Anda di halaman 1dari 24

Pengertian Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) Diabetes Mellitus merupakan


suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Menurut T. Mudwal Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan
metabolik yang disebabkan oleh kekurangan insulin secara relatif dan absolut.

Anatomi Fisiologi

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah

lambung dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan
fungsi eksokrin (Sloane, 2003).

Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas,


memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam
usus halus (Sloane, 2003).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:

Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan


insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas


tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.
Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda.
Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300,
terbanyak adalah yang besarnya 100-225. Jumlah semua pulau langerhans di
pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan


kecil sel yang tersebar di seluruh organ.

Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut :

Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.

Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.


Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.

Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi


yang tidak jelas.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada
sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai
dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah .

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon insulin)


pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,
prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang
kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle) dalam sel
tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi
insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan
secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses


metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi
glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta memproduksi
insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat
memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah adanya
rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami secara
jelas.
Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan
rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel
yang membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa
asam amino yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan proses metabolisme
glukosa. Fungsinya sebagai "kenderaan" pengangkut glukosa masuk dari luar ke
dalam jaringan tubuh. Glucose transforter 2 (GLUT 2) yang
terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari
dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan langkah
penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul
ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K
channel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel menyebabkan depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh
proses pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya
ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang
dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan
belum seutuhnya dapat dijelaskan.

Klasifikasi Diabetes Melitus

Walaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada

yang berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin.


Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai
diabetes juvenile onset atau insulin dependent atau ketosis prone, karena tanpa
insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan oleh
ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang stable atau maturity
onset atau noninsulin dependent. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi
insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan
suplementasi insulin (insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena
ketoasidosis walaupun insulin eksogen dihentikan. Bahkan diantara mereka
mungkin akan terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut bila dibandingkan
dengan orang normal. Tetapi ini biasa berhubungan dengan obesitas dan/atau
aktivitas fisik (Gustaviani, 2006).

Klasifikasi DM menurut World Health Organization (2009) adalah:

I.
Diabetes tipe 1
:
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
II.
Diabetes tipe 2
:
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin

(Noninsulin Dependent Diabetes Melitus) [NIDDM]. Menurunnya produksi


insulin atau berkurangnya daya kerja insulin atau kedua-duanya
Diabetes tipe lain

Defek genetik dari fungsi sel dikarakteristikkan dengan mutasi pada:

Faktor transkripsi inti hepatosit (HNF) 4 (MODY 1)

Glukokinase (MODY 2)

HNF-1 (MODY 3)

Faktor promotor insulin (IPF) 1 (MODY 4)

HNF-1 (MODY 5)

NeuroD1 (MODY 6)

DNA mitokondria

Konversi insulin atau proinsulin

Defek insulin pada kerja insulin

Resistensi insulin tipe A

Leprekaunism

Sindrom rabson-mendenhall

Sindrom lipodistrofi

Penyakit dari eksokrin pankreaspankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, kistik


fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulous.

Endokrinopatiakromegali, sindrom cushing, glukagonoma, feokromasitoma,


hipertiroid, stomatostatinoma, aldosteronoma.
Induksi obat atau kimiapentamidine, asam nikotinik, glukokortikoid, hormon
tiroid, -bloker.

Infeksirubella kongenital, citomegalivirus, koksakie.

Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang diperantarai oleh imun

"stiff-man" sindrom.

IV. Diabetes melitus gestasional (diabetes selama kehamilan).


Etiologi Diabetes Melitus
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan
resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat
dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa

Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes Tipe 1

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas


telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran
cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe II

Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi


insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe
II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi
dan pandangan yang kabur.

3. Diabetes Gestasional

Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat


selama kehamilan.
Epidemiologi Diabetes Melitus
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta
kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 ribu
kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat
dan merupakan penyebab kebutaan pada orang dewasa akibat retino diabetik.
Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2 kali lebih sering
terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak terkena serangan
jantung. Tiga puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena
penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah
komplikasi yang paling utama. Selain kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang
menderita diabetes melitus tidak terkontrol juga meningkat.
Indonesia merupakan negara keempat yang memiliki jumlah penderita DM
terbanyak di dunia. Di Indonesia diperkirakan jumlah diabetisi mencapai 14 juta
orang pada tahun 2006, dimana hanya 50% yang menyadari mengidap DM dan 2
diantaranya sekitar 30% yang datang berobat secara teratur (WHO, 2008).
Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi DM
di Indonesia sebesar 1,5%. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
DiabCare di Indonesia, diketahui bahwa 47,2% memiliki kendali yang buruk pada
glukosa darah plasma puasa > 130 mg/dl pada penderita DM tipe 2.

Faktor Resiko Diabetes Melitus

1. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak


tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.


Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >
250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya
HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah >
45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000
gram.

Gejala Klinis Diabetes Melitus

Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes

Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:

Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.

Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus
menurun, Bisul/luka, Keputihan.

Diagnosa DM

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah

sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa
lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya
diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM
pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.
Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan
dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun
cepat.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi,
riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr,
kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida250 mg/dl). Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Tabel. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM

Golongan

bukan DM
Belum
pasti
DM

klinik

DM

Kadar
glukosa
Plasma vena
<110
110-199

200

darah
sewaktu
Darah kapiler
<90
90-199

200
(mg/dl)

Kadar
glukosa
Plasma vena
<110
110-125

126

darah
puasa
Darah kapiler
<90
90-109

110

(mg/dl)
Sumber : Konsensus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2002
Komplikasi DM

Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
Komplikasi Akut
Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99
mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal.
Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit mengandung kadar
glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan
vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena.

Hiperglikemia

Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan


meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui
perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya
akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan
perubahan fungsi.

Hiperglikemia terdiri dari:

Diabetes Keto Asidosis (DKA)


Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik
yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai
adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat
dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis.
Komplikasi Kronik

Penyakit Makrovaskuler

Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler,


penyakit pembuluh darah kapiler).
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner
harus ditingkatkan terutama untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi
terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat
keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang
kuat.

Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati


Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis,
berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan
keadaan gagal ginjal yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi.
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati
diabetik nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina
dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat
diketahui melalui pemeriksaan retina secara rutin.

Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom


berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler .

Ulkus/gangren.

Pencegahan DM

Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke


arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap.
Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat
diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya
berbagai hal yang tidak menguntungkan.

Menurut WHO, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:
Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang
sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya
untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.
Oleh karena itu, WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara
skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui
lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara
berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini
komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping
tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini
meliputi:
Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi
kegagalan organ
Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ
atau jaringan

Pengelolaan DM

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama


beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik
oral (OHO) atau suntikan insulin.

Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam
keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat
badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan
tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.
Ada 4 pilar utama pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam
pengelolaan pasien DM tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penyuluhan

Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan


terpadu dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk sentral imformasi yang
bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang menanyakan
seluk-beluk tentang diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk
diet dan komplikasi.
Penyuluhan tersebut meliputi pemahaman tentang:

Penyakit DM.

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.

Penyulit DM.

Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis.

Hipoglikemia.

Masalah khusus yang dihadapi.

Perawatan kaki pada diabetes.

Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.


Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Perencanaan Makanan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang


dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut: Karbohidrat 60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Makanan
dengan komposisi sampai 70-75 % masih memberikan hasil yang baik.

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat 25 g/hari, diutamakan serat larut.
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Indeks (BMI) = Indeks Massa
Tubuh (IMT). BMI = IMT = BB(kg)/TB (m).

Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):

a.
Berat badan kurang
< 18,5
b.
BB normal
18,5 22.9
c.
BB lebih
23,0
d.
Dengan resiko
23 24,9
e.
Obes I
25 29,9
f.
Obes II
30

Kebutuhan Zat Gizi DM

Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan
protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi
10% sampai 20 % energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan
diabetes di Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah 10-
15% energi.

Lemak
Rekomendasi pemberian lemak :
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori per hari.
Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7 % dari total kalori per hari.

Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi
200 mg per hari.
Batasi asupan asam lemak bentuk tran
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
per hari.

Karbohidrat

Karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari
total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 % jika dikombinasi
dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA =
monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan
energi sebesar 4 kilokalori.

Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral terdapat pada sayuran dan buah-buahan, berfungsi utuk
membantu melancarkan kerja tubuh. Apabila kita makan makanan yang bervariasi
setiap harinya maka tidak perlu lagi vitamin tambahan. Diabetisi perlu mencapai
dan mempertahankan tekanan darah yang normal. Oleh karena itu, perlu
membatasi konsumsi natrium. Hindari makanan tinggi garam dan vetsin. Anjuran
makan garam dapur sehari kira-kira 6-7 gram (1 sendok teh).

Serat

Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang
yang tidak diabetes. Dianjurkan untuk menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari
berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr
per hari dengan mengutamakan serat larut.

Natrium

Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu
tidak lebih dari 3000 m
Kandungan kalori DM

Kandungan kalori dalam diet penderita setiap hari ditentukan oleh keadaan
penyakit yang dideritanya. Jika penderita juga tergolong penderita obesitas, maka
selain pembatasan hidrat arang dan lemak, juga dilakukan pembatasan terhadap
kandungan kalori dalam dietnya. Di RS Cipto Mangunkusumo digunakan delapan
diet baku dengan berbagai tingkatan kandungan kalori yaitu:
1.
Diet I
: 1100 kalori
2.
Diet II
: 1300 kalori
3.
Diet III
: 1500 kalori
4.
Diet IV
: 1700 kalori
5.
Diet V
: 1900 kalori
6.
Diet VI
: 2100 kalori
7.
Diet VII
: 2300 kalori
8.
Diet VIII
: 2500 kalori
Diet I sampai III diberikan kepada penderita diabetes yang tergolong penderita
obesitas. Diet IV sampai V diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal, Diet VI sampai dengan VIII diberikan kepada penderita yang kurus,
diabetes dengan komplikasi, atau penderita diabetes yang sedang hamil.

Anda mungkin juga menyukai