Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah pada kasus gagal ginjal kronik ini
sebagai berikut: Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. H dengan diagnosa medis gagal
ginjal kronik on HD di ruang Hemodialisa BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan dan penulisan laporan seminar ini dapat dibagi menjadi tujuan
umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan dan penulisan laporan seminar ini adalah agar penulis
mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif yang meliputi bio, psiko,
sosial dan spiritual pada pasien dengan gagal ginjal kronik dengan menggunakan proses
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian status kesehatan pada Tn. H dengan
masalah gagal ginjal kronik.
2) Menegakkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada Tn. H dengan masalah gagal ginjal kronik.
3) Membuat intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang
muncul pada Tn. H dengan gagal ginjal kronik.
4) Membuat implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi
yang dibuat pada Tn. H dengan gagal ginjal kronik.
5) Membuat evaluasi asuhan keperawatan pada Tn. H dengan
gagal ginjal kronik.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
1.4.2 Praktis
1) Ilmu Pengetahuan
Mengembangkan ilmu pengetahuan terbaru khususnya dalam bidang keperawatan serta
dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan.
2) Institusi Rumah Sakit

29
2

Memberikan informasi tentang penyakit gagal ginjal kronik dari penyebab, tanda dan
gejala, serta perencanaan dan penatalaksanaan asuhan keperawatan.
3) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas dalam stase medikal bedah di pendidikan
dan untuk menambah referensi bagi pendidikan.
4) Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik dan untuk memenuhi tugas dalam stase
medikal bedah yang diberikan oleh pendidikan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Ginjal


3

Fisiologi ginjal
Makroskopis Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis,
kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior)
ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di
sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar
5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal
kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Ginjal
Ginjal Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya
ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya
ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit
4

ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar.
Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna coklat4 lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks
yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial
ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan
nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi
dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut
piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul (Price,1995 : 773).
Mikroskopis Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2
juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle
dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus/kapiler, bersifat sebagai saringan disebut
Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk
filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 1- 2 liter per hari, kemudian
dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran
Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai
regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah,
kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan
disebut urin.
Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira
setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior
yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri
tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
5

membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel
dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan
vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena
renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah
permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari
90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen
mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap
perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus tetap konstan (Price, 1995).
Persarafan Pada Ginjal Menurut Price (1995) Ginjal mendapat persarafan dari nervus
renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
Fisiologi Ginjal Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
menyaring/membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700
ml/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (1700 ml/hari)
ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2
ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Fungsi Ginjal Fungsi ginjal adalah
1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
2) Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
5) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
6) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
Tahap Pembentukan Urine:
1) Filtrasi Glomerular Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan
larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen.
Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung
6

atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit
dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi
glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula
bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah
dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh
tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid
darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas
namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler. pembentukan-urine.
2) Reabsorpsi Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3) Sekresi Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus
distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen
dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan
disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini
(hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis
ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan
lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan
kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Hemodialisa adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh
para penderita GGT. Pada prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk menggantikan kerja
dari ginjal yaitu menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan,
membantu menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta membantu menjaga tekanan
darah. Hemodialisa adalah metode pencucian darah dengan membuang cairan berlebih dan
zat-zat yang berbahaya bagi tubuh melalui alat dialysis untuk menggantikan fungsi ginjal
yang rusak.
7

Terapi dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai tingkatan terakhir
(stage 5) dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan tingkatan fungsi ginjal seseorang
berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular Filtration Rate, dimana pada tingkatan GFR
dibawah 15, ginjal seseorang dinyatakan masuk dalam kategori gagal ginjal terminal (End
Stage Renal Disease). Hemodialisa dilakukan bila ginjal anda sudah tidak mampu
melaksanakan fungsinya atau biasa disebut dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat dibagi dua
yaitu gagal ginjal akut dimana fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu sehingga
hemodialisa dilakukan hanya hingga fungsi ginjal membaik dan gagal ginjal kronis dimana
fungsi ginjal rusak secara permanen akibatnya hemodialisa harus dilakukan seumur
hidupnya.
Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (Peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap
pengobata lainnya.
4. Gagal Jantung
5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal
buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Rata- rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa
hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu
masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian
kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan
central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-tanda vital
pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu
pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus
dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci
darah dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu
akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin HD,
melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan
dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan
8

memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang
dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang
masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun-racun dari darah.
Pompa yang ada dalam mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer
dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
Fungsi dari dialyzer (ginjal buatan) merupakan kunci utama dalam proses
hemodialisa. Disebut sebagai ginjal buatan (artificial kidney) karena yang dilakukan oleh
dialyzer sebagian besar dikerjakan oleh ginjal kita yang normal. Dialyzer berbentuk silinder
dengan panjang rata-rata 30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya terdapat ribuan filter yang
sangat kecil. Dialyzer terdiri dari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialysate dan
darah.
Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran semipermiabel yang
mencegah cairan dialysate dan darah bercampur jadi satu. Membran semipermiabel
mempunyai lubang-lubang sangat kecil yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop sehingga
hanya substansi tertentu seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang dapat lewat.
Sedangkan sel-sel darah tetap berada dalam darah.
Pada saat proses hemodialisa penderita akan selalu melihat 2 jerigen yang berada di
depan mesin HD. Jerigen tersebut berisi cairan dialysate dan bicarbonate. Cairan dialysate
berisi elektrolit dan mineral yang selain membantu proses pembuangan racun dalam tubuh
juga membantu menjaga kadar elektrolit dan mineral dalam tubuh. Bersama dengan cairan
bicarbonat cairan dialysate tersebut dicampur di dalam mesin dengan bantuan air murni
olahan yang menggunakan teknologi reverse osmosis.
Baik cairan dialysate yang telah dicampur dan darah bersama sama (tapi tidak
bercampur satu dengan lainnya) menuju ke dialyzer dimana proses penyaring racun-racun
dilakukan. Racun tersebut kemudian dibawa keluar bersama cairan dialysate untuk dibuang
lewat salurang pembuangan.
Mesin HD dibuat dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. Bunyi alarm yang
terdengar pada saat proses hemodialisa menandakan ada sesuatu hal yang harus di perhatikan
dan diperbaiki bila diperlukan. Beberapa hal seperti masuknya udara dalam blood tubing,
temperatur,aliran darah yang tidak sesuai atau proses pencampuran cairan dialysate yang
tidak sesuai dengan komposisi yang ditentukan akan menyebabkan alarm di mesin menyala.
Perawat yang bertugas akan segera mengecek mesin tersebut dan memastikan proses HD
penderita dapat berjalan normal kembali.
9

2.2 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik


2.2.1 Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang cukup berat terjadi
berangsur dan umumnya tidak dapat pulih (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
menahun,irreversible,dan progresif. Pada insufisiensi ginjal kronik penurunan fungsi ginjal
belum seberat seperti pada gagal ginjal kronik. Jika fungsi kedua ginjal (nilai tes klirens
kreatinin) kurang dari 5% disebut gagal ginjal tahap akhir (Arif Muttaqin, 2011).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan semua faal ginjal secara bertahap, diikuti
penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
(Enday Sukandar, 1997: 324). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa GGK adalah
kegagalan permanen dari fungsi eksresi,fungsi pengaturan,dan fungsi hormonal dari ginjal.
Kelainan ini biasanya progresif,walaupun fungsinya biasa saja tetap stabil untuk periode yang
lama. GGK sering tidak terdiagnosa sampai terjadi kerusakan yang cukup berat sehingga
menyebabkan terjadinya toksin uremia didarah. Yang harus diingat adalah bisa saja seseorang
mengalami sedikit perubahan atau tanpa perubahan sama sekali kadar ureum kreatinin dalam
darahnya padahal separuh fungsi nefronnya sudah rusak (misalnya pada nefroektomi
unilateral).

2.2.2 Etiologi
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
2.2.2.1 Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi
renal adalah :
1) Penipisan volume
2) Hemoragi
3) Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
4) Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
5) Gangguan efisiensi jantung
6) Infark miokard
7) Gagal jantung kongestif
8) Disritmia
9) Syok kardiogenik
10) Vasodilatasi
11) Sepsis
12) Anafilaksis
13) Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
10

2.2.2.2 Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)


Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal
yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1) Cedera akibat terbakar dan benturan
2) Reaksi transfusi yang parah
3) Agen nefrotoksik
4) Antibiotik aminoglikosida
5) Agen kontras radiopaque
6) Logam berat (timah, merkuri)
7) Obat NSAID
8) Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
9) Pielonefritis akut
10) Glumerulonefritis
2.2.2.3 Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi
di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
1) Batu traktus urinarius
2) Tumor
3) BPH
4) Striktur
5) Bekuan darah.
2.2.3 Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunana zat-zat sisa masih bervariasi
dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25%
normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa
yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan
akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan
progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan
berkurang. Pelepasan renin akan meningkatkan bersama dengan kelebihan beban cairan
11

sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal,
dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan
bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respons dari
kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi
penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan
terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
Dampak dari gagal ginjal kronis memberikan berbagai masalah keperawatan.
Mekanisme dari munculnya masalah keperawatan.
Stadium
Menurut Muttaqin, Arif. Kumala Sari (2012), gagal ginjal kronik selalu berkaitan
dengan penurunan progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada
tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut.
1. Penurunan cadangan ginjal, terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban
yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron
yang mati.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal.
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut
dan atrofi tubulus.
5 stadium pada gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat diteksi
sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan
pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita
mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan
pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
3. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia
dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk
mencegah atau mengobati masalah ini.
12

4. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan
belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
5. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan
kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialysis atau pencangkokkan ginjal.
Respons Gangguan pada GGK
Ketidakseimbangan Cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampua memekatkan urine
(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak
disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan
beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena kebutuhan nefron yang membawa zat tersebut
dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik
diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak
dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan dengan
retensi air dan natrium.
Ketidakseimbangan Natrium
Ketidak seimbangan natrium merupakan masalah yang serius di mana ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200
mEq per hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan intacct nephron theory.
Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka akan terjadi pertukaran natrium.
Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan
dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama
muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi
kehilangan yang flesibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500
mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih
25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet
dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.
Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol, maka hiperkalemia
jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi
aldosteron. Selama urine output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara.
13

Hiperkalemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,


hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari
tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler
ginjal, dan penyakit nefron ginjal, di mana kondisi ini akan menyebabkan ekskresi kalium

NH 3
meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi,

menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat
ketidakseimbangan. Sebagian klebihan hidrogen dibufer oleh mineral tulang. Akibatnya
asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrofi.
Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresif
dalam ekskresi urine sehingga menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan
intake yang berlebihan pada hipermagnesiemia dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfor
Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi kalsium dari tulang, dan depresi
reabsorbsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari normal,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder.
Metabolisme vitamin D terganggu dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu
lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Kerusakan produksi eritropoietin.
2) Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
3) Peningkatan kehilangan sel arah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan
pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
4) Intake nutrisi tidak adekuat.
5) Defisiensi folat.
6) Defisiensi iron/zat besi.
7) Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis,
menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun.
Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN
bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada
penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Penilaian kreatinin serum adalah indikator
14

yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang
diproduksi tubuh.

2.2.4 Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari gagal ginjal akut, yaitu :
1)
Haluaran urine sedikit , mengandung darah
2)
Peningkatan BUN dan kreatinin
3)
Anemia
4)
Hiperkalemia
5)
Asidosis metabolic
6)
Edema
7)
Mual muntah .
8)
Nyeri pinggang hebat (kolik)
9)
Kelainan Urin : protein darah/eritrosit , sel darah putih/Leukosit, bakteri.
2.2.5 Komplikasi
1) Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
2) Gangguanelektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3) Neurlogi : iritabilitasneuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
4) Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan
gastrointestinal.
5) Hematologi : anemia, diathesis hemoragik.
Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.2.6.1 Radiologi : ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat komplikasi
yang terjadi.
1) Foto polos abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau obstruksi).
Dehidrasi dapat memperburuk keadaan ginjal, oleh karena itu penderita diharapkan
tidak puasa.
15

2) USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal.
3) IVP (Intra Vena Pielografi) : untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini beresiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu. Misal : DM,
usia lanjut, dan nefropati asam urat.
4) Renogram : untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan.
5) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
2.2.6.2 EKG : untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
2.2.6.3 Biopsi ginjal
2.2.6.4 Pemeriksaan laboratorium yang umumnya menunjang kemungkinan adanya GGA :
1) Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas.
2) Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis. Laju Endap Darah
(LED) : meninggi oleh karena adanya anemia dan albuminemia.
3) Ureum dan kreatinin : meninggi.
4) Hiponatremia umumnya karena kelebihan cairan
5) Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbihidrat pada gagal ginjal.
6) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun,
HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik
pada gagal ginjal. (Medicastore, 2008).
2.2.7 Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan secara umum adalah:
2.2.7.1 Kelainan dan tatalaksana penyebab.
1) Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan,
dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natriumurin, volume darah
dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
2) Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih
penuh, ada pembesaan prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba
memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk
pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan
USG ginjal.
3) Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
2.2.7.2 Penatalaksanaan gagal ginjal
1) Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium
dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari
sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya.
Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
16

2) Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium,
pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
3) Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran
napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter
harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
4) Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya
perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio
ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H
(misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
5) Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia
ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik yang tidak
adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.

2.3 Manajemen Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal
pada kulit.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau amonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi
masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
pengguanaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji
17

adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes melitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian didokumentasikan.
4) Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan,
gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
5) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun
sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi sistem saraf pusat. Pada TTV
sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat. Tekanan darah terjadi perubahan dari
hipertensiringan sampai berat.
B1 (Breathing). Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase
ini. Respons uremia didapatkan adanya pernapasan Kussmaul. Pola napas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi.
B2 (Blood). Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan enemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongesif, TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina
dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trobositopenia.
B3 (Brain). Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya perubahan
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
B4 (Bladder). Penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat.
18

B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut anomia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 6 (Bone). Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit,
jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut.
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarsitis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat
didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse
glukosa.
3. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisisensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yangmungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru.
2.3.2 Diagnosis Keperawatan
1) Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d. penurunan pH pada cairan
serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran
19

kapiler alveoli dan retensi cairan interstinal dari edema paru dan respons asidosis
metabolik.
2) Aktual/risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
3) Aktual/risiko tinggi aritmia b.d. gangguan konduksi elektrikal sekunder dari
hiperkalemi.
4) Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume cairan, retensi cairan
dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
5) Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan
serebrospinal sekunder dari asidosis metabolik.
6) Aktual/risiko tinggi defisit neurologis, kejang b.d. gangguan transmisi sel-sel saraf
sekunder dari hiperkalsemi.
7) Aktual/risiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) b.d. penekanan,
produksi/sekresi eritropoietin, penurunan produksi sel darah merah, gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskular.
8) Aktual/risiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d. gangguan status metabolik,
sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor
kulit, penurunanaktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
9) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
b.d. kurangnya informasi.
10) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake nutrisi yang
tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
11) Gangguan Activity Daily Living (ADL) b.d. edema ekstremitas dan kelemahan fisik
secara umum.
12) Kecemasan b.d. prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.
13) Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d. penurunan fungsi tubuh, tindakan
dialisis, koping maladaptif.

2.3.3 Rencana Keperawatan


Untuk intervensi pada maslah keperawatan aktual/risiko tinggi terjadi penurunan curah
jantung, aktual/risiko tinggi aritmia, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
gangguan ADL, dan kecemasan dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien
GGA.
Aktual/risiko tinggi aritmia b.d. gangguan konduksi elektrikal efek sekunder
dari penurunan kalium sel.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam curah jantung mengalami peningkatan.
20

Kriteria evaluasi:
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual dan muntah, GCS:4,5,6.
TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT <3 detik, EKG dalam batas
normal, kadar kalium dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Monitor tekanan darah, nadi, catat bila Adanya edema paru, kongerti vaskular,
ada perubahan tanda-tanda vital dan dan keluhan dispnea menunjukkan
keluhan dispnea. adanya gagagl ginjal. Hipertensi yang
signifikan merupakan akibat dari
gangguan renin angiotensin dan
aldosteron. Ortostatik hipotensi juga
dapat terjadi akibat dari defisit cairan
intravaskular.
Beri oksigen 3 l/menit. Memberikan asupan oksigen tambahan
yang diperlukan tubuh.
Monitor EKG. Melihat adanya kelainan konduksi
listrik jantung yang dapat menurunkan
curah jantung.
Kolaborasi:
Pemberian suplemen kalium oral Kalium oral (aspar K) dapat
seperti obat Aspar K. menghasilkan lesi usus kecil; oleh
karena itu, klien harus dikaji dan diberi
peringatan tentang distensi abdomen,
nyeri, atau perdarahan GI.
Manajemen pemberian kalium Pada kasus yang berat, pemberian
intravena. kalium harus dalam larutan
nondekstrosa, sebab dekstrosa
merangsang pelepasan insulin sehingga
menyebabkan K+ berpindah masuk ke
dalam sel. Kecepatan infus tidak boleh
melebihi 20 mEq K+ per jam untuk
menghindari terjadinya hiperkalemia.
Kehilangan kalium harus diperbaiki
setiap hari; pemberian kalium adalah
sebanyak 40-80 mEq/L per hari.
Pada situasi kritis, larutan yang lebih
pekat (seperti 20 mEq/dl) dapat
diberikan melalui jalur sentral. Pada
situasi semacam ini klien harus
dipantau melalui EKG dan diobservasi
perubahan pada kekuatan otot.
21

Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume cairan, retensi


cairan dan natrium.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria evaluasi:
Klien tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, piting edema (-),
produksi urine >600 ml/hari.
Intervensi Rasional
Kaji adanya edema ekstremitas. Curiga gagal kongestif/kelebihan
volume cairan.
Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah Menjaga klien dalam keadaan tirah
baring pada saat edema masih terjadi. baring selama beberapa hari mungkin
diperlukan untuk meningkatkan
diuresis yang bertujuan mengurangi
edema.
Kaji tekanan darah. Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan jumlah cairan
yang dapat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung yang
dapat diketahui dari meningkatnya
tekanan darah.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung,
mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan
menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan.
Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kanula/masker sesuai dengan indikasi. kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia.
Kolaborasi:
Berikan diet tanpa garam. Natrium meningkatkan retensi cairan
dan meningkatkan volume plasma.
Berikan diet rendah protein tinggi Diet rendah protein untuk menurunkan
kalori. insufisiensi renal dan retensi nitrogen
yang akan meningkatkan BUN. Diet
tinggi kalori untuk cadangan energi dan
mengurangi katabolisme protein.
Berikan diuretik, contoh: Diuretik bertujuan untuk volume
furosemide, spironolakton, plasma dan menurunkan retensi cairan
hidronolakton. di jaringan sehingga menurunkan risiko
Adenokortikosteroid, golongan terjadinya edema paru.
prednison. Adenokortikosteroid, golongan
prednison digunakan untuk
22

menurunkan proteinuri.
Lakukan dialisis. Dialisis akan menurunkan volume
cairan yang berlebihan.

Aktual/risiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d. gangguan status


metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum
dalam kulit.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria evaluasi:
Kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit berkurang.
Intervensi Rasional
Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritis, Perubahan mungkin disebabkan oleh
ekskoriasi, dan infeksi. penurunan aktivita kelejar keringat atau
pengumpulan kalsium dan fosfat pada
lapiran kutaneus.
Kaji terhadap adanya petekie dan Perdarahan yang abnormal sering
purpura. dihubungkan dengan penurunan jumlah
dan fungsi platelet akibat uremia.
Monitor lipatan kulit dan area yang Area-area ini sangat mudah terjadinya
edema. injuri.
Gunting kuku dan pertahankan kuku Penurunan curah jantung,
terpotong pendek dan bersih. mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
Kolaborasi:
Berikan pengobatan antipruritis sesuai Mengurangi stimulus gatal pada kulit.
pesanan.

Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d. penurunan fungsi tubuh,


tindakan dialisis, koping maladaptif.
Tujuan: Dalam waktu 1 jam pasien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria evaluasi:
Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individu dalam
dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan atau
ketidakmampuan. pemilihan intervensi.
23

Identifikasi arti dari kehilangan atau Mekanisme koping pada beberapa


disfungsi pada pasien. pasien dapat menerima dan mengatur
perubahan fungsi secara efektif dengan
sedikit penyesuaian diri, sedangkan
yang lain mengalami koping maladaptif
dan mempunyai kesulitan dalam
membandingkan, mengenal, dan
mengatur kekurangan yang terdapat
pada dirinya.
Anjurkan pasien untuk Menunjukkan penerimaan, membantu
mengekspresikan perasaan. pasien untuk mengenal dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan
tersebut.
Catat ketika pasien menyatakan Mendukung penolakan terhadap bagian
terpengaruh serti sekarat atau tubuh atau perasaan negatif terhadap
mengingkari dan menyatakan inilah gambaran tubuh dan kemampuan yang
kematian. menunjukkan kebutuhan dan intervensi,
serta dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap Membantu pasien untuk melihat bahwa
penolakan tubuh, mengingatkan perawat menerima kedua bagian dari
kembali fakta kejadi tentang realitas seluruh tubuh. Mengijinkan pasien
bahwa masih dapat menggunakan sisi untuk merasakan adanya harapan dan
yang sakit dan belajar mengontrol sisi mulai menerima situasi baru.
yang sehat.
Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaan
baik dan memperbaiki kebiasaan. harga diri dan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan
mengijinkan pasien malkukan kemandirian dan membantu
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk perkembangan harga diri serta
dirinya. memengaruhi proses rehabilitas.
Dukung perilaku atau usaha seperti Pasien dapat berpartisipasi terhadap
peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang peran
dalam aktivitas rehabilitasi. individu masa mendatang.
Monitor gangguan tidur peningkatan Dapat mengindikasikan terjadinya
kesulitan konsentrasi, letargi, dan depresi. Umumnya depresi terjadi
withdrawl. sebagai pengaruh dari stroke di mana
memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.
Kolaborasi: rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran
neuropsikologi dan konseling bila ada yang penting untuk perkembangan
indikasi. perasaan.
24

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme protein.


Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria evaluasi:
Mempertahankan/meningktkan Berat badan,
Bebas oedema.
Intervensi Rasional
Kaji/catat pemasukan diet Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dfan kebutuhan diet.
Berikan makanan sedikit dan sering. Meminimalkan anoreksia dan mual
Tawarkan perawatan mulut, berikan Menghindari membran mukosa mulut
permen karet atau penyegar mulut kering dan pecah.
diantara waktu makan.
Timbang berat badan setiap hari. Deteksi dini perpindajan keseimbangan
cairan.
Kolaborasi: konsul dengan ahli gizi. Menentukan kalori individu, dan
kebutuhan nutrisi
Berikan kalori tinggi, rendah protein Kalori diperlukan untuk memenuhi
kebut. Energi, rendah protein
disesuaikan dengan fungsi ginjal yang
menurun.
Berikan obat s/d indikasi;Fe, Ca, Vit. D, Mengatasi anemia, memperbaiki kadar
Vit Bcompleks normal serum , memudahkan absorbsi
Anti emetik kalsium, diperlukan koenzim,pada
pertumbuhan sel.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu
yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan: Review
tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan
dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan
keperawatan yang mungkin timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang
diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.
2.3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan intervensi adalah
sebagai berikut.
1. Pola napas kembali efektif.
2. Tidak terjadi penurunan curah jantung.
3. Tidak terjadi aritmia.
4. Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.
5. Peningkatan perfusi serebral.
25

6. Pasien tidak mengalami defisit neurologis.


7. Tidak mengalami cedera jaringan lunak.
8. Peningkatan integritas kulit.
9. Terpenuhinya informasi kesehatan.
10. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi.
11. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.
12. Kecemasan berkurang.
13. Mekanisme koping yang diterapkan positif.

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Indentitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 1 November 2016, Pukul 07.30 WIB pada Tn.
H, jenis kelamin laki-laki, berusia 34 tahun, alamat jl. Hiu Putih, suku Indonesia,
beragama Islam, sebagai Kepala rumah tangga, pendidikan SMA, status perkawinan
sudah menikah. Masuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 12
September 2014, CKD on HD + HT.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Tn H mengatakan berat badan naik dan kaki oedema
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan menderita penyakit gagal ginjal selama 2 tahun yang lalu pasien
diketahui menderita gagal ginjal kronis dan pasien sehaj itu di jadwalkanmelakukan
HD rutin 1 minggu dua kali yaitu hari selasa dan jumat pagi
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan mempunyai penyakit hipertensi dan terpasang AV-Shunt di tangan
kiri
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit keluarga yaitu ibu klien mengalami
hipertensi.
26

GENOGRAM KELUARGA

Keterangan:
= Meninggal = Pasien Tn, H
= Laki-laki = Hubungan Keluarga
= Perempuan = Tinggal serumah

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Pasien tampak tenang, cara berbaring klien semifowler, kesadaran compos menthis,
terpasamg jarum fistula di AV-shunt/ tangan radial sinistra dan brakialis sinistra
3.1.3.2 Kepala
Tidak ada edema, bentuk kepala normal
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.3 Mata
Fungsi penglihatan baik, sklera normal putih, kornea bening, tidak ada memakai alat
bantu lihat.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar tyroid tidak teraba, massa tidak ada,
kelenjar limfe tidak teraba, mobilitas leher bebas.
3.1.3.4 Paru
Frekuensi napas beraturan, RR: 22 x/menit, tipe pernapasan dada perut
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.5 Abdomen
Tampak asites, terdapat asites di abdomen dan tidak ada jaringan parut.
27

3.1.3.6 Ektrimitas
Pada ekstrimitas bawah dextra dan sinistra terdapat edema. Pitting oedem derajat 2
kedalaman 3 mm dan waktu kembali 5 detik.
Masalah Keperawatan: kelebihan volume cairan
3.1.3.7 Integumen
Suhu kulit teraba, kulit tampak kering, 3arna kulit agak hitam turgor kurang

3.1.4 Pola Kebutuhan Dasar


3.1.4.1`Pola makan dan minum
Klien mengatakan nafsu makan baik dari 1 porsi pasien menghabiskannya dan makan
3 kali sehari, dan pasien minm air putih dan air teh manis kurang lebih 600 ml cc/24
jam
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
3.1.4.2 Pola istirahat
Untuk istirahat siang klien istirahat pukul 12.00-13.00 WIB dan istirahat malam mulai
dari pukul 21.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
3.1.4.3 Pola Aktivitas
Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas ringan dengan mandiri.
3.1.4.4 Personal Hygiene
BAK = 300 cc/24 jam
BAB = 1-2 kali sehari 100 cc/24 jam
3.1.4.5 Tanda-tanda Vital
Suhu/T : 36 oC
Nadi/HR : 84 x/menit
Pernapasan/RR : 22 x/menit
Tekanan Darah/BP : 210/120 mmHg

3.1.5 Intra HD
Suhu/T : 36oC
Nadi/HR : 84 x/menit
Pernapasan/RR : 22 x/menit
Tekanan Darah/BP : 210/120 mmHg
Keluhan selama HD : tidak ada keluhan
Nutrisi :
a) Jenis makanan : keripik
Jumlah : 20 cc
b) Jenis minuman : air putih dan teh
Jumlah : 150 cc
28

Catatan :-

Catatan Observasi selama proses hemodialisa


Jam UF removed QB Vital Sign Setting mesin
07:30 WIB 0.00 170 170/80 mmHg Time : 4.00 hour
UF Goal : 4.00 L
09.30 WIB 2.00 200 210/120 mmHg Uf rate : 1.00 L/h
Heparin pump :
10:30 WIB 3.00 200 200/120 mmHg 3000 iu
heparin VBL (2000
11.30 WIB 4.00 200 200/120 mmHg ui sirkulasi)

3.1.6 Post HD
3.1.6.1 Keadaan Umum
Pasien terlihat rileks
3.1.6.2 Tanda-Tanda Vital
Suhu/T : 36oC
Nadi/HR : 88 x/menit
Pernapasan/RR : 22 x/menit
Tekanan Darah/BP : 200/120 mmHg
BB post HD : 63 kg
Jumlah cairan yang dikeluarkan: 4 liter.

3.1.7 Perencanaan Pulang


3.1.7.1 Obat-obatan yang disarankan/ di bawa pulang/obat rutin:
Furosemide : 40 mg 3x1
Ranitidine : 2x1
Ondancentron : 3x4 mg
As. Folat : 3x1
CaCo3 : 3X1
Amlodipine 10 : 1x1 (pagi)
Candesartan 8 : 1x1 (malam)
Ketocid : 3x1
3.1.7.2 Makanan dan minuman yang di anjurkan
Pasien di sarankan untuk mengurangi mengkonsumsi cairan, disarankan untuk minum
tidak lebih dari 300+500= 800 cc/24 jam.
3.1.7.3 Rencana HD/kontrol selanjutnya
Klien menjalani hemodialisa setiap selasa dan jumat pagi. Jadi pasien akan kembali
datang pada hari jumat.
29

3.1.8 Data Penunjang


Hb: 7,9 gr/dL (normal 11.0-16.0 gr/dl)

3.2 ANALISA DATA


Obyektif dan Data Subyektif (sign/symptom) (Etiologi) (Problem)
30

DS : Klien mengatakan berat badan naik dan Retensi Na


ada odema.
DO : Total CES naik
1. Terdapat edema pada ekstremitas bawah
dextra dan sinistra. Tekanan kapiler naik Kelebihan
2. Pitting edema berada pada derajat 2 dengan volume cairan
kedalaman 3 mm dan waktu kembali 5 detik. Volume intertistial naik
3. Tampak asites
4. Intake cairan 600 cc/ 24 jam Edema
5. BAK: 300 cc/24 jam
6. BB Kering : 63 Kg Preload naik
7. Time : 4.00 hour
8. UF Goal : 4.00 L beban jantung naik
9. Uf rate : 1.00 L/h
10. Blood Pump : 200 ml/menit hipertrofi ventrikel kiri
11. TTV
Suhu/T : 36 oC payah jantung kiri
Nadi/HR : 84 x/menit
Pernapasan/RR : 22 x/menit COP turun
Tekanan Darah/BP : 210/120 mmHg
Aliran darah ginjal turun

Retensi Na dan H2O naik

Kelebihan volume cairan

3.3 PRIORITAS MASALAH


1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan serta natrium
31
32

3.4 RENCANA KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA TUJUAN (KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL)
1 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan 1) Pengkajian merupakan data dasar
berhubungan dengan tindakan perawatan 1x4 1. Obs berkelanjutan untuk memantau
retensi cairan serta jam diharapkan tidak ervasi status cairan : perubahan dan mengevaluasi
natrium. terjadi kelebihan volume a) timbang BB post HD intervensi
cairan dengan Kriteria b) keseimbangan masukan 2) Menjaga klien dalam
hasil: dengan haluaran keadaan tirah baring
c) adanya edema selama beberapa hari
- edema ektrimitas
d) TTV dalam batas normal
berkurang mungkin diperlukan untuk
2. Anju
- produksi urine meningkatkan dieresis
rkan klien untuk tirah baring
seimbang yang bertujuan
pada saat edema terjadi
- intek sesuai dengan mengurangi edema.
3. Anju
output+IWL 3) Pembatasan cairan akan
rkan klien untuk membatasi
contoh : 50+500= 550 menentukn berat badan ideal dan
masukan cairan
cc/24 jam haluaran urine
4. Anju
rkan klien untuk melakukan 4) Natrium meningkatkan
diet garam. retensi cairan dan
5. Jelas meningkatkan volume
kan kepada klien dan keluarga plasma
rasional pembatasan cairan 5) Pemahaman meningkatkan kerja
6. Kola sama pasien dan kelarga dalam
borasi : pembatasan cairan
a. Pemberian diuretik dan 6) Kolaborasi
penurunan tekanan darah a. Diuretik bertujuan untuk
33

b. Lakukan hemodialisa menurunkan volume


- UF Goal : 4.00 plasma dan menurunkan
- selama : 4.00 jam retensi cairan di jaringan
7. Anjurkan klien untuk kembali
sehingga menurunkan
ke ruang HD pada hari Jumat
resiko terjadinya edema
pagi
paru.
b. Dialisis akan
menurunkan volume
cairan yang berlebih.
7) Sebagai terapi rutin untuk
mengurangi kelebihan volume
cairan dan ureum dalam darah.
34

3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Hari/Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
Jam Keperawatan
Senin, 1 Kelebihan S:
November volume cairan 1. Melakukan Klien mengatakan bengkak di kaki berkurang
2016 berhubungan evaluasi status cairan :
Pukul: 07.30 dengan retensi a. timbang BB post HD O:
s/d cairan serta b. keseimbangan masukan dengan a) Edema berkurang (pitting oedem derajat 2
pukul: 11.30 natrium. haluaran kedalaman 3 mm kembali dalam 3 detik)
WIB c. adanya edema b) Klien mengatakan akan mengurangi
2. Menganjurkan
mengkonsumsi garam
klien unuk membatasi masukan cairan c) Klien mengerti alasan mengapa mengurangi
3. Menganjurkan
konsumsi air.
klien untuk melakukan diet garam d) TTV post HD
4. Menjelaskan Suhu/T : 36oC
kepada klien dan keluarga rasional Nadi/HR : 88 x/menit
pembatasan cairan Pernapasan/RR : 22 x/menit
5. Berkolaborasi : Tekanan Darah/BP : 200/120 mmHg
a. Pemberian diuretik dan penurun BB post HD : 63 kg
tekanan darah e) Saat HD
b. Menganjurkan klien untuk kembali ke - Makan yang rendah garam dan tidak berkuah
ruang HD pada hari Jumat pagi. - Saat minum di anjurkan tidak banyak
- UF Goal : 4.00 L meminum air
- Time : 4.00 jam A:
6. melakukan pendidikan kesehatan Masalah teratasi sebagian
tentang cairan dan elektrolit
P:
Lanjutkan intervensi
35

a. Diet garam
b. Pembatasan cairan output 300 + 500 = 800
cc/hari
c. Meminum obat diuretik sesuai anjuran dokter
d. Anjurkan klien untuk kembali ke ruang HD pada
hari jumat pagi.

Anda mungkin juga menyukai