Anda di halaman 1dari 7

Bakteri merupakan organisme prokariotik dari kingdom monera.

Bakteri
termasuk dalam organisme uniseluler dan berukuran mikroskopik. Komponen
struktural prokariot terdiri dari makromolekul seperti DNA, RNA, protein,
polisakarida, fosfolipid, atau kombinasi keduanya. Makromolekul terdiri dari
subunit primer seperti nukleotida, asam amino dan Glukosa. Struktur utama dari
makromolekul akan mendorong fungsinya, dan perbedaan dalam struktur utama
makromolekul biologis menyumbang keragaman besar kehidupan. Sel prokariot
memiliki lima komponen penting struktural: nucleoid (DNA), ribosom, membran
sel, dinding sel, dan semacam lapisan permukaan, yang mungkin atau mungkin
tidak menjadi bagian yang melekat dari dinding. Secara struktural, ada tiga
wilayah arsitektur: pelengkap (lampiran ke permukaan sel) dalam bentuk flagella
dan pili (atau fimbriae); pembungkus sel terdiri dari kapsul, dinding sel dan
membran plasma; dan daerah sitoplasma yang berisi materi genetik (DNA) dan
ribosom dan berbagai macam inklusi (Gambar 1) (Todar, 2012).

Gambar 1. Diagram Ilustrasi Struktur Penyusun Sel Bakteri (Todar, 2012)

1. Pewarnaan Kapsula Bakteri


Beberapa jenis bakteri dapat mengeluarkan bahan-bahan yang
amat berlendir dan lengket pada permukaan selnya, melengkungi dinding sel. Bila
bahan berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti
(bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila tidak teratur bentuknya dan
menempelnya pada sel kurang erat maka disebut selaput lendir. Kapsul dan lendir
tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai makanan
cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuh inang maupun
dialam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi (Hastuti, 2008). Hal itu
senada dengan pendapat Davidson (2015) bahwa beberapa spesies bakteri
memiliki lapisan pelindung ketiga yaitu kapsul yang terdiri dari polisakarida.
Kapsul memainkan sejumlah peran, tapi yang paling penting adalah untuk
menjaga bakteri mengering dan melindunginya dari fagositosis (engulfing) oleh
mikroorganisme yang lebih besar. Kapsul merupakan faktor virulensi utama
dalam bakteri penyebab penyakit utama, seperti Escherichia coli dan
Streptococcus pneumonia. Berikut ini merupakan beberapa fungsi kapsula bagi
bakteri:
a. Berperan sebagai antifagosit sehingga memberi sifat virulen pada bakteri.
b. Mempertahankan diri dari antitoksin yang dihasilkan sel inang.
c. Meningkatkan kemampuan bakteri untuk menimbulkan penyakit.
d. Melindungi sel dari kekeringan dan kehilangan nutrisi. Karena kapsula
mengandung banyak air.
e. Sebagai penyeimbang antara sel dan lingkungan eksternal.
f. Menghambat terjadinya pencantelan bakteriofag.
g. Sebagai alat untuk mencantelkan pada permukaan seperti yang dilakukan oleh
Streptococcus mutans.
Pada beberapa bakteri adanya kapsula menunjukkan sifat yang virulen.
Kapsula bakteri tidak berwarna sehingga untuk mengetahui ada tidaknya kapsula
bakteri perlu dilakukan pewarnaan khusus (Hastuti, 2008). Pewarnaan ini bisa
dilakukan dengan menggunakan nigrosin, merah kongo atau tinta cina. Setelah
ditambahkan pewarna yang tidak menembus kapsul, maka kapsul dapat tampak
dengan menggunakan mikroskop cahaya. Ini merupakan penampilan negatif
kapsul yang terlihat jernih dengan latar belakang gelap (Schlegel, 1994).
Kapsul cukup tebal sehingga sulit diwarnai, oleh karena itu diperlukan
suatu pewarnaan khusus. Salah satu cara pewarnaan kapsula menurut Raebiger
yaitu dengan menggunakan pewarna larutan seperti kristal violet. Satu lagi cara
untuk perwarnaan kapsula bakteri adalah dengan pewarnaan negatif (pewarnaan
tidak langsung). Pada pewarnaan negatif latar belakangnya diwarnai zat warna
negatif sedangkan bakterinya diwarnai dengan zat warna basa. Kapsula tidak
menyerap warna sehingga terlihat lapisan terang yang tembus dengan latar
belakang yang berwarna (Waluyo, 2007).
Kapsul tidak memiliki aktifitas yang besar terhadap bahan-bahan cat basa.
Beberapa kapsul cepat rusak oleh gangguan mekanis atau larut bila dicuci dengan
air. Karena kapsul dari berbagai spesies berbeda dalam susunan zat-zatnya, maka
tidak semua kapsul dapat diperlihatkan dalam proses pewarnaan yang sama.
Beberapa cara pewarnaan telah dikemukakan dalam usaha memperlihatkan
adanya kapsul, cara tersebut antara lain adalah cara pewarnaan negatif dan cara
pewarnaan kapsul. Hasil pewarnaan dengan menggunakan cara pewarnaan negatif
menunjukkan bakteri berwarna merah, sedangkan kapsul tampak sebagai daerah
yang kosong di sekitar tubuh bakteri, dan latar belakang berwarna gelap (Irianto,
2006). Menurut Tarigan (1988), pengecatan negatif bertujuan untuk mewarnai
latar belakang atau bidang pandang di bawah mikroskop dan bukan untuk
mewarnai sel-sel mikroba yang diperiksa. Pengecatan negatif dapat digunakan
untuk melihat kapsul yang menyelubungi tubuh bakteri dengan hanya
menggunakan satu macam cat saja. Sedangkan pewarnaan kapsul (pewarnaan
positif) pertama dikemukakan oleh Tyler. Dalam pewarnaan positif ini digunakan
senyawa kristal violet 0,18 gram. Hasil dari pewarnaan kapsula ini adalah kapsul
tampak berwarna biru-ungu yang terletak disekitar tubuh bakteri. Sedangkan
bakterinya sendiri berwarna biru kelam (Irianto, 2006).
2. Hubungan antara kapsula dengan virulensi bakteri.
Kapsula berperan sebagai antifagosit sehingga kapsula memberikan sifat
virulen bagi bakteri. Kapsula melindungi bakteri dari fagosit oleh sel-sel yang
berperan dalam imunitas dari inang. Jika bakteri ini tidak dapat difagosit oleh sel-
sel imunitas (seperti leukosit, limfosit, dan makrofag), maka bakteri tersebut akan
bersifat virulen.
Kapsula merupakan lapisan polimer (terdiri atas polisakarida, polipeptida
atau kompleks polisakarida dengan protein) yang berlekatan dengan dinding sel.
Koloni bakteri yang tidak berkapsula umumnya tergolong tidak virulen (tidak
ganas). Dengan tidak adanya kapsula maka bukan termasuk bakteri yang virulen.
Hal ini terkait dengan fungsi bakteri yang mempunyai kemampuan untuk
menimbulkan penyakit. Apabila bakteri kehilangan kapsulanya sama sekali, maka
bakteri tersebut kehilangan virulensinya, dan dengan demikian kehilangan
kemampuannya sebagai penyebab infeksi (Davidson, 2015).

3. Motilitas Bakteri
Kebanyakan bakteri dapat melakukan pergerakan dengan menggunakan
flagel, akan tetapi ada bakteri yang tidak dapat bergerak karena tidak memiliki
flagel. Hal itu senada dengan pernyataan Tarigan (1988) bahwa gerak bakteri
secara aktif hanya terjadi pada bakteri yang memiliki flagel. Flagella (tunggal,
flagela) adalah struktur mirip rambut yang menyediakan sarana penggerak bagi
mereka bakteri yang memiliki mereka. Mereka dapat ditemukan di salah satu atau
kedua ujung bakteri atau seluruh permukaannya. Flagela mengalahkan dalam
gerakan baling-baling seperti untuk membantu bakteri bergerak ke arah nutrisi,
menjauhi bahan kimia beracun dan sebagainya (Davidson, 2015).
Berdasarkan jumlah dan posisi flagel Tarigan (1988) mengelompokkannya
seperti berikut.
a. Monotrikh : bakteri memiliki satu flagel
b. Ditrikh : bakteri memiliki dua flagel
c. Peritrikh : bakteri memiliki banyak flagel diseluruh permukaan tubuh
d. Lopotrikh : bakteri memiliki banyak atau beberapa flagel pada salah satu
ujung bagian tubuh
e. Amfitrikh : bakteri memiliki flagel pada kedua sisi tubuh yang berlawanan
f. Atrikh : bakteri memiliki tidak memiliki flagel
Flagella bakteri yang berperan dalam pergerakan memiliki 3 bagian yaitu
filamen, sendi, dan struktur basal (rotary motor). Sebagian besar motor flagellar
dapat berotasi searah jarum jam dan berlawanan dengan jarum jam. Arah
rotasional dikontrol oleh stimulus lingkungan seperti pH, temperature, dan
senyawa kimia seperti gula dan asam amino. Methyl-accepting chemotaxis protein
(MCPs) mengenali stimuli dan menyalurkan sinyal ke motor sepanjang dua
komponen phosphorelay signaling cascade (Terashima et al., 2008).
Kemoreseptor tidak mempengaruhi gerakan flagel secara langsung melainkan
menyalurkan informasi sepanjang jalur fosforilasi. Informasi tentang lingkungan
dapat ditranslasikan menjadi gerakan dalam waktu 200 milidetik (Jhonson, 2005).
Gambar 2. A) Electron Micrograph dari Flagela yang Diisolasi dari Salmonella
typhimurium dan B) Diagram Skematis Struktur Flagelar Bakteri Gram Negatif
(Terashima et al., 2008).
Dalam mengamati pergerakan bakteri di bawah mikroskop harus
dibedakan antara pergerakan sejati yang disebabkan oleh flagella dengan
pergerakan Brown (Brownian motion) yang terjadi juga pada sel yang telah mati.
Pergerakan brown adalah pergerakan yang terjadi pada semua benda kecil di
dalam air, disebabkan oleh pergerakan molekul air yang dipindahkan ke benda-
benda kecil tersebut. (Fardiaz, 1992)
Bakteri yang memperlihatkan pergerakan Brown, gerakannya tidak teratur
dan tidak terarah. Hanya benda-benda kecil yang memperlihatkan pergerakan
Brown sedangkan bakteri yang berukuran besar dan khamir pergerakannya kecil
sekali atau tidak ada sama sekali. (Fardiaz, 1992).
Kemampuan orgenisme untuk berpindah sendiri disebut motilitas (Aigan
dan Arikan, 2007). Motilitas bakteri dapat diamati secara langsung dibawah
mikroskop dengan menggantungkan tetesan akuades berisi bakteri pada cekungan
slide (kaca benda). Kegiatan ini dapat membedakan jenis motilitas bakteri dengan
mikroskop. Motilitas bakteri yang sebenarnya akan menunjukkan aksi mendorong
menuju ke arah tertentu (Bhawsar, 2011). Parameter kunci pergerakan bakteri
yaitu kecepatan absolut, kecepatan yang konstan, sudut saat berbelok, ukuran sel,
senitivitas reseptor, dan gerakan random (Mitchel dan Kogure, 2005). Bakteri
yang tidak motil dapat terlihat motil karena pergerakan partikel medium cair atau
aliran udara. Motilitas dari bakteri non motil yaitu zigzag dan tidak terarah.
Pergerakan dari bakteri non motil merupakan gerak Brown. Bakteri yang sudah
mati juga dapat bergerak karena pergerakan ini (Bhawsar, 2011).
Pergerakan/motilitas merupakan karakteristik penting dari bakteri. Bakteri
memiliki tiga jenis pergerakan yaitu pergerakan flagellar, pergerakan spirochaetal,
dan pergerakan meluncur. Motilitas flagellar disebabkan oleh flagella. Pergerakan
spirochaetal dimiliki oleh bakteri yang berbentuk heliks, memiliki flagella seperti
filament aksial yang tertanam dalam ruang diantara membran luar dan membrane
dalam dari dinding sel. Bakteri yang termasuk dalam genera Spirochetes antara
lain Spirochaeta, Cristispira, Treponema, Borrelia, dan Leptospira. Pergerakan
meluncur dimiliki oleh bakteri yang tidak memiliki struktur flagella, baik secara
internal maupun eksternal namun menyekresikan substansi seperti siput selama
pergerakan. Mekanisme yang sesungguhnya dari pergerakan meluncur masih
belum diketahui namun beberapa peneliti mengemukakan adanya fimbriae seperti
struktur tambahan pada kutub sel glider (peluncur). Genera yang memiliki
pergerakan meluncur antara lain Myxococcus, Archangium, Cystobacter,
Melittangium, Stigmate, Polyangium, Nannocystis, Chondromyces, Cytophaga,
Flexithrix, Herpetosiphon, Beggiatoa, Saprospira, Thioplaca, Leucothrix,
Alysiella, Achroonema, dan Cyanobacterium Oscillatoria (Bhawsar, 2011).

Gambar 3. Contoh Mekanisme Pergerakan Bakteri (Terashima et al., 2008).


Daftar Rujukan

Davidson, M. W. 2015. Bacterial Cell Structure. (online),


(https://micro.magnet.fsu.edu/cells/bacteriacell.html, diakses 15 Februari
2017)

Fardiaz, S.1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta.PT Gramedia Pustaka Utama.

Hastuti, S. U.2002.Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang : UM Press

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2.


Bandung: CV. Yrama Widya.

Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University


Press.

Tarigan, J.1988.Pengantar Mikrobiologi.Jakarta : Depdikbud

Todar, K..2012. Structure and Function of Bacterial Cells. (online),


(http://textbookofbacteriology.net/structure.html, diakses 15 Februari 2017

Waluyo, L.2009 Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai