Anda di halaman 1dari 4

PERNIKAHAN DINI

A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Berdasarkan Survei Data Kependudukan Indonesia (SDKI) 2007, di beberapa daerah
didapatkan bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan terdata dilakukan oleh pasangan usia di
bawah 16 tahun. Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk
dengan rata-rata usia perkawinan 19,1 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, dan
Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6%, dan 36%.
Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan
mendapat haid pertama.
Menikah di usia kurang dari 18 tahun merupakan realita yang harus dihadapi sebagian
anak di seluruh dunia, terutama negara berkembang.Meskipun Deklarasi Hak Asasi Manusia di
tahun 1954 secara eksplisit menentang pernikahan anak, namun ironisnya, praktek pernikahan
usia dini masih berlangsung di berbagai belahan dunia dan hal ini merefleksikan perlindungan
hak asasi kelompok usia muda yang terabaikan.3 Implementasi Undang-Undangpun seringkali
tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu
kelompok masyarakat.
Suatu studi literasi UNICEF menemukan bahwa interaksi berbagai faktor menyebabkan
anak berisiko menghadapi pernikahan di usia dini. Diketahui secara luas bahwa pernikahan
anak berkaitan dengan tradisi dan budaya, sehingga sulit untuk mengubah. Alasan ekonomi,
harapan mencapai keamanan sosial dan finansial setelah menikah menyebabkan banyak
orangtua mendorong anaknya untuk menikah di usia muda.
Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
Surya Chandra Surapaty mengungkapkan, jumlah remaja Indonesia yang sudah memiliki anak,
cukup tinggi yakni 48 dari 1000 remaja.Angka ini masih jauh dari target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015, dalam rangka menekan angka
pernikahan usia dini yakni sebesar 38 per 1000 remaja
B. Pembahasan da analisa
1. pembahasan
a) Pengertian Pernikahan dini
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan sebelum mempelai berusia 18 tahun.
Selain memiliki risiko dalam kesehatan perempuan, pernikahan dini juga memicu
munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini bertolak
belakang dengan undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 pasal 6 yang
berbunyi Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
b) Faktor- Faktor yang Memicu Terjadinya Fenomena Pernikahan Dini.
1) Faktor Lingkungan
Alasan orang tua segera menikahkan anaknya dalam usia muda adalah untuk
segera mempersatukan ikatan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan
kerabat mempelai perempuan yang mereka inginkan bersama. Keinginan adanya
ikatan tersebut akan membawa keuntungan-keuntungan bagi kedua belah pihak, yaitu
dimana mempelai laki-laki setelah menikah tinggal di rumah mertua serta anak laki-
laki tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bantuan tenaga kerja bagi mertuanya.
Dimana perkawinan tersebut dilatar belakangi oleh pesan dari orang tua yang
telah meninggal dunia (orang tua mempelai perempuan atau orang tua mempelai laki-
laki) yang sebelumnya diantara mereka pernah mengadakan perjanjian sebesanan
agar tali persaudaraan menjadi kuat. Selain itu untuk memelihara kerukunan dan
kedamaian antar kerabat dan untuk mencegah adanya perkawinan dengan orang lain
yang tidak disetujui oleh orang tua atau kerabat yang bersangkutan dengan
dilaksanakannya perkawinan tersebut.
2) Faktor Ekonomi
Alasan orang tua menikahkan anaknya dalam usia muda dilihat dari faktor
ekonomi adalah sebagai berikut:
Untuk sekedar memenuhi kebutuhan atau kekurangan pembiayaan hidup orang
tuanya, khususnya orang tua mempelai wanita. Sebab menyelenggarakan
perkawinan anak-anaknya dalam usia muda ini, akan diterima sumbangan-
sumbangan berupa barang, bahan, ataupun sejumlah uang dari handai taulannya
yang dapat dipergunakan selanjutnya untuk menutup biaya kebutuhan kehidupan
sehari-hari untuk beberapa waktu lamanya.
Untuk menjamin kelestarian ataupun perluasan usaha orang tua mempelai laki-
laki dan orang tua mempelai perempuan sebab dengan diselenggarakannya
perkawinan anaknya dalam usia muda dimaksudkan agar kelak si anak dari kedua
belah pihak itu yang sudah menjadi suami istri, dapat menjamin kelestarian serta
perkembangan usaha dari kedua belah pihak orang tuanya, dimana usaha-usaha
tersebut merupakan cabang usaha yang saling membutuhkan serta saling
melengkapi. Bahkan setelah perkawinan usia muda tersebut terjadi, lazimnya
langkah-langkah pendekatan sudah mulai diambil, sedemikian rupa sehingga
kedua cabang usaha tersebut berkembang menjadi satu usaha yang lebih besar.
3) Faktor Sosial
Di dalam melangsungkan suatu perkawinan, di sini wanita tidak mengukur usia
berapa dia dapat melangsungkan pernikahan. Hal ini berdasarkan pada suatu kriteria
yaitu apakah dia sudah mencapai tingkat perkembangan fisik tertentu. Kenyataan
tersebut disebabkan karena hukum adat itu tidak mengenal batas yang tajam antara
seseorang yang sudah dewasa dan cakap hukum ataupun yang belum. Di mana hal
tersebut berjalan sedikit demi sedikit menurut kondisi, tempat, serta lingkungan
sekitarnya. Di sini yang dimaksud sudah dewasa adalah mencapai suatu umur
tertentu sehingga individu yang bersangkutan memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri antara
lain :
Sudah mampu untuk menjaga diri.
Cakap untuk mengurus harta benda dan keperluan sendiri.
Cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan kemasyarakatan
serta mempertanggungjawabkan segala-galanya sendiri.
4) Faktor Agama
Agama untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia sepanjang zaman.
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia juga disertai dengan pedoman agama,
hal ini untuk menjaga agar manusia tidak hancur ke dalam perbuatan dosa, dan
disamping itu juga dibekali oleh akal sebagai alat untuk berpikir dan menalar segala
permasalahan yang dihadapinya, salah satunya aspek yang diatur oleh agama adalah
lembaga perkawinan. Lembaga perkawinan juga mempunyai andil besar dalam
pernikahan seseorang. Tugas yang seharusnya dilakukan adalah menikahkan anak-
anak yang sudah mempunyai kecukupan umur dan mempunyai kesiapan secara
psikologis serta mempunyai kemampuan secara finansial yang bisa menunjang
kehidupan rumah tangganya esok
5) Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan para remaja tidak mengetahui
berbagai dampak negatif dari pernikahan anak. Dengan demikian meraka menikah
tanpa memiliki bekal yang cukup.Tentang dampak bagi kesehatan reproduksi,
mereka tentu tidak tahu. Untuk itu perlu sosialisasi dampak negatif ini, karena rata-
rata mereka hanya lulusan SD. Padahal pentingnya untuk memberikan pendidikan
seks mulai anak berusia dini. Hal ini bertujuan agar anak nantinya setelah dewasa
mengetahui betul perkembangan reproduksi mereka, bagaimana menjaga kesehatan
reproduksi mereka, dan kapan atau pada usia berapa mereka sudah bisa
memantaskan diri untuk siap melakukan hubungan yang sehat.
2. Analisa data
a) Masalah pernikahan dini
Masalah yang saya ingin angkat adalah maraknya terjadi pernikahan dini yang terjadi
saat ini. Termasuk di daerah saya sering terjadi pernikahan dini, baru tamat SD sudah
menikah ada juga yang belum tamat SMP sudah menikah. Kejadian menurut saya
menghawatirkan karena ini sangat beresiko terhadap kesehatan dan keselamatan
perempuan dimana organ- organ reproduksinya belum siap bukan hanya itu resiko
kematian anak juga bisa terjadi. Fenomena ini bertolak belakang dengan tujuan indonesia
yakni salah satunya mengurangi kematian ibu dan anak
Fakta pernikahan dini juga terjadi di daerah tempat tinggal saya walaupun kejadiannya
masih beberapa tapi harusnya ini menjadi perhatian pemerintah dan sebagaiwujud
kepedulian saya sehingga melalui tuga ini say membahas masalah ini.

b) Mengapa terjadi pernikahan dini


Menurut saya pernikahan dini yang terjadi ditempat saya karena faktor prndidikan dimana
masihbanyak anak yang putus sekolah . Banyak anak ditempat saya yang putus sekolah
atau hanya tamat sd saja sehingga mereka bekerja dan mungkin merubah pola pikir
mereka sehingga mereka memutuskan untuk menikah di usia dini.
c) Dimana terjadi pernikahan dini
Masalah ini terjadi di Tande kab. Majene yang merupakan daerah tempat tinggal termasuk
daerah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Walaupun akses atau fasilitas ke kota sekarang
sudah mudah tapi mungkin dari segi pemikiran yang berbeda sehingga masih terjadi
pernikahan dini.
d) Kapan terjadi pernikahan dini
Pernikahan dini sejak dahulu sudah dikenal tapi mungkin beberapa penyebabnya yang
berbeda saat ini. Dahulu karena budaya tapi sekarang banyak faktor yang
mempenagaruhinya mulai dari kemajuan teknologi sehingga akses informasi mudah yang
menyebabkan salah satunya pergaulan bebas terjadi. Kehamilan diluar nikah terjadi
sehingga orang tua terpaksa menikahkannya diusia muda dengan alasan menutupi malu.
Salah satunya juga karena mereka putus sekolah sehingga mereka untuk mengisi waktu
lungnya dengan bekerja dan ini mungkin membuatnya cepat merasa dewasa dan butuh
pendampinghidup.
e) Siapa yang betanggung jawab dengan masalah pernikahan dini
pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan awal bagi anak karena pertama
kalinya mereka mengenal dunia terlahir dalam lingkungan keluarga dan dididik oleh orang
tua. Sehingga pengalaman masa anak-anak merupakan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan selanjutnya, keteladanan orang tua dalam tindakan sehari-hari akan menjadi
wahana pendidikan moral bagi anak, membentuk anak sebagai makhluk sosial, religius,
untuk menciptakan kondisi yang dapat menumbuh kembangkan inisiatif dan kreativitas
anak. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa peran kelurga sangat besar sebagai
penentu terbentuknya moral manusia-manusia yang dilahirkan.
Dari pernyataan diata bisa disimpulkan bahwa kejadian pernikahann dini yang
bertanggung jawab adalan lingkungan baik keluarga, masyarakat maupun sekolah.
f) Solusi
Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah ini dalam
Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya
diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan
sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun. Program BKKBN membentik PIK-R
( Pusat Informasi dan Konseling Remaja) yang bekerjsama dengan sekolah, remaja masjid
dan sekolah-sekolah tinggi. Tapi kejadian ini masih terjadi.
Menurut saya Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi
(kespro) atau istilah kerennya sex education sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak
yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun
informal. Ini penting untuk mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Materi pendidikan seks bagi para remaja
ini terutama ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan perawatan
kesehatan seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif
termasuk bagi para remaja.

Anda mungkin juga menyukai