Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan


masyarakat. Kebutaan karena katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan
masalah kesehatan global yang harus segera diatasi, karena kebutaan dapat
menyebabkan berkurangnya kualitas sumber daya manusia dan hilangnya
produktifitas (Depkes, 2007).

Katarak merupakan keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh (Ilyas, 2006). Bila lensa mata kehilangan sifat bening atau
kejernihannya maka penglihatan dapat menjadi berkabut atau tidak dapat melihat
sama sekali. Berdasarkan data WHO, katarak dapat menyebabkan kebutaan pada
lebih dari 17 juta penduduk di dunia.

Prevalensi kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% dari jumlah penduduk di


Indonesia menurut hasil survey pada tahun 1996. Berdasarkan angka tersebut,
katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia dengan persentase
sebesar 0,78%.

Terjadinya katarak diduga karena proses multifaktor yang terdiri dari


faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik seperti jenis kelamin dan umur,
sedangkan faktor ekstrinsik seperti penyakit diabetes mellitus, penggunaan obat-
obatan tertentu, trauma pada mata, dan sinar matahari. Umumnya kebutaan akan
terjadi setelah 10-20 tahun sejak dimulainya proses kekeruhan lensa (Kupfer,
1989).
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 70 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Metro Barat
TglMasuk : 19 Juli 2016

B. Anamnesis (autoanamnesis)
1. Keluhan Utama:
Penglihatan kedua mata kabur dan seperti berkabut sejak setahun yang
lalu
2. Keluhan tambahan:
Mata kanan merah,berair, dan sering mengeluarkan kotoran
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Jend. A. Yani dengan
keluhan penglihatan kedua mata kabur dan seperti berkabut. Keluhan
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu dan penurunan penglihatan dirasakan
semakin parah perlahan-lahan. Pasien sudah pernah memeriksakan diri ke
dokter 1 tahun sebelumnya ketika keluhan mulai muncul dan diberikan
obat tetes mata oleh dokter. Pasien rutin menggunakan obat tetes yang
diberikan oleh dokter, namun beberapa bulan belakangan, pasien
mengganti obat tetes yang diberi dokter dengan obat yang ia beli sendiri.
Selain mengeluh penglihatan kabur pada kedua mata, pasien juga
mengeluh mata kanannya memerah, berair, dan sering mengeluarkan
kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengobati mata kanannya
dengan obat tetes mata yang ia beli sendiri, namun keluhan dirasa tidak
berkurang.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah menjalani operasi mata sebelumnya. Pasien
menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Anggota keluarga tidak ada yang mengalami penyakit serupa, penyakit
diabetes mellitus dan hipertensi pada keluarga disangkal.

C. PemeriksaanFisik
1. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
TD : 120/70 mmHg
HR : 82 x/m
RR : 16 x/m
Temperatur : 36,40C

2. Status Generalis
Kepala : Dalam batas normal,
Thoraks :Simetris, sonor +/+, ronchi -/-, wheezing -/-,
vesikuler +/+, BJ 1 dan 2 reguler.
Abdomen : Datar, nyeri epigastrium (-), timpani (+),
Bisingusus (+) normal, hepar lien tidak teraba
Ekstremitas : Dalam batas normal.

D. Status Oftamologi
Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)
1/60 Visus 1/60
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Supersilia Dalam batas normal
Edema (-),spasme (-) Palpebra superior Edema (-), spasme (-)
Edema (-),spasme (-) Palpebra inferior Edema (-), spasme (-)
Tidak ada kelainan Silia Tidak ada kelainan
Orthoforia, Bulbus Oculi Orthoforia,
eksoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Bebas ke segala arah Gerak bola mata Bebas ke segala arah
Injeksi konjungtiva (+) Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-)
Sekret (-) Konjungtiva Sekret (-)
Fornices
Hiperemi (+),Sikatrik (-) Konjungtiva Hiperemi (-), Sikatrik (-)
Palpebra
Siliar injeksi (-) Sklera Siliar injeksi (-)
Jernih Kornea Jernih

Kedalaman cukup, COA Kedalaman cukup,


Bening Bening
Kripta (+), Iris Kripta (+),
Warna: coklat Warna: coklat
Bulat, regular, sentral, Pupil Bulat, regular, sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya (+) cahaya (+)
Tidak dilakukan Shadow test Tidak dilakukan
Keruh sebagian Lensa Keruh sebagian
Tidak diperiksa Fundus Refleks Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Corpus vitreum Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Tekanan bola mata Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Sistem Canalis Tidak diperiksa
Lakrimalis

E. Resume
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Jend. A. Yani dengan keluhan
penglihatan kedua mata terasa kabur dan seperti berkabut. Keluhan dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu dan penurunan penglihatan dirasakan semakin parah
perlahan-lahan. Pasien sudah pernah memeriksakan diri ke dokter 1 tahun
sebelumnya ketika keluhan mulai muncul dan diberikan obat tetes oleh dokter.
Pasien rutin menggunakan obat tetes yang diberikan oleh dokter, namun
beberapa bulan belakangan, pasien mengganti obat tetes yang diberi dokter
dengan obat yang ia beli sendiri. Selain mengeluh penglihatan kabur pada
kedua mata, pasien juga mengeluh mata kanannya memerah, berair, dan sering
mengeluarkan kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengobati mata
kanannya dengan obat tetes mata yang ia beli sendiri, namun keluhan dirasa
tidak berkurang. Pada pemeriksaan kedua mata, didapatkan visus 1/60, lensa
kedua mata keruh sebagian, dan pada mata kanan, terdapat injeksi konjungtiva
dan konjugtiva palpebra hiperemis.

F. Diagnosis Banding
ODS Katarak Senilis Imatur + OD konjungtivitis
ODS Retinopati Hipertensi + OD konjungtivitis

G. Anjuran Pemeriksaan
Slit lamp
Funduskopi
Tonometri

H. Diagnosis
ODS Katarak Senilis Imatur + OD Konjungtivitis

I. Prognosis
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam

J. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Penggunaan kacamata sebagai alat bantu penglihatan
Kontrol mata teratur
2. Medikamentosa
Levofloxacin 5 mg eye drop 6x2tetes
Amoxicillin tab 3x500 mg
Metyl Prednisolone tab 3x4 mg
As. Mefenamat 3x500 mg
3. Rencana operatif
Disarankan dengan metode fakoemulsifikasi

K. Edukasi
Kontrol mata secara teratur
Pakai kacamata rayban
Minum obat secara teratur

L.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA MATA

Gambar 1. Anatomi Lensa Mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan


hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya
dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di
sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang
semipermeable (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan
memperoleh air dan elektrolit masuk.

Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih


keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lameral subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae
konsentris yang panjang.

Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada


pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas dibagian perifer lensa di dekat ekuator
dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.

Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula


(zonula zinni), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare
dan menyisip ke dalam ekuator lensa.

Enam puluh lima persen terdiri dari air, sekitar 35 % protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada pembuluh
darah atau saraf di lensa (Vaughan, 2000).

Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa
menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris
dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.

Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan.
Kadang-kadang serta-serat ini menjadi keruh (opak), sehingga berkas cahaya
tidak dapat menembusnya, suatu keadaan yang dikenal sebagai katarak. Lensa
defektif ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan
dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi
(Sherwood, 2001).
B. KATARAK

a. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa, ataupun terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama (Ilyas, 2010)

b. Faktor Penyebab
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan katarak diantaranya :
1. Usia
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut
2. Kelainan kongenital
3. Penyakit mata
Beberapa penyakit mata yang dapat menyebabkan katarak diantaranya
glaukoma, uveitis anterior, ablasi, dan retinitis pigmentosa
4. Bahan toksik khusus (kimia dan fisik)
5. Beberapa jenis obat seperti eserin (0,25-0,5%), kortikosteroid, dan
antikolinesterase topikal
6. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus dan
galaktosemi
7. Genetik dan gangguan perkembangan
8. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin (Ilyas, 2010)

c. Klasifikasi
Berdasarkan usia, katarak dibagi menjadi :
1. Katarak kongenital
Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil
Katarak yang terjadi setelah usia 1 tahun
3. Katarak senilis
Katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun. Pada katarak
senilis,dikenal 5 stadium :
a) Katarak insipien
Pada stadium ini, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ).
Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks
berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak
insipien.
b) Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah
lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar
yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal.
c) Katarak Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif
d) Katarak Matur
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang
menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan
seluruh lensa yang bilamana akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif.
e) Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka
korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu
disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa
karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni (Ilyas,
2010).

C. KATARAK SENILIS IMATUR

a. Definisi
Katarak senilis imatur merupakan salah satu stadium katarak
senilis, dimana pada stadium ini kekeruhan lensa belum terjadi di
semua bagian lensa. Kekeruhan pada stadium ini utamanya terjadi di
bagian posterior dan belakang nukleus lensa. Pada katarak imatur,
volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan degeneratif lensa. Pada keadaan ini, lensa akan mencembung
dan dapat menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma
sekunder (Ilyas, 2010)

b. Patofisiologi
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein
lensa. Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan
meningkat sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan
terbentuknya lapisan konsentris baru dari kortek, inti nucleus akan
mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal sebagai
sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa
yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi
high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba
tiba ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga
menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan pandangan. Modifiaksi
kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan pigmentasi
progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh.
Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan
penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya
konsentrasi sodium dan calcium (Khalilullah, 2010).
Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya
transparasi lensa. Sel epithelium lensa akan mengalami proses
degeneratif sehingga densitasnya akan berkurang dan terjadi
penyimpangan diferensiasi dari sel-sel fiber. Akumulasi dari sel-sel
epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan serat-serat lensa
yang akan menyebabkan penurunan transparansi lensa. Selain itu,
proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan
permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul larut air
sehingga transportasi air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa
menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan penurunan
antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki
peran penting pada proses pembentukan katarak (Khalilullah, 2010).

c. Gejala Klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan
riwayat kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan.
Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari
katarak ketika pasien datang.
1. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering
dikeluhkan pasien dengan katarak senilis.
2. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan
sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau
pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu pada
malam hari.
3. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan
kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat
sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien presbiopi
melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan
second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight
tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.
4. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang
terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan
area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering
memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan
retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini
menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi
dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.
5. Noda, berkabut pada lapangan pandang.
6. Ukuran kaca mata sering berubah

d. Diagnosis
Diagnosis katarak senilis imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala
klinis yang dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak
senilis imatur biasanya datang dengan keluhan pandangan mata kabur
serta silau. Sementara pemeriksaan oftalmologi dapat dilakukan
dengan menggunakan senter, slit lamp dan funduskopi. Berikut
merupakan hasil temuan pemeriksaan oftalmologi pada katarak senilis
dan katarak stadium lainnya.

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Komplit Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Visus (+) < << <<<
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaucoma

Pada katarak senilis imatur, terdapat kekeruhan pada sebagian lensa


yang dapat menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi, visus masih
dapat mencapai 1/60-6/6. Pada stadium ini, kekeruhan belum mengenai
seluruh lapisan lensa. Pada lensa normal yang tidak terdapat kekeruhan,
sinar dapat masuk kedalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh
karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar obliq yang
mengenai bagian yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada
pemeriksaan, terlihat dipupil, ada daerah yang terang sebagai reflek
pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang
gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini
disebut shadow test (+).

e. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi
jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak
diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata sehingga
didapatkan penglihatan maksimal. Sejauh ini tidak ada obat-obatan
yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase
inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol dan sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam
pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang
diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol,
aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi
lensa. Beberapa tipe ekstraksi lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE), ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE), Small
Incision Cataract Surgery (SICS) dan Phakoemulsifikasi (Riordan,
2004)
1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan di dalam
kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui
incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak
boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang
dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat
keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan
implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami
prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi merupakan suatu teknik ekstraksi lensa
dengan memecah dan memindahkan kristal lensa. Pada teknik
ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phako akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan
melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan dan irisan akan pulih dengan sendirinya
sehingga memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat.
4. Small Incision Cataract Surgery SICS
Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih murah
dan proses penyembuhannya lebih cepat.
f. Komplikasi
1. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior,
pendarahan atau efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid
ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal
light toxicity (Ilyas, 2010)
2. Komplikasi dini pasca operatif
COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak
seimbangnya antara cairan yang keluar dan masuk,
adanya pelepasan koroid, blok pupil dan siliar, edema
stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome
(edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih
paling sering)
Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps
vitreus
Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan
luka insisi yang tidak adekuat yang dapat menimbulkan
komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak
sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan
endoftalmitis.
Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat
melakukan insisi
3. Komplikasi lambat pasca operatif
Ablasio retina
Endoftalmitis kronik yang timbul karena organisme
dengan virulensi rendah yang terperangkap dalam
kantong kapsuler
Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior
lemah Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.

g. Prognosis
Dengan tenik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit
menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai
95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi.
Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau
fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat
meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan
snellen chart.

BAB IV
ANALISA KASUS

1. Dari pemaparan status pasien di atas, apakah penegakan diagnosa kasus


tersebut sudah tepat?
Berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada, dapat
ditegakkan diagnosis ODS katarak senilis imatur + OD konjungtivitis.
Diagnosa sudah tepat dikarenakan :
Pada pasien berumur 70 tahun didapatkan keluhan penglihatan kedua
mata kabur dan seperti berkabut sejak 1 tahun yang lalu, penurunan
penglihatan makin parah secara perlahan-lahan. Gejala yang dialami
pasien mengarah ke katarak. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa
sehingga mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Kekeruhan
pada lensa juga mengakibatkan penglihatan pasien seperti berkabut.
Umur pasien 70 tahun mengarah pada katarak senilis, dimana katarak
senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun
Pada pemeriksaan visus, didapatkan visus kedua mata 1/60, dimana
terjadi penurunan penglihatan pada kedua mata. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, didapatkan kekeruhan sebagian pada lensa
kedua mata. Hal ini mengarah pada katarak imatur, dimana pada
katarak imatur terjadi kekeruhan lensa sebagian
Untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis pada mata kanan pasien,
dari hasil anamnesis, pasien mengeluh mata kanannya merah, berair,
dan sering mengeluarkan kotoran. Dari hasil pemeriksaan status
opthalmologi, pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva, dan
konjungtiva palpebra hiperemi. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis
yang dapat terlihat pada konjungtivitis yaitu hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang
lebih nyata di pagi hari.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?


Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu disarankan terapi konservatif,
dikarenakan katarak masih dalam stadium imatur. Pada terapi konservatif,
pasien disarankan menggunakan kacamata sebagai alat bantu penglihatan
sehingga pasien dapat beraktivitas dengan baik. Selain itu, pasien diminta
untuk kontrol mata secara teratur. Namun jika hal ini masih dirasa
mengganggu oleh pasien, dapat dilakukan ekstraksi lensa. Ekstraksi lensa
dapat dilakukan dengan metode ECCE + IOL atau Fakoemulsifikasi + IOL.
Dimana pemilihan teknik operasi ini juga diserahkan pada pasien, namun
sebelumnya harus diberikan edukasi mengenai kelebihan ataupun kekurangan
dari masing-masing teknik tersebut. Pada ECCE + IOL, pembedahan yang
dilakukan lebih lebar dibandingkan dengan teknik fakoemulsifikasi sehingga
proses penyembuhan akan berlangsung lebih lama dan kemungkinan
terjadinya astigmatisma juga lebih besar. Sementara teknik fakoemulsifikasi
memiliki komplikasi astigmatisma yang lebih kecil hanya saja biayanya lebih
mahal dibandingkan dengan ECCE. Untuk mengobati konjungtivitis pada
mata kanan pasien, diberikan tetes mata levofloxacin 5 mg (anti infeksi),
amoxicillin tab 3x 500 mg (antibiotik), metyl prednisolone tab 3x4 (anti
radang), dan as. mefenamat 3x500 mg (anti nyeri).
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis.

Kupfer C. The Conquest of Cataract; a Global Challenge. Trans Ophtalmologic


Social UK.1994.104:1-10

Riordan-Eva, P, Whitcher, J P : Vaughan & Asburys General Ophthalmology,


Sixteenth edition, Mc Graw Hill Companies, Inc, Boston, Singapore
International Edition 2004.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2.Jakarta:EGC

Vaughan, Daniel G; Asbury, Taylor and Eva, Paul Riordan.


2000.OftalmologiUmum. 14th ed. Jakarta : Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai