Anda di halaman 1dari 13

Perbandingan Gambaran Klinis dan Kelainan Hematologi antara Demam

Dengue dan Demam Berdarah Dengue pada Anak-anak di Filipina


Celia C. Carlos, Kazunori Oishi,* Maria T. D. D. Cinco, Cynthia A. Mapua,
Shingo Inoue, Deu John M. Cruz, Mary Ann M. Pancho, Carol Z. Tanig, Ronald
R. Matias, Kouichi Morita, Filipinas F. Natividad, Akira Igarashi, And Tsuyoshi
Nagatake

Abstrak. Untuk memperlihatkan perbedaan gambaran klinis dan kelainan


hematologi antara demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD),
dilakukan evaluasi terhadap 359 pasien pediatri dengan infeksi virus dengue yang
telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, yang dirawat di Pusat
Kesehatan St.Luke di Kota Quezon, antara tahun 1999 dan 2001 di Metro Manila
dan provinsi-provinsi yang berbatasan dengan Filipina. Satu pertiga dari
keseluruhan pasien menderita DBD, dan sebagian besar dari pasien-pasien ini
tidak dalam keadaan syok. Kegelisahan, epistaksis, dan nyeri abdomen lebih
berkaitan dengan DBD. Jumlah platelet secara signifikan lebih rendah pada
kelompok DBD dibandingkan kelompok DD sebelum dan setelah penurunan
suhu. Pada pasien-pasien DBD, hematokrit secara signifikan meningkat sebelum
penurunan suhu, dan menurun satu hari setelah pemberian cairan intravena.
Kelainan koagulasi berkaitan dengan keadaan dimana sebagian besar pasien
dalam keadaan trombositopenia dan keadaan dimana terjadi peningkatan
fibrinolisis, namun bukan merupakan keadaan koaagulasi intravaskular
diseminata. Kami menyajikan data terbaru mengenai data laboratorium dan klinis
yang telah diperoleh, yang dapat digunakan untuk diagnosis dini dan oleh
karenanya memungkinkan pemberian penatalaksanaan yang tepat dengan lebih
dini untuk infeksi virus dengue.

Pendahuluan
Virus Dengue, virus patogen bagi manusia yang ditularkan oleh nyamuk,
akhir-akhir ini telah menimbulkan masalah besar dalam kesehatan masyarakat
khususnya di negara-negara tropis dan subtropis, terutama di daerah perkotaan
dan pinggiran kota. Distribusi geografis virus dengue telah sangat meluas dan
jumlah kasusnya sangat meningkat selama tiga dekade terakhir.1 Dua setengah

1
miliar jiwa pada lebih dari seratus negara berisiko untuk mengalami infeksi,
dengan perkiraan terdapat 50 juta infeksi per tahun. 2 Sejak laporan pertama
mengenai wabah demam berdarah dengue (DBD) di Filipina tahun 1956,3 epidemi
dengue telah terjadi di dalam negara ini dalam interval lima tahun. 4,5 Laporan
sebelumnya juga telah memberikan pandangan bahwa infeksi virus dengue telah
menjadi hiperendemik dan menjadi penyebab utama rawat inap anak-anak di
rumah sakit selama tahun 1980-an di Filipina. 6,7 Meskipun demam dengue (DD)
merupakan penyakit demam yang dapat sembuh dengan sendirinya, DBD ditandai
dengan manifestasi perdarahan yang menonjol, peningkatan permeabilitas
vaskular, dan berkaitan dengan tingginya angka mortalitas.8
Diagnosis klinis dini DBD sulit dilakukan karena kriteria klinis dan
laboratorium Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk DBD hanya
bermanifestasi pada fase akhir dari keadaan kritis penyakit ini. 9 Meskipun
laporan-laporan sebelumnya telah mencirikan gambaran klinis DD dan DBD,9,10
perbedaan gambaran-gambaran klinis, yang mencakup kelainan hematologi antara
dua keadaan ini, tidak ditetapkan dengan baik pada pasien-pasien pediatri yang di
rawat di rumah sakit yang diberikan penatalaksanaan yang sesuai menurut
panduan WHO. Oleh karenanya, penelitian prospektif ini dilakukan untuk
menentukan perbedaan gambaran klinis dan kelainan hematologi antara DD dan
DBD pada pasien-pasien pediatri yang dirawat di Metro Manila, Filipina, dari
tahun 1999 hingga 2001.

Pasien dan Metode


Pasien dan Rancangan Penelitian. Semua pasien yang masuk ke Pusat
Kesehatan St.Luke di Kota Quezon, Filipina, antara tahun 1999 hingga 2001 yang
memenuhi kriteria di bawah dimasukkan ke dalam penelitian: 1) usia antara 2 dan
17 tahun, 2) demam selama 5 hari, 3) suhu tubuh setidaknya 37.8 0C, dan 4)
tidak ada fokus infeksi yang jelas. Persetujuan tindakan kedokteran diperoleh dari
wali pasien yang sah.
Penggalian riwayat medis dan tindakan pemeriksaan fisik oleh salah satu
peneliti yang merupakan dokter spesialis anak (CCC dan MTDDC) pada saat

2
pasien didata dan direkrut untuk ikut serta dalam penelitian dan setiap harinya
hingga pasien dipulangkan. Tanda dan gejala klinis, mencakup status gizi,
direkam pada formulir kasus. Hari penurunan suhu, atau dimulainya fase
defervescence ditetapkan sebagai hari 0.11 Satu hari sebelum dan satu hari setelah
penurunan suhu dilaporkan secara berturut-turut sebagai berikut: -2, -1, 0, +1, +2,
dan seterusnya.
Darah diambil pada hari pertama, ketiga, keempat, dan ketujuh selama
perawatan di rumah sakit. Hitung darah lengkap serial dilakukan hingga hari
pemulangan. Uji diagnostik untuk demam terdiri atas reaksi rantai polimerase-
transkriptase reverse (RT-PCR) untuk flavivirus dan antibodi IgM untuk virus
dengue dengan pengujian imunosorbent terpaut enzim (ELISA)12,13. Karena
sensitivitas diagnostik adalah 90-93% untuk pemeriksaan IgM dengan ELISA dan
80-100% untuk RT-PCR, sensitivitas diagnostik gabungan untuk RT-PCR dan
IgM ELISA menjadi lebih dari 90%.14-16
Semua kasus infeksi virus dengue yang telah dikonfirmasi dengan uji
diagnostik apapun dikelompokkan sebagai baik DD atau DBD berdasarkan
kriteria WHO.17 Kriteria diagnostik yang digunakan terdiri atas jumlah platelet
terendah kurang dari 100.000/l, adanya manifestasi perdarahan, dan peningkatan
hematokrit yang lebih dari 20% diatas rerata atau adanya efusi pleura atau asites.
Kasus-kasus DBD kemudian dinilai menjadi stadium I-IV. Sebuah foto polos
thoraks (tampilan posteroanterior) secara rutin dilakukan untuk mendeteksi efusi
pleura pada hari ketiga perawatan. Penatalaksanaan, yang mencakup cairan
intravena (IVF) dan plasma beku segar (FFP) diberikan kepada tiap pasien
berdasarkan panduan WHO,17 dan volume total IVF atau FFP yang diberikan
untuk tiap pasien dicatat.
Skor Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC). Untuk menilai adanya
DIC pada pasien, dilakukan penghitungan skor DIC untuk semua pasien yang
terdata dari September 2000 hingga Desember 2001.18 Sistem penilaian DIC yang
digunakan disajikan pada tabel 1.

3
Tabel 1.
Skor Koagulasi Intravaskular Diseminata*
Komponen Hasil Pemeriksaan Skor
Penyakit yang mendasari Ya 1
Gejala Klinis
Manifestasi Perdarahan Ya 1
Gejala viseral Ya 1
Hasil Pemeriksaan
Kadar FDP serum (g/Ml) 40 3
20 hingga < 40 2
10 hingga <20 1
Kadar platelet (x 104/L) 5 3
> 5 hingga 8 2
> 8 hingga 12 1
Kadar fibrinogen Plasma (mg/Dl) 100 2
> 100 hingga 150 1
Rasio waktu protrombin (dibadi dengan nilai 1.67 2
normal) 1.25 hingga < 1
1.67
*FDP = Produk degradasi fibrin
Tanda akibat insufisiensi sirkulasi akibat mikrotrombus yang disebabkan oleh
DIC
Skor DIC terdiri atas suatu penilaian parameter-parameter berikut: penyakit
yang mendasari dan gejala klinis (manifestasi perdarahan atau tanda-tanda
keterlibatan viseral), dan penilaian jumlah platelet, fibrinogen, rasio waktu
protrombin (PT) (dibagi dengan nilai normal), dan produk degradasi fibrin (FDP).
Yang dimaksudkan dengan penyakit yang mendasari (poin 1) pada sistem
pemberian skor DIC untuk tujuan penelitian ini adalah infeksi virus dengue.
Konsentrasi fibrinogen dihitung dengan reagen Dadethrombin (Dade Behring, Inc,
Newark, DE), dan PT ditentukan dengan reagen Thromborel S (Dade Behring,
Inc). Darah yang tersitrasi digunakan untuk menentukan rasio PT dan kadar
fibrinogen. Konsentrasi FDP ditentukan dengan sarana peralatan yang tersedia
secara komersial (Eiken Chemical Co., Ltd, Jepang). Protokol penelitian telah
ditinjau dan disetujui oleh Dewan Peninjau Etik Institusional dari Pusat Kesehatan
St.Luke.
Analisis Statistik. Semua data dinyatakan sebagai rerata SD atau sebagai
frekuensi dan proporsi. Perbedaan data laboratorium antara pasien dengan DD dan

4
DBD dianalisis dengan menggunakan uji Student-t untuk variabel kontinyu.
Perbedaan data demografi dan data klinis serta skor DIC antara pasien dengan DD
dan DBD diuji dengan menggunakan uji chi-square atau uji Fisher exact untuk
variabel nominal, yang dinilai tepat untuk digunakan berdasarkan jenis data. Nilai
P yang kurang dari 0.05 dianggap bermakna. Perangkat lunak statistik SPSS versi
12.0 (SPSS, Inc, Cary, NC) digunakan untuk melakukan analisis data.

HASIL
Karakteristik Subjek. Dari 503 subjek yang diperiksa, sebanyak 359
(71.4%) subyek telah dikonfirmasi mengalami infeksi virus dengue: sebanyak 322
(89.7%) dikonfirmasi berdasarkan hasil IgM-Capture ELISA dan sebanyak 139
(38.7%) berdasarkan hasil RT-PCR. Sebanyak 102 (28.4%) subjek menunjukkan
hasil yang positif untuk kedua cara pengujian. Dari 359 kasus yang dikonfirmasi
dengan data laboratorium, sebanyak 239 (66.6%) kasus didiagnosis sebagai DD
dan 120 (33.4%) kasus didiagnosis sebagai DBD (Tabel 2). Empat puluh dua
pasien (23 dengan DD dan 19 dengan DBD) diikutsertakan ke dalam penelitian
pada tahun 1999, 75 (37 dengan DD dan 38 dengan DBD) pada tahun 2000, dan
242 (179 dengan DD dan 63 dengan DBD) pada tahun 2001. Proporsi DBD
berbeda pada tiap tahunnya (45.2% pada tahun 1999, 50.6% pada tahun 2000, dan
26.0% pada tahun 2001). Distribusi serotipe virus dengue secara berturut-turut
dengan urutan (DEN1, DEN2, DEN3, DEN4) yang ditentukan dengan RT-PCR
adalah (6, 1, 1, dan 1) pada tahun 1999, (7, 5, 0, dan 1) pada tahun 2000, dan (24,
84, 4, dan 0) pada tahun 2001. Reaksi yang positif ganda untuk dua serotipe pada
pemeriksaan RT-PCT terjadi pada 10 kasus untuk serotipe DEN 1 + 2, satu kasus
untuk serotipe DEN 1 + 3 dan DEN 1 + 4, dan tiga kasus untuk serotipe DEN 2 +
3. Suatu wabah penyakit dengue terjadi antara Juni dan Oktober 2001 (Gambar 1).
Kasus-kasus ini terutama terkait dengan DEN 2 dan DEN 1. Usia rerata semua
subjek adalah 9.8 tahun. Sehubungan dengan keparahan penyakit, 120 pasien
yang didiagnosis menderita DBD selanjutnya dikelompokkan sebagai berikut:
DBD I (n = 7), DBD II (n=110), DBD III (n=2), dan DBD IV (n=1). Meskipun
terdapat satu kasus kematian pada DBD stadium IV, sebagian besar pasien DBD

5
tidak dalam keadaan syok. Dari jumlah tersebut di atas, 57 (47.5%) kasus
berkaitan dengan efusi pleura.
Durasi lamanya perawatan di rumah sakit secara signifikan lebih lama pada
mereka dengan DBD dibandingkan mereka dengan DD (p < 0.001; Tabel 2).
Suatu peningkatan yang signifikan dalam hal nyeri abdomen ditemukan pada
kelompok DBD sebelum masuk rumah sakit (P=0.008) dan pada waktu masuk ke
rumah sakit (p=0.010), dibandingkan dengan kelompok DD. Frekuensi
kegelisahan (p=0.012) dan epistaksis (p = 0.027) pada saat masuk rumah sakit
pada kelompok DBD juga secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok DD.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal status gizi antara kelompok
DD dan DBD menurut klasifikasi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
(CDC).19
Tabel 2
Profil demografi dan klinis subjek
Parameter DD DBD Total P
(n=239) (n=120) (n=359)
Rerata usia (tahun) (SD) 9.9 (4.2) 9.8 (3.8) 9.8 (4.0) 0.877
Rasio pria:wanita 1.49 1.50 1.49 0.976
Jumlah hari demam sebelum MRS (SD) 3.4 (1.3) 3.5 (1.4) 3.5 (1.3) 0.670
Durasi dirawat di RS, jumlah hari, (SD) 4.4 (1.7) 5.6 (1.7) 4.8 (1.8 <
0.001
Gejala sebelum MRS, jumlah/jumlah
total (%)
Nyeri abdomen 76/238 55/119 131/357 0.008
(31.9) (46.2) (36.7)
Epistaksis 46/233 23/ 119 69/352 0.926
(19.7) (19.3) (19.6)
Gejala pada saat MRS, jumlah/jumlah
total (%)
Kegelisahan 0/238 (0.0) 4/119 (3.4) 4/357 (1.1) 0.012
Epistaksis 26/236 23/117 49/353 0.027
(11.0) (19.7) (13.9)
Nyeri abdomen 69/237 51/119 120/356 0.010
(29.1) (42.9) (33.7)
Petekie 195/239 102/120 297/359 0.420
(81.6) (85.0) (82.7)
Perdarahan gusi 11/232 (4.7) 6/113 (5.3) 17/345 (4.9) 0.819
Hematemesis 1/222 (0.5) 2/108 (1.9) 3/330 (0.9) 0.251
Sesak napas 0/238 (0.0) 2/119 (1.7) 2/357 (0.6) 0.110

6
DBD

DD

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des

Gambar 1. Distribusi kasus infeksi virus dengue berdasarkan bulan dan tahun
pendataan. Jumlah kasus dengue yang dikonfirmasi dengan data laboratorium
diplot dengan interval per satu bulan dari Januari 1999 hingga Desember 2001.
DD: demam dengue, DBD: Demam berdarah dengue.

7
Nilai prediksi positif untuk nyeri abdomen sebelum masuk ke rumah sakit
terhadap terjadinya DBD adalah 42.0% dan nilai prediksi negatifnya adalah
71.7%. Tepat pada saat masuk rumah sakit, nilai prediksi positif nyeri abdomen
terhadap terjadinya DBD adalah 42.5% dan nilai prediksi negatifnya adalah 71.2
persen, untuk gejala kegelisahan nilai prediksi positifnya adalah 100% dan nilai
prediksi negatifnya adalah 69.0% serta untuk gejala epistaksis, nilai prediksi
positifnya adalah 46.9% dan nilai prediksi negatifnya adalah 69.1%.
Data laboratorium. Meskipun jumlah sel darah putih (WBC) perifer semua
subjek umumnya dibawah kadar normal sebelum hari penurunan suhu, jumlah
WBC perifer secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD dibandingkan
pada kelompok DD pada hari -1, 0, +1, +2, dan +3 sejak hari penurunan suhu
(gambar 2A). Fraksi limfosit pada jumlah WBC perifer juga secara signifikan
lebih tinggi pada kelompok DBD daripada kelompok DD dari hari -1 hingga +2
(Gambar 2B). Tidak terdapat perbedaan jumlah monosit, eosinofil dan basofil
absolut pada kedua kelompok. Data laboratorium juga mengonfirmasi bahwa
jumlah platelet secara signifikan lebih rendah pada kelompok DBD daripada
kelompok DD dari hari -3 hingga +3 (Gambar 2C). Kadar platelet terendah
tercatat pada hari +1 untuk kedua kelompok. Kadar platelet terendah (x 103/L)
adalah 113.8 58.3 pada kelompok DD dan 58.5 84.1 pada kelompok DBD,
secara berturut-turut. Hematokrit secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
DBD dari hari -2 hingga +0 (Gambar 2D). Peningkatan maksimum hematokrit
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD (24.3 13.8%) dibandingkan
kelompok DD (11.4% 7.7%) (P < 0.001). Menariknya, suatu penurunan
hematokrit yang signifikan juga ditemukan pada kelompok DBD, dibandingkan
dengan kelompok DD pada hari +4. Selain akibat pergeseran cairan ke ruang
intravaskular saat terjadi pemulihan penyakit pada pasien DBD, temuan ini bisa
dipengaruhi oleh koreksi cairan intravena yang sebelunya telah diberikan. Oleh
karena itu, kami membandingkan volume total IVF atau FFP yang diberikan pada
tiap pasien saat masuk antara kelompok DD dan DBD. Volume total IVF yang
diberikan pada tiap pasien secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD

8
( n=117, 3.265 1.560 Ml) daripada kelompok DD (n= 230, 2.687 1.216 Ml)
selama mereka tinggal di rumah sakit dalam penelitian ini ( p < 0.001).

Gambar 2. Perbandingan jumlah sel darah putih total (A), jumlah limfosit (B),
jumlah platelet (C), dan hematokrit (D) pada darah perifer antara pasien pediatri
dengan DD dan DBD. Jumlah kasus DD dan DBD diperlihatkan di bagian bawah
masing-masing gambar. Lingkaran yang berwarna putih tanpa isi menunjukkan
kasus DD dan kotak terisi warna hitam menunjukkan kasus DBD. Data
menggambarkan rerata SD. *P<0.05 berbanding pasien dengan DD. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal FFP yang digunakan antara
kelompok DD ( n =11, 307 133 Ml) dan kelompok DBD (n=38.401 471 Ml).

Skor DIC. Diantara parameter-parameter yang dievaluasi untuk skor DIC,


distribusi frekuensi skor platelet dan fibrinogen pada kelompok DBD secara
signifikan berbeda dibandingkan dengan mereka yang berada pada kelompok DD
( p < 0.05), dimana pada kelompok DBD, skor yang teramati lebih tinggi (Tabel
3). Manifestasi perdarahan seringkali terlihat pada kedua kelompok pasien, dan
tidak terdapat perbedaan dalam skor klinis yang ditemukan pada kedua kelompok.

9
Sebagian kecil kasus-kasus DD dan DBD menunjukkan adanya peningkatan rasio
FDP dan PT dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam skor ini antara
kedua kelompok. Akibatnya, frekuensi kasus-kasus dengan skor DIC 7 secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD dibandingkan dengan kelompok DD
(p< 0.001). Dari 17 kasus dengan skor DIC 7, sebanyak 13 subjek adalah pasien
DBD dan 4 subjek adalah pasien DD. Dari 13 kasus DBD, 11 pasien mengalami
DBD stadium II dan 1 pasien masing-masing mengalami DBD stadium I dan IV.
Hanya terdapat satu kematian, yaitu satu kasus DBD stadium IV, yang berkaitan
dengan peningkatan rasio PT yang sangat besar. Dua kasus DBD berkaitan dengan
peningkatan ringan rasio PT. Hanya 7 dari 17 kasus yang berkaitan dengan
peningkatan ringan FDP.

PEMBAHASAN
Temuan-temuan disini berfungsi untuk menunjukkan perbedaan gambaran
klinis dan laboratorium antara DD dan DBD selama masuk rumah sakit dibawah
penatalaksanaan yang sesuai dengan panduan WHO. Nyeri abdomen dan
epistaksis seringkali berkaitan dengan pasien-pasien DBD selama fase akut
penyakit dalam penelitian ini, meskipun penelitian sebelumnya melaporkan data
yang bertentangan mengenai data frekuensi nyeri abdomen dan manifestasi
perdarahan.5,6 Karena nyeri perut dan epistaksis juga ditemukan pada DD, nilai
diagnostik gejala-gejala ini untuk keparahan penyakit ini bersifat terbatas.
Meskipun DBD membutuhkan waktu perawatan di rumah sakit yang lebih lama,
DD juga membutuhkan perawatan di rumah sakit yang lebih dari empat hari.
Temuan ini menunjukkan bahwa DD dan DBD memberikan beban yang cukup
besar pada sistem pelayanan kesehatan di Metro Manila, Filipina. Meskipun
etiologi nyeri abdomen pada penyakit akibat infeksi dengue masih tidak jelas,
Setiawan dan kawan-kawan melaporkan bahwa sebagian besar pasien pediatri
dengan DBD dan nyeri abdomen juga memiliki peningkatan kadar amilase atau
lipase serum dan pembesaran pankreas.20 Penelitian lainnya melaporkan gastritis
hemoragik sebagai temuan yang paling sering dari gastroendoskopi pada pasien-
pasien dengan demam dengue di Taiwan.21

10
Tabel 3. Perbandingan skor DIC antara mereka dengan DD dan DBD
Parameter Skor DD (n=163) DBD (n=94) Total (n=257) P
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Skor Platelet 0 73 44.8 4 4.3 77 30.0 <0.001
1 39 23.9 15 16.0 54 21.0
2 30 18.4 18 19.1 48 18.7
3 21 14.1 12. 12.8 35 13.6
Skor klinis 0 23 14.1 12 12.8 35 13.6 0.762
1 140 85.9 82 87.2 222 86.4
Skor PT 0 160 98.2 90 95.7 250 97.3 0.327
1 3 1.8 3 3.2 6 2.3
2 9 5.5 14 14.9 23 8.9
Skor Fibrinogen 0 111 68.1 53 56.4 164 63.8 0.027
1 43 26.4 27 28.7 70 27.2
2 9 5.5 14 14.9 23 8.9
Skor FDP 0 132 81.0 72 76.6 204 79.4 0.403
1 31 19.0 22 23.4 53 20.6
Skor Total < 7 159 97.5 81 86.2 240 93.4 <0.001
7 4 2.5 13 13.8 17 6.6
DIC = Koagulasi intravaskular diseminata; DD = demam dengue, DBD = Demam
berdarah dengue, PT = waktu protrombin, FDP = Produk degradasi fibrin

Karena kami tidak dapat menetapkan alasan yang pasti untuk nyeri
abdomen dalam penelitian ini, penelitian lebih lanjut akan dibutuhkan. Sementara
nyeri abdomen atau epistaksis menghasilkan nilai prediksi positif yang rendah
untuk terjadinya DBD, kegelisahan berkaitan dengan tingginya nilai prediksi
negatif. Oleh karena itu, gejala yang jarang ini dapat digunakan sebagai prediktor
DBD.
Data laboratorium kami mengonfirmasi peningkatan rerata jumlah WBC
dan limfosit total yang mendekati kadar normal di sekitar pada hari penurunan
suhu (gambar 2A dan B). Temuan ini bersesuaian dengan laporan-laporan
sebelumnya, meskipun pemeriksaan untuk limfosit atipikal tidak dilakukan. 22-24.
Peningkatan hematokrit maksimum pada kelompok DBD lebih tinggi dari 20%,
dan secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang berada dalam kelompok
DD pada penelitian ini, yang mendukung definisi DBD menurut WHO.17
Peningkatan permeabilitas vaskular akan memungkinkan plasma mengalir ke

11
kompartemen intravaskular, yang menyebabkan syok hipovolemik. Penelitian ini
juga menujukkan bahwa volume IVF yang diberikan untuk mencegah syok
hipovolemi pada kelompok DBD secara signifikan lebih tinggi daripada
kelompok DD. Peningkatan pemberian IVF untuk mencegah sindroma syok
dengue selanjutnya dapat menyebabkan penurunan hematokrit yang signifikan
pada kelompok DBD, dibandingkan dengan kelompok DD, setelah penurunan
suhu.
Dalam penelitian ini, kami berusaha untuk menerapkan kriteria diagnostik
DIC terhadap 257 pasien dengan infeksi virus dengue. 18 Meskipun
trombositopenia lebih menonjol pada kelompok DBD dibandingkan kelompok
DD, sebagian kecil kasus DD dan DBD memiliki peningkatan rasio PT. Selain itu,
hanya peningkatan FDP ringan yang ditemukan baik pada kelompok DD dan
DBD. Data ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya 25,26 dan
kemungkinan bisa dijelaskan oleh terbatasnya jumlah pasien yang menderita
sindroma syok dengue pada penelitian ini. Tingginya frekuensi kasus dengan
kadar fibrinogen yang rendah pada kelompok DBD merupakan petunjuk akan
adanya peningkatan fibrinolisis, yang sesuai dengan temuan sebelumnya
mengenai DBD.25, 27, 28 Krishnamutri dan kawan-kawan juga melaporkan adanya
peningkatan waktu tromblopastin parsial teraktivasi dan penurunan kadar
fibrinogen pada pasien dengan DD dan DBD.29 Peneliti ini menyatakan bahwa
aktivasi platelet, bukan koagulopati konsumtif, kemungkinan menyebabkan
perdarahan pada dengue tanpa syok.
Meskipun peningkatan jumlah kasus dengan skor DIC 7 ditemukan pada
kelompok DBD dibandingkan dengan kelompok DD, sebagian besar kasus bebas
dari kasus koagulopati konsumtif. Manifestasi perdarahan yang serius seperti
melena yang disebabkan oleh DIC hanya ditemukan pada satu kasus kematian
pada DBD stadium IV. Secara kolektif, data kami menunjukkan bahwa kelainan
koagulasi melibatkan kombinasi trombositopenia dan peningkatan fibrinolisis,
namun tidak merupakan DIC klasik, pada sebagian besar pasien dalam penelitian
ini.

12
Singkatnya, data kami saat ini menunjukkan insidensi sindroma syok
dengue yang rendah pada pasien-pasien pediatri yang menjalani pengobatan di
Metro Manila, Filipina. Data kami juga menunjukkan perbedaan frekuensi gejala-
gejala klinis, seperti kegelisahan, epistaksis dan nyeri abdomen antara pasien
dengan DD dan DBD. Pemberian IVF dengan penambahan jumlah volume selama
periode peningkatan permeabilitas vaskular, saat terdapat gambaran patofisiologis
tipikal DBD pada 2-3 hari setelah penurunan suhu, dapat mencegah sindroma
syok dengue. Jumlah platelet yang sangat rendah dan peningkatan fibrinolisis
pada darah perifer ditemukan pada kelompok DBD saat dibandingkan dengan
kelompok DD. Kelainan koagulasi pada sebagian besar pasien melibatkan
kombinasi trombositopenia dan peningkatan fibrinolisis, namun tidak merupakan
DIC klasik.

13

Anda mungkin juga menyukai