Anda di halaman 1dari 11

PENGELOLAAN SUMBERDAYA SERTA POTENSI EKOSISTEM PANTAI DAN LAUT

Untuk memenuhi tugas matakuliah Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan


Yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes
Disajikan pada Kamis, 2 Maret 2017

Kelompok VI/ Offering A

Anisah Suroya B 160341606079


Didik Dwi Prastyo 130341614788
Lailatul Safitri 160341606065

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2017
Judul

Anisah Suroya Didik Dwi Prasetyo Lailatul Safitri


Basaroh
Yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes

Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Malang
Email mahasiswa: lailatulsafit@gmail.com
Email dosen Pembina: sueb.fmipa@um.ac.id
ABSTRAK
Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas, dengan total panjang garis pantai kurang
lebih 81.000 km membuat negara ini sangat kaya dengan keanekaragaman hayati contohnya
terumbu karang, perikanan, dan hutan mangrove. Kekayaan ini memiliki dua fungsi yaitu fungsi
ekologi dan fungsi ekonomi. Dalam fungsi ekonominya sering tidak diimbangi dengan sikap
mawas terhadap lingkungan khususnya pantai, dan dapat menimbulkan degradasi sumber daya
alam laut. Sistem pengelolaan dan pencegahan wilayah pesisir harus didukung oleh pemerintah
dan masyarakat untuk memberikan kesejahteraan dan keseimbangan ekosistem wilayah pantai
dan laut.
Kata kunci: ekologi, degradasi sumber daya laut, pengelolaan

ABSTRACT

Indonesia has a very spacious sea area, with a total coastline length of approximately 81,000 km,
so that this country is rich of biodiversity, for example, the potential of coral reefs, fisheries, and
mangroves. This wealth has two functions, which are ecological and economic functions, but in
its implementation, economic function is not balanced with introspective attitude against the
environment, particularly coastal areas that lead to degradation of the marine resources.
Integrated management and prevention system must be supported by the government and the
community to provide welfare and balance of marine and coastal ecosystems.

Keywords: ecology, degradation of marine resources, management


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km (DKP, 2008). Keadaan ini menyebabkan
kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Secara
umum, wilayah pesisir dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem
darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu
keseimbangan yang rentan (Beatly et al, 2002). Sepanjang garis pantai di indonesia
terdapat wilayah pesisir yang relatif sempit, tetapi memiliki potensi sumberdaya alam
hayati dan non-hayati, sumberdaya buatan, serta jasa lingkungan yang penting bagi
kehidupan masyarakat. Diperkirakan hampir 60% dari populasi penduduk Indonesia
bermukim di wilayah pesisir (Arbi, 2008). Sumberdaya perairan berperan ganda sebagai
sumberdaya alam dalam mendukung kehidupan manusia, mendukung ekosistem perairan
dan wilayah pesisir secara tegak lurus belum diperoleh kesepakatan karena batas wilayah
pesisir dari satu negara ke negara lain berbeda (Dahuri, 2003).

Menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang
alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh lagi,
wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang
perencanaan dan pengelolaan. Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan
Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir
sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut
yang terletak antara batas sempadan kearah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut
sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memilikinilai ekonomi tinggi,
namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi
maka wilayah pesisir akan dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya
wilayah pesisir ditangani secara khusus maupun spesifik agar wilayah ini dapat dikelola
secara berkelanjutan dan penanganan yang intensif.
Peraihan antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang
beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap
manusia. Meskipun wilayah perairan Indonesia memiliki potensi yang besar terutama
sumber daya hayati, jika pengelolaan sumber daya ini tidak dikelola menjadi sumber
daya yang berkelanjutan, maka potensi ini akan berkurang dan akan menjadi masalah
pada masa yang akan datang. Mengingat pemanfaatan sumberdaya hayati pesisir dan
kelautan di Indonesia dalam pembangunan dapat menguntungkan dan merugikan, maka
ulasan makalah ini membahas permasalahan untuk dapat meningkatkan manajemen
pengelolaan obyek pesisir pantai dalam mewujudkan pembangunan yangberkelanjutan
pada obyek pesisir pantai.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan penjelasan di atas, maka dirumuskan masalah yang
menjadi pertanyaan dalam makalah ini, yaitu:
Bagaimana manajemen sumber daya pantai dan laut untuk mengatasi kerusakan atau
pencemaran pantai dan laut dan dapat meningkatkan keanekaragaman?

C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah:
Menganilisis cara pengelolaan atau manajemen sumber daya pantai dan laut untuk
mengatasi kerusakan pantai dan laut.

D. Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


Untuk mengetahui apakah dengan konservasi dapat mengatasi kerusakan pantai dan laut,
dan dapat meningkatkan keanekaragaman hayati.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Potensi Sumberdaya Pesisir Dan Laut Di Indonesia


Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan potensi sumberdaya laut
dan pesisir yang sangat menjanjikan. Wilayah pesisir dan lautan merupakan wilayah yang
memiliki arti penting secara ekonomi dan politik bagi kehidupan masyarakat di Indonesia sejak
dahulu. Sumberdaya di wilayah pesisir merupakan penopang hidup bagi masyarakat yang hidup
di pesisir untuk memperoleh makanan, kayu bakar, bangunan, dan fungsi lainnya. Menurut
ketentuan umum pada Bab I Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.menyatakan bahwa Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan
jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun,
mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut;
sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan
jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air
yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah
pesisir.

Potensi perikanan

Sektor perikanan, potensi perikanan Indonesia secara keseluruhan mencapai 65 juta ton, terdiri
7,3 juta ton pada sektor perikanan tangkap khususnya ikan-ikan pelagis dan 57,7 juta ton pada
sektor perikanan budidaya (Baransano, 2010). Potensi perikanan Indonesia sebenarnya cukup
untuk mencukupi kebutuhan ikan dalam negeri dan kebutuhan ikan dunia. Indonesia mempunyai
potensi ikan yang banyak tetapi banyak ikan juga dicuri oleh nelayan-nelayan asing dan alat
tangkap nelayan Indonesia masih banyak yang kurang mendukung sehingga potensi ikan di
Indonesia belum dikelola dengan baik.
Potensi rumput laut

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya kelautan yang telah dikenal sejak puluhan atau
bahkan ratusan tahun di indonesia bahkan manca negara. Awalnya rumput laut hanya digunakan
sebagai bahan makan dan minum, tetapi seiring perkembangan teknologi rumput laut
dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik bahkan untuk bidang kesehatan.
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah (Rhodophyceae)
karena mengandung agar-agar, keraginan, porpiran, furcelaran maupun pigmen fikobilin (terdiri
dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak
karbohidrat. Ada juga yang memanfaatkan jenis ganggang coklat (Phaeophyceae) (Baransano,
2010).

Beberapa ekosistem yang ada pada laut:

Ekosistem terumbu karang

Salah satu dari sekian banyak ekosistem yang dimiliki Indonesia adalah ekosistem terumbu
karang. Terumbu karang (coral reefs) merupakan salah satu ekosistem utama pesisir dan laut
yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan
algae berkapur. Dari sekitar 85.000 km2 luas terumbu karang di Indonesia, lebih dari 40 % dalam
kondisi rusak dan hanya sekitar 6,5% dalam kondisi sangat baik (Amin, 2009). Menurut Yuniarti
(2007) dalam Amin (2009) ekosistem terumbu karang dikatakan buruk apabila mempunyai
karang hidup sebesar 0 24,9 %, sedang apabila tutupan karang hidup 25 49,9 %, dikatakan
bagus apabila tutupan karang hidup 50 74,9 % dan dikatakan sangat bagus apabila mempunyai
tutupan karang hidup > 75 %. Terumbu karang sangat bermanfaat bagi manusia sebagai tempat
pariwisata, tempat menangkap ikan, pelindung pantai secara alami, dan tempat keanekaragaman
hayati.menurut Amin (2009) secara umum manfaat terumbu karang dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Fungsi pariwisata;
Fungsi ini berkaitan dengan keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan airnya membuat
kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat rekreasi. Skin diving atau snorkeling, SCUBA
dan fotografi adalah kegiatan yang umumnya terdapat di kawasan ini.
Fungsi perikanan;
Terumbu karang merupakan tempat tinggal ikan-ikan karang yang harganya mahal sehingga
nelayan menangkap ikan di kawasan ini. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu
karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah
tangkapan perikanan dunia.

Fungsi perlindungan pantai;


Jenis terumbu karang yang berfungsi untuk melindungi pantai adalah terumbu karang tepi dan
penghalang. Jenis terumbu karang ini berfungsi sebagai pemecah gelombang alami yang
melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa perusakan lainnya yang diakibatkan
oleh fenomena air laut. Terumbu karang juga memberikan kontribusi untuk akresi (penumpukan)
pantai dengan memberikan pasir untuk pantai dan memberikan perlindungan terhadap desa-desa
dan infrastruktur seperti jalan dan bangunan-bangunan lainnya yang berada di sepanjang pantai.
Apabila dirusak, maka diperlukan milyaran rupiah untuk membuat penghalang buatan yang
setara dengan terumbu karang ini.

Ekosistem Hutan Mangrove


Mangrove (bakau) merupakan komunitas vegetasi pantai tropika yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon bakau yang mampu tumbuh dan berkembang pada kawasan pasang surut pantai
berlumpur. Pohon-pohon mangrove adalah halofit, artinya bahwa mangrove ini tahan akan tanah
yang mengandung garam dan genangan air laut. Ada juga mangrove tumbuh di tempat yang
lebih tinggi, sehingga akan mengalami masa tanpa di genangan air laut yang agak panjang.
Namun beberapa pohon mangrove dapat dijumpai di tepi sungai sekitar 100 km dari laut,
walaupun dipermukaan air dimana pohon itu tumbuh adalah air tawar (Rusdianti,2012).
Ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial
ekonomi.
Fungsi Ekologis Hutan Mangrove
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai peranan penting dalam upaya
pemanfataan berkelanjutan sumberdaya pesisir dan laut, yang memiliki fungsi penting sebagai
penyambung ekologi darat dan laut, serta gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti
abrasi, gelombang dan badai. Disamping itu juga merupakan penyangga kehidupan sumberdaya
ikan, karena ekosistem mangrove merupakan daerah pemijahan (spawning ground), daerah
asuhan (nursery ground) dan daerah mencari makan (feeding ground) (Departemen Kelautan dan
Perikanan, 2009).
Beberapa fungsi hutan mangrove secara ekologis, diantaranya fungsi fisik dan fungsi biologis.
Fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi (abrasi) dan
intrusi air laut, peredam gelombang dan badai, penahan lumpur, penangkap sedimen, pengendali
banjir, mengolah bahan limbah, penghasil detritus, memelihara kualitas air, penyerap CO2 dan
penghasil O2 serta mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami.
Fungsi Sosial dan Ekonomi Hutan Mangrove
Manfaat sosial ekositem mangrove adalah dapat digunakan sebagai pemukiman penduduk dan
peruntukan kemaslahatan manusia lainnya. Fungsi sosial ekonomi hutan mangrove, diantaranya:
Sumber mata pencarian, produksi berbagai hasil hutan (kayu, arang, obat dan makanan), sumber
bahan bangunan dan kerajinan, tempat wisata alam, objek pendidikan dan penelitian, areal
pertambakan, tempat pembuatan garam dan areal perkebunan. Kulit batang pohonnya dipakai
untuk bahan pengawet dan obat-obatan.
Macam-macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang beberapa
spesies mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau peradangan pada kulit. Secara
tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik, gangguan alat
pencernaan dan lain - lain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-your-
eye mangrove) atau Excoecaria agallocha dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena
mata, akan tetapi cairan getah ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati
sakit akibat sengatan hewan laut.
Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat
dipakai sebagai pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional sebagai obat
sakit perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan,
buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai menghentikan
pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa dipakai dalam penangkapan ikan
sebagai bahan pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
Mangrove bukan sekedar pencegah abrasi. Ia bisa disulap menjadi beragam-ragam makanan.
Salah satunya getuk goreng. Mangrove juga dapat dibuat menjadi jenis produk yang lainnya
seperti dodol dan tape. Apalagi sebelumnya, para petambak Blanakan telah berhasil
mengembangkan produk minuman dari buah salah satu jenis mangrove, yakni Sonerratia
caseolaris. Orang-orang menamainya jus pidada. Diimbuhi gula dengan takaran yang pas, rasa
minuman itu asam-manis yang menyegarkan.
Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang
dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil
bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem
lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak
mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi
sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut.

Ekosistem padang lamun

Padang lamun merupakan sumber daya laut yang cukup potensial untuk dimanfaatkan, dan
secara ekologi, padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Banyak
organisme yang secara ekologis dan biologis sangat tergantung pada keberadaan lamun.
Ekosistem tersebut merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme oleh sebab itu
banyak biota laut yang memanfaatkannya sebagai tempat memijah (Pratiwi, 2010).
dafpus
Bab 1 Undang- Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau pulau kecil

Baransono Hengky K, Mangimbulude Junhar C. 2010. Eksploitasi dan Konservasi Sumberdaya


Hayati Laut dan Pesisir di Indonesia. Jurnal Biologi Papua Vol. 3 No. 1:39-45

Amin. 2009. Terumbu karang: Aset yang terancam. Unisma Bekasi. Region Vol. 1 No. 2

Yuniarti. 2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu
Karang Berbasis Masyarakat Di Kepulauan Riau). Makalah. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelauatan Universitas Padjadjaran Bandung

Rusdianti Konny, Sunito Satyawan. 2012. Konversi Lahan Hutan Mangrove Serta Upaya
Penduduk Lokal dalam Merehabilitasi Ekosistem Mangrove. Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 6,
No. 1, hlm: 1-17

Departemen Kelautan dan Perikanan 2009

Pratiwi Rianta. 2010. Asosiasi Krustacea di Ekosistem Padang Lamun Perairan Teluk Lampung.
Ilmu Kelautan. Vol. 15(2) 66-76.

Arbi, U.Y. 2008. Burung pantai pemangsa krustaceae. J. Oseana. 33 (2): 1-8.

Dahuri, R. 2003. Kenakaragaman hayati laut. Aset pembangunan berkelanjutan Indonesia. PT.
Gramedia Pustaka utama. Jakarta.

DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Atrikel on-line
Dinas Kelautan dan Perikanan.

Kay, R. dan Alder, J. 1999. Coastal Management and Planning. E & FN SPON. New York.
Timothy Beatly, David J. Bower, dan Anna K.Schwab. 2002. An Introduction to Coastal Zone
Management. Island Press. Washington, DC.

Anda mungkin juga menyukai