Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Meskipun transfusi tukar sudah lama digunakan dan merupakan metode


yang cukup efektif dalam pengobatan hiperbilirubunemia. Kematian yang
berhubungan dengan terapi ini dilaporkan sekitar 0.3% sampai 1,2% pada bayi
cukup bulan sehat dan 10% sampai 25% pada bayi kurang bulan sakit. Kematian
yang disebabkan oleh transfusi tukar termasuk anemia, apnea, bradikardi,
hipotermi, sepsis dan trombositopenia, karena itu alangkah baiknya dilakukan
evaluasi terhadap terapi modalitas yang lain untuk terapi hiperbilirubinemia yang
sama efektifnya dengan transfusi tukar, tetapi mempunyai efek samping yang
ringan.(1)
Fototerapi merupakan modalitas terapi dengan menggunakan sinar biru
yang digunakan untuk pengobatan hiperbilirubinemia (unconjugated) atau ikterus
pada bayi baru lahir. Tujuan dari fototerapi adalah untuk mengendalikan kadar
bilirubin serum agar tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan ensefalopati
bilirubin atau kernikterus.(2)
Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi
kemanjuran fototerapi dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
yang berlebihan, dan implementasinya telah secara Drastis membatasi
penggunaan transfusi tukar.(1) Penelitian menunjukkan bahwa ketika fototerapi
belum dilakukan, 36% bayi dengan berat kelahiran kurang dari 1500 gram
memerlukan transfusi tukar.(2)
Penelitian berbasis rumah sakit di USA menyimpulkan bahwa 5 s.d 40
bayi dari 1000 bayi kelahiran cukup bulan dan kurang bulan memperoleh
fototerapi sebelum dipulangkan dari perawatan.(3) Ketika fototerapi telah
digunakan, hanya 2 dari 833 bayi (0,24%) yang menerima transfusi tukar. Pada
bulan Januari 1988 dan Oktober 2007, tidak ada transfusi tukar yang dibutuhkan

1
di NICU Rumah Sakit William Beaumont, Royal Oak, Michigan untuk 2425 bayi
yang berat lahirnya kurang dari 1500 gram.(3)
Dalam kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah berhasil
diturunkan secara tajam, namun AKB menurut Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2002 2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka tersebut masih
tinggi, dan saat ini mengalami penurunan cukup lambat. Jika dilihat dari umur
saat bayi meninggal berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
sekitar 57% kematian terjadi di masa neonatal dengan penyebab utama kematian
adalah asfiksia bayi baru lahir 27%, prematuritas dan berat badan lahir rendah
(BBLR) 29%, masalah pemberian makan 10%, tetanus neonatorum 10%, masalah
hematologi 6%, infeksi 5%, dan lainnya 13%. Kematian neonatus yang
disebabkan karena masalah hematologi adalah ikterus dan defisiensi vitamin K.(4)

Dalam refarat ini akan membahas tentang modalitas fototerapi dan


transfusi tukar lebih mendalam lagi menyangkut terapi dari hiperbilirubinemia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. FOTOTERAPI

Gambar 2.1. Fototerapi

Fototerapi merupakan modalitas terapi dengan menggunakan sinar biru


yang digunakan untuk pengobatan hiperbilirubinemia (unconjugated) atau ikterus
pada bayi baru lahir. Tujuan dari fototerapi adalah untuk mengendalikan kadar
bilirubin serum agar tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan ensefalopati
bilirubin atau kernikterus.(2)
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-
kapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang
dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang
peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan.(3) Bila
fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama

3
halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan
cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.(5)

Gambar 2.2 Mekanisme fototerapi


Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami
reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan
merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk
bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer
nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang
berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam
empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus
untuk ekskresinya.(6)

Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.


Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi
muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui
proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini
mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan
melalui empedu dan urin karena bersifat larut dalam air.(6)

4
Sinar Fototerapi

Gambar 2.3 gelombang sinar


Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang
merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik
bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan
spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah,
oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang
gelombang yang berbeda beda.(2),(5)
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar
bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Sinar biru
lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-
hijau, sinar putih, dan sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang
diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang
diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka
semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar yang diberikan

5
menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar diukur dengan
menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi. Intensitas sinar 30
W/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif
fototerapi. Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 40 W/cm2/nm. Intensitas
sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 50 W/cm2/nm. Semakin
tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya. (3),(6)
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah
jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan
luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan
sinar. Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali
dengan menggunakan sinar halogen.Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar
bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan
dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari
tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana
intensitas sinar paling tinggi. (7)

Gambar 2.4 Panduan untuk fototerapi pada bayi dengan usia kehamilan 35
minggu atau lebih

6
Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai
dengan umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada
neonatus kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi American Academy of
Pediatrics (AAP).(5),(7)

Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus


sehat dan cukup bulan. (7)
Transfusi
Pertimbangan Transfusi
Usia ( jam ) Terapi sinar tukar dan
terapi sinar tukar
terapi sinar
>15 mg/dl >20 mg/dl >25 mg/dl
>12mg/dl ( >250 (>340
25-48 (425 mol/L)
(>200 mol/L)
mol/L) mol/L)
>25mg/dl >30 mg/dl
>15mg/dl >18 mg/dl (425
49-72 (510mol/L)
(>250 mol/L) (>300mol/L)
mol/L)
>25mg/dl >30mg/dl
>17 mg/dl >20mg/dl (>425 (>510
>72
(>290 mol/L) (>340mol/L
mol/L) mol/L)
Tabel 2.2 Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan
Sehat dan Sakit ( >37 minggu ) (7)

Neonatus kurang bulan Neonatus kurang bulan


sehat :Kadar Total Bilirubin sakit :Kadar Total Bilirubin
Serum (mg/dl) Serum (mg/dl)
Berat badan Terapi sinar Transfusi Transfusi
Terapi sinar
tukar tukar
Hingga 1000 g 5-7 10 4-6 8-10
1001-1500 g 7-10 10-15 6-8 10-12
1501-2000 g 10 17 8-10 15
>2000 g 10-12 18 10 17

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan


kadar bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive
jaundice.

7
PROSEDUR PEMBERIAN FOTOTERAPI

Gambar 2.5 Persiapan terapi sinar

A. Persiapan unit terapi sinar (2),(8)


1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan
2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluorosens berfungsi dengan
baik.
3. Ganti tabung/lampu fluorosens yang telah rusak atau berkelip-kelip
4. Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
5. Ganti tabung setelah penggunaan 3 bulan, walaupun tabung masih
berfungsi.
6. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator,dan tempatkan tirai
putih di sekitar daerah unit ditempatkan untuk memantulkan cahaya
sebanyak mungkin kepada bayi.

B. Pemberian terapi sinar (2),(5),(8)


1. Tempatkan bayi dibawah sinar terapi
2. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang
pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
3. Tutup mata bayi dengan penutup mata dengan menggunakan kain putih
yang tebal
4. Balikkan bayi tiap 3 jam

8
5. Pastikan bayi diberikan asupan makanan
6. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya, paling kurang setiap 3 jam.
7. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah di pompa,
tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari
selama bayi masih di terapi.
8. Bila bayi sedang menerima O2, matikan terapi sinar sebentar untuk
mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral
9. Ukur suhu bayi setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 0 C,
sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit
terapi sinar.
10. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam
11. Hentikan terapi sinar jika kadar bilirubin < 13 mg/dL.
12. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar,
persiapkan kepindahan bayi dan secepatnya kirim bayi ke rumah sakit
tersier untuk melakukan transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan
bayi.
13. Bila bilirubin serum tidak dapat diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3
hari.
14. Setelah terapi sinar dihentikan, Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi
pemeriksaan bilirubin serum.
15. Bila ditemukan kadar bilirubin kembali atau diatas nilai untuk memulai
terapi sinar kembali.
16. Bila terapi sinar tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan
tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
Komplikasi terapi sinar (2),(5)

Setiap cara pengobatan selalu akan disertai efek samping. Di dalam


penggunaan terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak
memperlihatkan hal yang dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik
komplikasi segera ataupun efek lanjut yang terlihat selama ini bersifat sementara
yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara
pengunaan terapi sinar yang telah dijelaskan diatas.

Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :

1. Peningkatan insensible water loss/dehidrasi pada bayi

9
2. Frekuensi defekasi yang meningkat/ tinja lebih lembek
Bilirubin indirek menghambat laktase sehingga menyebabkan konsistensi
tinja lebih lembek
3. bronze baby syndrome. Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu
mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit
yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang
bayi.
4. Kenaikan suhu
Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan
kenaikan suhu, Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan dengan
mematikan sebagian lampu yang dipergunakan.
5. Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas
kadang-kadang ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat
sementara dan akan menghilang dengan sendirinya.

Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada
bayi. Komplikasi segera juga bersifat ringan.Mengingat hal ini, adalah wajar
bila terapi sinar mempunyai tempat tersendiri dalam penatalaksanaan
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

B. Tranfusi Tukar

10
Gambar 2.6. Transfusi tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah


yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama
yang dilakukan berulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar .(6),(7)

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya


ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi.
Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan,
karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga
mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia. (6),(7)

Darah yang digunakan Untuk Tranfusi Tukar (3),(6)

1. Tipe Darah
a. Inkompatibilitas ABO
darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama
dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang
mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya
menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk
memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
b. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum
persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap
ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga
crossmatched terhadap bayi.
c. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh
berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
d. Pada hiperbilirubinemia karena sebab lain, gunakan golongan darah
yang sesuai dan darah harus di crossmatched dengan darah bayi.

2. Kesegaran darah dan penyimpanannya


a. Dianjurkan untuk menggunakan darah segar ( kurang dari 72 jam )
yang diawetkan dengan sitrat.

11
b. Hematokrit yang dihendaki untuk bayi adalah 50-70%. Ini bisa diminta
pada bank darah. Selama prosedur darah di goyang pelan secara
periodik untuk menjaga hematokrit tetap konstan.

3. Jumlah darah yang digunakan


a. Double volume
Darah yang ditransfusi tukar sebanyak dua kali lipat volume darah
bayi. Bayi cukup bulan mempunyai volume darah 80ml/kgBB,
sedangkan bayi prematur 95ml/kgBB. Jumlah ini dikali dua, menjadi
jumlah darah yang harus ditransfusi tukar. Dihitung dengan rumus :
BB x volume darah x 2
b. Transfusi tukar parsial
Pada polisistemia, dilakukan transfusi tukar dengan NaCl 0,9% atau
plasma, sedangkan pada anemia digunakan PRC.

Volume darah yang dibutuhkan pada polisistemia di hitung dengan


rumus:
Volume darah transfusi (ml)=
volume darah bayi (ml) x BB (kg) x ( Hctsekarang Hcttarget)
Hct bayi

(6),(7)
Teknik Transfusi Tukar

a. SIMPLE DOUBLE VOLUME (PUSH PULL METHOD)

Untuk keluar masuk darah hanya di perlukan satu jalur transfusi (biasanya
dari vena besar, seperti vena umbilikal). Teknik ini dipergunakan untuk
hiperbilirubinemia tanpa komplikasi seperti anemia, sepsis dll. Waktu rata-
rata perkali untuk keluar masuk kira-kira 3-5 menit, sehingga total
transfusi akan berlangsung selama 90-120 menit.

b. ISOVOLUMETRIC

Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri


umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang
sama. Keuntungan dari metode ini adalah proses masuk dan keluar darah
bisa dilakukan pada waktu bersamaan sehingga gangguan hemodinamik
minimal, di samping itu waktu pelaksanaan transfusi tukar juga lebih

12
singkat (45-60 menit). Waktu pelaksanaan bisa diperpanjang sampai 4 jam
untuk memungkinkan ekuilibrasi bilirubin di darah dan jaringan, hal ini
akan meningkatkan kadar bilirubin yang bisa dihilangkan.

c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION

Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

Pelaksanaan tranfusi tukar: (1),(5)

1. Jelaskan tentang prosedur dan minta informed consent kepada orang tua.
2. Puasakan bayi selama 3-4 jam sebelum transfusi tukar dimulai. Pasang
OGT untuk mengosongkan lambung dan alirkan (buka tutupnya) selama
prosedur. Tindakan ini berguna untuk dekompresi, mencegah regurgitas
serta aspirasi cairan lambung.
3. Tidurkan bayi terlentang dan tahan posisinya dengan baik (tahan dengan
erat, tetapi tidak ketat, dengan bantuan bantal pasir ataupun plester ke
tempat tidur). Jangan lupa pasang urine collector.
4. Lakukan prosedur seperti tindakan mayor (lihat prosedur pemasangan
kateter umbilikal), kemudian pasang kateter vena umbilikal untuk teknik
push and pull, serta arteri atau vena umbilikal untuk teknik isovolumetrik.
5. Siapkan unit darah. Pastikan bahwa darah tersebut memang benar untuk
pasien, golongan darah cocok, dan temperature cocok. Kalau masih
dingin, hangatkan ke suhu tubuh (tidak lebih dari 37o C), jangan terlalu
panas karena bisa menyebabkan hemolisis.
6. Selanjutnya pasang darah ke set infuse, pastikan posisi three way stopcock
berada pada posisi yang tepat sebelum memulai prosedur.

a. Untuk teknik pull-push, pasang set transfusi di jalur vena (umbilicus


atau vena besar lain) dengan bantuan four way stopcock. Kalau tidak
ada bisa diganti dengan 2 buah three way stopcock yang dipasang seri.
Di outlet stopcock tersebut, dipasang satu buah spuit 10 atau 20 cc,
darah yang akan ditransfusikan dan set infuse untuk darah kotor.
Pasang set transfusi sedemikian rupa sehingga stopcock akan berotasi

13
searah jarum jam dengan urutan (1) tarik darah dari pasien (2) buang
ke tempat darah kotor (3) ambil darah baru dan (4) masukkan dengan
perlahan. Jika vena umbilikal tidak bisa digunakan, teknik pull-push
boleh dilakukan di arteri umbilikal dengan syarat ujung kateter berada
di bagian bawah aorta (di bawah lumbal 3)
b. Untuk teknik isovolumetrik, jalur vena dipasang satu buah three way
stopcock yang dihubungkan dengan satu buah spuit 10 atau 20 cc dan
darah yang akan ditransfusikan, sedangkan di jalur arteri, three way
stopcock dihubungkan dengan satu buah spuit 10 atau20 cc dan set
infuse untuk tempat darah kotor.
c. Darah kotor. Jika jalur arteri tidak bisa ditemukan, alternative dari
teknik ini adalah dengan penggunaan dua vena. Vena besar untuk
menarik darah, sedangkan vena perifer untuk memasukkan darah.
Bilas jalur penarikan dengan NaCl-heparin 1UI/cc tiap 10-15 menit
sekali untuk mencegah bekuan.
7. Mulailah prosedur transfusi tukar dengan perlahan, volume keluar masuk
darah disesuaikan dengan berat badan bayi (lihat table), rata-rata 5
ml/kgBB. Volume perkali (aliquots), minimal 5cc dan maksimal 20cc.

8. Selama prosedur berlangsung, operator harus berbicara dengan jelas


tentang volume darah keluar masuk (misalnya: darah masuk at darah
keluar), sehingga asisten bisa mendengar dan mencatat dengan baik.

Indikasi (7)

Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan


transfusi tukar pada hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan
keputusan WHO tercantum dalam tabel 2.

Tabel 2. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

Bayi Cukup Bulan


Usia Dengan Faktor Risiko
Sehat

Hari mg/dL mg/dL

14
Hari ke-1 15 13

Hari ke-2 25 15

Hari ke-3 30 20

Hari ke-4 dan


30 20
seterusnya

Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi


bisa dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah
mencapai kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.

Gambar 2.7 Panduan untuk transfusi tukar pada bayi dengan usia
kehamilan 35 minggu atau lebih

Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan (gram)


K Kadar Bilirubin
(mg/dL)

> > 1000 10-12

15
1000-1500 12-15

1500-2000 15-18

2000-2500 18-20

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada


indikasi:

a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < >

b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang


mendapatkan terapi sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11


13 gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol


secara adekuat dengan terapi sinar.

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

Perforasi pembuluh darah

16
Komplikasi tranfusi tukar (6),(8)

1) Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

2) Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

3) Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

4) Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

5) Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis


nekrotikan

6) Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar

Lanjutkan dengan terapi sinar

Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

17
KESIMPULAN

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir <
2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama
kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi
baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu
pertama kehidupannya

Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar


bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Sinar biru
lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-
hijau, sinar putih, dan sinar hijau. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar
bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada
proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra- dan pasca tranfusi
tukar.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah


jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan
luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan
sinar.

Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada terapi sinar antara lain :


dehidrasi, tinja menjadi lembek, bronze baby syndrome, kenaikan suhu dan
gangguan minum. Sedangkan transfusi tukar memiliki komplikasi yang berat

18
seperti emboli udara atau trombus, henti jantung , hipernatremia, asidosis
trombositopenia, bakteremia, hipotermia, hipoglikemia.

DAFTAR PUSTAKA

(1) Sholeh K, Ari Y, Rizalya D, Gatot IS, Ali U. 2012. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; p. 147-169
(2)Etika, Risa, Dkk. 2010. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Surabaya: Divisi
Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr. Soetomo.

(3)Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal Hyperbilirubinemia.


Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, editor. Averys disease of the
newborn. Edisi ke 8. Philadephia: WB Saunders CO. 2005; h.1226-53

(4) KEMENKES. 2011. Pedoman Teknis Pemberian Injeksi Vitamin K1


Profilaksis Pada Bayi Baru Lahir.kesehatananak.depkes.go.id diakses 13 Mei
2015

(5) Bhutani, V. 2011.Phototherapy to Prevent Severe Neonatal


Hyperbilirubinemia in the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation.
Journal of the American Academy of Pediatrics, Vol. 128, No. 4, PP e1046 -
e1052, http://pediatrics.aappublicatio ns.org/content/128/4/e1046. Diakses
pada tanggal 13 Mei 2015

(6) Meredith L. Porter, Beth L. Dennis. Hyperbilirubinemia In The Term


Newborn. American Family Physician. 2002. Dewitt Army Community
Hospital, Fort Belvoir, Virginia.
(7) American Academy of Pediatrics.2004.Subcomittee on Hyperbilirubinemia.
Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn 35 or more weeks of
Gestation. Journal of the American Academy of Pediatrics, Vol. 104, No.1,
PP 297-316, http://pediatrics.aappublicatio ns.org/content/114/1/297. Diakses
pada tanggal 13 Mei 2015

19
(8) Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Hiperbilirubinemia. Dalam:
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Edisi II. Jakarta: Ikatan
Dokter Indonesia. 2011; h.114-122

20

Anda mungkin juga menyukai