UU No.
14 2005 tentang Guru dan Dosen). Jakarta: Gaung Persada Press