Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENULISAN ILMIAH
Penulisan Karya Ilmiah

OLEH:
KELOMPOK I

EGI NISURA
EKA SHOLIKAH
ERA AFRIANI
NURKHAIRA MANEL
PUJI LIDYA HASANAH
ROSI YULIANA
TRIA ANANDA

DOSEN PEMBIMBING : dr.Fauziah Elytha,MSc

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan
dan kesempatan, sehingga kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Penulisan
Ilmiah mengenai Penulisan Karya Ilmiah
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen mata kuliah yang telah membimbing dan
membantu kami dalam memahami semua hal yang terkait dengan Penulisan Ilmiah.
Kelompok sangat menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu kelompok mengharapkan kritikan maupun saran kepada pembaca yang sifatnya
membangun. Akhir kata kelompok mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin

Padang, Agustus 2016

Kelompok I
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
A Latar belakang.......................................................................... 1
B Tujuan....................................................................................... 2

BAB II. ISI


A Latar Belakang Penulisan Ilmiah.............................................. 3
B Sikap Ilmiah Seorang Ilmuwan................................................ 6
C Kewajiban Profesional.............................................................. 10
D Manfaat Menulis Bagi Ilmuwan............................................... 12
E Macam-Macam Karangan Ilmiah............................................. 13
F Langkah-Langkah Penyusunan Karangan Ilmiah..................... 15

BAB III. PENUTUP


A Kesimpulan .............................................................................. 24
B Saran......................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya ilmiah adalah suatu tulisan yang memuat kajian suatu masalah tertentu dengan
menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Kaidah-kaidah keilmuan itu mencakup penggunaan
metode ilmiah dan pemenuhan prinsip-prinsip keilmiahan, seperti: objektif, logis, empiris,
sistematis, lugas, jelas, dan konsisten.
Dalam proses penulisan seorang ilmuwan dihadapkan pada cara penggalian ilmu
pengetahuan melalui penelusuran pustaka. Ia akan mendalami suatu pengetahuan yang
imajinatif dan makin lama makin dalam masuk ke dasar lautan bacaan, sehingga ibarat
gunung es apa yang tadinya mungkin tampak kecil di permukaan laut, ternyata dasarnya
amat dalam dan luas.
Itulah sebabnya, di kalangan ilmuwan dan sarjana, kepustakaan merupakan suatu hal
yang sangat hakiki dan tak ternilai, dan menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Tidaklah dapat dibayangkan bagaimana seorang sarjana dan ilmuwan hidup tanpa tulisan-
tulisan.
Sebetulnya, segala sesuatu yang diperoleh seorang penulis, bukanlah semata-mata hasil
karyanya sendiri, tetapi praktis bersumber dari hasil pengamatan dan pengalaman orang lain
ditambah pengamatannya sendiri. Semuanya ini lalu dituangkannya ke atas kertas berupa
karya tulis ilmiah. Banyak antropolog yang berpendapat: Sebagaimana bahasa
membedakan manusia dari binatang, begitu pula tulisan membedakan manusia beradab dari
manusia biadab.
Mengingat tukar-menukar pengetahuan antar para ilmuwan seperti ini, maka seorang
sarjana tidak diharapkan hanya menjadi anggota kelompok pemakai (konsumen) saja dari
ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, ia juga dituntut menjadi penghasil (produsen) dalam
bidang ini. Dengan kata lain seorang sarjana bukan hanya bisa membaca tulisan-tulisan
karya orang lain, tetapi mampu pula menulis sendiri karangan-karangan ilmiah.
Supaya bisa menulis dan menyusun buah pikiran secara ilmiah, penulisan haruslah
mengikuti cara-cara tertentu, sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Cara-cara
pembuatan karangan ilmiah sebetulnya hanya soal teknis dan dapat dipelajari dengan
mudah. Walaupun selama ini dikenal berbagai ketentuan dan pedoman penulisan ilmiah
yang kadang-kadang dirasakan tidak seragam, semua itu pada hakekatnya mempunyai
tujuan yang sama.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penulisan karya ilmiah untuk memenuhi tugas perkuliahan
Mata Kuliah Penulisan Ilmiah.

2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui latar belakang penulisan ilmiah
b) Untuk mengetahui sikap ilmiah seorang ilmuwan
c) Untuk mengetahui kewajiban profesional
d) Untuk mengetahui manfaat menulis bagi ilmuwan
e) Untuk mengetahui macam-macam karangan ilmiah
f) Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan karangan/penulisan ilmiah

BAB II
ISI

A. Latar Belakang Penulisan Ilmiah


Latar belakang adalah dasar atau titik tolak untuk memberikan pemahaman kepada
pembaca atau pendengar mengenai apa yang ingin kita sampaikan. Latar belakang yang baik
harus disusun dengan sejelas mungkin dan bila perlu disertai dengan data atau fakta yang
mendukung (Wikipedia, 2015).
Latar belakang suatu karya tulis ilmiah sangatlah penting untuk mendukung suatu karya
ilmiah, karena latar belakang merupakan bagian dari pendahuluan sebuah karya tulis ilmiah.
Latar belakang karya tulis ilmiah biasanya disertai penjelasan singkat apa yang akan
dibahas, biasanya memberikan sedikit data atau fakta untuk mendukung suatu karya tulis
ilmiah. Penulisan dalam hal ini ditekankan harus jelas agar memudahkan pembaca
memahami isi dari latar belakang. Pilihlah kata-kata atau kalimat yang bisa merangkum
maksud/ tujuan/ pembahasan karya tulis ilmiah tersebut pada saat menulis latar belakangnya.
Latar Belakang memuat: (IPB, 2012)
a. Latar belakang memuat ulasan singkat mengapa penelitian perlu dilakukan.
b. Uraian dimulai dengan hal yang unik, fakta, masalah, dan pendapat yang mendasari
dilakukannya penelitian; didukung telaah pustaka yang berkaitan dengan topik
penelitian.
c. Diuraikan juga alasan teoretis dan alasan praktis dari perlunya penelitian dilakukan, dan
bagaimana masalah tersebut dapat dipecahkan dan manfaat dari penyelesaian masalah.

Latar Belakang Masalah memuat: (Ditjen PMPTK, 2008):


a. Memaparkan permasalahan umum yang menjadi landasan fokus masalah yang akan
diteliti.
b. Memaparkan faktor-faktor yang melatarbelakangi masalah tersebut muncul: Faktor
yang melatarbelakangi permasalahan digambarkan dengan kenyataan yang ada.
Paparkan fakta yang mendukung, seperti hasil pengamatan.

Untuk membuat latar belakang yang baik dan benar, terdapat beberapa komponen yang
harus dicantumkan. Komponen-komponen itu meliputi:

Gambaran umum masalah


Pada bagian awal latar belakang masalah, perlu dikemukakan gambaran permasalah
yang akan diangkat sebagai tema penulisan. Hal ini penting untuk memberikan
pengetahuan awal dalam bentuk informasi bahwa ada "masalah" yang harus diselesaikan.
Ingat, setiap penelitian selalu berangkat dari permasalahan yang terjadi.
Bentuk masalah yang diangkat bisa bermacam-macam. Masalah bisa berupa keadaan
yang menyimpang dari hal yang seharusnya. Selain itu, masalah juga mungkin timbul
karena adanya penerapan kebijakan baru yang bertolak belakang dengan sikap lama yang
telah terbentuk sebelumnya.
Kondisi ideal yang diharapkan
Jika gambaran umum mengenai masalah telah dibuat, bagian selanjutnya adalah
dengan mencantumkan kondisi-kondisi ideal yang diharapkan. Kondisi ideal ini
merupakan keadaan yang bertolak belakang dengan masalah yang terjadi. Di sini sudah
mulai tampak ada kesenjangan atau kontradiksi antara permasalahan yang terjadi dengan
keinginan atau harapan.
Sebab-sebab permasalahan
Selanjutnya, agar lebih meyakinkan pembaca, seorang penulis perlu mengidentifikasi
sebab-sebab permasalahan. Setelah sebab-sebab permasalahan ditemukan, penulis perlu
memberikan bukti berupa fakta yang terjadi untuk mendukung permasalahan yang akan
diangkat. Penulis dapat memperolehnya dari berbagai sumber bacaan. Misalnya melalui
surat kabar, siaran berita, atau melalui pernyataan para ahli yang menjelaskan ada
permasalahan yang harus diselesaikan. Dengan adanya bukti berupa fakta tersebut,
pembaca akan lebih yakin bahwa masalah yang penulis angkat itu benar-benar nyata.
4 Tingkat kerumitan atau kompleksitas masalah dan dampaknya jika dibiarkan
Penulis juga perlu menggambarkan tingkat kerumitan masalah. Pada bagian ini,
penulis harus mampu menggambarkan bahwa masalah yang terjadi bukanlah hal yang
sederhana. Jika penulis berhasil menunjukkan tingkat kompleksitas masalah, hal itu akan
menjadi bahan penilaian bahwa masalah yang kompleks tersebut perlu diselesaikan
melalui cara yang ilmiah.
Setelah itu, penulis juga harus menunjukkan bahwa masalah tersebut akan
memberikan pengaruh atau dampak yang membahayakan jika tidak segera diselesaikan.
Sebisa mungkin penulis mengemukakan berbagai hal yang memungkinkan menjadi
dampak negatif dari permasalahan jika tidak diselesaikan. Dengan begitu, tingkat urgensi
penyelesaian masalah akan meningkat.
5 Cara untuk menyelesaikan masalah
Setelah menggambarkan tingkat urgensi permasalahan, kini tiba saatnya seorang
penulis mengemukakan alternatif pemecahan atau penyelesaian masalah. Di sinilah letak
penting variabel penelitian untuk menyelesaikan masalah. Biasanya cara untuk
menyelesaikan masalah ini berkaitan dengan judul penelitian.
6 Penjelasan singkat mengenai permasalahan yang akan diteliti sesuai dengan ruang
lingkup atau bidang peneliti
Langkah selanjutnya, semua hal yang telah dibahas sebelumnya, perlu dibuat
kristalisasi. Penulis perlu memberikan penjelasan singkat mengenai masalah-masalah
yang sudah dibahas sebelumnya dan mengkristalisasikannya sesuai dengan ruang lingkup
dan bidang peneliti. Tujuannya agar pembaca dapat mengetahui fokus penelitian yang
dilakukan peneliti.

Dalam bagian latar belakang ini diharapkan penulis menuliskan sebab-sebab ia memilih
judul atas permasalahan tersebut. Alasan-alasan yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Pentingnya masalah tersebut diteliti karena akan membantu pelaksanaan kerja yang lebih
efektif misalnya, atau akan dicari pemecahannya karena berbahaya apabila tidak, jadi
pentingnya diadakan penelitian
2. Menarik minat peneliti karena dari pengalamannya peneliti mendapatkan gambaran
bahwa hal itu sangat menarik.
3. Sepanjang sepengetahuan peneliti belum ada orang yang meneliti masalah tersebut.

Dalam hal ini para penulis sebaiknya menyadari bahwa pemilihan masalah harus
didasarkan atas minat dan penghayatan sendiri. Alasan pemilihan masalah yang paling tepat
adalah adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Menurut
Prof. Dr. Winarno memilih masalah adalah mendalami masalah itu, sehingga harus
dilakukan secara lebih sestematis dan intensif. Selanjutnya oleh Dr. Winarno dikatakan
bahwa setelah studi eksploratoris ini penulis menjadi jelas terhadap masalah yang dihadapi,
dari aspek historis, hubungannya dengan ilmu yang lebih luas, situasi dewasa ini dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan datang dan lain-lainnya.

1. Mengetahui dengan pasti apa yang akan diteliti.

2. Tahu dimana/ kepada siapa informasi dapat diperoleh.

3. Tahu bagaimana cara memperoleh data atau informasi.

4. Dapat menentukan cara yang tepat untuk menganalisis data.


5. Tahu bagaimana harus mengambil kesimpulan serta memanfaatkan hasil.

B. Sikap Ilmiah Seorang Ilmuwan


Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang peneliti, untuk dapat
melalui proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula. Sejauh ini dikenal tujuh hal
yang menyangkut sikap ilmiah ilmuwan, yang sering kali dilupakan dan diabaikan oleh
sebagian sarjana, termasuk mereka yang sudah mencapai strata pendidikan lebih tinggi,
bahkan yang tertinggi sekalipun. (A.G, Ruslijanto, & Mulyono, 2000):
1. Sikap Ingin Tahu
Seseorang yang bersikap ilmiah selalu bertanya-tanya tentang berbagai hal yang
dihadapinya. Ia selalu tertarik tidak saja kepada hal-hal yang lama, tetapi terutama pada
hal-hal yang baru. Walaupun hal-hal lama telah dibahas oleh para ahli sebelumnya,
mungkin saja untuk pengembangannya masih dibutuhkan pemikiran lebih lanjut.
Sebaliknya, hal-hal baru perlu ditelaah sehingga bila perlu dapat dibuat suatu
kesimpulan baru.
2. Sikap Kritis
Orang yang bersikap kritis tidak puas dengan jawaban tunggal. Ia akan selalu berusaha
mencari hal-hal yang ada dibalik suatu gejala, bahkan yang melatarbelakangi fakta yang
dihadapinya. Sikap ingin tahu ini merupakan motivasi kuat dan positif untuk belajar.
Rasa ingin tahu semacam ini menyebabkan seseorang mencari informasi sebanyak
mungkin, sebelum ia menetapkan pendapat yang akan dikemukakannya. Ia selalu
berhati-hati sebelum melakukan suatu tindakan.

3. Sikap Terbuka
Artinya, selalu bersedia mendengar keterangan dan argumentasi orang lain, walaupun
berbeda dalam pendirian. Orang dengan sikap seperti ini tidak menutup mata terhadap
adanya kemungkinan pendapat lain. Itulah sebabnya ia tidak emosional dalam
menghadapi kritik, sangkalan bahkan celaan terhadap pendapat yang dikemukakannya.
4. Sikap Objektif
Seseorang yang memiliki sikap obyektif akan mampu mengesampingkan sikap
prasangka pribadi (apriori) ataupun kecenderungan yang tidak beralasan terhadap orang
lain. Jadi ia selalu berpikir positif. Dengan demikian ia mampu menyatakan sesuatu apa
adanya, serta dapat melihat sesuatu secara nyata dan actual. Orang yang bersikap
objektif tidak dikuasai oleh pikiran atau perasaannya sendiri maupun prasangka
terhadap orang lain.
5. Rela Menghargai Karya Orang Lain
Berjiwa besar untuk menghargai karya orang lain, tanpa merasa dirinya kecil,
merupakan sikap ilmiah yang amat penting. Kecongkakan biasanya menyebabkan orang
tak mampu bersikap objektif. Kalau ia berhasil membuat karya ilmiah, biasanya
tulisannya bernada sombong, memerintah ataupun menggurui. Seorang yang berjiwa
ilmiah pantang mengakui karya orang lain sebagai karya orisinal yang berasal dari
dirinya. Ia rela dan dengan senang hati akan mengakui dan menyampaikan ucapan
terima kasih atas gagasan atau karya orang lain yang ia kutip atau bantuan dalam bentuk
apapun yang telah diterimanya.
6. Berani Mempertahankan Kebenaran
Sikap ilmiah membuat orang berani mengatakan kebenaran dan bila perlu sekaligus
mempertahankannya. Kebenaran yang dibelanya ini mungkin berupa tulisan atau hasil
penelitiannya sendiri, mungkin pula hasil penemuan karya orang lain. Dengan memiliki
keberanian mengemukakan kebenaran, cara berpikir dan sikapnya dalam melakukan
penulisan menjadi konsisten.
7. Mempunyai Pandangan Jauh ke Depan
Orang yang punya pandangan jauh kedepan, selalu tanggap terhadap perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena sikap ini, ia selalu haus untuk
membaca dan mengetahui lebih banyak. Akhirnya, ia akan menganggap bahwa
membaca dan menulis sebagai suatu kebutuhan, serta menulis karya ilmiah sebagai
suatu kewajiban profesional.

C. Kewajiban Profesional
Karya ilmiah merupakan suatu kewajiban seorang ilmuan. Sering dikemukakan bahwa
salah satu ciri profesi adalah kepustakaan dan literatur. Sebagai seorang professional
mempunyai kewajiban untuk membagi pengetahuan dan pengalaman kepada orang lain.
Setelah mampu menguasai ilmu, apalagi bila sudah mampu meneliti, seorang ilmuwan harus
menulis. Pengetahun yang dikuasainya itu haruslah dikomunikasikan kepada orang lain.
Tanpa ditulis komunikasi ini tak akan terjadi, dan pengetahuan tadi tidak akan berkembang
karena tidak diketahui apalagi dipahami oleh masyarakat luas.
Secara garis besar dapat di uraikan bahwa tanggung jawab pokok ilmuwan adalah
1) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (berpikir, melakukan penelitian dan
pengembangan, menumbuhkan sikap positif-konstruktif, meningkatkan nilai tambah
dan produktivitas, konsisten dengan proses penelaahan keilmuan, menguasai bidang
kajian ilmu secara mendalam, mengkaji perkembangan teknologi secara rinci, bersifat
terbuka, professional dan mempublikasikan temuannya);
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menemukan masalah yang sudah/ akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat dan mengkomunikasikannya, menemukan
pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat, membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, menggunakan hasil penemuan untuk kepentingan kemanusiaan,
mengungkapkan kebenaran dengan segala konsekuensinya dan mengembangkan
kebudayaan nasional.

Selain yang tersebut di atas, sebagaimana yang telah disinggung bahwa ilmuwan
memiliki tanggung jawab sosial, moral, dan etika. Dan berikut ini akan di uraikan berbagai
tanggung jawab ilmuwan yang berkenaan dengan sosial, moral dan etika.

1) Tanggung Jawab Sosial


Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk
mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. Beberapa bentuk
tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu :
a. Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan
sosial yang akan berkembang berdasarkan permalahan sosial yang sering terjadi
dimasyarakat.
b. Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana
dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan
tersebut mampu merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut.
c. Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian
permasalahan sosial dimasyarakat yang mana masyarakat Indonesia yang terdiri
dari keanekaragaman ras, agama, etnis dan kebudayaan sehingga berpotensi
besar untuk timbulnya suatu konflik.
d. Membantu pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat
proses intergrasi sosial budaya yang mana integrasi tersebut bertujuan untuk
mempererat tali kesatuan antara masyarakat Indonesia. Hal ini juga bertujuan
untuk mencegah terjadinya konflik.

2) Tanggung Jawab Moral


Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu
sendiri sebagi seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik
sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif,
mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas
kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan
sesaat. Moral dan etika yang baik perlu kepekaan atas rasa bersalah, kepekaan atas rasa
malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui oleh Tuhan. Ilmuwan juga
memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh (obyektif, terbuka, menerima kritik,
menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, berani
mengakui kesalahan) dan mampu menegakkan kebenaran. Sehingga ilmu yang
dikembangkan dengan mempertimbangkan tanggung jawab moralnya sebagai seorang
ilmuwan dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dan secara integral tetap
menjaga keberlangsungan kehidupan lingkungan di sekitarnya dan dapat tergajanya
keseimbangan ekologis. Atau dengan meminjam istilah Daoed Joesoef, mantan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai teknosuf, yang merupakan paduan dari kata
teknik/teknologi dan sophia yang berarti kearifan. Sehingga teknosuf dimaksudkan
sebagai teknokrat yang mempunyai kearifan dalam melakukan rekayasa bagi manusia
dan lingkungan di sekitarnya (Basuki, 2009).

3) Tanggung Jawab Etika


Kemudian tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang
ilmuwan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan,
standar atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas
atau nilai moral (Kode Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk.
Misalnya saja tanggung jawab etika ilmuwan yang berkenaan dengan penulisan karya
ilmiah, maka kode etik pada penulisan karya ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria,
yaitu sebagai berikut:
a Obyektif, (berdasarkan kondisi faktual)
b Up To Date, (yang ditulis merupakan perkembangan ilmu paling akhir)
c Rasional, (berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-balik)
d Reserved, (tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak bermotif pribadi)
e EFEKTIF dan EFISIEN, (tulisan sebagai alat komunikasi yang berdaya tarik
tinggi).
D. Manfaat Menulis Bagi Ilmuwan
Seorang ilmuwan dituntut mampu mengutamakan pikiran, pendapat, dan gagasan dalam
bentuk tulisan. Menulis banyak sekali manfaatnya bagi seorang ilmuwan, sebagaimana dapat
dilihat dakam hal-hal berikut: (A.G, Ruslijanto, & Mulyono, 2000):
1. Ia akan terlatih mengembangkan keterampilan membaca secara efektif, sebab sebelum
menulis, ia harus membaca dahulu berbagai kepustakaan yang cukup banyak dan
mendalam.
2. Ia akan terlatih meramu hasil bacaan dari berbagai sumber tadi, dan akhirnya mampu
menyajikan fakta lebih jelas, informatif, serta sistematis, untuk menyarikannya ke
tingkat pemikiran yang lebih matang.
3. Ia akan memahami berbagai kegiatan penggalian dan penelusuran pustaka, mulai dari
memakai katalog hingga menggunakan komputer.
4. Ia akan mampu berlatih menyusun hasil pemikiran dan penelitiannya menurut cara-cara
yang lazim digunakan kalangan ilmuwan. Walaupun kita tidak mempunyai latar
belakang dasar-dasar penelitian, tidaklah ada alasan mengapa kita tidak melaporkan
pengalaman pribadi yang kita lakukan. Pengungkapan pengalaman seperti ini mungkin
dapat membantu memecahkan masalah utama yang dihadapi orang lain, karena tulisan
ini dibaca oleh banyak orang.
5. Ia akan lebih mampu melihat kesalahan dirinya sendiri sebelum kesalahan ini dilihat
orang lain, karena prinsip penulisan ilmiah adalah:
Writing is Rewriting menulis adalah menulis ulang. Mengapa demikian? Untuk
bisa menuangkan pendapat, pemikiran dan pengetahuan ke atas kertas, seseorang
haruslah memikirkan dahulu setiap tindakannya secara logis. Dalam proses inilah,
biasanya kita menyadari adanya kesalahan yang sebelumnya mungkin tidak terlihat.
Kita dapat kembali ke jalan yang benar bila ternyata benar-benar terdapat kesalahan
dalam pemikiran, pengamatan maupun cara kita bekerja. Patut pula diingat bahwa
dengan menuangkan pemikiran kita ke atas kertas, maka kita dapat melihat ada atau
tidaknya kesalahan sendiri sebelum orang lain sempat melihatnya. Dalam proses
membuat karangan, biasanya seorang penulis membaca kembali apa yang sudah
ditulisnya, sebelum karangannya dikirim atau diterbitkan. Pada saat mengulang baca
hasil karya inilah, biasanya bisa terlihat adanya kesalahan, kekurangan maupun
kelebihan pada naskah ini.
6. Ia akan meningkatkan pengetahuan dan memperluas cakrawala pandangan masyarakat
awam maupun sesama ilmuwan, karena telah mengemukakan sesuatu yang mungkin
belum diketahui masyarakat luas. Di lain pihak, pasti si penulis juga dapat menolong
dirinya sendiri untuk memahami masalah dan pemecahannya dengan lebih baik. Ia akan
membuka peluang dialog imajinatif dengan sesama ilmuwan pada saat menyusun
karangannya, maupun dialog nyata setelah makalahnya dipublikasikan.
7. Ia akan memperoleh kepuasan batin maupun intelektual karena sudah memenuhi
kewajiban profesionalnya.

Menurut Sabarti dkk, 1988:2 manfaat menulis ada delapan, diantaraya:


1. Mengetahui kemampuan dan potensi diri serta pengetahuan kita tentang topik yang
dipilihnya. Dengan mengembangkan topik itu kita terpaksa berpikir, menggali
pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dibawah sadar.
2. Dengan mengembangkan berbagai gagasan kita terpaksa bernalar, menghubung-
hubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mungkin tidak pernah kita lakukan
kalau kita tidak menulis.
3. Lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik
yag ditulis. Dengan demikian, kegiatan menulis memperluas wawasan baik secara
teoritis maupun mengenai fakta-fakta yang berhubungan.
4. Menulis berarti mengorganisasi gagasan secara sistematik serta mengungkapkan secara
tersurat. Dengan demikian, permasalahan yang pemula masih samar menjadi lebih jelas.
5. Melalui tulisan kita dapat menjadi peninjau dan penilai gagasan kita secara objektif.
6. Lebih mudah memecahkan masalah dengan menganalisisnya secara tersurat dalam
konteks yang lebih konkret.
7. Dengan menulis kita aktif berpikir sehingga kita dapat menjadi penemu sekaligus
pemecah masalah, bukan sekedar penyadap informasi.
8. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir dan berbahasa secara
tertib.

Manfaat menulis menurut Horiston dalam Darmadi 1996:3-4, yaitu:


1. Kegiatan menulis adalah sarana untuk menemukan sesuatu, dalam artian dapat
mengangkat ide dan informasi yang ada di alam bawah sadar pemikiran kita.
2. Kegiatan menulis dapat memunculkan ide baru.
3. Kegiatan menulis dapat melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan
berbagai konsep atau ide yang kita miliki.
4. Kegiatan menulis dapat melatih sikap objektif yang ada pada diri seseorang.
5. Kegiatan menulis dapat membantu diri kita untuk berlatih memecahkan beberapa
masalah sekaligus.
6. Kegiatan menulis dalam sebuah bidang ilmu akan memungkinkan kita untuk menjadi
aktif dan tidak hanya menjadi penerima informasi.
E. Macam-Macam Karangan Ilmiah
Salah satu dasar penggolongan karangan dibuat oleh Jones (1960), yang membagi
karangan menjadi karangan ilmiah dan karangan non-ilmiah, berdasarkan fakta yang
disajikan dalam karangan itu, yaitu fakta umum dan fakta pribadi. Penggolongan bisa pula
dilakukan berdasarkan metodologi penulisannya, menjadi karangan ilmiah dan karangan
tidak ilmiah. Bila karangan menyajikan fakta umum maupun pribadi, namun disajikan tidak
dengan metode yang baik dan benar, maka disebut sebagai karangan tidak ilmiah.
Ciri-ciri karangan ilmiah:
1. Menyajikan fakta objektif secara sistematis
2. Pernyataannya cermat, tepat, tulus, dan benar, serta tidak memuat terkaan.
3. Penulisnya tidak mengejar keuntungan pribadi
4. Penyusunannya dilaksanakan secara sistematis, konseptual dan prosedural.
5. Tidak memuat pandangan-pandangan tanpa dukungan fakta.
6. Tidak emotif menonjolkan perasaan
7. Tidak bersifat argumentatif, tetapi kesimpulannya terbentuk atas dasar fakta.

Ciri-ciri karangan non-ilmiah:


1. Penyajiannya lebih bersifat subjektif
2. Mengandung usulan dengan efek dan kesimpulan yang diharapkan penulis
3. Bersifat persuasif, sesuai dengan keyakinan penulis yang mengajak pembaca untuk
berubah pendapat
4. Pandangan yang dikemukakan penulis tidak didukung fakta umum
5. Motivasinya lebih mementingkan diri sendiri, karena itu isinya bisa melebih-lebihkan
sesuatu
6. Kesimpulan penulis lebih bersifat argumentatif, sehingga kurang atau tidak membiarkan
fakta berbicara sendiri

Secara ringkas, karangan atau tulisan ilmiah adalah karya tulis yang disusun
berdasarkan tulisan, pernyataan atau gagasan orang lain, baik yang telah, belum atau bahkan
tidak dipublikasikan sama sekali. Jadi pada hakekatnya penulis menyusun kembali hal-hal
yang telah dikemukakan orang lain, ditambah pengalamannya dan dalam gaya bahasanya
sendiri. Dengan demikian tulisan ini merupakan suatu uraian yang didukung informasi yang
telah diuji kebenarannya dan kemudian disajikan dengan cara yang lazim dan benar, sesuai
dengan metoda yang berlaku.

Dengan demikian, pada dasarnya karangan ilmiah mengemukakan fakta dan sebagian
lagi memuat pendapat, anggapan atau dugaan disamping kesimpulan dn rekomendasi serta
saran. Semua informasi ini perlu diberi tempat/kedudukan yang jelas, tidak
dicampuradukkan. Hal ini berarti, boleh saja menulis perpaduan antara pendapat berbagai
ahli atau keterangan-keterangan lainnya, tetapi harus selaulu dijaga jangan sampai
keterangan-keterangan itu dijadikan satu begitu saja.

Dari berbagai kepustakaan ternyata dijumpai bermacam-macam cara penggolongan


jenis karangan ilmiah. Penggolongan ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
tertentu. (A.G, Ruslijanto, & Mulyono, 2000)
a) Ditinjau dari cara penulisannya, kita melihat adanya Karangan Ilmiah Murni, yang
biasanya ditujukan untuk konsumsi kalangan profesi atau cendekiaan. Sebaliknya,
Karangan Ilmiah Populer ditujukan untuk masyarakat umum dengan tujuan
membangkitkan motivasi terhadap suatu pemecahan masalah.
b) Ditinjau dari sumber utama yang digunakan sebagai dasar penulisannya, kita mengenal
Laporan Khusus, Laporan Penelitian serta Studi Kepustakaan.
c) Berdasarkan bentuk karangannya, dikenal adanya Makalah (paper), Skripsi, Tesis dan
Disertasi.
a) Makalah
Makalah adalah segala bentuk karangan ilmiah tertulis, baik sebagai hasil
pembahasan buku maupun sebagai hasil karangan tentang suatu pokok persoalan.
Kita mengenal berbagai bentuk makalah berikut ini, antara lain:
- Studi kepustakaan
- Tinjauan historik
- Deskripsi prosedur teknis praktis
- Laporan kasus
- Laporan penelitian

b) Skripsi
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis
berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data
dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan,
atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa
temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah
satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya. Pembuatan karya tulis ini biasanya
merupakan salah satu persyaratan wajib guna menyelesaikan pendidikan Strata Satu
c) Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan
skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian
sendiri. Tesis adalah salah satu karya ilmiah tertulis yang disusun mahasiswa secara
individual berdasarkan hasil penelitian empiris untuk dijadikan bahan kajian
akademis. Tesis adalah pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen-argumen
untuk dikemukakan, merupakan hasil dari studi yang sistematis atas masalah, tesis
mengandung metode pengumpulan, analisis dan pengolahan data, dan menyajikan
kesimpulan serta mengajukan rekomendasi. Tesis adalah karya ilmiah yang
disyaratkan untuk lulus pendidikan jenjang S2.
d) Disertasi
Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat
dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan
analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa
temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh penulisnya dari
sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3).
.
F. Langkah-Langkah Penyusunan Karangan/Penulisan Ilmiah
Secara umum, tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam menyusun karangan ilmiah
dibagi menjadi lima tahap, yaitu: (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) pengorganisasian
dan pengonsepan, (4) pemeriksaan atau penyuntingan konsep, dan (5) penyajian (Arifin,
2003)

1. Tahap persiapan adalah tahap awal yang perlu dilakukan dalam menulis karangan
ilmiah. Tahap ini terdiri dari, memilih topik, menentukan judul, dan membuat kerangka
karangan. Topik yang dipilih sebaiknya topik yang menarik dan diketahui oleh penulis.
Selain itu, topik yang baik adalah topik yang mempunyai lingkup yang terbatas. Setelah
menentukan topik langkah selanjutnya adalah menentukan judul. Penentuan judul dalam
karangan ilmiah dapat dilakukan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan apa,
mengapa, di mana, kapan, bagaimana. Selain itu, dalam membuat sebuah karangan
ilmiah judul haruslah berupa frasa bukan kalimat. Langkah terakhir dalam tahap
persiapan adalah menentukan kerangka karangan. Kerangka ini nantinya akan
membantu dalam proses penulisan karangan. Selain itu, kerangka inilah yang akan
menjadi acuan dalam membuat karangan sehingga akan menjadi runtut dan teratur
dalam memaparkan atau menganalisis masalah.
2. Tahap kedua dalam menulis karangan ilmiah adalah pengumpulan data. Data dapat
diperoleh dari beberapa sumber yaitu, media dan lapangan. Data yang diperlukan dapat
diperoleh dari media, antara lain buku, koran, majalah, internet, ataupun media yang
lain. Selain itu, data juga dapat diperoleh langsung di dalam lapangan. Data yang
berasal dari lapangan dapat diperoleh dengan cara pengamatan, wawancara, atau
eksperimen. Data yang dikumpulkan haruslah data yang relevan dengan karangan yang
akan dibuat.
3. Tahap ketiga pengorganisasian atau pengonsepan, dalam pengorganisasian atau data
yang telah kita peroleh dibagi berdasarkan jenis, sifat, atau bentuk. Pada tahap ini
dilakukan pengolahan dan penganalisisan data dengan menggunakan teknik yang
diperlukan. Misalnya, data yang bersifat kuantitatif dapat diolah dan dianalisis dengan
menggunakan teknik atau metode statistik. Setelah data diolah dan dianalisis, kemudian
dapat dilakukan pengonsepan karangan ilmiah sesuai dengan kerangka yang telah
dibuat.
4. Tahap keempat adalah pemeriksaan atau penyuntingan konsep. Dalam tahap ini
dilakukan pemeriksaan terhadap konsep yang saling bertentangan maupun yang
berulang-ulang. Dalam tahap ini, penjelas yang tidak diperlukan maka akan dibuang,
sedangkan penjelas baru yang akan mendukung karangan akan ditambahkan untuk
menunjang pembahasan.
5. Tahap terakhir dalam menyusun karangan ilmiah adalah penyajian. Dalam penyajian
karangan ilmiah haruslah diperhatikan dari segi bahasa dan bentuk penyajian. Kalimat
yang digunakan dalam menulis karangan ilmiah harus sesuai dengan standar Bahasa
Indonesia yang baku. Sedangkan dalam bentuk penyajian, perlu diperhatikan urutan
unsur-unsur karangan dan ketentuan yang berlaku.

Cara pemilihan dan pengungkapan masalah


Memilih masalah apa yang akan dikemukakan dalam suatu karangan ilmiah tidak jarang
menjadi kesulitan, terutama bagi penulis pemula. Karena itu, menginventarisasi beberapa
masalah sehingga diperoleh suatu daftar, biasanya akan membantu penulis memilih masalah
mana yang sebetulnya dan akhirnya akan diungkapkan. Melalui daftar masalah, barulah kita
teliti kembali masalah tadi satu per satu, dan hal ini dapat dibantu dengan panduan
pertanyaan-pertanyaan.
a) Pertama, apakah masalah ini berguna dan cukup penting untuk dipersoalkan masalah
yang tidak perlu dipersoalkan lagi, sama sekali tak bermanfaat dibicarakan lebih lanjut.
b) Kedua, apakah membahas masalah ini akan menghasilkan sesuatu yang baru? Suatu
persoalan, betapapun menariknya untuk dibahas, bila tidak menghasilkan suatu
pemecahan masalah yang konkrit tidak ada gunanya dikemukakan dalam bentuk
makalah ilmiah.
c) Ketiga, apakah masalah yang akan ditulis itu menarik perhatian dan minat si penulis?
Suatu soal yang tidak menarik perhatian dan minat si penulis, akan menyulitkan
pembahasan secara tuntas. Hendaknya selalu diingat, bila seseorang harus menulis
sesuatu yang bagi dirinya sendiri saja sudah tidak menarik, proses penulisannya juga
pasti akan tersendat-sendat.
d) Keempat, apakah masalah yang akan dibahas ini cukup terbatas, artinya tidak terlalu
lebar, dan tidak pula terlalu sempit. Menulis suatu topik yang besar atau lebar akan
membuat karangan menjadi panjang sekali, untuk mencapai pembahasan yang
mendalam. Bila pembahasannya dangkal untuk masalah yang begitu besar, tentu tidak
diharapkan datang dari suatu karya ilmiah. Pembahasan karangan ilmiah haruslah
terarah dan mendalam.
e) Kelima, apakah untuk pembahasan ini cukup tersedia data, sehingga memungkinkan
pelaksanaan tindakan pemecahan masalahnya? Pembahasan suatu topik ilmiah perlu
dukungan data dan kepustakaan yang cukup memadai. Tanpa ini, pembahasan akan
menjadi terbatas dan tidak mustahil jadi dangkal.
f) Keenam, apakah masalah ini dapat dipecahkan dengan fasilitas yang ada dan
kemampuan diri penulis? Memecahkan masalah dengan dukungan fasilitas dan
kemampuan yang minim, tak akan mencapai hasil yang memuaskan.

Memperoleh Sumber Informasi


Kita dapat menulis sesuatu bila ada persoalan yang patut ditulis. Untuk itu diperlukan
adanya sumber informasi. Secara ringkas dapat dikatakan ada empat sumber informasi yang
dapat kita manfaatkan:
a) Pengalaman atau pengamatan pribadi
b) Pengalaman orang lain. Pengalaman orang lain ini dapat berupa publikasi dalam bentuk
media cetak, seperti buku, artikel dalam majalah, brosur, dan lain-lain.
c) Publikasi bukan berupa media cetak. Termasuk kedalam kelompok ini adalah kuliah,
ceramah, seminar, dan sebagainya.
d) Suatu bentuk lain pengungkapan pengalaman seseorang, seperti wawancara atau diskusi
yang tidak dipublikaskan dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber informasi. Jenis ini
sering disebut sebagai komunikasi pribadi (personal communication).

Cara terbaik untuk menggali sumber informasi ini tentu saja dengan menempuh semua
kemungkinan yang ada.

Gaya dan Cara Penulisan yang Efektif


Tujuan pembuatan karangan ilmiah adalah melaporkan informasi, pemikiran dan
pengalaman secara ringkas, jelas dan tegas. Dengan kreatifitas pengarangnya, karangan ini
tetap dapat dibuat menarik dan menyegarkan tanpa mengorbankan nilai-nilai ilmiah yang
memang harus diutamakan. Karena itu karangan-karangan ilmiah tidak perlu menjadi
bacaan yang menjemukan, semata-mata oleh karena bentuknya yang sangat formal dan
sebab isinya yang bersifat ilmiah.
Mengingat hal tersebut diatas, seorang penulis hendaknya mampu menyusun karangan
sedemikian rupa sehingga karyanya itu dibaca oleh banyak orang. Artikel yang diterbitkan
tetapi tidak dibaca orang sama sekali tidak bermanfaat, kecuali barangkali untuk ego si
penulis sendiri. Biasanya gaya penulisan dengan pernyataan-pernyataan singkat yang
dirangkai dengan bahasa yang jelas lebih efektif daripada kata-kata mulut yang disusun
dalam kalimat yang kompleks.
Dalam aspek gaya dan cara penulisan yang efektif ini, Flesch mengingatkan dua hal
yang penting, yaitu Readability (ketedasan, keterbacaan) dan Ambiguity (ketaksaan,
kemaknaan lebih dari satu).
Aspek ketedasan dapat terlihat dari tabel Flesch berikut ini:
No Kata/Kalimat Derajat Ketedasan
1 </=8 Sangat mudah
2 11 Mudah
3 14 Agak Mudah
4 17 Baku
5 21 Agak Sulit
6 25 Sulit
7 29/> Sangat Sulit

Contoh Ketedasan dapat terihat pada kalimat berikut ini, yang merupakan kalimat
beranak bercucu (bahkan bercicit):
Penjuluran lidah dapat juga disebabkan oleh karena pemberian susu dengan botol di
mana dot digunakan terlalu panjang dan ujung dot menyentuh sampai ke tenggorokannya
maka untuk mencegahnya anak meletakkan lidahnya pada langit-langit, tetapi hal ini
berlangsung lama dan anak menemui kesulitan maka anak meletekkan ujung lidahnya
didepan untuk menahan dot di antara gum pad dan lidah dan anak menelan dengan cara ini
dan akan menetap sampai anak menjadi besar.
Jelas sekali kalimat seperti ini sulit dicerna dan perlu nafas panjang untuk
membacanya. Satu kalimat ini sebetulnya lebih tepat dijadikan sebuah paragraf. Marilah kita
bandingkn dengan kalimat perubahan berikut ini:
Penjuluran lidah dapat juga disebabkan karena pemberian susu dengan botol yang
dotnya terlalu panjang. Karena panjangnya, ujung dot ini menyentuh tenggorokan,
sehingga untuk menghindarinya si anak meletakkan lidahnya pada langit-langit.
Bila hal ini berlangsung lama, tentu saja si anak akan menemui kesulitan; sebagai
gantinya sekarang ia meletakkan ujung lidahnya di depan untuk menahan dot di antara gum
pad dan lidahnya. Dengan cara inilah ia membiasakan dirinya menelan; suatu kebiasaan
yang akan menetap sampai ia menjadi besar.
Dengan mengurai kalimat yang sangat panjang tadi menjadi beberapa kalimat yang
lebih pendek, maka pembaca jadi lebih mudah mengerti pesan yang ingin disampaikan.

Dari aspek Ketaksaan dapat dijumpai contoh-contoh dibawah ini:


1) Isteri dokter yang nakal
Dengan nada pengucapan tertentu, kalimat ini bisa berarti yang nakal itu adalah
isteri dokter, tetapi dengan cara pengucapan lain, bisa pula berarti yang nakal
adalah dokternya.
2) Orang dewasa ini kurang memiliki jiwa gotong royong
Serupa dengan contoh (1), disini yang kurang memiliki jiwa gotong royong adalah
orang dewasa ini (bukan orang dewasa yang lain), namun bisa pula diartikan bahwa
dewasa ini orang kurang memiliki jiwa gotong royong.

Hal-hal tersebut di atas perlu mendapat perhatian seksama dalam penulisan karangan,
karena berbeda dengan bahasa lisan yang mempunyai lebih banyak keleluasan, bahasa
tulisan lebih mengandalkan komunikasi semata-mata kepada ketertiban pengaturan tata
bahasa yang benar, termasuk ejaan dan tanda baca yang dipakai secara tepat.

Sebagai contoh keleluasaan bahasa lisan, ambillah kata keluar. Kata tunggal yang
demikian sederhana ini bisa berbeda-beda maknanya bila disampaikan dalam bentuk lisan,
bergantung pada cara dan situasi orang mengucapkannya, lagu suara pengucapannya, lawan
bicara dan tempat pembicaraan berlangsung. Pengucapan kata tadi bisa berarti:
1) Jawaban atas pertanyaan seseorang, yang menanyakan apakah si A berada di tempat.
2) Dengan suasana dan lawan bicara lain, pengucapan kata tadi dapat pula berarti perintah
seseorang kepada lawan bicaranya supaya si lawan bicara itu keluar dari ruangan.
3) Sebaliknya, pada saat lain, pengucapan kata ini dapat juga berarti pengungkapan rasa
heran atau tidak percaya seorang penanya atas jawaban yang menyatakan bahwa orang
yang dicarinya sedang keluar.

Dalam bahasa tulisan nada dan cara bicara pada bahasa lisan seperti ini menjadi sirna,
karena itu bahasa tulisan membutuhkan sarana lain untuk menutupi kekurangan ini, antara
lain dengan tanda-tanda baca yang lengkap dan tepat.

Suatu karangan tidak perlu panjang supaya dapat dikatakan baik. Membaca artikel
panjang menghabiskan waktu lebih lama, padahal waktu tersebut mungkin amat berharga
bagi para pembacanya. Karena itu amat bijaksana bila pengarang menganalisis siapa
pembacanya sehingga ia bisa lebih mengarahkan pembuatan artikelnya. Cara terbaik untuk
mencapai hal ini adalah meyakini bahwa bahwa bahan yang kita sajikan sudah diolah
dengan baik. Bagian demi bagian tulisan hendaknya jelas dan bersambungan dengan
rangkaian yang runtut dan logis. Ulasan dalam tiap bagian artikel itu sendiri mengalir
dengan mulus.
Dalam penulisan ilmiah, Boucher yang pernah menjadi Editor in Chief Journal of
Prosthetic Dentistry selama 25 tahun, juga mengingatkan perlunya pengembangan free
speech. Pemanfaatan kebebasan bicara ini amat penting bagi perkembangan ilmu.
Sebagai pengimbang kebebasan ini, seorang pengarang hendaknya bicara secara benar, jujur,
dan akurat. Akurasi informasi yang disampaikan penting artinya, karena adanya
kekurangcermatan sedikit saja akan menyebabkan turunnya keabsahan karangan tadi.

Lengkapnya suatu artikel akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin


timbul. Selain benar, tulisan juga hendaknya ringkas. Ringkas disini tidak berarti harus
pendek, tetapi memuat data yang tak lebih dan tak pula kurang daripada yang dibutuhkan
untuk menyampaikan pesan yang kita bawa.

Mengenai panjang pendeknya karangan ilmiah, tidak dijumpai adanya ketentuan yang
bersifat umum. Hal ini terutama bergantung pada jenis persoalan serta intensitas
pembahasannya.

Sekedar gambaran, ternyata bahwa sebuah makalah yang diketik dengan jarak dua
spasi, umumnya diulis sebanyak 5-15 halaman kertas ukuran folio (20 x 34 cm x 12,5 inchi).
Untuk suatu laporan penelitian, tentu bisa lebih panjang lagi. Pengetikan dengan jarak 2
spasi sebanyak 35 baris tulisan per halaman kertas folio dalam bahasa indonesia, dapat
memuat kurang lebih 350 buah kata
.
Alur Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah bentuk apa pun, hendaknya dianut suatu hakekat
dimana penlulis merasakan adanya masalah yang perlu dikemukakan, serta dicari dan
dijelaskan/dikemukakan pemecahannya. Dengan demikian, bila pada awal tulisan para
pembaca merasakan adanya masalah, maka pada akhir karangan mereka sudah memperoleh
sajian bagaimana pemecahan masalah ini dilaksanakan.
Sebuah tulisan barulah dapat dirasakan sifat ilmiahnya, apabila mengandung kebenaran
secara objektif, karena didukung informasi yang sudah teruji kebenarannya, dengan data
pengamatan yang tidak subyektif. Selain itu, karangan ini juga disajikan secara mendalam,
berkat penalaran dan anlisis yang objektif pula. Suatu karangan tidak akan terasa ilmiah
lagi, bila isinya hanya mengemukakan teori dan fakta mengenai ilmu pengetahuan yang
sudah lama diketahui umum dan berulang kali ditulis. Dalam kaitan ini Flesch
mengemukakan ungkapan yang menyatakan bahwa buku-buku ilmiah itu berisi suatu
jawaban final atas suatu masalah, sebetulnya tidak benar. Sebab, ilmu pengetahuan selalu
berkembang dan mengoreksi dirinya sendiri; apa yang diagungkan sebagai kebenaran yang
bersifat ajaran (gspel) tidaklah dapat disebut ilmiah.
Lebih lanjut menurut Connant (cit Flesch), per definisi, ilmu pengetahuan adalah suatu
rangkaian konsep yang saling berkaitan dan pola konseptual yang telah berkembang sebagai
hasil eksperimentasi serta observasi, dan mampu berbuah bagi eksperimentasi dan observasi
yang akan dilakukan kemudian. Prinsip ini hendaknya dipegang teguh sebelum seseorang
memulai menulis karya ilmiah. Tanpa pegangan seperti ini, dikhawatirkan karya ilmiah yang
disusun dengan jerih payah penulisnya, tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan.
Setelah timbul minat untuk menulis, biasanya orang akan berusaha mencari topik atau
tema masalah yang akan dikemukakan dalam karya tulisnya. Selain kejelian mengangkat
suatu tema menjadi tulisan, ia juga harus punya bekal. Bekal ini akan diperoleh, bila calon
penulis selalu berusaha menelusuri khasanah kepustakaan yang begitu beragam dan luas.
Begitu beragam dan luas khasanah ini, sehingga mereka yang senang menggelutinya akan
merasa tambah haus dan tertarik untuk makin mendalami masalah-masalah tersebut.
Karena itulah, dikenal suatu ungkapan sejak berabad lalu bahwa makin banyak kita
tahu, makin tahu pula kita, bahwa kita tidak banyak tahu (Socrates). Ungkapan filosofis ini
juga dengan gamblang mengajarkan kepada semua ilmuwan untuk tetap rendah hati. Senada
dengan ungkapan ini, bangsa Indonesia sebetulnya juga memiliki ungkapan yang tidak kalah
filosofisnya, tetapi kadang-kadang diabaikan, yaitu: Seperti layaknya ilmu padi,
hendaknya makin berisi makin merunduk.
Dalam penulisan karya ilmiah ada suatu kiat yang berbunyi: think-plan-write-revise.
Dua tahap pertama, yaitu berpikir dan merencanakan merupakan langkah awal yang penting
dalam setiap proses penulisan. Dengan rencana yang telah dipersiapkan dengan matang,
suatu penulisan akan dapat dikerjakan dengan baik.
Dari kiat yang ditemukan pada bagian ini, yaitu think-plan-write-revise, tampak jelas
bahwa tulisan yang sudah disusun selalu membutuhkan peninjauan kembali (revisi). Hanya
dengan cara inilah, sebuah karya ilmiah dapat disempurnakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Karya ilmiah adalah suatu tulisan yang memuat kajian suatu masalah tertentu dengan
menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Kaidah-kaidah keilmuan itu mencakup
penggunaan metode ilmiah dan pemenuhan prinsip-prinsip keilmiahan
2. Latar belakang suatu karya tulis ilmiah sangatlah penting untuk mendukung suatu karya
ilmiah, karena latar belakang merupakan bagian dari pendahuluan sebuah karya tulis
ilmiah. Latar belakang karya tulis ilmiah biasanya disertai penjelasan singkat apa yang
akan dibahas, biasanya memberikan sedikit data atau fakta untuk mendukung suatu karya
tulis ilmiah.
3. Sikap Ilmiah Seorang Ilmuan (A.G, Ruslijanto, & Mulyono, 2000): (1) Sikap Ingin Tahu,
(2) Sikap Kritis, (3) Sikap Terbuka, (4) Sikap Objektif, (5) Rela Menghargai Karya Orang
Lain, (6) Berani Mempertahankan Kebenaran, (7) Mempunyai Pandangan Jauh ke Depan
4. Karya ilmiah merupakan suatu kewajiban seorang ilmuan. Sering dikemukakan bahwa
salah satu ciri profesi adalah kepustakaan dan literatur. Sebagai seorang professional
mempunyai kewajiban untuk membagi pengetahuan dan pengalaman kepada orang lain.
5. Menulis karya ilmiah banyak sekali manfaatnya bagi seorang ilmuwan
6. Penggolongan jenis karangan ilmiah: (A.G, Ruslijanto, & Mulyono, 2000)
a) Ditinjau dari cara penulisannya : Karangan Ilmiah Murni dan Karangan Ilmiah Populer
b) Ditinjau dari sumber utama yang digunakan sebagai dasar penulisannya : Laporan
Khusus, Laporan Penelitian serta Studi Kepustakaan.
c) Berdasarkan bentuk karangannya : Makalah (paper), Skripsi, Tesis dan Disertasi.
7. Secara umum, tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam menyusun karangan ilmiah dibagi
menjadi lima tahap, yaitu: (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) pengorganisasian dan
pengonsepan, (4) pemeriksaan atau penyuntingan konsep, dan (5) penyajian (Arifin,
2003)

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber referensi
dalam penulisan membuat sebuah karya tulis ilmiah
DAFTAR PUSTAKA

A.G, H., Ruslijanto, H., & Mulyono, D. (2000). Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah
Buku Ajar Untuk Mahasiswa. Jakarta: EGC.

Arifin. (2003). Dasar-dasar Penulisan Karya ilmiah. Jakarta: Grasindo.

Ditjen PMPTK. (2008). Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: DIREKTORAT TENAGA


KEPENDIDIKAN DITJEN PMPTK.

IPB. (2012). Pedoman Penulisa Karya Ilmiah. Bogor: IPB Pers.

www.google.com

Anda mungkin juga menyukai