Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam
serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga
lansia. Semua individu mengikuti pola perkembangan dengan pasti.
Setiap masa yang dilalui merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan
dan tidak dapat diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal
perkembangan individu akan memberikan pengaruh terhadap tahap-tahap
selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui oleh individu tersebut
adalah masa lanjut usia atau sering disebut lansia. Sepanjang rentang
kehidupan, manusia mengalami perubahan dalam perkembangannya, mulai
dari manusia dilahirkan hingga usia lanjut.
Lansia (lanjut usia) merupakan periode dimana seorang individu telah
mencapai kematangan dalam ukuran, fungsi, dan telah menunjukkan
kemunduran baik fisik, maupun psikologis seiring berjalannya waktu.
Peningkatan populasi orang lanjut usia diikuti pula berbagai
persoalan-persoalan bagi orang lanjut usia itu sendiri. Penurunan kondisi
fisik dan psikis, menurunnya penghasilan akibat pensiun, kesepian akibat
ditinggal oleh pasangan atau teman seusia dan lain-lain. Oleh karena itu
diperlukan adanya suatu perhatian besar dan penanganan khusus bagi orang
lanjut usia tersebut.
Keberhasilan pembangunan kesehatan ditandai dengan meningkatnya
beberapa aspek seperti kualitas sumber daya manusia, kualitas hidup,
kesejahteraan keluarga dan masyarakat, serta usia harapan hidup (Depkes RI,
2006). Salah satu yang menjadi perhatian adalah meningkatnya usia harapan
hidup masyarakat yang akan berdampak kepada meningkatnya jumlah lanjut
usia.
Saat ini di Indonesia ada 23,9 juta orang tergolong lansia. Dari jumlah
itu, menurut data di Kementerian Sosial, 3 juta (tepatnya 2.994.330) di
antaranya telantar. Indonesia termasuk lima besar negara berpenduduk
lansia terbesar didunia. Jumlahnya pun terus meningkat dari waktu ke

1
waktu. Jika pada tahun 1970 penduduk lansia sekitar 5,3 juta jiwa (4,48
persen), tahun 1990 menjadi 12,7 juta jiwa (6,29 persen) dan tahun 2000
mencapai 14,4 juta (7,18 persen). Tahun 2020 diproyeksikan menjadi 28,8
juta jiwa atau 11,34 persen dari total penduduk Indonesia. Jadi setiap
tahunnya, lansia di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.
Peningkatan jumlah lanjut usia belum tentu diikuti dengan
meningkatnya kualitas hidup. Di Indonesia, kualitas hidup lansia masih
dianggap rendah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator antara lain
banyaknya lansia yang memiliki ketergantungan yang kuat terhadap anak
atau keluarga yang lain, selain kurang produktif. Dari segi pendidikan
kebanyakan lansia berpendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan
ini berkorelasi positif dan signifikan terhadap buruknya kondisi sosial,
ekonomi, derajat kesehatan dan kemandirian. Perubahan fisik dan
psikologis yang dialami lansia, menentukan sampai taraf tertentu, apakah
lanjut usia akan melakukan penyesuaian sosial yang baik atau buruk.
Perasaan tidak berguna dan tidak diinginkan membuat banyak
lansia mengembangkan perasaan rendah diri dan marah. Perasaan ini
tentu saja tidak membantu untuk penyesuaian sosial dan pribadi baik.
Sehubungan dengan itu, Butler (dalam Hurlock,1996:384) menyatakan
bahwa orang lanjut usia secara tidak proporsional menjadi subjek bagi
masalah emosional dan mental yang berat. Insiden psikopatologi timbul
seiring dengan bertambahnya usia. Gangguan fungsional keadaan depresi
dan paranoid terus bertambah sama seperti penyakit otak di usia 60
tahun.
Bahaya psikologis pada lansia dianggap memiliki dampak lebih
besar dibandingkan dengan usia muda, akibatnya penyesuaian pribadi
dan sosial pada lansia jauh lebih sulit. Lansia sering beresiko kesepian
karena dari gangguan serta hubungan sosial mereka dari waktu ke waktu.
Itulah mengapa para orang tua membutuhkan suatu lingkungan dengan
komunitas yang sama dan lebih memilih tinggal dipanti jompo dari pada
tinggal dengan keluarga.

2
Kesepian sering disertai dengan efek negatif, termasuk perasaan
depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, dan ketidakpuasan yang
diasosiasikan dengan pesimisme, self-blame, dan rasa malu. Melacak
kegagalan dalam membangun pertemanan hingga gaya kelekatan.
Dalam hal perawatan lansia, faktor psikologis dan sosiologis sangat
berpengaruh pada kehidupan lansia, terutama yang terlantar. Hal ini
dikarenakan kualitas hidup lansia terus menurun seiring dengan
bertambahnya usia. Penurunan kapasitas mental, perubahan peran sosial,
dimentia (kepikunan), juga depresi yang sering diderita oleh lansia ikut
memperburuk kondisi mereka. Pada aspek psikologi, komponen yang
berperan adalah kapasitas penyesuaian diri yang terdiri atas pembelajaran,
memori, perasaan, kecerdasan, dan motivasi.
Faktor psikologi sangat erat kaitannya dengan keadaan fisik, dan faktor
sosiologis. Faktor psikologis meliputi hubungan sosial dengan keluarga,
teman sebaya, dan masyarakat. Pada umumnya, hubungan sosial yang
dilkukan para lansia dikarenakan mereka mengacu kepada interaksi
pertukaran sosial. Pada interaksi ini salah satu sumber kebahagiaan manusia
umumnya berasal dari hubungan sosial, dalam hal ini peran panti jompo
sangat penting bagi kehidupan lansia terlantar.

B. Tujuan Penulisan
1. Dapat mendeskripsikan pengertian lansia, lansia terlantar dan panti jompo
2. Dapat mengetahui permasalahan pada lansia terlantar dan lansia di panti
jompo
3. Dapat mengetahui kebutuhan fisik dan psikis lansia
4. Dapat mengetahui keadaan psikologi pada lansia yang terlantar
5. Dapat mengetahui gangguan psikologi pada lansia yang terlantar
6. Dapat mengetahui dampak psiko-sosial pada lansia

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian
1. Pengertian lanjut usia (lansia)

3
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa
ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit
demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari
lagi. Proses menua adalah suatu proses alami pada semua makhluk
hidup. Laslett (dalam Suardiman, 2011:1) menyatakan bahwa menjadi
tua merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang
dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu.
Menurut Santrock (2002: 190), ada dua pandangan tentang definisi
orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan
orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia
atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana
usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut
usia. Sedangkan pandangan orang Indonesia, pada umumnya dipakai
sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Menurut Azizah (2011:1) lanjut usia adalah bagian dari proses
tumbuh kembang, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, akan
tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi
tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti : 2003). Lansia juga
merupakan keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari : 2001). Seseorang
dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto : 2004).
Berikut beberapa pendapat mengenai pengelompokkan usia lansia
adalah sebagai berikut:

4
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia adalah
tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60
tahun ke atas.
b. UU RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteran Lanjut Usia
menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai
umur 60 tahun keatas.
c. Departemen Kesehatan RI membuat pengelompokkan sebagai berikut:
1) Kelompok Pertengahan Umur: kelompok usia dalam masa
vertilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menunjukkan
keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).
2) Kelompok Usia Lanjut Dini: kelompok dalam masa
prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-
64 tahun).
3) Kelompok Usia Lanjut: kelompok dalam masa senium (65 tahun
ke atas)
4) Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi: kelompok yang
berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang
hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat
d. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat pengelompokan
sebagai berikut:
1) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun.
2) Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun.
3) Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.
4) Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.
e. Menurut Second World Assembly on Ageing (SWAA) di Madrid
(8-12 April 2002) yang menghasilkan Rencana Aksi Internasional
Lanjut Usia (Madrid International Plan of Action on Ageing),
seseorang disebut sebagai lansia jika berumur 60 tahun ke atas (di
negara berkembang) atau 65 tahun ke atas di negara maju.
2. Pengertian lansia terlantar
Lansia terlantar merupakan lansia yang hak-hak sebagai lansia
tidak terpenuhi secara fisik (Salim, 2011). Menurut kepala Bidang
Kesejahteraan Sosial Dinsosnaker Kota Biltar Santi Laksi, lansia yang
masuk kategori lansia terlantar adalah warga miskin berusia 60 hingga 70
tahun lebih yang bergantung hidup pada orang lain dan tidak sedang
menerima bantuan sosial dari pihak lain. Menurut Badan Koordinasi

5
Keluarga Berencana nasional, pada tahun 2010 jumlah lansia terlantar di
Indonesia mencapai 2,7 juta lansia. Badan Kementrian Sosial Republik
Indonesia menyatakan bahwa lansia terlantar memerlukan perhatian
dalam hal tata cara berkehidupan, pendapatan, kesehatan fisik, dan
mental. Golongan penduduk ini memerlukan perhatian khusus yang
berkaitan dengan pelayanan sosial dan kesehatan, terutama ketika mereka
mengalami gangguan tertentu. Menurut Mentri Sosial Salim Seggaf Al
Jufri, penyebab lansia menjadi terlantar pada umumnya disebabkan oleh
kondisi ekonomi keluarga yang tidak mencukupi untuk perawatan.
3. Lansia di panti werdha (jompo)
Selain keluarga, pelayanan intitusi kesehatan dapat menjadi bentuk
dukungan sosial bagi lansia. Pendirian pelayanan kesehatan pada lansia
berkembang dengan cepat dan memiliki program yang semakin inovatif
baik institutional maupun noninstitutional. Kehadiran institusi layanan
kesehatan pada lansia dapat menjadi peluang bagi perawat gerontik
(Miller, 1995). Salah satunya yaitu dengan adanya panti werdha yang
menampung para lansia.
Pengertian panti wredha menurut Departemen Sosial RI adalah
suatu tempat untuk menampung lansia dan jompo terlantar dengan
memberikan pelayanan sehingga mereka merasa aman, tentram dengan
tiada perasaan gelisah maupun khawatir dalam menghadapi usia tua.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan panti
wredha sebagai rumah tempat memelihara dan merawat lansia.
Secara umum, Panti wredha mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Pusat pelayanan kesejahteraan lanjut usia (dalam memenuhi
kebutuhan pokok lansia).
b. Menyediakan suatu wadah berupa kompleks bangunan dan
memberikan kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas-
aktivitas sosial-rekreasi
c. Bertujuan membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya
dengan sehat dan mandiri.

6
Sesuai dengan permasalahan lansia, pada umumnya
penyelenggaraan panti wredha mempunyai tujuan antara lain :

a. Agar terpenuhi kebutuhan hidup lansia.


b. Agar dihari tuanya dalam keadaan tentram lahir dan batin.
c. Dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan mandiri.

B. Ciri-Ciri Lansia Terlantar Dan Lansia Yang Tinggal Di Panti Jompo


1. Ciri-ciri lansia terlantar
Beberapa ciri ciri utama lansia yang terlantar adalah :
a. Tubuh kurus secara tidak biasa.
b. Tubuh mengalamani dehidrasi, kurang gizi, dan tidak terawat.
c. Berada di Lingkungan hidup yang buruk (kotor, bising, tidak aman,
dan lain sebagainya)
d. Tidak tinggal bersama keluarga (ditinggal atau meninggalkan
keluarga)
2. Ciri-ciri lansia yang tinggal di panti jompo
Berikut ini beberapa hal yang dapat terlihat dari para lansia yang tinggal di
panti jompo, yaitu :
a. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
b. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
c. Selalu mengingat kembali masa lalu.
d. Selalu khawatir karena pengangguran,
e. Kurang ada motivasi,
f. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik,
dan,
g. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

C. Penurunan Kondisi Pada Lansia Terlantar Dan Lansia Yang Tinggal Di


Panti Jompo
Secara normal, seseorang yang berada pada keadaan usia lanjut
akan mengalami penurunan berbagai organ atau sistem tubuh, baik dari segi
anatomi maupun fungsional. Beberapa penurunan yang terjadi pada lansia
adalah sebagai berikut:
1. Penurunan fisik, meliputi:
a. Lansia tidak tahan terhadap temperatur yang sangat panas atau
sangat dingin. Hal ini disebabkan oleh menurunnya fungsi
pembuluh darah pada kulit.
b. Dalam kemampuan visual, lansia mengalami kemunduran
dalam hal ketajaman dan luas pandangan. Mata kurang peka

7
dalam melihat cahaya dengan intensitas terlalu tinggi dan
lebih sensitif terhadap sesuatu yang menyilaukan serta kurang
mampu membedakan warna.
c. Dalam kemampuan pendengaran, lansia mengalami kesulitan
dalam menangkap frekuensi percakapan yang kecil atau besar di
waktu bersamaan
d. Dalam kemampuan indera perasa, lansia menjadi kurang
menyadari akan perubahan suhu, rasa dan bau.
e. Penurunan fungsi sistem motorik (otot dan rangka), antara lain
berkurangnya daya tumbuh dan regenerasi, kemampuan
mobilitas dan kontrol fisik, semakin lambatnya gerakan tubuh,
dan sering terjadi getaran otot (tremor). Jumlah otot
berkurang, ukurannya menciut, volume otot secara keseluruhan
menciut dan fungsinya menurun. Terjadi degenerasi di
persendian dan tulang menjadi keropos (osteoporosis).
f. Kulit tubuh menjadi berkerut karena kehilangan elastisitas
dan mudah luka apabila tergores benda yang cukup tajam.
Kulit tubuh menjadi lebih kering dan tipis.
g. Semakin tua usia seseorang, tingkat kecerdasan semakin
menurun, memori berkurang, kesulitan berkonsentrasi,
lambatnya kemampuan kognitif dan kerja saraf.
2. Penurunan psikologis
a. Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang
sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun.
b. Depresi. Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting
dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk
menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis
dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat
mereka depresi. Gejala depresi pada lansia adalah kehilangan
minat, berkurangnya energi (mudah lelah), konsentrasi dan
perhatian berkurang, kurang percaya diri, sering merasa
bersalah, pesimis, gangguan pada tidur dan gangguan nafsu
makan.

8
c. Delusi merupakan suatu kondisi dimana pikiran terdiri dari
satu atau lebih delusi. Delusi diartikan sebagai ekspresi
kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata
seperti merasa dirinya diracun oleh orang lain, dicintai,
ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti.
d. Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikologis berupa
ketakutan yang tidak wajar/phobia. Kecemasan yang tersering
pada lansia adalah tentang kematiannya.
e. Gangguan tidur. Usia lanjut adalah faktor tunggal yang
paling sering berhubungan dengan peningkatan kejadian
gangguan tidur yang berupa gangguan tidur di malam hari
(sering terbangun di dini hari) dan sering merasa ngantuk
terutama di siang hari
3. Penurunan sosial
a. Masa pensiun menyebabkan sebagian lansia sering merasa ada
sesuatu yang hilang dari hidupnya. Beberapa perasaan yang
dirasakan adalah sebagai berikut:
1) Kehilangan status atau kedudukan sosial sebelumnya,
baik di dalam masyarakat, tempat kerja atau lingkungan.
2) Kehilangan pertemanan baik di lingkungan masyarakat.
3) Kehilangan gaya hidup yang biasa dijalaninya.
b. Banyak lansia yang merasa kesepian atau merasa terisolasi dari
lingkungan disekitarnya, antara lain karena jarang tersedia
pelayanan kendaraan umum khusus bagi lansia, tingginya
tingkat kejahatan di sekitar lingkungan tempat tinggal, dan lain-
lain.
D. Permasalahan Lansia Terlantar Dan Lansia Yang Tinggal Di Panti
Jompo
Permasalahan lansia terjadi karena secara fisik mengalami proses
penuaan yang disertai dengan kemunduran fungsi pada sistem tubuh
sehingga secara otomatis akan menurunkan pula keadaan psikologis dan
sosial dari puncak pertumbuhan dan perkembangan. Permasalahan-
permasalahan yang dialami oleh lansia, diantaranya :
1. Kondisi mental: secara psikologis, umumnya pada usia lanjut
terdapat penurunan baik secara kognitif maupun psikomotorik.

9
Contohnya, penurunan pemahaman dalam menerima permasalahan
dalam kelambanan dalam bertindak.
2. Keterasingan (loneliness): terjadi penurunan kemampuan pada
individu dalam mendengar, melihat, dan aktivitas lainnya sehingga
merasa tersisih dari masyarakat.
3. Post power syndrome: kondisi ini terjadi pada seseorang yang
semula mempunyai jabatan pada masa aktif bekerja. Setelah
berhenti bekerja, orang tersebut merasa ada sesuatu yang hilang
dalam hidupnya.
4. Masalah penyakit : selain karena proses fisiologis yang menuju ke
arah degeneratif, juga banyak ditemukan gangguan pada usia lanjut,
antara lain: infeksi, jantung dan pembuluh darah, penyakit
metabolik, osteoporosis, kurang gizi, penggunaan obat dan
alkohol, penyakit syaraf (stroke), serta gangguan jiwa terutama
depresi dan kecemasan.
E. Kebutuhan Hidup Lansia Terlantar Dan Lansia Yang Tinggal Di Panti
Jompo
Lansia juga mempunyai kebutuhan hidup seperti orang lain agar
kesejahteraan hidup dapat dipertahankan. Kebutuhan hidup seperti
kebutuhan makanan yang mengandung gizi seimbang, pemeriksaan
kesehatan secara rutin dan sebagainya diperlukan oleh lansia agar dapat
mandiri. Menurut pendapat Maslow dalam teori Hierarki Kebutuhan,
kebutuhan manusia meliputi:
1. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau
biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.
2. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa
keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah
seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan kemandirian
dan sebagainya.
3. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk
bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui
paguyuban,organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobi
dan sebagainya.

10
4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga
diri untuk diakui akan keberadaannya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah
kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani
maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing,
bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.

F. Keadaan Psikologi Pada Lansia Terlantar Dan Lansia Yang Tinggal Di


Panti Jompo
Ada 5 faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia. Kelima
faktor tersebut adalah penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan
potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan
dengan pekerjaan, dan perubahan dalam peran sosial di masyarakat.
Lansia terlantar yang menempati panti werdha akan memasuki
lingkungan baru yang menuntut mereka untuk menyesuaikan diri
(santrock,2002). Selain itu, keberhasilan penyesuaian diri ditandai dengan
tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan, kecewa, sedih, dan pasrah.
Sedangkan kegagalan mereka untuk beradaptasi ditandai dengan guncangan
emosi, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap lingkungan yang baru.
TKGS (organisasi untuk lansia terlantar di Singapura), lansia yang
terlantar lebih sering menghadapi masalah emosional seperti keras kepala
dan sentimental.
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan
keinginan, depresi, dan kecemasan.
Orang yang berusia lanjut akan menjadi sangat rentan terhadap
gangguan kesehatan, termasuk depresi yang disebabkan oleh stres dalam
menghadapi perubahan-perubahan kehidupan yang berhubungan dengan apa
yang disebut sebagai tahun emas. Perubahan kehidupan yang dimaksud
antara lain adalah pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan
dalam panti wreda, kematian pasangan, dan kebutuhan untuk merawat
pasangan yang kesehatannya menurun. Kematian keluarga dan teman-teman
menimbulkan duka cita dan mengingatkan pada orang yang berusia lanjut

11
akan usia mereka yang semakin bertambah serta semakin berkurangnya
ketersediaan dukungan sosial (Nevid, Rathus & Greene, 2005, h.189).
Para lanjut usia yang diduga mengalami depresi antara lain
menunjukkan ciri-ciri: jarang berbicara atau berinteraksi dengan orang lain,
kehilangan nafsu makan, jarang mengikuti kegiatan di panti, sering
menangis, bernyanyi terus-menerus, sering berbicara atau bergumam sendiri
terutama di malam hari dan mudah sekali terserang penyakit. Getz (dalam
Santrock, 2002,h. 563) mengungkapkan bahwa diantara banyaknya penyebab
depresi pada lanjut usia, antara lain adalah tingkat kesehatan yang rendah,
kehilangan karena kematian pasangan dan rendahnya dukungan sosial yang
diterima oleh lanjut usia tersebut. Dukungan sosial yang baik telah terbukti
menurunkan depresi parental dan bertindak sebagai suatu pelindung bagi
lanjut usia yang bersangkutan dari akibat negatif depresi, demikian
diungkapkan oleh Fonda dan Norgard (dalam Santrock, 2002, h.563).

G. Gangguan Psikologi Pada Lansia Terlantar Dan Lansia Yang Tinggal Di


Panti Jompo
Selain beberapa perubahan psikologi diatas, salah satu gangguan
psikologi lainnya yang sering dialami oleh lansia yang miskin dan
terlantar adalah gangguan diogenes syndrome. Diogenes syndrome
merupakan ketidakpedulian terhadap diri sendiri dan keidakmauan
untuk mengurus lingkungan hidupnya. Ciri ciri lansia yang menderita
diogenes syndrome berupa; senang mengumpulkan berbagai jenis barang,
tidak memiliki rasa malu, tidak peduli dengan diri sendiri dan lingkungan
sekitar, sifat terkadang berubah, dan tingkah laku terkadang agresif.
Diogenes syndrome juga dapat diakibatkan oleh kepikunan parah, tidak
adanya hubungan sosial, kemiskinan, dan stress.
Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu.
Efek efek tersebut menentukan apakah lansia tersebut akan melakukan
penyesuaian diri secara baik atau buruk (Hurlock, 1991). Perubahan-
perubahan fisik yang terjadi pada pada usia lanjut dapat menyebabkan
perubahan pada kondisi jiwanya. Hal ini menyebabkan lansia menjadi
demotivasi dan menarik diri dari lingkungan sosial. Masalah-masalah

12
yang terkait dengan emosi lansia diantaranya: kesepian, perasaan tidak
berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan perasaan untuk
membutuhkan perhatian lebih.

H. Masalah Psiko-Sosial Pada Lansia Terlantar Dan Lansia Yang Tinggal Di


Panti Jompo
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
(homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan
(deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak,
misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian
pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa
lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para
lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun
beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut :
1. Penurunan Kondisi Fisik
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
3. Perubahan Aspek Psikososial
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
6. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi


adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami
penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang
selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada
orang lain.

13
Sikap sosialisasi yang kurang baik akan berdampak negatif pada
penyesuaian diri lansia. Hal ini dapat menyebabkan lansia bersikap psikopat,
depresi, dan paranoid. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga
kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan
fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau
harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir
fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

1. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
2. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya
3. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
4. Pasangan hidup telah meninggal

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia


mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif
meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga


mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia. Individu yang berambisi tinggi dan selalu dikejar kejar
waktu akan cenderung mudah stres, frustasi, dan merasa diremehkan.
Sedangkan, individu yang berkepribadian tenang akan lebih mudah untuk
menerima keadaan mereka dan berpikir positif ketika memasuki
masa usia lanjut.

Permasalahan psikologis pada lanjut usia cenderung menjadi beban


kehidupan yang menjadi hambatan dalam aktifitas sehari hari dan aktifitas

14
social. Pengkajian dini dan penanganan yang tepat terhadap permasalahan
psikologis ini akan sangat berguna bagi kehidupan sosial manusia, terutama
dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kemakmuran para lansia yang
terlantar agar dapat hidup layak dan hak mereka tercapai.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses menua adalah suatu proses alami pada semua makhluk
hidup. Laslett (dalam Suardiman, 2011:1) menyatakan bahwa menjadi
tua merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang
dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu.

15
Lansia juga merupakan keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari : 2001).
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto :
2004). Lansia terlantar merupakan lansia yang hak-hak sebagai lansia tidak
terpenuhi secara fisik (Salim, 2011).
Pengertian panti wredha menurut Departemen Sosial RI adalah
suatu tempat untuk menampung lansia dan jompo terlantar dengan
memberikan pelayanan sehingga mereka merasa aman, tentram dengan
tiada perasaan gelisah maupun khawatir dalam menghadapi usia tua.
Lansia terlantar yang menempati panti werdha akan memasuki
lingkungan baru yang menuntut mereka untuk menyesuaikan diri
(santrock,2002). Selain beberapa perubahan psikologi diatas, salah satu
gangguan psikologi lainnya yang sering dialami oleh lansia yang miskin
dan terlantar adalah gangguan diogenes syndrome.
Kesepian sering disertai dengan efek negatif, termasuk perasaan
depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, dan ketidakpuasan yang
diasosiasikan dengan pesimisme, self-blame, dan rasa malu. Melacak
kegagalan dalam membangun pertemanan hingga gaya kelekatan.
Para lanjut usia dengen berbagai gangguan yang ada mempunyai
permasalahan psikosial. Permasalahan psikosial pada lanjut usia
memerlukan penanganan secara baik dan berkualitas.
Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi
lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara
kehidupan bermasyarakat.
Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa
hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih
baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia dan
terlantar.
B. Saran
1. Mahasiswa

16
Diharapkan agar dapat memperbanyak membaca tentang lansia dan
masalah psikologis yang mungkin dialami oleh lansia baik melalui buku
ataupun literatur lainnya.
2. Institusi pendidikan
Diharapkan dapat menambah koleksi bacaan di
perpustakaan sehingga mudah dalam pembuatan tugas.
3. Bagi lansia
Diharapkan agar bisa menjadi masukan bahwa hidup dan
kehidupan itu terus berjalan, dan hidup dalam lingkungan
sosial, misalnya panti jompo, jauh lebih baik dibandingkan hidup
sendiridan terlantar.
4. Bagi masyarakat
Dengan adanya karya tulis ini, diharapkan dapat menjadi
suatu kajian atau pembelajaran bahwa para lansia bukan untuk
dihindari tapi sebaliknya bahwa dapat memberikan pelayanan
dan menjaga hubungan baik dengan para orang tua dapat
memberikan suatu kedamaian dan merasa dihargai oleh
mereka, sehingga mereka bisa melewati sisa-sisa hidup dengan
bahagia.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Departemen Kesehatan RI, (1992) . Pedoman pelayanan kesehatan Jiwa


Usia Lanjut. Cetakan kedua. Jakarta : Depkes Ditjen Pelayanan medik

Kuntjoro, Zainuddin (2007), Masalah Kesehatan Jiwa Lansi. http://www.e


psikologi.com /epsi/lanjutusia_detail.asp?id=182 (diakses tanggal 26
januari 2015)

17
Saputri, MA, indrawati, ES. (2011) Dukungan Sosial Dan Depresi Pada Lanjut
Usia Yang Tinggal Di Panti Wreda. Semarang : journal ilmiah undip.
http://www.joernal psikologi undip.com ( diakses tanggal 26 januari 2015)

---------------. Penduduk Lansia di Indonesia Melonjak Tinggi


http://www.Kompas.com (diakses tanggal 26 januari 2015).

18

Anda mungkin juga menyukai