PENDAHULUAN
1
Pada alopesia areata, cenderung akan sembuh spontan pada pasien masa
pasca pubertas. Awalnya, rambut yang tumbuh kembali akan halus seperti
bulu dan berwarna terang, kemudian, akan tergantikan dengan rambut yang
lebih keras dan gelap yang akan tumbuh sempurna. (4) Apabila memerlukan
pengobatan, pengobatan dapat menggunakan kortikosteroid sistemik (namun
tidak dalam jangka waktu lama, mengingat efek sampingnya), pengobatan
topikal, berupa kortikosteroid topikal atau intralesi, minoxidil topikal, dan
imunoterapi topikal. Kemudian terdapat juga pengobatan intervensi berupa
photochemotherapy dan eximer laser. Prediksi dari prognosis buruk adalah
apabila terdapat dermatitis atopi, pada pasien anak-anak, keterlibatan yang
luas, ophiasis, durasi menderita lebih dari 5 tahun, dan onychodystrophy.
Pasien dengan Alopesia areata akan lebih mengalami stress mental oleh
karena penyakitnya dan dapat mengurangi kualitas hidupnya.(7)
2
BAB II
DIAGNOSIS
2.1 Anamnesis
Padaa umumnya, pasien datang dengan keluhan adanya bercak dengan
kerontokan rambut pada kulit kepala, yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung
ccepat. Bercak ini berbentuk bulat atau lonjong.(2) Bercak ini berwarna normal
(5)
seperti kulit kepala dan tidak menunjukkan luka ataupun adanya keluhan lain.
Pada pasien perlu ditanyakan apakah ada gejala yang menyertai bercak yang
(8)
muncul, seperti gatal, nyeri, atau rasa keram pada bercak. Meskipun biasanya
(5)
tanpa gejala, ada juga pasien yang mengeluhkan hilang rasa, gatal, atau nyeri.
Ditanyakan juga apakah ada perluasan dari bercak, ataukah ada lokasi lain yang
terkena. Alopesia areata bisa saja mengalami perluasan dan dan bisa terdapat lebih
dari satu bercak. Penting juga ditanyakan pada pasien riwayat penyakit keluarga
terutama penyakit autoimun, seperti atopi, penyakit tiroid, atau penyakit autoimun
lainnya yang mungkin berhubungan dengan Alopesia areata. Faktor pencetus yang
bisa menimbulkan alopesia areata, seperti stress atau adanya riwayat truma juga
ditanyakan.
3
Gambaran khas pada alopesia areata adalah sisa rambut pada sekeliling
daerah alopesia yang terlihat seperti tanda seru (exclamation-mark hair), dimana
segmen distal batang rambut telihat lebih tebal dari bagian proksimalnya, atau
dapat dikatakan batang rambut yang ke arah pangkal makin halus. Rambut
sekitarnya tampak normal tapi mudah dicabut.(1)(2)
Pada kulit kepala juga terlihat cadaver hairs (bintik hitam yang terlihat
seperti komedo). Cadaver hairs terjadi karena fraktur di dalam folikel rambut,
kemudian memproduksi bintik hitam dalam ostia folikel yang menyerupai
komedo. (5)
Pada kuku akan ditemukan kelainan berupa pitting nails. Perubahan pada
kuku lebih sering terjadi pada anak-anak (12%) dibanding dewasa (3.3%).
Prevalensi dari perubahan kuku lebih besar pada alopesia gejala berat, seperti
alopesia universalis dan alopesia totalis.(5)
Tes menarik rambut, pada bagian tepi lesi yang positif menunjukkan
keaktifan penyakit. Pada fase kronik, hasil tes negatif, dikarenakan rambut tidak
mudah tercabut seperti pada fase akut.(5) Tes menarik rambut ini juga positif pada
kondisi lain, seperti infeksi jamur pada rambut.(1)
a b c
Gambar 2.1 (a) pada pemeriksaan kuku didapatkan
gejala pitting nail; (b) Gambaran exclamation-
mark hair pada kulit kepala; (c) Gambaran alopesia areata pada daerah janggut.
4
Tes Lab: Dianjurkan untuk melakukan tes fungsi tiroid dan tes antibodi tiroid
karena meningkatnya hubungan antara alopesia areata dan autoimunitas tiroid.(1)
5
Gambar 2.3 Gambaran kulit
kepala pasien CCLE
2.4.2 Trichotillomania
Trikotilomania adalah gangguan kebiasaan yang memiliki ciri-ciri
menarik-narik rambut secara kompulsif. Hal ini menunjukkan gejala
hilangnya rambut, biasanya ganjil, tanpa penjelasan biologis ataupun
riwayat trauma terbuka. Dermoskopi dari kulit kepala membantu dalam
membedakan trikotilomania dan alopesia areata, dimana lubang folikel
terlihat seperti bintik kuning.Trikotilomania dikaitkan dengan gangguan
obsesif kompulsif (obsessive-compulsive disorder, OCD), namun
beberapa ahli berpendapat bahwa trikotilomania adalah hasil dari
beberapa gangguan fisik yaitu OCD, gangguan personalitas, body
dysmorphophobic disorder, retardasi mental dan psikosis.
6
2.4.3 Effluvium Telogen
Effluvium telogen memiliki gejala terlepasnya rambut telogen normal
secara berlebihan. Apapun penyebab dari hilangnya rambut telogen,
rambut yang terlepas bersama dengan akarnya. Pada beberapa kasus
kehilangan akan luas. Pasien umumnya memiliki lebih dari satu
mekanisme dari hilangnya rambut telogen. Bercakan atau secara
tersebar, dikaitkan dengan penyakit papulosquamous dari kulit kepala.
Trichodynia adalah gejala umum dari pasien dengan effluvium telogen,
dengan gambaran kebotakan. Trychodynia seringkali menampakkan
gejala-gejala depresi, obsessive personality disorder, dan kecemasan.
Effluvium telogen sering dihubungkan dengan kehilangan protein atau
nutrisi lain. Penilaian kebiasaan pola makan dan perhitungan saturasi
zat besi dan ferritin adalah cara paling mudah untuk menentukan status
gizi.
7
BAB III
PENATALAKSANAAN
3.2 Medikamentosa
Tangga Pengobatan untuk Alopesia Areata(6)
Kortikosteroid topikal dan intralesi
Topical irritants (e.g Anthralin)
Topical minoxidil
8
pengobatan jangka panjang harus dihindari untuk mencegah efek
samping dari kortikosteroid.
b. Sistemik Cyclosporine
Obat ini telah terbukti efektif dalam pengobatan alopecia areata
karena imunosupresif dan sifat hypertrichotic. Efek samping dan
kekambuhan yang tinggi membuat obat ini menjadi pilihan yang kurang
tepat untuk digunakan dalam alopecia areata. Sehingga obat ini hanya
digunakan dalam bentuk alopesia areata yang berat yang tidak respon
pada pengobatan.
9
Mekanisme kerja obat ini tidak diketahui, namun diyakini bekerja
dengan efek imunosupresan dan anti-inflamasi dengan generasi radikal
bebas. Konsentrasi yang digunakan dimulai dari 0.5-1% selama 20-30
menit setelah kulit kepala dicuci dengan sampo terlebih dahulu untuk
menghindari efek iritan yang berlebih. Efek samping berupa gatal,
eritem, pengelupasan kulit pada kulit kepala yang diobati.(5)
d. Minoxidil Topikal
Minoxidil topikal, fasilitator kalium-channel yang telah lama
digunakan sebagai pendorong pertumbuhan rambut yang umum dalam
alopesia androgenik, juga dapat digunakan dalam alopecia areata,
idealnya digunakan bersama dengan pengobatan lain, seperti ditranol
krim atau glukokortikoid oral. Setelah penggunaan glukokortikoid oral
selama 6 minggu, aplikasi topikal dari 2% minoxidil membantu
pencegahan atau menunda kambuhan pada pasien yang respon terhadap
glukokortikoid.(1)
e. Imunoterapi topikal
Terapi yang digunakan adalah menggunakan dipehencyprone
(DPCP) atau squaric acid dibutyl ester (SADBE). Cara penggunaan
yaitu berikan larutan aseton pada area berukuran 4x4 pada salah satu
sisi kulit kepala. Dibiarkan selama 48 jam kemudian dibilas. Pasien
harus menghindari menyentuh kulit kepala selama 6 jam. Setelah 1
minggu (2 minggu apabila reaksi awal berat), larutan 0.001% diberikan
pada seluruh area yang terkena pada sisi yang sama pada kulit kepala.
Tiap minggunya, DPCP atau SADBE diberikan pada sisi yang sama
pada kulit kepala, konsentrasi di titrasi berdasar pada beratnya reaksi
pada minggu sebelumnya. Respon awal akan terlihat biasanya setelah
12 minggu dan terapi dihentikan apabila tidak ada respon setelah 24
minggu. Efek samping dapat berupa limfadenopati, reaksi eksema yang
berat atau meluas. Pengobatan ini kontraindikasi pada kehamilan dan
keganasan.(6)
10
3.2.3 Intervensi
a. Photochemotherapy (PUVA)
Semua tipe PUVA (PUVA oral, PUVA topical, ataupun penyinaran
lokal atau seluruh tubuh dengan UVA) telah digunakan dengan tingkat
kesuksesan 60-65%. Kekambuhan setelah pengobatan cukup tinggi,
kadangkala diperlukan pengobatan ulang dengan jangka waktu lama
dengan resiko karsinogenik. Untuk mengurangi efek samping dari
psoralen sistemik, terapi PUVA-turban digunakan sebagai
penatalaksanaan alopesia areata pada kulit kepala. Pada
photochemotherapy ini larutan cair dari 8-methoxy psoralen diberikan
pada kulit kepala dengan menggunakan handuk sebagai turban. Kulit
kepala pasien akan terpapar UVA setelah menjaga turban bersentuhan
dengan kulit kepala selama kurang lebih 20 menit.
b. Excimer Laser
Beberapa studi klinis memaparkan keberhasilan pengobatan dari
excimer laser dan excimer light pada alopesia areata. Pada salah satu
penelitian, 41.5% bercak menunjukkan respon terhadap pengobatan
laser excimer setelah 12 minggu. Penelitian lain pada anak-anak dengan
alopesia areata menunjukkan 60% penumbuhan kembali rambut pada
lesi setelah pengobatan 12 minggu. Pengobatan ini bertoleransi baik,
dan efek sampingnya hanya berupa eritem.
11
BAB IV
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Amos Gilhar, M. D., M. D. Amos Etzioni, et al. (2012). "Alopecia Areata." The
New England Journal of Medicine: 1515-1525.
2. Djuanda, P. D. d. A., d. M. Hamzah, et al. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta, Badan Penerbit FKUI: 304-305.
3. Burns, T., S. Breathnach, et al. (2010). Rook's Textbook of Dermatology.
Wiley-Blackwell. 1: 64.65, 66.31, 66.33, 66.54-66.56.
4. James, W. D., T. G. Berger, et al. (2011). Andrew's Disease of the Skin.
Diseases of the Skin Appendages, Elsevier.
5. Majid, I. and A. Keen (2012). "Management of Alopecia Areata: an update."
British Journal of Medical Practioners 5.
6. Callen, J. P., T. D. Horn, et al. (2008). Dermatology-Bolognia. Elsevier. 1.
7. Arbabi, N., F. Salami, et al. (2013). "Effects of stress and stressful events on
Alopecia Areata." Life Science Journa 10.
8. Trozak, D. J., D. J. Tennenhouse, et al. (2006). Dermatology Skills for Primary
Care. H. Press. New Jersey.
13