Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Air dan tanah merupakan sumberdaya alam yang esensial bagi kelangsungan
hidup mahluk hidup, baik manusia, binatang maupun tumbuhan. Dalam siklus
hidrologi daerah aliran sungai (DAS) memegang peranan yang penting (Harto,
2002). DAS merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh
punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk
kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002). DAS
berfungsi untuk mentransformasikan hujan menjadi aliran air. DAS memiliki respon
yang berbeda-beda dalam mentransformasikan hujan untuk setiap daerah, tergantung
oleh beberapa hal, diantaranya adalah energi kinetik dari hujan, sifat tanah, bentuk
fisik dari lahan, tutupan dan pengelolaan lahan. Empat faktor pertama sifatnya sangat
alamiah, sedangkan faktor yang terakhir sangat dipengaruhi oleh pengelolaan serta
penggunaan DAS oleh manusia.

Fenomena yang sangat terkait dengan transformasi aliran air adalah erosi
permukaan lahan yang terjadi di DAS (Harto, 2002). Erosi adalah proses terkikisnya
dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah oleh air hujan (Suripin, 2002).
Erosi pada DAS sudah menjadi isu nasional, yang mendapat perhatian khusus
semenjak tahun 1970 (Sutarman, 2007), dikarenakan erosi yang berlebihan
menyebabkan lahan menjadi kritis. Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif
secara ekonomis. Dalam skala besar, erosi dapat menyebabkan permasalahan
nasional, karena mampu menurunkan ketahanan pangan nasional. Bahaya erosi yang
dapat menurunkan produktivitas lahan merupakan masalah utama dari tahun ke
tahun, sehingga tetap menjadi permasalahan yang harus dihadapi oleh pemerintah.

Berbagai usaha pengelolaan DAS telah dilakukan pemerintah. Namun sampai


saat ini pencegahan degradasi DAS masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan

1
2

dan Menteri Pekerjaan Umum No : 19 Tahun 1984 - No: 059/Kpts-II/1984 - No :


124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984 tentang penanganan konservasi tanah dalam
rangka pengamanan DAS priontas, dari 458 DAS yang ada di Indonesia terdapat 22
DAS super prioritas (Prioritas I). Berdasarkan SK Menhut pada tahun 2009, Nomor :
P. 39/Menhut-II/2009 tentang penetapan urutan prioritas DAS, jumlah DAS prioritas
I meningkat menjadi 108 DAS. Termasuk di dalamnya adalah DAS yang berada di
Kabupaten Kulon Progo. DAS Secang sendiri secara administrasi berada di wilayah
Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
DAS Secang terdiri atas empat wilayah administrasi desa yaitu desa Hargotirto yang
terletak di bagian utara dan desa Hargowilis yang terletak di bagian selatan dan
tenggara DAS Secang, dan sebagian kecil terletak di desa Kalirejo dan Hargorejo.
Secara geografis DAS tersebut terletak pada lintang 704641 LS - 705021 LS dan
bujur 1100730 BT - 11001003 BT. Kondisi alam dan bentuk topografi DAS
Secang yang terletak di kecamatan Kokap yang berbukit-bukit dan merupakan
dataran tinggi berpotensi mengakibatkan terjadinya erosi yang mampu mengancam
keamanan masyarakat.

Perencanaan konservasi lahan yang akan dilaksanakan oleh Dinas Pertanian


dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progp agar lahan yang ada tetap produktif perlu
mengetahui nilai laju erosi. Erosi merupakan peristiwa alam yang tidak dapat
dihilangkan, tetapi dengan pengelolaan lahan yang benar erosi dapat ditekan
seminimal mungkin. Untuk mengidentifikasi tingkat bahaya erosi, dapat dibuat
model untuk melihat laju erosi yang terjadi. Model yang dapat digunakan untuk
melihat tingkat bahaya erosi salah satunya adalah model USLE (Universal Soil Loss
Equation). Model USLE mempertimbangkan beberapa faktor seperti faktor erosivitas
hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor
penutupan dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan konservasi tanah (Kironoto,
2003). Pemodelan erosi yang banyak berkembang saat ini adalah pemodelan yang
diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan suatu
sistem (berbasis komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memproses
informasi-informasi spasial (Prahasta, 2002). SIG dirancang untuk mengumpulkan,
menyimpan, menganalisis, dan menyajikan objek-objek atau fenomena yang terjadi.,
3

sehingga akan sangat mempermudah dalam pembuatan model laju erosi untuk
penentuan tingkat bahaya erosi.

I.2. Tujuan

Proyek ini bertujuan untuk mengaplikasikan model laju erosi berdasarkan


metode USLE sehingga mampu mengidentifikasi tingkat bahaya erosi yang terjadi
pada wilayah DAS Secang Kulon Progo. Proyek pemodelan ini menyediakan
informasi besar laju erosi serta tingkat bahaya erosi.

I.3. Manfaat

Manfaat dari proyek ini untuk menyajikan tingkatan bahaya erosi pada DAS
Secang yang kemudian secara umum dapat dijadikan acuan untuk perencanaan
kebijakan pengelolaan DAS Secang dan dapat dijadikan sebagai saran dan masukan
untuk prioritas pengelolaan lahan dan konservasi oleh Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Kulon Progo Provinsi D.I. Yogyakarta.

I.4. Lingkup Proyek

Pembuatan model laju erosi DAS Secang ini mengambil batasan-batasan


sebagai berikut :
1. Pemodelan laju erosi ruang lingkupnya hanya sebatas pada DAS Secang.
2. Pembuatan model laju erosi didasarkan pada metode parametrik USLE.
3. Parameter-parameter yang digunakan untuk penentuan laju erosi adalah
erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, tutupan
lahan, dan tindakan konservasi tanah.
4. Erositivitas hujan dihitung dari data curah hujan harian selama 10 tahun dan
tergantung oleh ketersediaan data yang ada.
Penilaian faktor tutupan dan tindakan konservasi lahan dilakukan bersama
dengan menggunakan satu data yang sama, yaitu shapefile penggunaan
4

lahan yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon
Progo.
5. Tingkat bahaya erosi ditentukan dari hasil pemodelan laju erosi dengan
metode USLE.

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Erosi

Sumberdaya alam yang sangat penting antara lain adalah air dan tanah. Salah
satu faktor yang turut mempercepat menurunya kemampuan sumberdaya alam
tersebut yaitu terjadinya erosi. Erosi adalah proses terkikisnya permukaan tanah oleh
aliran air, angin, es, atau perantara geologi lainnya, termasuk diantaranya proses
gravitasi, sedangkan laju erosi merupakan ketebalan pengikisan tanah yang terjadi
dalam satuan waktu tertentu (Suripin,2004). Besarnya laju erosi dalam proyek ini
dinyatakan dalam ton/ha/tahun, atau dengan kata lain berapa ton besarnya pengikisan
tanah setiap luasan satu hektar tanah dalam waktu satu tahun.

Timbulnya erosi akan menurunkan kemampuan dari lingkungan, baik sebagai


media pengendali tata air, media bagi pertumbuhan tanaman yang nantinya akan
berpengaruh pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Di Indonesia,
erosi paling banyak disebabkan oleh air. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi
dua subproses (Arsyad, 2010) yaitu penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir
primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang jatuh menimpa tanah, kemudian
pengangkutan butir-butir primer tanah yang mengalir di permukaan tanah.

Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah atas yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di tempat lain, di
dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, di atas tanah pertanian dan sebagainya.
Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-
sifat kimia dan fisik tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik dan
memburuknya sifat-sifat tanah antara lain pada menurunnya kapasitas infiltrasi dan
5

kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi


tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah yang akhirnya menyebabkan
memburuknya pertumbuhan tanaman dan memburuknya produktivitas. Selain
menimbulkan degradasi lahan, erosi juga menimbulkan beberapa hal yang
merugikan, baik terjadi secara langsung di maupun tak langsung. Dampak dari erosi
disajikan dalam Tabel I.1.

Tabel I.1. Dampak Erosi


Bentuk Dampak di Tempat Kejadian Dampak di Luar Tempat
Dampak Erosi Kejadian Erosi
1. Pelumpuran dan
1. Kehilangan lapisan tanah
pendangkalan sungai,
yang baik bagi berjangkarnya
waduk, dan saluran irigrasi
akar tanaman.
serta badan air lainya
2. Tertimbunya lahan
2. Kehilangan unsur hara dan
pertanian,jalan, dan
Langsung dan kerusakan struktur tanah.
bangunan lain.
3. Peningkatan penggunaan
3. Menghilangnya masa air
energi/input untuk proses
dan kualitas air menurun.
produksi pertanian.
4. Kemerosotan produktivitas 4. Kerusakan ekosistem
tanah. perairan.
1. Berkurangnya alternatif 1. Kerugian oleh
penggunaan lahan memendeknya umur waduk.
Tidak 2. Timbulnya tekanan untuk 2. Meningkatnya frekuensi dan
Langsung membuka lahan baru. besarnya banjir
3. Timbulnya keperluan akan
perbaikan lahan yang rusak.
Sumber : Arsyad (2010)
6

I.5.2. USLE

Suatu model parametrik yang dapat digunakan untuk memprediksi besarnya


laju erosi yang terjadi pada suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh Wischmeier
dan Smith (1965) (Kironoto, 2003), yang disebut Universal Soil Loss Equation atau
dalam bahasa Indonesia sering juga disebut sebagai Persamaan Umum Kehilangan
tanah (PUKT). USLE memungkinkan untuk pendugaan laju erosi suatu daerah
tertentu pada suatu lereng dengan besar curah hujan tertentu untuk setiap macam
tutupan lahan dengan tindakan konservasi lahan tertentu. Persamaan yang digunakan
mengelompokkan berbagai parameter yang mempengaruhi laju erosi kedalam enam
parameter utama yang nilainya untuk setiap daerah dapat sebagai berikut :

A = R x K x LS x C x P ...................... (I.1)

di mana :

A : Besarnya kehilangan tanah atau erosi (ton/ha/tahun).


R : Faktor erosivitas (kJ/ha).
K : Faktor erodibilitas tanah (ton/kJ).
LS : Faktor panjang dan kemiringan lereng.
C : Faktor penutup tanah
P : Faktor tindakan konservasi.

1.5.2.1. Faktor erosivitas hujan. Erosivitas merupakan kemampuan hujan


dalam mengerosi tanah. Sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi
terjadinya erosi adalah energi kinetik, karena merupakan penyebab utama dalam
proses penghancuran agregat-agregat tanah (Kironoto, 2003). Proses erosi tanah yang
disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam keadaan normal di
lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan bongkah-bongkah tanah kedalam bentuk
butir-butir kecil atau partikel tanah, tahap kedua pemindahan atau pengangkutan
butir-butir yang kecil sampai sangat halus, dan tahap ketiga pengendapan partikel-
partikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai atau waduk
(Suripin, 2002).
7

Metode perhitungan erosivitas curah hujan tergantung pada jenis data curah
hujan yang tersedia, jika diketahui jumlah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan
bulanan, dan curah hujan harian rata-rata maksimal bulanan tertentu, maka
perhitungan erositivitas hujan dapat dengan menggunakan persamaan Bols dalam
Suripin (2002).

Rm = 6,119 x (Rain)m1,211 x (Days)m -0,474 x (Max P)m0,526........ (I.2)

R = ( ) ..................... (I.3)

di mana :
R : Erosivitas curah hujan tahunan
Rm : Indeks erosivitas curah hujan bulanan rata-rata
(Rain)m : Jumlah curah hujan bulanan rata-rata (mm)
(Days)m : Jumlah hari hujan bulanan pada bulan tertentu (hari)
(Max P)m : Curah hujan harian maksimal pada bulan tertentu (mm)
m : Satu bulan dalam satu tahun.

1.5.2.2. Faktor erodibilitas tanah. Erodibilitas tanah merupakan faktor


kepekaan tanah terhadap erosi, yaitu mudah tidaknya tanah terkena erosi oleh air
hujan. Nilai erodibilitas tanah yang tinggi pada suatu lahan menyebabkan erosi yang
terjadi menjadi lebih besar dan sebaliknya. Besarnya nilai faktor erodibilitas tanah
sangat tergantung dari sifat tanah tersebut yang dipengaruhi oleh tekstur, struktur,
kadar bahan organik dan permeabilitas tanah (Suripin, 2002).

Faktor erodibilitas tanah dengan kadar debu dan pasir sangat halus kurang dari
70% dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dari Wischmeier, Johnson, dan
Cross (1971) dalam Suripin (2002).

2,713M 1,14 (10 4 )(12 a) 3,25(b 2) 2,5(c 3)


K= ............... (I.4)
100
di mana :
K : Erodibilitas tanah
M : (%debu + %pasir sangat halus)(100-%lempung)
8

a : Bahan organik (%C organik x 1,724)


b : Harkat struktur tanah
c : Harkat tingkat permeabilitas tanah

Apabila kandungan debu dan pasir sangat halus lebih dari 70 % maka faktor
erodibilitas tanah ditetapkan menggunakan nomograf erodibilitas tanah seperti
ditunjukkan pada Gambar I.1.

Gambar I.1. Nomograf untuk penentuan nilai faktor K


Sumber : Arsyad (2010)

Jika data yang tersedia hanya berupa peta jenis tanah saja seperti Peta Jenis
Tanah untuk daerah tertentu tanpa ada keterangan sifat-sifat tanah, maka penilaian
faktor erodibilitas tanah dapat mengacu pada Tabel I.2. Nilai faktor eodibiltas tanah
pada Tabel I.2. merupakan rekapitulasi hasil penelitian nilai erodibiltas tanah di
Pulau Jawa.
9

Tabel I.2. Indeks Nilai Erodibilitas Tanah

No. Jenis Tanah Nilai K


Latosol coklat kemerahan dan
1 0.43
litosol
Latosol kuning kemerahan dan
2 0.36
litosol
3 Komplek mediteran dan litosol 0.46

4 Latosol kuning kemerahan 0.56

6 Alluvial 0.47

7 Regosol 0.4

8 Latosol 0.31
Sumber : Kironoto (2003)

1.5.2.3. Faktor panjang dan kemiringan lereng. Faktor lereng sangat


mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu
mempengaruhi besarnya energi penyebab erosi yaitu kecepatan aliran air permukaan
yang berasal dari air hujan. Karakteristik lereng yang mempengaruhi besarnya energi
penyebab erosi adalah kemiringan lereng dan panjang lereng atau sering disingkat LS
(Length and Slope) (Suripin, 2002).

Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume terkikisnya tanah.


Makin curam suatu lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin besar, dengan
demikian maka semakin singkat pula kesempatan air untuk melakukan infiltrasi ke
dalam tanah, sehingga menyebabkan volume aliran permukaan besar. Panjang lereng
mempengaruhi besarnya limpasan permukaan, semakin panjang suatu lereng maka
semakin besar limpasanya. Apabila volume besar maka besarnya kemampuan untuk
menimbulkan erosi juga semakin besar.

Nilai panjang serta kemiringan lereng dapat dihitung dengan menggunakan


data Digital Elevation Model (DEM), dengan menggunakan persamaan dari
Wischmeier (1976) dalam Kinnell (2008).
10

LS = (f r/22.13)0.4 (sin s x 0,0175/0.0896)1.3 ....................................(I.5)

Perhitungan nilai panjang serta kemiringan lereng dengan menggunakan


persamaan I.4 dilakukan dengan software ArcMap, persamaan tersebut dikonversi
menjadi persamaan sebagai berikut:

LS = Pow([f]*r / 22.13, 0.4)*Pow(Sin([s]*0.01745) / 0.0896, 1.3) * 1.4 .....(I.6)


di mana :
LS : Nilai faktor kemiringan dan panjang lereng
f : Akumulasi aliran (Flow Accumulation)
r : Resolusi raster DEM
s : kemiringan lereng
Selain menggunakan persamaan I.5, perhitungan nilai panjang serta kemiringan
lereng dapat mengikuti Tabel I.3.

Tabel 1.3. Indeks Nilai Erositivitas Hujan Menurut Sudut Lereng


Kelas
No. Nilai LS
Lereng
1 0-8% 0,4
2 8-15% 1,4
3 15-25% 3,1
4 25-40% 6,8
5 >40% 9,5
Sumber: Departemen Kehutanan (2009)

I.5.2.4. Faktor tutupan lahan. Tutupan lahan mempengaruhi erosi karena


tutupan lahan melindungi tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan.
Selain menjadi penghalang bagi tanah tererosi secara langsung oleh dari air hujan,
perakaran pada vegetasi penutup lahan juga memperkuat struktur tanah, sehingga
sulit untuk tererosi. Selain memperkuat struktur tanah, dengan adanya perakaran
akan mampu menyerap jumlah air yang masuk ke dalam tanah.
Faktor penutup lahan (C) dapat diartikan sebagai resiko tanah yang tererosi
pada suatu jenis penutup lahan pada sebidang lahan yang tererosi dibandingkan pada
11

lahan yang sama tanpa ada tanaman atau di berokan. Nilai C untuk suatu jenis
penutup lahan sangat tergantung dari jenis, kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi
tanaman dalam satu tahun. Besarnya nilai C ditentukan berdasarkan keanekaragaman
vegetasi penutup lahan selama satu tahun di lapangan. Pada proses penilaian tutupan
lahan dapat menggunakan Tabel I.4 sebagai nilai acuan.

Tabel I.4. Indeks Nilai Faktor Tutupan Lahan


Penggunaan Lahan/Tanaman Nilai Faktor C
Tanah terbuka, tanpa tanaman 1,0
Hutan 0,001
Sawah 0,01
Tanah kosong tak diolah 0,95
Tegalan 0,7
Ladang 0,4
Padang Rumput 0,3
Kebun Campuran, kerapatan tinggi 0,1
Kebun Campuran, kerapatan sedang 0,2
Kebun Campuran, kerapatan rendah 0,5
Semak Belukar 0,3
Padi gogo-kedelai 0,55
Sorgum 0,95
Tanah kosong tak diolah 0,45
Talas 0,86
Ubi kayu + kacang tanah 0,26
Ubi kayu + jagung-kacang tanah 0,45
Sorghum 0,242
Tambak 0.01

Sumber: Departemen Kehutanan (2009)

I.5.2.5. Faktor tindakan konservasi. Nilai faktor tindakan konservasi tanah


(P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi
tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi dalam keadaan
identik (Suripin, 2002). Termasuk dalam tindakan konservasi lahan adalah
pengolahan tanah menurut kondisi topografi. Di ladang pertanian, besarnya faktor P
menunjukkan jenis aktivitas pengolahan tanah seperti pencangkulan dan persiapan
tanah lainnya. Penilaian faktor konservasi lahan dapat mengacu pada Tabel I.5.
12

Tabel I.5. Indeks Nilai Faktor Tindakan Konservasi

Tindakan Konservasi Tanah Nilai Faktor P

Teras bangku, baik 0,04


Teras bangku, sedang 0,15
Teras bangku, kurang baik 0,35
Teras tradisional 0,40
Teras gulud 0,01
Kontur cropping kemiringan 0-8% 0,50
Kontur cropping kemiringan 9-20% 0,75
Kontur cropping kemiringan 20% 0,9
Alang-alang 0,021
Padang rumput bagus 0,04
Padang rumput jelek 0,40
Jagung-padi gogo+ubi kayu-kedelai/kacang tanah 0,421
Strip crotolaria 0,5
Mulsa jerami sebanyak 3 t/ha/th 0,25
Mulsa jerami sebanyak 1 t/ha/th 0,60
Mulsa kacang tanah 0,75
Teras bangku:kacang tanah 0,09
Tanpa tindakan konservasi 1,00
Sumber: Departemen Kehutanan (2009)

Faktor tindakan konservasi dan faktor tutupan lahan (CP) biasanya dijadikan
satu penilaian, hal ini terjadi jika data yang digunakan untuk penilaian kedua faktor
tersebut menggunakan data yang sama. Secara umum faktor CP dipengaruhi oleh
jenis tanaman (tataguna lahan) dan tindakan pengelolaan lahan (teknik konservasi)
yang dilakukan, seperti misalnya penanaman mengikuti kontur, strip cropping, dan
pembuatan teras. Jika pengelolaan lahan (tindakan konservasi) tidak dilakukan maka
nilai P adalah 1, sedangkan bila usaha pengelolaan lahan dilakukan maka nilai P
menjadi kurang dari 1. Penilaian faktor CP dapat mengacu pada Tabel I.6.
13

Tabel I.6. Indeks Nilai Faktor Tutupan dan Konservasi Lahan


Tindakan Konservasi Tanah Nilai Faktor CP
Hutan tidak terganggu 0,1
Hutan tanpa tumbuhan bawah (serasah) 0,5
Hutan dengan tumbuhan bawah banyak (serasah) 0,2
Semak tidak terganggu 0,01
Semak sbagian berumput 0,1
Kebun Pekarangan 0,2
Kebun Tahunan 0,02
Perkebunan dengan penutupan tanah sempurna 0,01
Perkebunan dengan penutupan tanah sebagian 0,07
Rerumputan dengan penutup tanah sempurna 0,01
Rerumputan dengan penutup tanah sebagian 0,02
Rerumputan serai wangi 0,65
Tanaman pertanian umbi-umbian 0,51
Tanaman pertanian biji-bijian 0,51
Tanaman pertanian kacang-kacangan 0,36
Tanaman pertanian campuran 0,43
Tanaman pertanian padsi irigasi 0,02
Perladangan 0,28
Pertanian dengan mulsa 0,14
Pertanian dengan teras bangku 0,04
Pertanian dengan contour cropping 0,14
Sumber: Kironoto (2003)

I.5.2.6. Klasifikasi tingkat bahaya erosi. Tingkat bahaya erosi merupakan


tingkat ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh erosi pada suatu lahan. Erosi tanah
dapat berubah menjadi bencana apabila laju erosi lebih cepat daripada laju
pembentukan tanah.
Mengetahui besarnya erosi yang terjadi di suatu wilayah merupakan hal yang
penting karena selain dapat mengetahui banyaknya tanah yang terangkut juga dapat
14

digunakan sebagai salah satu jalan untuk mencari sebuah solusi dari permasalahan
tersebut. Klasifikasi TBE mengacu pada Tabel 1.7.

Tabel I.7. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi


Tingkat Laju Erosi
Keterangan
Bahaya Erosi (ton/ha/tahun)
I <15 Sangat Ringan
II 15-60 Ringan
III 60-180 Sedang
IV 180-480 Berat
V >480 Sangat Berat

Sumber: Departemen Kehutanan (2009)

I.5.3. Sistem Informasi Geografis

SIG merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif baru,
digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu, dan berkembang dengan cepat. SIG
adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan,
memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data-
data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan bumi. Kelebihan dari
emampuan SIG dibandingkan sistem informasi lainya terletak pada analisis spasial
yang mampu diintegrasikan dengan atribut non spasial.
SIG dapat didefinisikan sebagai kombinasi perangkat keras dan perangkat
lunak komputer yang memungkinkan untuk mengelola, menganalisa, memetakan
informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif) dengan akurasi kartografi
(Prahasta, 2002).

I.5.3.1. Subsistem SIG. Menurut definisnya, SIG dapat diuraikan menjadi


beberapa subsistem yaitu data input, data otput, data manajemen, dan data
manipulasi serta analisis. Jika subsistem SIG di atas diperjelas berdasarkan uraian
jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG
juga dapat digambarkan seperti tersaji pada Gambar 1.2.
15

Data Input Data Management and Manipulation Output

Gambar I.2. Uraian subsistem-subsistem SIG


Sumber : Prahasta (2002)

Berikut penjelasan subsistem-subsistem pada SIG :


1. Data Input. Data input dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial
dan data atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database
tersebut meliputi data tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari
kenampakan geografis yang disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau
vektor, area dan piksel atau grid. Sumber database untuk SIG secara
konvensional dibagi dalam tiga kategori :
a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data
sensus, catatan lapangan dan data tabuler lainnya.
b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan
citra penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.
c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh
dari satelit.
16

2. Pengelolaan data (data management). Subsistem ini berfungsi untuk


mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah
basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan diedit.
Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali dari arsip data
dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara menambah,
mengurangi atau memperbaharui.

3. Manipulasi dan analisis data (data manipulation and analysis). Subsistem


ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG.
Subsistem ini juga dan dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data
untuk menghasilkan informasi data.

4. Data output. Subsistem ini berfungsi menayangkan informasi dan hasil


analisis data geografis secara kualitatif maupun kuantitatif atau dapat
berfungsi menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian
basis data dalam bentuk soft copy maupun dalam bentuk hard copy, seperti
tabel, grafik, peta arsip elektronik.

I.5.3.2. Cara kerja SIG. Kemampuan SIG adalah untuk merepresentasikan


dunia nyata di atas monitor komputer atau memodelkan dunia nyata. SIG
menyimpan semua informasi obyek sebagai atribut-atribut di dalam basisdata.
Kemudian SIG membentuk dan menyimpannya ke dalam tabel-tabel. Setelah itu,
SIG menghubungkan obyek-obyek tersebut dengan tabel-tabel yang bersangkutan.
Dengan demikian, atribut-atribut ini dapat diakses melalui lokasi obyek pada peta,
dan sebaliknya obyek-obyek pada peta juga dapat diakses melalui atribut-atributnya.
Karena itu, obyek-obyek tersebut dapat dicari dan ditemukan berdasarkan atribut-
atributnya.
SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-atributnya
di dalam satuan-satuan yang disebut layer. Contoh-contoh layer seperti bangunan,
sungai, jalan, batas-batas administrasi, perkebunan, dan hutan. Kumpulan-kumpulan
dari layer-layer ini akan membentuk basisdata SIG. Dengan demikian, perancangan
basisdata merupakan hal yang penting di dalam SIG. Perancangan basisdata akan
17

menentukan tingkat efektifitas dan efisiensi proses-proses masukan, pengelolaan, dan


keluaran SIG (Prahasta, 2002).

I.5.3.3. Fungsi analisis pada SIG. Kemampuan SIG dapat juga dikenal melalui
fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Secara umum terdapat dua jenis
fungsi analisis, yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi analisis atribut. Fungsi analisis
atribut terdiri dari operasi dasar dari basisdata yang mencakup create database, drop
database, create table, drop table, record and insert, field, seek, find, search, edit,
update, delete membuat indeks untuk setiap tabel basisdata, dan operasi-operasi atau
fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan di dalam sistem basisdata. Fungsi
analisis spasial terdiri dari reclassify, overlay, dan buffering (Prahasta, 2002).
Walaupun produk SIG paling sering disajikan dalam bentuk peta, kekuatan SIG yang
sebenarnya terletak pada kemampuannya dalam melakukan analisis. SIG dapat
mengolah dan mengelola data dengan jumlah yang besar. Dengan demikian,
pengetahuan mengenai bagaimana cara mengelola data tersebut dan bagaimana
menggunakannya merupakan kunci analisis di dalam SIG. Salah satu fungsi tools
SIG yang paling mendasar adalah integrasi data dengan cara baru. Salah satu
contohnya adalah overlay, yang memadukan layer data yang berbeda. SIG juga dapat
mengintegrasikan data secara matematis dengan melakukan operasi-operasi terhadap
atribut-atribut tertentu dari datanya (Prahasta, 2002).

I.5.3.4. Operasi dasar SIG. Proyek ini mengunakan beberapa operasi dasar
yang terdapat di ArcGIS, yaitu :

1. Merge (penggabungan): merupakan analisis penggabungan dua buah feature


menjadi sebuah feature. Ilustrasi operasi merge dapat dilihat pada Gambar
I.3.

Merge

Gambar I.3. Ilustrasi operasi merge


18

2. Clip. merupakan analisis pemotongan sebuah feature dengan memanfaatkan


feature lain sebagai batas pemotongan. Ilustrasi operasi clip dapat dilihat
pada Gambar I.4.

Clip

Gambar I.4. Ilustrasi operasi clip

3. Intersect: merupakan analisis penggabungan sekaligus pemotongan dua buah


feature. Feature pertama merupakan feature yang akan dipotong, sedangkan
feature yang kedua merupakan batas pemotongan. Intersect hampir mirip
dengan operasi clip, perbedaanya adalah jika pada operasi clip feature yang
dihasilkan memiliki data atribut yang sama dengan salah satu feature
sebelumnya, tetapi pada menu intersect menghasilkan atribut yang
merupakan gabungan dari feature-feature sebelumnya.
4. Thiessen polygon: merupakan analisis pembuatan poligon thiessen
berdasarkan titik-titik yang dijadikan acuan pembuatan poligon. Tahap
pertama adalah software akan membuat garis-garis yang menghubungkan
titik-titik tersebut, kemudian dari garis tersebut ditarik garis berat seluas
cakupan titik-titik tersebut. Ilustrasi poligon thiessen disajikan dalam
Gambar I.5.

C B

Gambar I.5. Ilustrasi poligon thiessen


19

I.5.4. Kartografi

Kartografi adalah seni, ilmu, dan teknik pembuatan peta yang akan melibatkan
pelajaran geodesi fotogrametri, kompilasi, dan reproduksi peta (Prihandito, 2010).
Peta harus memenuhi aspek kartografi agar pemakai peta dapat dengan mudah
memahami isi dari peta. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi dalam
skala tertentu dan digambarkan diatas bidang datar melalui sistem proyeksi
(Prihandito, 2010). Suatu peta dapat disajikan dalam berbagai cara, mulai dari secara
konvensional hingga digital. Kenampakan obyek/detil yang terdapat di permukaan
bumi dapat terpresentasikan pada peta. Kenampakan detil tersebut terbagi dalam detil
alam seperti sungai, danau, gunung, dan detil buatan seperti jalan, jembatan,
pemukiman sawah, dan lain sebagainya. Suatu peta harus memiliki unsur-unsur peta
sebagai berikut:
a. Judul peta
b. Skala peta: Perbandingan antara jarak dipeta dengan jarak sebenarnya
dilapangan.
c. Arah utara
d. Simbol
e. Legenda : Informasi yang memberikan keterangan terhadap simbol pada
peta
f. Sumber dan tahun pembuatan peta. Sumber merupakan data yang digunakan
dalam pembuatan peta sehingga memberikan kepastian kepada pembaca
peta bahwa data dan informasi yang disajikan dalam peta benar-benar dapat
dipertanggung jawabkan. Tahun pembuatan digunakan untuk mengetahui
apakah peta tersebut masih relevan dengan kondisi sekarang.
g. Sistem koordinat dan proyeksi peta. Sistem koordinat adalah suatu system
untuk menyatakan letak atau posisi suatu titik. Proyeksi peta merupakan
suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik diatas peta
(bidang datar) dan di permukaan bumi (bidang lengkung)
h. Datum. Datum merupakan ellipsoid yang memiliki nilai parameter dan
origin tertentu dan digunakan sebagai referensi dalam penentuan posisi
diatas permukaan bumi.
20

Dalam penyajian suatu peta, akan dibatasi oleh suatu garis tepi dimana diluar
batas tepi daerah ini pada umumnya dicantumkan berbagai keterangan yang sering
disebut dengan keterangan tepi. Keterangan tepi ini penting dicantumkan agar peta
dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh pemakai peta, karena tidak semua pemakai
peta adalah orang yan g paha dengan peta, maka keterangan peta harus dibuat dengan
sebaik-baiknya. Untuk suatu rangkaian peta topografi terdapat suatu standar ukuran
lembar peta dan juga standar keterangan tepi, termasuk posis/letak informasi pada
peta, ukuran huruf, ketebalan garis, warna-warna yang digunakan dan lain-lain
(Prihandito, 1989).

Anda mungkin juga menyukai