Anda di halaman 1dari 18

1

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian


Rumah Sakit Prof..Dr. R.D. Kandou Manado merupakan Rumah Sakit
Vertikal tipe A dimana operasionalnya sudah secara penuh pada tahun 1995.
Terletak di Kelurahan Malalayang 1 dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan RRI Stasiun Manado.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kompleks Manibang.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan pantai Manado.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan pegunungan.
Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit rujukan untuk wilayah

Indonesia Timur bagian Utara yang meliputi: Kalimantan Timur, Sulawesi

Tengah, Maluku, dan Irian Jaya. Merupakan Rumah Sakit pendidikan yang

memberikan pelayanan spesialis dan sub spesialis dari Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi Manado yang terdiri dari : Ilmu Kesehatan Anak,

Ilmu Penyakit Mata, Ilmu Bedah, Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit

Kebidanan dan Kandungan, Medik dan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Selain itu juga Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado merupakan

tempat praktek bagi mahasiswa sekolah kesehatan yang ada di Manado dan

sekitarnya.
Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado merupakan Rumah Sakit

rujukan yang melayani penderita rujukan dari seluruh Puskesmas dan memiliki

instalasi rawat inap yang terdiri dari : Irina A, Irina B, Irina C,

( C1,C2,C3,C4,C5),IMC (Intensif Medik Care), Irina D, Irina E, Irina F, Irina

VIP (Anggrek dan Nyiur Melambai), Instalasi Rawat Darurat Medik, Instalasi

Rawat Darurat Bedah, Instalasi Rawat Darurat Anak, Intensive Care Unit

(ICU), Intensive Coronary Care Unit (ICCU), Instalasi Bedah Sentral (IBS)

dan Anastesi, memiliki poliklinik yang terdiri dari: Poliklinik Penyakit Dalam,
2

Obstetri dan Ginekologi, Bedah, Anak, Gigi dan Mulut, Kulit Kelamin, Mata,

Jiwa dan Poliklinik gizi, serta memiliki Ruang Hemodialisa yang terdiri dari

Ruang Hemodialisa Melati dan Ruang Hemodialisa Dahlia. Tempat penelitian

ini berlangsung di Instalasi Hemodialisis yang merupakan tempat penderi

penyakit ginjal kronik menjalani hemodialisis.


Penelitian dilakukan di Instalasi Hemodialisis RSUP Prof. DR. R. D.

Kandou Manado, dari tanggal 28-31 Desember 2015. Jumlah sampel yang

diteliti sebanyak 30 orang Perawat dan 41 orang pasien penyakit ginjal kronik,

sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan.


B. Gambara Umum Responden
1. Perawat yang bertugas di Instalasi Hemodialisis

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin Perawat di Instalasi


Hemodialisis RSUP Prof. Dr.R.D.Kandou
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 8 27
Perempuan 22 73
Jumlah 30 100
Sumber : data primer 2015

Berdasarkan data pada tabel 5.1 menunjukan bahwa karakteristik

responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit yaitu 8 orang (27%),

sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (73%).

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan Perawat di


Instalasi Hemodialisis RSUP Prof. Dr.R.D.Kandou
Tingkat Pendidikan N %
D3 Keperawatan 20 67
S1 (Ners) 10 33
Jumlah 30 100
Sumber : data primer 2015
3

Berdasarkan data pada tabel 5.2 berdasarkan tingkat pendidikan

menunjukkan bahwa perawat yang pendidikan terakhirnya D3 Keperawatan

sebanyak 20 orang (67%) lebih banyak dari pada yang pendidikan

terakhirnya S1 Ners yakni sebanyak 10 orang (33%).


2. Pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan usia pasien PGK yang menjalani

hemodialisis di RSUP Prof. Dr.R.D.Kandou

Usia N %
< 40 tahun 3 7,3
40-45 tahun 27 65,9
46.50Ahun 10 24,4
> 50 tahun 1 2,4
Jumlah 41 100
Sumber : data primer 2015
Berdasarkan data pada tabel 5.3 menunjukan bahwa karakteristik

responden berdasarkan umur pasien yang terbanyak yaitu usia 40-45 tahun

yaitu 27 orang (65,9%), usia 46-50 tahun sebanyak 10 orang (24,4%), usia <

40 tahun sebanyak 3 orang (7,3%), dan usia > 50 tahun sebanyak 1 orang

(2,4%).
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pasien PGK yang

menjalani hemodialisis di RSUP Prof. Dr.R.D.Kandou

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 17 41,5
Perampuan 24 58,5
Jumlah 41 100
Sumber : data primer 2015
Berdasarkan data pada tabel 5.4 didapatkan hasil pasien penyakit

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis berjenis kelamin perempuan

sebanyak 24 orang (58,5%) lebih banyak dari pasien berjenis kelamin laki-

laki yang sebanyak 17 orang (41,5%).


4

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan lama menjani hemodialisis

pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RSUP Prof.

Dr.R.D.Kandou

Lama Menjalani HD N %
2 tahun 30 73
> 2 tahun 11 27
Jumlah 41 100
Sumber : data primer 2015
Berdasarkan data pada tabel 5.5 pasien penyakit ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis 2 tahun sebanyak 30 orang (73%) dan pasien

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis > 2 tahun sebanyak 11

orang (27%).
C. Analisis Univariat
Dari hasil pengelolahan data yang dilakukan, disajikan dalam bentuk

tabel dari univariat sebagai berikut:


Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat peran perawat

sebagai care giver di instalasi hemodialisis RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado

Peran Perawat sebagai Care Giver N %


Kurang Baik 4 13
Baik 26 87
Jumlah 50 100
Sumber : data primer 2015

Berdasarkan data pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa karakteristik peran

perawat sebagai care giver sebagian besar peran yang baik yaitu 26 orang

(87%) sedangkan peran yang kurang baik yaitu 4 orang (13%).


Tabel 5.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kualitas hidup pasien

PGK yang menjalani hemodialisis di instalasi hemodialisis RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado


5

Disfungsi Seksual N %
Rendah 7 17
Sedang 26 63
Tinggi 8 20
Jumlah 41 100
Sumber : data primer 2015

Berdasarkan data pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa karakteristik pasien

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis didapatkan yang terbanyak

adalah kualitas hidup sedang yakni 26 orang (63%), kemudian kualitas hidup

tinggi yakni 8 orang (20%), dan kualitas hidup rendah yakni 7 orang (17%).

D. Analisis Bivariat
Dari hasil pengelolahan data yang dilakukan, disajikan dalam bentuk

tabel dari bivariat sebagai berikut:


Tabel 5.8 Hasil analisis hubungan peran sebagai care giver dengan kualitas

hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di

Instalasi Hemodialisis RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Variabel r p

Peran Perawat Sebagai Care Giver


0,647 0,000
Kualitas Hidup Pasien

= 0,01 (2-tailed)

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 5.8 menggunakan uji

spearman dengan komputerisasi diperoleh nilai significansy 0,000 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara peran perawat sebagai care giver dengan

kualitas hidup bermakna. Nilai korelasi spearman sebesar 0,647 menunjukkan

bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat.


6

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Peran Perawat Sebagai Care Giver pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik

Yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado


Peran perawat pelaksana bertanggung jawab dalam memberikan

pelayanan keperawatan dari yang bersifat sederhana sampai yang paling

kompleks, baik secara langsung atau tidak langsung kepada klien gagal

ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Perawat pelaksana

menggunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Ali, 2002).


Hasil analisa data peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani terapi hemodialisa dari 32 responden didapat 90,6%

peran perawat pelaksana dalam kategori baik dan 9,4% dalam kategori

kurang baik (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan Perry dan Potter

(2004) bahwa seorang perawat memilki peranan untuk mengidentifikasi

strategi koping yang efektif dan aman untuk menghadapi berbagai masalah

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Hal ini juga
7

diutarakan oleh Suarli (2009), bahwa proses keperawatan adalah suatu

metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi

kebutuhan pasien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis,

psikologis, sosial dan spiritual yang optimal terutama pada pasien penyakit

kronis.
Peran perawat pelaksana tahap pengkajian pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan sudah

kategori baik dari 32 responden terdapat 90,6% (29 orang) proses

pengkajian yang dilakukan perawat pelaksana adalah baik dan 9,4% (3

orang) kurang baik (Tabel 3) . Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner

penelitian terdapat 65,6% perawat melakukan pengkajian fisik terlebih

dahulu sebelum dilakukan terapi pada pasien gagal ginjal kronis (Lampiran

11). Perry dan Potter, (2005) mengatakan pengkajian kepada pasien

merupakan pengkajian yang sangat penting dilakukan karena dapat

memberikan gambaran status kesehatan yang terjadi pada klien. Hal ini juga

diperkuat oleh Nursallam, (2007) bahwa perawat harus memiliki

kompetensi mengumpulkan data melalui anamnesis, observasi, dan

pemeriksaan fisik secara lengkap, akuran, relevan dan baru.


Hasil penelitian diperoleh bahwa peran perawat dalam proses

perencanaan di RSUP HAM Medan sudah baik, dimana sebanyak 81,3%

perawat pelaksana telah melakukan proses perencanaan dengan baik dan

hanya 18,8% perawat melakukan proses perencanaan kurang baik (Tabel 3).

Hal ini dapat dilihat juga dari hasil kuesioner penelitian 75% perawat telah

mempersiapkan terlebih dahulu semua peralatan yang dibutuhkan pasien

(Lampiran 11). Menurut Nursallam, (2007) dalam perencanaan perawat


8

memenuhi seluruh kebutuhan klien untuk meningkatkan proses

keperawatan.
Berdasarkan hasil penelitian peran perawat pelaksana dalam proses

implementasi di RSUP HAM Medan sudah dalam kategori baik. Dari 32

pasien yang mengisi kuesioner didapat perawat telah melakukan proses

implementasi dengan baik yaitu 100% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan

bahwa rata-rata perawat telah menuangkan rencana asuhan keperawatan ke

dalam tindakan. Menurut Potter dan Perry, (2005) menjelaskan bahwa

selama implementasi perawat mengkaji dan mengobservasi respon klien,

memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mengidentifikasi area bantuan,

mengimplementasi intervensi keperawatan yang sesuai dengan perencanaan.

Hal ini dapat dilihat juga dari hasil kuesioner penelitian dimana perawat

pelaksana 71,9% telah berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya

(Lampiran 11). Hal ini sesuai dengan Nursallam, (2003) bahwa selama

perencanaan perawat berkolaborasi dengan klien dan keluarga serta tim

kesehatan lainnya untuk meningkatkan status kesehatan klien. Implementasi

dalam kategori baik juga dapat dilihat dari hasil kuesioner penelitian dimana

65,6% perawat pelaksana telah menunjukkan sikap menghormati dan

menghargai hak pasien, 68,8% perawat memperhatikan kenyamanan pasien

selama terapi sebesar, 75,0% perawat menunjukkan sikap sopan, ramah

kepada pasien dan keluarga setiap melakukan tindakan (Lampiran 11).

Menurut Olds (1989), perawat pelaksana harus memiliki kemampuan untuk

melakukan asuhan keperawatan dan menunjukkan sikap sebagai protektor


9

yaitu memberi kenyamanan, bersikap sopan, ramah, serta menghargai hak

dan kewajiban pasien setiap memberikan asuhan kepada pasien.


Hasil penelitian peran perawat pelaksana dalam proses evaluasi di

RSUP HAM Medan sudah tergolong dalam kategori baik sebanyak 78,1%

dan kategori kurang baik 21,9% (Tabel 3). Hal ini juga terlihat dari hasil

kuesioner penelitian yang menunjukkan 75,0% perawat mengukur dan

memeriksa kembali kondisi pasien (Lampiran 11).


B. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado


Menurut Smeltzer dan Bare, (2004) pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisa dihadapkan kepada berbagai masalah finansial,

kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, depresi, dan ketakutan

terhadap kematian. Hal ini akan menyebabkan ketidakpuasan mereka dalam

menjalani kehidupan sehari-hari.


Hasil analisa data kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisa pada 32 responden didapat 62,5% dengan

kualitas hidup tinggi dan 37,5% dengan kualitas hidup sedang (Tabel 4). Hal

ini juga sesuai dengan penelitian Ibrahim (2009) yang mengatakan sebagian

besar pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa

mempersepsikan kualitas hidupnya rendah.


Berdasarkan hasil penelitian kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani terapi hemodilisa di RSUP HAM Medan pada komponen

kesehatan dapat dilihat dari komponen kesehatan fisik dalam kategori

sedang 50,0%, komponen kesehatan psikologis kategori tinggi 75,0%, dan

komponen kesehatan spiritual sudah dalam kategori tinggi 90,6% (Tabel 4).
Hasil penelitian pada komponen kesehatan fisik terdapat 28,1% dalam
10

kategori tinggi, 50,0% dalam kategori sedang, dan 21,9% ada dalam

kategori rendah (Tabel 4). Hasil penelitian Ibrahim (2009) kesehatan fisik

dipengaruhi oleh penyakit yang dialami pasien akan mempengaruhi kualitas

hidup pasien, dimana ada perbedaan yang bermakna pada kualitas hidup

pasien dengan masalah kesehatan yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian dimana kesehatan fisik pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan dalam kategori sedang

karena dari 32 pasien masalah penyakit yang diserita terdapat 56,3%

menderita penyakit hipertensi, 25,0% menderita penyakit Diabetes Melitus,

dan penyakit lain 18,8% menderita penyakit lain (Tabel 2). Kesehatan fisik

pasien gagal ginjal kronis pada penelitian ini juga dapat dilihat dari hasil

kuesioner penelitian dimana terdapat 46,9% pasien tidak mematuhi asupan

makan yang telah ditentukan sesuai program pengobatan dan 37,5% pasien

tidak mematuhi asupan minuman yang dapat dikonsumsi sesuai program

pengobatan. Hal ini dapat diasumsikan dapat mempengaruhi kesehatan fisik

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.


Hasil penelitian pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa di RSUP HAM Medan dilihat dari komponen kesehatan

psikologis dari 32 responden didapat 75,0% kesehatan psikologis tinggi dan

kesehatan psikologis sedang adalah 25% (Tabel 4). Smeltzer dan Bare,

(2004) pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa merasa

khawatir dengan kondisi sakitnya dan menghadapi masalah finansial, serta

kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan. Teori lain mengatakan bahwa

kecemasan dan kegagalan yang terjadi disebabkan oleh adanya ancaman


11

terhadap perubahan pada status kesehatan, sosial, ekonomi, fungsi peran dan

hubungan dengan orang lain. (Doengoes, Moorhouse 1999). Hasil penelitian

Wijaya (2008) juga mengatakan ada hubungna depresi dengan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Hal ini tidak

sesuai dengan hasil penelitian dimana sebesar 62,5% pasien tidak

mengalami depresi (Lampiran 13). Hal ini dapat diasumsikan karena adanya

dukungan emosional yang diterima pasien dari keluarganya ataupun koping

adaptif dari pasien itu sendiri (Safarindo, 1998 dalam Arlija, 2006)
Pasien yang mengalami stres, akan mencari dukungan dari keyakinan

agamanya. Hasil penelitian pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa dilihat dari komponen kesehatan spiritual sudah dalam kategori

tinggi 90,6% dan kategori sedang hanya 9,4% (Tabel 4). Dukungan dari

keyakinan agamanya sangat diperlukan untuk menerima keadaan sakit yang

dialami karena proses penyembuhan yang lama dan hasil yang belum pasti.

Hal ini juga dapat dilihat dari hasil kuesioner didapat 78,1% pasien

beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya adalah kehendak Tuhannya

dan berserah kepada Tuhannya (Lampiran 13).


Stress yang timbul akibat pelaksanaan terapi hemodialisa pada pasien
gagal ginjal kronis juga dapat diminimalkan dengan adanya interaksi dengan
lingkungan baik lingkungan kerja, kondisi di rumah maupun dengan

lingkungan tempat tinggal. Menurut Rachmani (2008) menyatakan bahwa

dengan berkumpul bersama orang seusia, diharapkan satu sama lain bisa

menyemangati. Mereka bisa mencurahkan mengenai kondisi fisik atau

masalah lainnya dengan teman satu komunitasnya. Aktivitas itu mungkin

bisa meringankan beban pikiran orang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodilisa
12

di RSUP HAM Medan pada komponen kepemilikan sudah tergolong

kategori tinggi yaitu sebanyak 78,1% dan kategori sedang 21,9% (Tabel 4).

Hasil penelitian yang dilihat dari hasil kuesioner didapat 81,3% pasien

merasa diperhatikan oleh keluarga dan teman-teman (Lampiran 13). Hal ini

menunjukkan kepemilikan secara sosial dari orang terdekat pasien

menunjukkan hubungan individu dengan lingkungannya baik dan

meningkatkan kualitas hidupnya.


Berdasarkan hasil penelitian kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani terapi hemodilisa di RSUP HAM Medan pada komponen

harapan sudah tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 65,6% (21

orang) dan kategori sedang 34,4% (Tabel 4). Komponen harapan yang

dimiliki pasien gagal ginjal kronis ini dapat dilihat dari hasil kuesioner yang

diperoleh sebesar 53,1% pasien tidak merasa gagal dalam menjalani hidup.

Hal ini dapat diasumsikan peneliti karena dukungan yang dimiliki pasien

gagal ginjal kronis dari dukungan sosial baik dari keluarga maupun tim

kesehatan mempengaruhi kualitas hidupnya. Monicabiheria, (2010 dalam

Desita,2010) menyatakan kondisi fisik yang dialami pasien yang menjalani

hemodialisa akan mengakibatkan individu tidak percaya pada dirinya

sendiri, merasa tidak mampu, dan tidak berharga. Hal ini sesuai dengan

analisa data kualitas hidup bahwa komponen harapan merupakan komponen

kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUP HAM Medan yang rendah

dibandingkan komponen kualitas hidup lainnya.


13

C. Hubungan Peran Perawat Sebagai Care Giver Dengan Kualitas Hidup

Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis DI RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado


Hasil penelitian peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa berhubungan

secara positif dengan interpretasi nilai kekuatan hubungan sedang (r=0,520).

Hasil analisa data memiliki nilai signifikan antara kedua variabel yaitu

(p=0,02) (Tabel 5), dimana terdapat hubungan antara peran perawat

pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan. Hal ini menunjukkan bahwa

hipotesa penelitian ini diterima.


Peran perawat pelaksana mampu meningkatkan kesehatan fisik, dan

mengembalikan emosional dan spiritual pasien (Perry dan Potter, 2004).

Proses ini menjadikan seorang pasien mendapatkan pelayanan kesehatan

yaitu serangkaian keputusan dan peristiwa yang terlibat dalam interaksi

antara sejumlah orang, termasuk keluarga, teman-teman, dan para

profesional yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan (White, 2004

dalam Rismauli, 2007).


Menurut Smeltzer dan Bare, (2004), pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisa memerlukan hubungan yang erat dengan

seseorang yang bisa dijadikan tempat menumpahkan perasaannya saat-saat

stres dan kehilangan semangat. Perawat dapat memberi dukungan kepada

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dengan

mengidentifikasi strategi koping yang efektif dan aman untuk menghadapi

berbagai masalah dan rasa takut.


14

Dukungan yang dimiliki pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

terapi hemodialias dapat mencegah berkembangnya masalah akibat yang

dihadapi. Seseorang yang mendapat dukungan yang tinggi akan lebih

berhasil menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding dengan yang

tidak memiliki dukungan (Taylor, 1990 dalam Kartika, 2010). Hasil

penelitian Sapri (2010) menyatakan faktor keterlibatan tenaga kesehatan

sangat diperlukan pasien terutama dalam memberikan asuhan keperawatan,

informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya.

Keterlibatan tenaga kesehatan dengan pasien dapat berupa pengawasan,

kedekatan hubungan emosional akan mempengaruhi ketaatan pasien dalam

menjalankan terapi.
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk

meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi dan akan meningkatkan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis. Hal ini sesuai dengan penelitian

Fitriani (2010), kepatuhan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodilisa 82,9% mempunyai hubungan dengan keterlibatan peran perawat

dalam menjalani terapi. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Lubis (2006)

yang mengatakan tenaga medis seperti dokter dan perawat yang berhadapan

langsung dengan pasien 36% merupakan sumber dukungan sosial yang

paling banyak berpartisipasi.


Kerjasama perawat dengan pasien gagal ginjal kronis yang manjalani

terapi hemodilisa dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Peran perawat

pada pasien gagal ginjal kronis dengan memberikan pelayanan keperawatan

yang holistik dan menjaga komunikasi dan sikap yang baik. Perawat
15

berperan dalam memberikan perhatian dan selalu melakukan interaksi

dengan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.


Menurut penelitian Sadeli (2003), terdapat hubungan kepuasan pasien

gagal ginjal kronis dengan peran perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan baik pelayanan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Perawat

memberikan pelayanan, informasi terapi serta memberikan kenyamanan

kepada pasien.
Kondisi yang kompleks pada pasien gagal ginjal kronis membutuhkan
petugas kesehatan. Hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal

ginjal terutama menghadirkan pelayanan kesehatan dengan keahlian khusus.

Keahlian khusus yang dimilki dalam memberikan pelayanan sangat

membantu. Perawat membantu pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

terapi hemodialisa meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam

menghadapi perubahan yang ditimbulkan (Smeltzer dan Bare, 2004).


Tindakan perawat dalam meningkatkan kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa adalah memberikan

kepercayaan diri kepada pasien, memberikan dukungan atau semangat

kepada pasien, memberikan penjelasan tentang dampak jika tidak menjalani

cuci darah bagi kesehatannya, memberikan suport mental. Perawat dapat

melakukan tindakan keperawatan dengan menstimulasi kesadaran dan

penerimaan terhadap masalah atau kebutuhan kesehatan kepada pasien

dengan jalan menunjang sikap atau emosi yang sehat dalam menghadapi

masalah tersebut.
16

BAB VII
Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
Terdapat hubungan yang positif antara peran perawat pelaksana

dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa di RSUP HAM Medan yang berarti semakin baik pelaksanaan

peran perawat pelaksana akan semakin tinggi juga kualitas hidup pasien

gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dimana kekuatan

hubungannya sedang.
Pelaksanaan peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani terapi hemodialisa dikategorikan baik (90,6%). Dari

keempat proses keperawatan yang dilakukan perawat pelaksana yaitu

pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi sudah dilakukan

dengan baik. Tahap implementasi merupakan pelaksanaan peran perawat

yang paling baik (100%).


Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa dikategorikan tinggi (62,5%). Ketiga komponen yang dinilai

yaitu komponen kesehatan (kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual),


17

kepemilikan dan harapan sudah dalam kategori baik. Komponen kesehatan

spiritual pasien merupakan kualitas hidup yang paling tinggi (90,6%) yang

dipersepsikan oleh pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa.

B. Saran
1. Pendidikan Keperawatan
Peran perawat pelaksana memegang peranan penting untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

terapi hemodialisa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

perhatian bagi pendidikan keperawatan agar mampu mempersiapkan

mahasiswa perawat yang memiliki perilaku caring perawat dalam

melakukan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisa.


2. Penelitian selanjutnya
Pada penelitian ini tidak dibahas mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan peran perawat pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Oleh karena itu, diharapkan

bagi penelitian selanjutnya perlu mengidentifikasi pengaruh usia

pertama kali menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.


3. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi perawat

pelaksana untuk meningkatkan kompetensinya sebagai perawat

pelaksana sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa misalnya dengan

mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak rumah sakit untuk


18

meningkatkan pengetahuan serta kemampuan pribadinya dalam

melayani pasien. Peneliti juga mengharapkan agar setiap perawat

mampu mengorientasikan kenyamanan pasien dalam menjalani terapi.

Anda mungkin juga menyukai