Anda di halaman 1dari 10

Efek Pertumbuhan

Efek anemia sel sabit pada pertumbuhan diduga merupakan hasil dari infark tulang. Pemendekan
epifisis timbul dari gangguan vaskular yang menyebabkan kerusakan pada lempeng
pertumbuhan, memperlambat atau menghentikan pertumbuhan tulang rawan dan mengakibatkan
pemendekan tulang (14) (Gambar 15, 16). Penyatuan prematur dari pertumbuhan lempeng secara
terpusat sering terjadi karena tidak tumbuhnya pembuluh dari metafiseal. Namun, pada
deformitas tibiotalar, penyatuan premature terjadi secara lateral karena iskemik lokal (1).
Akibatnya, terlihat kemiringan dari permukaan artikular tibia distal dan talus terlihat (Gambar
17). Deformitas epifisis dengan cupping dari metafisis yang berdekatan metafisis telah dijelaskan
dalam anemia sel sabit namun mungkin pula terjadi pada gangguan masa kanak-kanak lainnya,
seperti infeksi (Gambar 16). Di tulang belakang, depresi dari endplate badan vertebralis adalah
manifestasi lain dari gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh iskemia dan infark.
Deformitas tulang belakang yang berbentuk H diduga akibat dari infark lempeng pertumbuhan
sentral. Hal ini dapat dibedakan dari hiperplasia sumsum oleh bentuk karakteristik dari tampilan
steplike pada vertebra endplate (Gambar 6, 18). Selain itu, bentuk kompensasi pemanjangan
tulang yang berdekatan dengan vertebra berbentuk Hmungkin terjadi; deformitas ini telah
digambarkan sebagai vetebra "tower" (15).

Osteomyelitis dan Arthritis Sepsis

Infeksi tulang dan sendi merupaka komplikasi serius dari penyakit sel sabit dan penyebab
penting dari kasus rawat inap. Dalam sebuah penelitian, tingkat kejadian relatif hampir 18%
ditemukan untuk osteomyelitis dan 7% untuk sepsis arthritis (16). Tingginya frekuensi infeksi
pada pasien dengan penyakit sel sabit ini disebabkan sejumlah faktor. Hiposplenisme, yang
merupakan sekunder untuk infark di masa kanak-kanak dan fibrosis lanjutan, diduga menjadi
faktor penting, seperti fagositosis terganggu dan disfungsi pelengkap (17). Infark dan nekrosis
tulang meduler menciptakan media kultur yang baik pertumbuhan dan penyebaran bakteri.
Sebagai tambahan, kunjungan berulang ke rumah sakit kemungkinan meningkatkan paparan
pasien terhadap bakteri patogen tertentu. (1). Berbagai spesies Salmonella tertentu, serotipe
nontypical seperti S paratyphi B, S enteritidis, S typhimurium, dan S choleraesuis- adalah bakteri
patogen yang paling umum terkait dengan infeksi tulang dan sendi pada penyakit sel dan
dianggap terlibat dalam kebanyakan kasus osteomielitis (18). Staphylococcus aureus, organisme
penyebab paling umum kedua, terlihat pada sekitar 10% dari kasus osteomyelitis terkait sel sabit,
berbeda dengan osteomyelitis dari penyebab lain, di mana itu merupakan agen kausal yang lebih
sering. Organisme gram negatif juga yang terlibat, dan osteomyelitis dan arthritis tuberkulosis
telah dilaporkan pada penyakit sel sabit (19,20). Infeksi umumnya berasal dari hematogen .
Bakteremia karena Salmonella dan organism Gram-negatif lainnya yang diduga hasil dari
perputaran antara pembuluh mesenterika dan infark gastrointestinal kemudian (21). Namun,
penyebaran langsung dari infeksi terjadi, sering dari ulkus kaki. Seperti yang diharapkan,
commensals kulit, termasuk S aureus dan organisme anaerob, yang sering tumbuh di dalam
kultur laboratorium di beberapa kasus.

Osteomielitis mempengaruhi tulang panjang secara menetap, tapi tulang lainnya, seperti tulang
belakang, juga dapat ikut terlibat. Manifestasi klinisnya adalah nyeri, demam, pembengkakan,
dan peningkatan penanda inflamasi dalam serum darah. Gejala klinis ini mirip dengan krisis
tulang yang menyakitkan, dan sulit dibedakan dari infeksi infark. Namun, masalah diagnostik ini
sangat penting karena kebutuhan untuk pengobatan septikimia dan destruksi tulang yang cepat
dan untuk menghindari pengobatan antibiotik jangka panjang yang tidak perlu serta resistensi
bakteri potensial. Kultur darah positif pada 50% kasus osteomyelitis akut dan sering digunakan
untuk mendiagnosa infeksi secara akurat. Jika infeksi tidak diduga dan sampel darah diambil
kemudian, kultur biasanya tidak membantu. Ciri-ciri radiografi biasanya nonspesifik dan
seringkali normal pada awalnya. Perubahan paling awal mungkin tidak jelas selama 8-10 hari;
dan temuan radiografi dari peradangan periosteal, osteopenia, dan sclerosis terlihat pada infark
maupun infeksi (22) (Gambar 19). Ultrasonography (US) bisa menjadi modalitas yang berguna,
karena cepat, portabel, non-invasif, dan lebih diterima anak-anak. Resolusi tinggi US
memungkinkan manilai perubahan jaringan lunak, pengumpulan cairan, dan reaksi periosteal dan
dapat ditargetkandi tempat nyeri terbesar. Hal ini juga memungkinkan sebagai panduan
diagnostik dan intervensi terapeutik, seperti drainase perkutan (23,24). Gambaran radioisotop
memberikan informasi yang berguna mengenai osteomyelitis akut. Kemampuan untuk
menggambarkan seluruh rangka sekaligus memberikan modalitas ini keuntungan untuk
mendeteksi penyakit multifokal.

Dinamis atau triple-fase 99mTc MDP scintigraphy biasanya menunjukkan sebuah kombinasi
peningkatan perfusi, hiperemia, dan aktivitas osteoblastik yang menghasilkan peningkatan
uptake selama ketiga fase di area yang terpengaruh oleh osteomielitis akut. Keragaman pola
uptake radiotracer pada infark menyebabkan sulitnya diferensiasi antara hal tersebut dan
osteomielitis akut. Dalam kasus tersebut, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan modalitas
seperti pencitraan leukosit radiolabeled. Pencitraan leukosit radiolabeled dilakukan dengan
menggunakan salah indium 111 atau 99mTc oxim hexamethylpropyleneamine sebagai pengusut
radioaktif. Fokus dari infeksi memperlihatkan peningkatan uptake, sedangkan daerah infark
diindikasikan oleh photopenia (Gambar 21). Namun, luas dan ekspansi sumsum yang tidak
teratur sering dilihat di penyakit sel sabit yang dapat menyebabkan kesulitan dalam
menggambarkan interpretasi. Metode scintigraphic lain untuk mendeteksi osteomyelitis akut
adalah pencitraan sumsum tulang dengan menggunakan 99mTc sulfur koloid. Uptake
radionuklida menurun pada infark dan normal pada infeksi. Ketika gambar sumsum tulang
dibandingkan dengan gambaran leukosit radiolabeled, kelainan yang sesuai menunjukkan
indikasi dari infark; sebaliknya, uptake yang normal pada sumsum dikombinasikan dengan
uptake secara abnormal tinggi pada gambaran leukosit menunjukkan adanya indikasi
osteomyelitis (25). Perbandingan uptake pada scintigrams dengan 99mTc MDP dan dengan
gallium 67 (67Ga) menunjukkan uptake yang lebih intens pada area infeksi dengan scintigram
gallium 67 daripada 99mTc MDP. Namun, sifat intrinsik dari 67Ga (misalnya, beberapa puncak
energi foton dan variabel biodistribusi) membuat metode kurang ideal. Skintigrafi 67Ga memang
memiliki peran dalam mengevaluasi osteomyelitis tulang belakang, karena pencitraan.leukosit
radiolabeled.tidak reliabel di regio ini. Namun, dengan akurasi 90%, MRI adalah modalitas yang
paling sering digunakan untuk evaluasi osteomyelitis tulang belakang (26). MRI adalah alat yang
berguna untuk mendiagnosis osteomielitis pada penyakit sel sabit karena mampu menampilkan
perubahan patologis sebelum terlihat pada radiografi. MRI memiliki peran penting dalam
menunjukkan penumpukan cairan dengan atau tanpa sequestra, dan cacat kortikal dengan
penumpukan cairan di jaringan lunak yang berdekatan. Urutan T1 tertimbang menunjukkan
penumpukan cairan sebagai daerah dengan intensitas sinyal rendah, meskipun perawatan harus
diambil jika sumsum lemak digantikan dengan sumsum hematopoietik di wilayah ini. Urutan
saturasi lemak T2 yang tertimbang menunjukkan cairan sebagai daerah yang mempunyai
intensitas sinyal tinggi dalam sumsum tulang. Jika terdapat sequestrum, maka akan muncul
sebagai pusat daerah dengan intensitas sinyal rendah. Urutan ini juga berguna untuk
menunjukkan hubungan antara tumpukan cairan di jaringan lunak dengan tumpukan cairan di
medula melalui cacat kortikal. Gadolinium intavena-T1 yang ditingkatkan-membuat MRI
memiliki kemampuan untuk menunjukkan peningkatan sumsum tulang yang tidak teratur di
sekitar pusat yang tidak meningkat, yang terlihat dalam osteomyelitis (27) (Gambar 22). Urutan
saturasi lemak T2 yang tertimbang dan Gadolinium intavena-T1 yang ditingkatkan-yang paling
berguna untuk membedakan antara infark tulang dan osteomyelitis. Temuan lainnya, seperti
edema sumsum tulang, penumpukan cairan di jaringan lunak yang berdekatan, dan peningakatan
gadolinium yang abnormal dari periosteum, otot, fasia, dan lemak, juga terlihat pada infark
sebaik pada osteomyelitis (Gambar 23, 24).

Namun, fitur ini lebih berguna sebagai indikator pencitraan untuk respons terhadap pengobatan
antibiotic pada sebuah infeksi yang ditegakkan (17). Tidak ada standar acuan untuk
mendiagnosis osteomyelitis terkait sel sabit, dan bahkan kultur dari biopsy spesimen tidak
sepenuhnya dapat diandalkan (28). Kurangnya standar referensi membuat perbandingan
modalitas pencitraan menjadi sulit. Faktor seperti ketersediaan, keahlian lokal, dan kesesuaian
pada pasien mempengaruhi pilihan dari modalitas pencitraan yang digunakan. Interpretasi dari
temuan radiologis harus menjadi bagian dari perawatan multidisiplin yang berkelanjutan. Septic
arthritis kurang umum daripada osteomyelitis. Hal ini sering muncul dalam hubungannya dengan
vaso-oklusi dan infark tulang (29). Aseptik efusi sendi relatif umum dalam hubungannya dengan
krisis tulang yang menyakitkan, dan biopsi jarum dengan aspirasi cairan dari sendi penting dalam
mendiagnosis infeksi. Baik US dan MRI berguna untuk mengidentifikasi lokasi infeksi yang
mungkin dari infeksi dan menjadi pedoman untuk biopsi jarum. Fitur MRI biasanya terlihat
dalam septic arthritis termasuk edem perisynovial dan peningkatan synovial slopetelah
pemberian gadolinium intravena. Efusi sendi biasanya terlihat di sendi besar (30) (Gambar 25).
Diperkirakan bahwa siklus pada kapiler sinovial dapat meningkatkan kerentanan terhadap infark
dan mengurangi respon terhadap terapi antibiotik (1).

Keterlibatan Otot dan Jaringan Lunak

Krisis menyakitkan mungkin dapat melibatkan otot rangka dan jaringan lunaknya sendiri, atau
mungkin juga melibatkan tulang. Vasooklusi mungkin terjadi di otot dan menyebabkan
peradangan, edema, dan myonekrosis. Penumpukan cairan, hematoma, dan nekrosis lemak
mungkin terjadi di jaringan lunak. US dapat menunjukkan dan membantu mencirikan
penumpukan cairan dan dapat membantu mengidentifikasi indurasi jaringan, hematoma, dan
nekrosis lemak (23). MRI juga memiliki sensitivitas yang baik untuk mengidentifikasi perubahan
jaringan lunak yang merupakan satu-satunya sumber krisis yang menyakitkan, terutama setelah
onset (31). Perubahan ini termasuk intensitas sinyal tinggi dalam otot dan intensitas sinyal tinggi
tumpukan cairan pada gambar T2-tertimbang. Perubahan iskemik secara teratur terlihat pada
tulang yang berdekatan. Seringkali keterlibatan jaringan lunak terlihat pada infeksi tulang. Pada
osteomyelitis, terlihat tumpukan cairan terkait berhubungan dengan sumsum melalu defek
kortikal. Saluran sinus yang membuka hingga ke kulit yang ditunjukkan dengan baik oleh MRI.
Fokus infeksi mungkin timbul pada otot dan jaringan lunak tanpa melibatkan tulang. Baik US
dan MRI sangat berguna untuk diagnosis dan untuk penilaian tingkat dan kedalaman dari
keterlibatannya. MRI terutama digunakan untuk mennyingkirkan keterlibatan tulang yang
mendasari, dan US memungkinkan diagnosis dan intervensi terapeutik (Gambar 26). Ulkus kaki,
terutama di atas tonjolan tulang, yang umum pada penyakit sel sabit sebagai hasil dari vena stasis
dan jaringan hipoksia (Gambar 27).

Kompromi vaskular mungkin membuat menjadi sulit untuk diobati, dan pengobatan yang tidak
efektif dapat menyebabkan perubahan kronis. Organisme komensal yang biasa hadir pada kulit
mungkin menyebabkan infeksi, dan dalam kasus tersebut, ulkus harus dipantau dengan hati-hati
untuk melihat perubahan tulang (misalnya, reaksi periosteal atau gangguan kortikal) yang dapat
mengindikasikan osteomyelitis.

Kelainan Lain

Hyperuricemia relatif umum terjadi karena peningkatan pergantian sel pada pasien dengan
penyakit sel sabit. Namun, hanya sejumlah kecil pasiendengan penyakit sel sabit dan
hiperurisemia memiliki manifestasi klinis atau radiologis dari gout. Penghancuran tulang rawan
tidak hanya dapat diakibatkan dari nekrosis avaskular atau infeksi, tetapi juga dari sinovitis
kronis (32). Perubahan tersebut terkait dengan limfosit sinovial dan infiltrasi sel plasma.
Mekanisme kausal tidak diketahui (1). Martinez et al melaporkan bahwa protrusio acetabuli
terjadi pada penyakit sel sabit dengan frekuensi sebesar 20% (33). Iskemia mempengaruhi tulang
rawan triradiate dan pertumbuhan selanjutnya mungkin menjadi penyebab dari temuan radiologis
ini. Masalah gigi terlihat dengan frekuensi meningkat pada populasi pasien ini. Karies dan
nekrosis dari pulpa gigi dapat terjadi, dan kondisi ini dapat berkontribusi untuk terjadinya
osteomyelitis pada mandibula (22).

Kesimpulan

Kami telah menyajikan review manifestasi skeletal dari anemia sel sabit. Hal ini penting untuk
disadari mengenai berbagai tampilan radiologis agar dapat secara akurat mendiagnosis
komplikasi dan mempercepat pengobatan yang tepat.
Resnick D. Hemoglobinopathies and other anemias.
In: Resnick D, ed. Diagnosis of bone and
joint disorders. 4th ed. Philadelphia, Pa: Saunders,
2002; 21462187.
2. Sebes JI, Diggs LW. Radiographic changes of the
skull in sickle cell anemia. AJR Am J Roentgenol
1979;132:373377.
3. Mourshed F, Tuckson CR. A study of the radiographic
features of the jaws in sickle cell anemia.
Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1974;37:812
819.
4. Gilkeson RC, Basile V, Sands MJ, Hsu JT. Chest
case of the day. Extramedullary hematopoiesis
(EMH). AJR Am J Roentgenol 1997;169:267,
270273.
5. Ware HE, Brooks AP, Toye R, Berney SI. Sickle
cell disease and silent avascular necrosis of the hip.
J Bone Joint Surg Br 1991;73:947949.
6. Babhulkar SS, Pande K, Babhulkar S. The handfoot
syndrome in sickle-cell haemoglobinopathy.
J Bone Joint Surg Br 1995;77:310312.
7. Stevens MC, Padwick M, Serjeant GR. Observations
on the natural history of dactylitis in homozygous
sickle cell disease. Clin Pediatr (Phila) 1981;
20:311317.
8. Smith JA. Bone disorders in sickle cell disease. Hematol
Oncol Clin North Am 1996;10:13451356.
9. Malizos KN, Siafakas MS, Fotiadis DI,
Karachalios TS, Soucacos PN. An MRI-based
semiautomated volumetric quantification of hip
osteonecrosis. Skeletal Radiol 2001;30:686693.
1020 July-August 2007 RG f Volume 27 Number 4
10. Styles LA, Vichinsky EP. Core decompression in
avascular necrosis of the hip in sickle-cell disease.
Am J Hematol 1996;52:103107.
11. Adekile AD, Gupta R, Yacoub F, Sinan T, Al
Bloushi M, Haider MZ. Avascular necrosis of the
hip in children with sickle cell disease and high Hb
F: magnetic resonance imaging findings and influence
of alpha-thalassemia trait. Acta Haematol
2001;105:2731.
12. Stoller DW, Tirman PFJ, Bredeller MA, Beltran
S, Branstetter RM III, Blease SCP. The hip. In:
Diagnostic imaging orthopedics. Salt Lake City,
Utah: Amirsys, 2004; 25.
13. Steinberg ME, Hayken GD, Steinberg DR. A
quantitative system for staging avascular necrosis.
J Bone Joint Surg Br 1995;77(1):3441.
14. Siffert RS. The growth plate and its affections.
J Bone Joint Surg Am 1966;48:546563.
15. Marlow TJ, Brunson CY, Jackson S, Schabel SI.
Tower vertebra: a new observation in sickle cell
disease. Skeletal Radiol 1998;27:195198.
16. Bahebeck J, Atangana R, Techa A, Monny-Lobe
M, Sosso M, Hoffmeyer P. Relative rates and features
of musculoskeletal complications in adult
sicklers. Acta Orthop Belg 2004;70:107111.
17. Almeida A, Roberts I. Bone involvement in sickle
cell disease. Br J Haematol 2005;129:482490.
18. Piehl FC, Davis RJ, Prugh SI. Osteomyelitis in
sickle cell disease. J Pediatr Orthop 1993;13:225
227.
19. Burnett MW, Bass JW, Cook BA. Etiology of osteomyelitis
complicating sickle cell disease. Pediatrics
1998;101:296297.
20. Kooy A, de Heide LJ, ten Tije AJ, et al. Vertebral
bone destruction in sickle cell disease: infection,
infarction or both. Neth J Med 1996;48:227231.
21. Anand AJ, Glatt AE. Salmonella osteomyelitis and
arthritis in sickle cell disease. Semin Arthritis
Rheum 1994;24:211221.
22. Lonergan GJ, Cline DB, Abbondanzo SL. Sickle
cell anemia. RadioGraphics 2001;21:971994.
23. Sidhu PS, Rich PM. Sonographic detection and
characterization of musculoskeletal and subcutaneous
tissue abnormalities in sickle cell disease.
Br J Radiol 1999;72:917.
24. Booz MM, Hariharan V, Aradi AJ, Malki AA. The
value of ultrasound and aspiration in differentiating
vaso-occlusive crisis and osteomyelitis in sickle
cell disease patients. Clin Radiol 1999;54:636
639.
25. Palestro CJ, Love C, Tronco G, et al. Combined
labeled leukocyte and technetium 99m sulfur colloid
bone marrow imaging for diagnosing musculoskeletal
infection. RadioGraphics 2006;26:859
870.
26. Love C, Palestro CJ. Radionuclide imaging of infection.
J Nucl Med Technol 2004;32:4757.
27. Umans H, Haramati N, Flusser G. The diagnostic
role of gadolinium enhanced MRI in distinguishing
between acute medullary bone infarct and osteomyelitis.
Magn Reson Imaging 2000;18:255
262.
28. Skaggs DL, Kim SK, Greene NW, Harris D,
Miller JH. Differentiation between bone infarction
and acute osteomyelitis in children with sickle-cell
disease with use of sequential radionuclide bonemarrow
and bone scans. J Bone Joint Surg Am
2001;83-A:18101813.
29. Jean-Baptiste G, De Ceulaer K. Osteoarticular
disorders of haematological origin. Baillieres Best
Pract Res Clin Rheumatol 2000;14:307323.
30. Karchevsky M, Schweitzer ME, Morrison WB,
Parellada JA. MRI findings of septic arthritis and
associated osteomyelitis in adults. AJR Am J
Roentgenol 2004;182:119122.
31. Feldman F, Zwass A, Staron RB, Haramati N.
MRI of soft tissue abnormalities: a primary cause
of sickle cell crisis. Skeletal Radiol 1993;22:501
506.
32. Schumacher HR, Dorwart BB, Bond J, Alavi A,
Miller W. Chronic synovitis with early cartilage
destruction in sickle cell disease. Ann Rheum Dis
1977;36:413419.
33. Martinez S, Apple JS, Baber C, Rosse WF. Protrusio
acetabuli in sickle-cell anemia. Radiology
1984;151:4344.
RG f Volume 27 Number 4 Ejindu et al 1021
This

Anda mungkin juga menyukai