Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burning mouth syndrome atau sindroma mulut terbakar disebut juga

glossodynia, glossopyrosis, oral dysesthesia, stomatopyrosis dan stomatodynia.

Merupakan kumpulan gejala yang meliputi rasa terbakar, rasa sakit, rasa gatal ,

rasa kebas, rasa tajam dan atau bahkan mati rasa yang mengenai satu atau

beberapa struktur rongga mulut.1

Sindrom mulut terbakar (BMS) didefinisikan sebagai kondisi sakit

orofasial kronis, ditandai dengan adanya gejala sensasi rasa terbakar terlokalisir di

lidah dan bibir atau mungkin melibatkan seluruh rongga mulut. Prevalensi

terbakar gejala mulut dilaporkan dari internasional Studi berkisar dari 0,6%

menjadi 15%. BMS adalah kondisi yang diartikan sebagai sensasi terbakar tanpa

perubahan patologis dari mukosa mulut.2

Prevalensi BMS dilaporkan untuk masyarakat umum bervariasi antara 0,7

dan 15%. Basker dan rekan kerja melaporkan prevalensi BMS menjadi antara

2,6% dan 11% dalam berbagai kelompok pasien. Dalam sebuah survei di antara

manusia yang dipilih secara acak dan wanita usia 20-69 tahun di Northern Swedia

prevalensi BMS meningkat dari 0,7% menjadi 3,6% pada laki-laki dan dari 0,6%

menjadi 12,2% pada wanita dengan bertambahnya usia. Dalam sebuah studi

epidemiologi yang dilakukan di Amerika Serikat, prevalensi keseluruhan mulut

terbakar ditemukan 0,7% pada orang dewasa hingga usia 65 tahun.3

1
Gejala klinis dari burning mouth syndrome yang sering terjadi yaitu

sensasi rasa terbakar pada rongga mulut dimana penyebabnya belum diketahui.

Kondisi ini jarang diketahui oleh masyarakat luas, sehingga mereka tidak

mengetahui bagaimana penatalakasaan dari kondisi ini. Penatalaksaan dari kondisi

ini dapat disesuaikan berdasarkan faktor-faktor yang terlibat.4,5

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah sebagai

berikut.
1.2.1 Apakah penyebab dari burning mouth syndrome?
1.2.2 Bagaimana prevalensi dari burning mouth syndrome?
1.2.3 Bagaimana gejala yang di timbulkan dari burning mouth syndrome?
1.2.4 Bagaimana perawatan dari burning mouth syndrome?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang dibuat, penulisan ini bertujuan untuk

mengetahui penyebab, prevalensi, gejala, dan perawatan dari burning mouth

syndrome.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Penulis

Penulisan ini dapat memperluas wawasan pengetahuan dan mengetahui

penyebab, prevalensi, gejala, dan perawatan dari burning mouth syndrome.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Agar dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat dari

penyakit burning mouth syndrome mengenai penyebab, prevalensi, gejala serta

perawatannya.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

3
Burning mouth syndrome atau stomatodynia atau stomatopyrosis atau oral

dysesthesia atau sore mouth atau sore tongue adalah suatu rasa nyeri yang

terlokalisir di dalam rongga mulut. Menurut International Headache Society

(IHS), burning mouth syndrome adalah suatu sensasi rasa terbakar pada rongga

mulut tanpa ditemukannya penyebab yang berasal dari dental ataupun sistemik.4

2.2 Epidemiologi

Sulit menetapkan epidemiologi BMS karena tidak ada definisi yang

diterima secara universal. Prevalensi glossodynia pada populasi umum

diperkirakan 2,5 sampai 5,1%. Dalam sebuah studi oleh Bergdahl dan Bergdahl

(1999), prevalensi diperkirakan 3,7% dari 1427 subyek yang berusia antara 20 dan

69 tahun. angka ini meningkat menjadi 14% dalam studi oleh Ferguson et al.

(1981) dan 26% dari mereka yang diambil oleh van der Waal (1990), di mana

subyek terdiri dari wanita postmenopause. Hipotesis, BMS memiliki hubungan

dengan jenis kelamin, usia dan menopause karena adanya perubahan hormonal

yang terjadi dan memiliki peran patogenik. Namun, perempuan lebih berpengaruh

dibandingkan laki-laki, rasio jenis kelamin menjadi 7: 1. usia rata-rata pasien

berusia 62 tahun, dengan kisaran antara 40 dan 85 tahun. Kondisi ini memiliki

prevalensi yang tinggi, yang bervariasi sesuai dengan penelitian dari 0,7%

menjadi 14,8 - 15%.6

2.3 Etiologi

Burning mouth syndrome dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya, tetapi

terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keadaan tersebut. Faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut.4,7

4
a. Faktor lokal
Beberapa kondisi oral dapat mempengaruhi terjadinya burning mouth

syndrome, seperti lichen planus, geographic tongue, tongue thrusting,

bruxism, menyikat gigi terlalu keras, penggunaan obat kumur, dan

mengkonsumsi minuman yang asam.7


b. Faktor sistemik
Keadaan sistemik juga dapat mempengaruhi terjadinya burning mouth

syndrome seperti syndrome sjogren dan terapi radiasi. 7


c. Faktor nutrisi
Kekurangan vitamin B1, B2, B6, dan B12 serta zinc, folat dan zat besi

merupakan penyebab sekunder dari terjadinya burning mouth syndrome. 7


d. Alergi dan faktor immunologi
Bahan dental seperti merkuri dan methyl methacrylate dapat menyebabkan

alergi. Selain itu, peningkatan IgA di dalam saliva terjadi pada pasien burning

mouth syndrome yang disebabkan oleh alergi dan faktor immunologi. Kontak

alergi yang terjadi dapat mempengaruhi mukosa mulut dan menghasilkan

adanya sensasi rasa terbakar. 7,8


e. Faktor psikologis
Pasien burning mouth syndrome menunjukan peningkatan kortisol didalam

saliva pada penderita yang mengalami tingkat stress yang lebih tinggi.

Namun, kecemasan dan depresi ini dianggap sebagai faktor yang dapat

memperparah keadaan burning mouth syndrome. 7


f. Kelainan endokrin
Wanita yang mengalami menopause dikatakan memiliki prevalensi yang lebih

tinggi untuk terjadinya burning mouth syndrome. Estrogen memiliki efek

pada mukosa mulut. Apabila terjadinya penurunan hormone estrogen, maka

dapat menyebabkan perubahan atrofi sehingga mengubah stimulasi ujung

saraf di dalam epitel yang dapat mengakibatkan terjadinya peradangan.4,7


g. Kelainan neurologik

5
Tes sensorik telah mengungkapkan bahwa adanya rasa panas dan rasa nyeri

pada pasien burning mouth syndrome dikarenakan adanya interaksi abnormal

antara fungsi sensorik dari chorda tympani dan nervus lingual baik di perifer

atau di sistem saraf pusat.7

2.4 Klasifikasi

Menurut Scala dkk, burning mouth syndrome diklasifikasikan menjadi 2

tipe, yaitu sebagai berikut:4,5

a. Burning mouth syndrome primer/idiopatik


Merupakan burning mouth syndrome yang tidak diketahui penyebabnya.
b. Burning mouth syndrome sekunder
Merupakan burning mouth syndrome yang disebabkan oleh faktor lokal,

faktor sistemik, dan psikologi.

Menurut Lamey dan Lamb, burning mouth syndrome terbagi menjadi 3

tipe klinis menurut gejala yang ditunjukan, 3 tipe klinis tersebut adalah sebagain

berikut.4,5

a. Tipe 1
Pada tipe 1 ini ditandai dengan rasa terbakar dan nyeri yang jelas. Pada

awalnya pasien tidak merasakan adanya rasa nyeri, namun secara bertahap

rasa nyeri dan rasa terbakar itu muncul. Tipe ini mungkin berhubungan

dengan adanya penyakit sistemik, termasuk adanya defisiensi nutrisi.


b. Tipe 2
Pada tipe 2 ini pasien merasakan gejala yang semakin nyata dan tetap

sepanjang hari dan pada malam hari saat tidur malam sehingga membuat

pasien sulit untuk tidur. Pada tipe ini biasanya berhubungan dengan gangguan

6
psikologis seperti kecemasan kronis akibat pola tidur berubah dan terkait

dengan penggunaan obat antidepresan, yang menyebabkan xerostomia.7


c. Tipe 3
Pada tipe 3 ini, gejala yang ditimbulkan hilang timbul, dengan lokasi dan rasa

nyeri yang berbeda. Tipe ini, biasanya disebabkan oleh kontak alergi dan

kecemasan.

2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis dapat membantu dalam mendiagnosis burning mouth

syndrome. Berikut ini adalah macam-macam gejala klinis yang terjadi pada

burning mouth syndrome:5,6,7,9,10

1. Paling sering terjadi pada wanita


2. Dapat terjadi pada wanita perimenopause atau menopause.
3. Sensasi terbakar secara terus-menerus atau rasa sakit pada jaringan lunak

mulut.
4. Kriteria diagnostik untuk BMS adalah rasa nyeri secara terus menerus selama

minimal 4-6 bulan. BMS dapat berlangsung selama 12 tahun atau lebih

dengan durasi rata-rata 3,4 tahun.


5. Biasanya dapat menyerang lidah, menyebabkan glossodynia dan

glossopyrosis.
6. Gejala dapat bervariasi dari nyeri ringan sampai berat tapi moderat sering

terlihat.
7. Gejala dapat muncul pagi atau berkembang di kemudian hari.
8. Terjadi perubahan sensasi rasa misalnya pahit atau rasa logam
9. Mukosa mulut muncul tampaknya normal tanpa perubahan yang terlihat.
10. Xerostomia

7
11. Geographic tongue dan fissured tongue
12. Biasanya bilateral, tetapi dapat unilateral
13. Gangguan emosional dan suasana hati

2.6 Diagnosis

Pemeriksaan untuk mendiagnosis burning mouth syndrome adalah dengan

melakukan anamnesis secara rinci terhadap adanya rasa terbakar yang dirasakan

pasien termasuk juga menanyakan kepada pasien mengenai riwayat dental dan

sistemik.4,5,11 Selain itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan psikologis untuk menegakan diagnosis tersebut. Pemeriksaan

laboratorium meliputi pemeriksaan darah, kultur jaringan, patch test, radiologi,

analisis sialometrik, dan biopsy lidah atau mukosa oral. Pemeriksaan darah

dilakukan untuk mengetahui jumlah sel darah lengkap, tingkat glukosa, fungsi

tiroid, faktor nutrisi dan fungsi imun. Kultur jaringan dilakukan untuk mengetahui

infeksi virus atau jamur atau bakteri. Patch test, untuk mengetahui alergi yang

diderita oleh pasien. Analisis sialometrik dilakukan untuk mengevaluasi jumlah

dan aliran saliva. Sedangkan untuk pemeriksaan psikologis dapat dilakukan

dengan mengisi kuesioner untuk memeriksa adanya gejala dari depresi, anxiety,

dan lain sebagainya.7

8
Setelah pemeriksaan dilakukan secara keseluruhan, Scala mengemukakan

kriteria diagnosis untuk burning mouth syndrome sebagai berikut.4

Adanya sensasi rasa terbakar yang dalam pada mukosa oral bilateral.
Sensasi rasa terbakar sudah dirasakan 4-6 bulan.
Sensasi rasa terbakar konstan dan intens selama siang hari.
Tidak ada gangguan tidur.
Xerostomia
Perubahan mood atau perubahan psikopatologis.

2.7 Penatalaksanaan

Sebelum dilakukannya penatalaksaan pada pasien yang mengalami

burning mouth syndrome, operator harus mengetahui secara detail mengenai

riwayat penyakit sistemik dan penyakit gigi dan mulut serta menganalisis hasil

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan psikologis pasien terlebih dahulu. Hal

tersebut penting untuk mengidentifikasi tipe dari burning mouth syndrome yang

terjadi (burning mouth syndrome primer atau sekunder). Tujuan utama dari

penatalaksanaan burning mouth syndrome tipe sekunder adalah menghilangkan

atau merawat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya burning mouth

syndrome sehingga didapatkan perbaikan klinis yang signifikan. Apabila faktor

tersebut sudah dihilangkan atau dirawat tetapi gejala tersebut masih ada, maka

dapat dilakukan penatalaksanaan burning mouth syndrome dengan terapi

medikasi.4,5

Terapi medikasi yang dapat diberikan berupa clonazepam,

chlordiazepoxide, capsaicin dan oral lidokain. Clonazepam (1 mg yang

dikonsumsi 3 kali sehari) digunakan pada pasien dengan burning mouth syndrome

tipe primer. Chlordiazepoxide dapat menyebabkan penurunan ketegangan saraf

9
(anxiety) dan ketegangan otot, serta menyebabkan sedasi. Capsaicin, dikonsumsi

dalam bentuk obat kumur berguna untuk pengobatan pasien dengan burning

mouth tipe primer dan telah dilaporkan bahwa 75% pasien merasakan

berkurangnya sensari rasa terbakar setelah 2 bulan penggunaan tanpa disertai efek

samping. Oral lidokain juga telah digunakan secara topikal untuk menghilangkan

sensasi rasa terbakar.4,7

Kemudian, apabila yang terjadi adalah burning mouth syndrome tipe

sekunder maka penatalaksaan dilakukan sesuai dengan faktor yang menyebabkan

terjadi gejala tersebut. Apabila terjadi karena kelainan endokrin (hormon), maka

dapat dilakukan terapi penggantian hormon. Jika terjadi karena defisiensi nutrisi

maka dapat diberikan suplemen nutrisi. Apabila terjadi karena adanya alergi,

maka dapat dihilangkan penyebab terjadinya alergi tersebut dan lain sebagainya.

Pasien burning mouth syndrome disarankan untuk melakukan terapi kombinasi

untuk didapatkan hasil perawatan yang lebih baik.5,7

Gejala dari burning mouth syndrome ini dapat berkurang dan dapat

dicegah untuk lebih lanjut dengan memperhatikan hal sebagai berikut.7

a. Menghindari konsumsi rokok


b. Menghindari konsumsi makanan atau minuman yang mengandung mint
c. Menghindari makanan panas dan pedas
d. Menghindari makanan dan minuman yang asam
e. Menggunakan pasta gigi yang berbeda
f. Mengambil langkah-langkah untuk mengurangi terjadinya stress.

10
BAB 3

PEMBAHASAN

Burning mouth syndrome glossodynia, glossopyrosis, oral dysesthesia,

stomatopyrosis, stomatodynia, sore mouth, dan sore tongue adalah suatu sensasi

rasa terbakar pada rongga mulut tanpa ditemukannya penyebab yang berasal dari

dental ataupun sistemik.4 Prevalensi burning mouth syndrome pada populasi

umum diperkirakan 2,5 sampai 5,1%.6 Burning mouth syndrome dapat terjadi

tanpa diketahui penyebabnya, tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat

11
mempengaruhi keadaan tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lokal, faktor

sistemik, faktor nutrisi, alergi dan faktor immunologi, faktor psikologis, dan

kelainan endokrin.4,7

Burning mouth syndrome (BMS) biasanya digambarkan oleh pasien

sebagai sensasi terbakar di mukosa mulut dengan tidak adanya perubahan klinis

yang jelas. Hal ini terjadi lebih sering pada wanita paruh baya dan lanjut usia,

dimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Massler menunjukan bahwa diantara

86 wanita dalam masa post menopause, 93% diantaranya mengeluhkan rasa panas

pada mulutnya. Masa transisi hormonal ditandai dengan adanya perubahan fisik

dan emosional. Namun peneliti masih memperdebatkan efek estrogen pada

mukosa rongga mulut.

Etiologi burning mouth syndrome yang belum jelas memicu banyak

penelitian yang dilakukan para ahli, diantaranya penelitian Laura dkk, menyatakan

adanya trigeminal small-fiber sensory neuropathy yang mengenai lidah dengan

karakteristik hilangnya serat saraf dan degeneratif difus di epitel dan sub epitel

yang signifikan serta penurunan densitas serat saraf tidak bermielin di epitel yang

terlihat pada pemeriksaan imunohistokimia.1

Hipotesis lain menyatakan adanya gangguan pada inervasi otonom di

rongga mulut penderita burning mouth syndrome didukung oleh penelitian

Jasskelainen yang menyatakan adanya kelainan patologik yang melibatkan sistem

saraf trigeminal-fasial. Penelitian lain menyatakan adanya gangguan regulasi

dalam sirkulasi mukosa penderita burning mouth syndrome, dengan kata lain

12
burning mouth syndrome dapat disebabkan oleh gangguan persyarafan sensasi

otonom dan gangguan pada mikrosirkulasi.1

Menurut Ship dkk, faktor yang dapat mempengaruhi burning mouth

syndrome dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelainan oral dan yang

disebabkan oleh kelainan sistemik. Kelainan oral seperti keluhan rasa kering di

rongga mulut yang dapat pula disertai adanya keluhan perubahan pengecapan,

seringkali menimbulkan sensasi mulut terbakar. Keluhan tersebut ditemukan pada

sekitar 50% kasus. Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan adanya rekahan atau

fisur pada dorsum lidah, mukosa mulut yang kering, papilla fungiformis pada

sepertiga anterior dorsum lidah yang prominen dan keluhan pengecapan.1

Keadaan sistemik yang dapat menyebabkan keluhan rasa terbakar di

rongga mulut seperti, diabetes mellitus defisiensi nutrisi, pemakaian obat-obatan

serostomik, pemakaian angiotensin converting enyme (ACE) inhibitors,

pemakaian protease inhibitors, kelainan fungsi tiroid, dan adanya neuropati.

Defisiensi hematinik yaitu defisiensi zat besi, asam folat atau vitamin B,

dilaporkan pada sekitar 30% kasus burning mouth syndrome. Pemakaian obat-

obatan jenis angiotensin converting enyme (ACE) inhibitors seperti catopril,

enapril, dan lisinopril dilaporkan dapat menyebabkan timbulnya keluhan burning

mouth syndrome dan rasa sakit di daerah fasial yang atipikal. Literatur lainnya

menyatakan kemungkinan kelainan pencernaan seperti gastro eosophageal refluks

disease (GORD) juga dapat merupakan kondisi yang melatarbelakangi terjadinya

burning mouth syndrome.1 Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa

13
etiologi dari burning mouth syndrome lebih banyak di sebabkan oleh faktor lokal

di bandingkan dengan faktor sistemik.

Faktor psikologik dan psikososial memiliki peranan penting pada rasa sakit

di orofasial tetapi hanya beberapa penelitian yang menggunakan metode

psikometrik yang obyektif untuk mendapatkan status psikologis pasien. Rojo dkk

melakukan pengamatan psikiatrik pada 74 pasien BMS dengan menggunakan

Hamiltons Depression and Anxiety Scales.6 Hasilnya pada 51,35% pasien BMS

ditemukan kelainan psikiatrik. Menurut lamey dan lamb bms tipe 2 memiliki

prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bms tipe 1 dan 3 yaitu sekitar

55% dimana pasien merasakan gejala yang semakin nyata dan tetap sepanjang

hari dan pada malam hari saat tidur malam sehingga membuat pasien sulit untuk

tidur. Pada tipe ini biasanya berhubungan dengan gangguan psikologis.5,7 Peneliti

melakukan pengamatan psikiatrik pada 74 pasien BMS dengan menggunakan

Hamiltons Depression and Anxiety Scales.6 Hasilnya pada 51,35% pasien BMS

ditemukan kelainan psikiatrik. Bms tipe 2 memiliki prevalensi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan bms tipe 1 dan 3 yaitu sekitar 55% dimana pasien

merasakan gejala yang semakin nyata dan tetap sepanjang hari dan pada malam

hari saat tidur malam sehingga membuat pasien sulit untuk tidur. Pada tipe ini

biasanya berhubungan dengan gangguan psikologis.5,7 Sensasi terbakar pada

burning mouth syndrome merupakan gejala klinis yang paling sering dirasakan

oleh pasien tetapi BMS juga dapat bermanifestasi sebagai sensasi gatal, mati rasa,

perubahan rasa (pasien BMS dilaporkan ageusia untuk pahit / asam / zat pedas

atau rasa logam), mulut kering, nyeri terbakar, dll dimana gejala-gejala ini hampir

14
selalu berada di lidah atau membran mukosa mulut, di lebih dari satu lokasi di

rongga mulut, anterior dua pertiga anterior lidah, anterior langit-langit keras dan

mukosa bibir. Ambaldhage mengemukakan bahwa lokasi yang paling umum

terjadi burning mouth syndrome adalah pada ujung lidah (71%) kemudian diikuti

oleh bibir (50%), lateral lidah (46%) , dan palatum (46%).4,6

BAB 4

KESIMPULAN

Burning mouth syndrome adalah suatu sensasi rasa terbakar pada rongga

mulut tanpa ditemukannya penyebab yang berasal dari dental ataupun sistemik.

Burning mouth syndrome dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya, tetapi

terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keadaan tersebut, salah

15
satunya adalah adanya faktor lokal pada rongga mulut. Kemudian burning mouth

syndrome memiliki beberapa tipe berdasarkan etiologi dan gejala yang ditunjukan,

tetapi yang paling sering terjadi adalah burning mouth syndrome tipe 2.
Gejala klinis dari burning mouth syndrome yang paling umum terjadai

adalah rasa kering di rongga mulut yang dapat pula disertai adanya keluhan

perubahan pengecapan, seringkali menimbulkan sensasi mulut terbakar.

Penatalaksaan pada pasien yang mengalami burning mouth syndrome dapat

ditentukan dari anamnesis, pemeriksaan labolatorium, dan pemeriksaan psikologis

pasien. Hal tersebut penting untuk mengidentifikasi tipe dari burning mouth

syndrome yang terjadi (burning mouth syndrome primer atau sekunder). Tujuan

utama dari penatalaksanaan burning mouth syndrome tipe sekunder adalah

menghilangkan atau merawat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya burning

mouth syndrome sehingga didapatkan perbaikan klinis yang signifikan. Apabila

faktor tersebut sudah dihilangkan atau dirawat tetapi gejala tersebut masih ada,

maka dapat dilakukan penatalaksanaan burning mouth syndrome dengan terapi

medikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmayanti, Febrina. Sindroma Mulut Terbakar. Journal Of Dentistry


Indonesia Edisi Khusus KPPIKG XIV. 2006; 17-21.

2. Dr. Arti Tiwari, Dr. Ruchir Dhawan. Burning Mouth Syndrome: A


Comprehensive Analysis from Different Perspectives. International Journal of
Science and Research (IJSR). 2015; Vol 4: 2319-7064.

3. Colak, Hakan. Prevalence Of Burning Mouth Syndrome in Adult Turkish


Population. Dicle Medical Journal. 2011; 38 (3): 289-293.

16
4. Ambaldhage dkk. Burning Mouth Syndrome: An Update. Indian Journal of
Pain. 2015: 29(1). 2-8.

5. Sun dkk. Burning Mouth Syndrome: A Review and Update. Journal of Oral
Pathology & Medicine. 2013: 42. 649-655.

6. Coculescu dkk. Epidemiological and Etiological Aspects of Burning Mouth


Syndrome. Journal of Medicine and Life. 2014: 7(3); 305-309.

7. Sunil dkk. An Overview of Burning Mouth Syndrome. Indian Journal of


Clinical Practice. 2012: 23(3). 145-152.

8. Blasberg dkk. Orofacial Pain. In: Greenbreg dkk. Burkets Oral Medicine.
11thEd. India: BC Decker, 2008: 284-285.

9. Fedele dkk. Burning Mouth Syndrome (Stomatodynia). Q J Med. 2007; 100:


527-530.

10. Spanemberg dkk. Burning Mouth Syndrome: Update. OHDM. 2014; 13(2).

11. Lewis M, Jordan R. Orofacial Pain (Including Sensory and Motor


Disturbance). In: Lewis M, Jordan R. A Colour Handbook of Oral Medicine.
London: Manson Publishing, 2004: 156-157.

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................


.....................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................

17
1.1................................................................................................L

atar Belakang ........................................................................


...............................................................................................

1.2................................................................................................R

umusan Masalah ...................................................................


...............................................................................................

1.3................................................................................................T

ujuan Penulisan ...................................................................


...............................................................................................

1.4................................................................................................M

anfaat Penulisan ...................................................................


...............................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................

2.1 Definisi .....................................................................................

2.2 Epidemiologi ............................................................................

2.3 Etiologi .....................................................................................

18
2.4 Klasifikasi ................................................................................

2.5 Gejala Klinis .............................................................................

2.6 Diagnosis ..................................................................................

2.7 Penatalaksanaan .......................................................................

10

BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................................

13

BAB 4 KESIMPULAN ................................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

18

REFERAT ORAL MEDICINE

BURNING MOUTH SYNDROME

19
Disusun Oleh :
Dewi Tari Miranty 2015 16 135
Diana Ulfah Wijaya 2015 16 136
Dimas Noor Aditianto 2015 16 137

Pembimbing :
Prof.Dr. Hadi Soenartyo, drg, M.Sc, Sp. PM.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2017

20

Anda mungkin juga menyukai