Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue.Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi
masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam
stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan
tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun
2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit
penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).
DBD telah menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di
negara lain di Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD
telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis. Sejak tahun
1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai
350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000
kasus. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus
Flavivirus dari famili Flaviviridae.Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 3,5,6.Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka
virus dengue termasuk arbovirus.Vektor DBD yang utama adalah nyamuk
Aedesaegypti.DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan
demam akut, trombositopenia, netropenia dan perdarahan. Permeabilitas vaskular
meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel mengakibatkan
hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan
menyebabkan syok hipovolemik.
Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa prevalensi penyakit DHF terjadi pada
masyarakat dengan gaya hidup dan lingkungan yang kurang bersih, karena vector berupa
nyamuk, sehingga penyakit ini sangat rentan penularannya, biasanya sering mewabah jika

1
musim hujan, dan Indonesia merupakan salah satu Negara yang masih tinggi
prevalensinya.

I.2.Tujuan

I.2.1. Tujuan Umum

Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien DHF dan

keluarganya.

I.2.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan siklus keluarga)

keluarga pasien DHF.

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah kesehatan pada

pasien DHF dan keluarganya.

c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien DM dan keluarganya.

I.3. Manfaat Kegiatan

I.3.1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta

penatalaksanaan kasus DHF dengan pendekatan kedokteran keluarga.

I.3.2. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap memberikan

penatalaksanaan kepada pasien DHF dilakukan secara holistik dan komprehensif

serta mempertimbangkan aspek keluarga dalam proses kesembuhan.

I.3.3. Bagi Pasien dan Keluarga

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa keluarga juga

memiliki peranan yang cukup penting dalam kesembuhan pasien DHF.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kedokteran Keluarga


Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang

memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter

terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien

juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter

yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat

kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi

sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif

mengunjungi penderita atau keluarganya.7


Kriteria pelayanan kesehatan yang harus terpenuhi untuk mewujudkan keadaan sehat

diantaranya adalah tersedianya pelayanan kesehatan (available), tercapai (accesible),

terjangkau (afordable), berkesinambungan (continue), menyeluruh (comprehensive), terpadu

(integrated), dan bermutu (quality). Pengertian pelayanan kesehatan disini mencakup bidang

yang sangat luas. Secara umum dapat diartikan sebagai setiap upaya yang diselenggarakan

secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan

memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.7


Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu pengetahuan

klinik yang diimplementasikan pada komunitas keluarga. Dalam memberikan pelayanan,

idealnya setiap dokter dan khususnya dokter keluarga, menerapkan ilmu ini.

Kedokteran keluarga memiliki kekhususan yaitu : 7

3
1. Komprehensif dalam ilmu kedokteran, dalam arti tidak membatasi disiplin ilmu

kedokteran tertentu.
2. Komprehensif dalam pelayanan kesehatan.
3. Sasarannya adalah individu yang bermasalah atau yang sakit, namun di samping

menganalisis fungsi organ tubuh secara menyeluruh, juga fungsi keluarga.


4. Disusun secara komunal, sehingga setiap dokter dapat memanfaatkan sesuai

kebutuhan.
5. Bersifat universal terhadap manusia dan lingkungan.

Karakteristik Kedokteran Keluarga : 7


a. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai

anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.


b. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian

kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan

keluhan yang disampaikan.


c. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan

seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati.


d. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha

memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.


e. Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan

bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga ialah terwujudnya keadaan sehat bagi

setiap anggota keluarga, sedangkan tujuan khusus : 7

1. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih

efektif.

2. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih

efisien.
Manfaat Kedokteran Keluarga : 7
1. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya,

bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.

4
2. Dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin

kesinambungan pelayanan kesehatan.


3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan

terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.


4. Dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga

penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah

lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan maka segala

keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan kesehatan ataupun

keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah

kesehatan yang sedang dihadapi.


6. Dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit,

termasuk faktor sosial dan psikologis.


7. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang lebih

sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya

kesehatan.
8. Dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang

memberatkan biaya kesehatan.

Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika

disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam : 7


1. Kegiatan yang dilaksanakan
Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat

pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh cmc (comprehensive medical

services). Karakteristik cmc :


a. Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan

kedokteran yang dikenal di masyarakat.

5
b. Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun

terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan

berkesinambungan (continu).
c. Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak

memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang

disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya.


d. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu

sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu

sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik).


2. Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit.

Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan

kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh

masalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan

pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap

anggota keluarga.
Batasan pelayanan kedokteran keluarga ada banyak macamnya. Dua

diantaranya yang dipandang cukup penting adalah: 7


a. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang

menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga

sebagai satu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap

pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis

kelamin, tidak juga oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu

saja.
b. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas

yang bertitik tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari

berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu

6
kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kendungan, ilmu bedah serta

ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan membentuk satu

kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi

dan ilmu-ilmu klinik, dan karenanya mampu mempersiapkan setiap

dokter agar mempunyai peranan unik dalam menyelenggarakan

penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan

konseling serta dapat bertindak sebagai dokter pribadi yang

mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan.


Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak

macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :


1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
ada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter

keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang

menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan

pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan

rawat inap di rumah sakit.Semua pasien yang membutuhkan

pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter

keluarga.Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat

inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.


2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan

perawatan pasien dirumah.


Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter

keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan

dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya

dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses

dengan rumah sakit.

7
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan

perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah

sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter

keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan

perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di rumah

sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter

keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit

terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada

dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.


II.1.2. Diagnosis Holistik

-Salah satu standar dalam praktik pelayanan kedokteran keluarga


-Melihat individu sebagai bagian dari komunitasnya (keluarga, tempat kerja,

budaya, negara)
-Memahami bahwa pasien merupakan seorang makhluk yang utuh yang terdiri

dari fisik, psikis dan jiwa (body, mind and spirit).

II.1.2.1. Diagnosis
Kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar dan penyebab

penyakit atau luka dari keluhan, riwayat penyakit pasien dan hasil pemeriksaan

penunjang.
II.1.2.2. Holistik

- Memandang manusia sebagai makhluk biopsikososial pada ekosistemnya


- Sebagai makhluk biologis manusia merupakan sistem organ yang terbentuk

dari jaringan serta sel-sel yang kompleks fungsinya


-Manusia terdiri dari komponen organ, nutrisi, kejiwaan dan perilaku.

Diagnostik holistik merupakan proses diagnosis secara sistematis, dengan

kerangka kerja yang memperhitungkan aspek keluhan, diagnosis klinis, masalah

8
perilaku, pemicu yang ada dalam keluarga dan kehidupan sosialnya. Kegiatan

untuk mengindentifikasi dan menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease),

luka (injury) serta kegawatan yang diperoleh dari keluhan, riwayat penyakit

pasien, pemeriksaan, hasil pemeriksaan penunjang dan risiko internal dan

eksternal dalam kehidupan pasien dan keluarganya.


II.1.2.3. ASPEK DALAM DIAGNOSIS HOLISTIK

- Aspek Personal: alasan kedatangan, harapan, kekhawatiran dan persepsi pasien


- Aspek Klinis: Masalah medis, diagnosis kerja berdasarkan gejala dan tanda
- Aspek risiko internal : seperti pengaruh genetik, gaya hidup, kepribadian, usia,

gender
- Aspek risiko eksternal dan psikososial: berasal dari lingkungan (keluarga, tempat

kerja, tetangga, budaya)


- Derajat Fungsional: Kualitas Hidup Pasien . Penilaian dengan skor 1 5,

berdasarkan disabiltas dari pasien

1. Aspek Personal

- Keluhan utama (reason of encounter) /simptom/ sindrom klinis yang

ditampilkan
- Apa yang diharapkan pasien atau keluarganya
- Apa yang dikhawatirkan pasien atau keluarganya

2. Aspek Klinis

- Diagnosis klinis biologis, psikologis, intelektual, nutrisi, sertakan derajat

keparahan
- Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan diagnosis kerja/

diagnosis banding
- Diagnosis berdasarkan ICD 10, dan ICPC-2

3. Aspek Risiko Internal

9
- Perilaku individu dan gaya hidup (life style) pasien, kebiasaan yang

menunjang terjadinya penyakit, atau beratnya penyakit


- kebiasaan merokok
- kebiasaan jajan, kebiasaan makan
- kebiasaan individu mengisi waktu dengan perihal yang negatif
- (dietary habits;tinggi lemak, tinggi kalori)

4. Aspek Risiko Eksternal dan Psikososial

- Pemicu biopsikososial keluarga dan lingkungan dalam kehidupan pasien

hingga mengalami penyakit seperti yang ditemukan


- Dukungan keluarga (family support)
- Tidak ada bantuan/perhatian/ perawatan/ suami & istri, anak, menantu, cucu

atau pelaku rawat lainnya


- Perilaku makan keluarga (tak masak sendiri), menu keluarga yang tak sesuai

kebutuhan
- Perilaku tidak menabung / perilaku konsumtif
- Tidak adanya perencanaan keluarga (tak ada pendidikan anak , tak ada

pengarahan pengembangan karier, tak ada pembatasan jumlah anak)


- Masalah perilaku keluarga yang tidak sehat
- Masalah ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap penyakit/masalah

kesehatan yang ada


- Akses pada pelayanan kesehatan yang mempengaruhi penyakit

(jarak/transportasi/asuransi)
- Pemicu dari lingkungan fisik (debu, asap rokok)
- Masalah bangunan dan kepadatan pemukiman yang mempengaruhi

penyakit/masalah kesehatan yang ada

II.2. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan

10
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia.Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.[1]

II.2.1. Vektor
Virus dengue ditularkan melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara
lain Aedes aegypti dan Aedes albopictus).(2) Nyamuk berasal dari family Stegomyia.
Nyamuk ini terutama terdapat di daerah tropis dan subtropis. (6) Aedes aegypti yang
menggigit pada pagi hingga sore hari adalah vektor utama virus.Nyamuk
berkembang biak di tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan
dengan tanah. Virus dengue juga ditemukan pada nyamuk Aedes albopictus yang
berkembang biak dia air yang terperangkap diantara tumbuhan. (2)Karena suhu
rendah nyamuk tidak dapat hidup pada ketinggian diatas 1000 meter. Telur dapat
bertahan selama berbulan-bulan tanpa adanya air.Larva tumbuh di air yang
disimpan untuk minum, mandi, atau air hujan yang ditampung di dalam bak.
Nyamuk betina tumbuh menjadi dewasa di dalam ruangan tertutup. (6)Sekali
terinfeksi virus, nyamuk akan terinfeksi selamanya dan menularkan virus jika
menggigit manusia. Nyamuk betina juga menularkan virus kepada anaknya melalui
penularan transovarium.(2)

II.2.2. Cara Penularan


Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini,

11
namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali
kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina
dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya
dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan
virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul.[1]

II.2.3. Epidemiologi
Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal
abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia
Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan
Amerika tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke
daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun,
sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.(5)

Gambar 2.1. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.(7)


Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti.Merah : area infestasi Aedes
aegyptidan epidemic dengue

12
Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa,
Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus
dengue. Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis
dan berada di daerah ekuator dimana Aedes aegypti berkembang biak baik di
daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini dengue merupakan penyebab
rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak.(6)
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan
beberapa serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun.
DHF/DSS paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada
umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada dua kelompok
penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b. bayi
yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi penyakit biasanya
meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu survival
nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.(2)
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia
dan Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan
laporan Case Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang
bertempat tinggal di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007
(kasus tertinggi diantara semua negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan
berasal dari Jakarta dan Jawa Barat dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.(4)
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi
yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk
yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.[1]
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor
antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus
dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan
Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi
peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi

13
di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence
rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C)
dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk
jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di
setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap
tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,
meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei
setiap tahun.[1]

II.2.4. Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein.
Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan
baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan
rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.[2]
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan
masalah yang kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD
adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau
hipotesis immune enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung
bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi
yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu

14
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.[2]
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan
berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh
karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.[2]
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang
lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan
untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh
data epidemiologis dan laboratoris.[2]

15
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody response
Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler Ht
> 30% pada Perembesan plasma Natrium
kasus syok 24-48 jam
Hipovolemia Cairan dalam rongga
serosa
Syok
Anoksia Asidosis
Meninggal
Bagan 2.2. Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi


selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah
(gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi
pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.[2]

16
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody
Kompleks virus antibody

Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen

Penghancuran Pengeluaran Aktivasi faktor Hageman


trombosit oleh RES platelet faktor III
Anafilatoksin
Trombositopenia Koagulopati Sistem kinin
konsumtif
Gangguan Kinin Peningkatan
fungsi trombosit penurunan faktor permeabilitas
pembekuan kapiler
FDP meningkat
Perdarahan massif syok

Bagan 2.3. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.[1]

Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

17
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus
dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam
Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom
Syok Dengue (SSD).[1]

Bagan 2.4.
Spectrum Klinis Infeksi Virus Dengue[2]

Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam tidak spesifik Demam dengue

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)


(SSD)

II.2.5. Gejala Klinis


Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-
kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri
otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk
makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang
tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama
di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil
pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni.
Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa.
Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan
perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan

18
dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai
kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang
dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.

a. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan perembesan
plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan
peningkatan hematokrit.[2]
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot,
tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri
menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan
batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah
tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.[2]
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada
bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah
ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal
dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran
cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi
dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran
hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih
sering ditemukan pada penderita dengan syok.[2]
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang
bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat
mengalami syok.[2]
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi:[2]

19
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya
bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, atau purpura
o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
o Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
o Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:


Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet.
Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain.
Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.[2]Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada gambar 4

20
Gambar 2.5. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO, 1997)

b. Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan
pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <100.000/l biasa ditemukan pada hari ke-3
sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul
dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit
atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat
kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi
tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan
antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.
Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan
pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama

21
sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya
penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral. [1]

c. Sindrom Syok Dengue (SSD)


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke-3
sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian
jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan
pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan
diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan
segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok
dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis.
Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang
ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda
prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.[1]
Penyulit SSD: penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis)
dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim
seperti ensefalopati dan gagal hati.[1]

d. Diagnosis Serologis
Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi
virus dengue, yaitu:[2]
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai gold s
tandard. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi.
b. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk studi
sero-epidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau
titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai

22
presumptif positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(recent dengue infection).
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)
Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur
pemeriksaan, juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja.
3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)
Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue.Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test
(PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat antibodi
nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi
tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8
tahun).Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai
secara rutin.
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)
Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa
adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan
IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a.Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti
dengan timbulnya IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c.Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai
negatif.
e.Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3
bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula
dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan
kasus.
f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan
kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesivisitas yang sama
dengan uji HI.

5. IgG Elisa

23
Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang
untuk uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG,
IgM Elisa, IgG Elisa.[1]
Pada infeksi primer dan skunder dengue, antidengue immunoglobulin
(Ig) M antibodi muncul.IgM menghilang setelah 6-12 minggu, dapat digunakan
untuk memperkirakan waktu infeksi dengue.Pada infeksi primer dengue yang
kedua, kebanyakan antibodi berasal dari IgG. Diagnosi serologis tergantung
kepada peningkatan empat kali atau lebih titer IgG antibody pada serum yang
dilihat pada hemagglutination inhibition, complement fixation, enzyme
immunoassay, or neutralization test.Immunoglobulin IgM- and IgG-capture
enzyme immunoassays sekarang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi
fase akut antibodi pada serum pasien dengan infeksi dengue primer atau skunder.
Sebaikanya sampel dikumpulkan setelah hari ke 5 dan sebelum minggu ke 6
setelah onset.(9)

Gambar 2.6. Respon Imun Pada Infeksi Dengue


Sangat sulit untuk menentukan tipe virus hanya dengan metode serologis, terutama jika
sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dari kelompok arbovirus. Virus dapat diperoleh dari
serum fase akut dan diinokulasi pada kultur jaringan atau nyamuk hidup. RNA virus dapat
dideteksi pada darah atau jaringan melalui DNA yang diamplifikasi melalui PCR.(10)

Diagnosis Banding[3]

24
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau
infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza.
Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie
dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya
sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat,
demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi
dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia. pada pemeriksaan darah
ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan
perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda
perembesan plasma.[1]

Penatalaksanaan

25
1. Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi <39C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu
turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBDterdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapatterjadi pada DD tanpa disertai gejala
syok. Oleh karena itu, orang tua ataupasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air
besar hitam, atauterdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,apalagi
bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tandakegawatan, sehingga harus segera
dibawa segera ke rumah sakit.. Pada pasien yang tidak mengalamikomplikasi setelah suhu turun
2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.Tatalaksana DD tertera pada Bagan 1 (Tatalaksana
tersangka DBD).[1]

2. Demam Berdarah Dengue


Ketentuan Umum
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan
hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis
hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak
pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence)

26
yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis
disertai pemantauan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar
hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah
trombosit sampai <100.000/l atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb)
terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan
hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk
pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada
kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit
<50.000/l. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit
kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.[4]

Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik
dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka
cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.[4]

Tabel 2.7.
Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur
Umur (tahun) Parasetamol (tiap kali pemberian)
dosis (mg) Tablet (1 tab = 500 mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1
>12 500-1000 1-2

Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,anoreksia
danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, airteh manis, sirup, susu, serta

27
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasianak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
berikutnya. Bayiyang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit.
Bilaterjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selamademam. [4]
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.Periode kritis
adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya harike 3-5 fase demam. Pemeriksaan
kadar hematokrit berkala merupakanpemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan
hasil pemberiancairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedomankebutuhan
cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelumdijumpai perubahan tekanan
darah dantekanan nadi. Hematokrit harusdiperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga
sampai suhu normal kembali.Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobindapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.[1]
Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkandengan
menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.[1]

Penggantian Volume Plasma


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan
suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Walaupundemikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksanadanberhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,sedangkan
pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya
harus selalu disesuaikan dengan tandavital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin.
Penggantian volume cairanharus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma.
Secaraumum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah5-8%.[1]
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) terus menerus muntah, tidakmau minum, demam
tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlahcairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dankehilanganelektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.
Bilaterdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravenabolus perlahan-
lahan.[1]

28
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairanyang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yangdiperlukan sesuai cairan
untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai
8%), seperti tertera pada tabel 2dibawah ini.[1]

Tabel 2.8.
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5-8%)
Berat Badan Waktu Masuk RS Jumlah cairan
(kg) ml/kg berat badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umurdanberat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai denganderajat hemokonsentrasi. Pada anak
gemuk, kebutuhan cairan disesuaikandengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.
Kebutuhan cairanrumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut.[1]
Tabel 2.9.
Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10-20 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg)
>20 1500 + 20 x kg (di atas 20 kg)

Misalnya untuk berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20) =1900 ml.
Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan
(perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti
harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui dari
pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah
plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase
penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler.
Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan distres
pernafasan[1]

29
Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit
(20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau
kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.[1]

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)


Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh


larutan yang mengandung dekstran)

Koloid
Dekstran 40
Plasma
Albumin

3. Sindrom Syok Dengue


Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatanyang utama
yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma.Pasien anak akan cepat mengalami
syok dansembuh kembali bila diobatisegera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak
terukurdantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20ml/kg BB/jam
seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB.[1]

Penggantian Volume Plasma Segera


Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat >20 ml/kg BB. Tetesandiberikan
secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badanlebih, diberi cairan sesuai

30
berat BB ideal danumur 10 ml/kg BB/jam, bila tidakada perbaikan pemberian cairan kristoloid
ditambah cairan koloid. Apabila syokbelum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid
dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi
cairankoloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberiankoloid tidak
melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,sebaiknya tidak diberikan pada
saat perdarahan. Setelah pemberian cairanresusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap
sedangkan kadarhematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkanpemberian
transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi,maka berikan darah dalam volume
kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis
membaik, tetesan infusdikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit.[1]

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma


Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar
hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dan kemudian
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP
yang ada kadangkala padapasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.[1]
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun,dibandingkan nilai Ht
sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebihmerupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi
membaik. Pada umumnya,cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila
cairantetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsiplasma dari
ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokritsetelah pemberian cairan rumatan),
maka akan menyebabkan hipervolemiadengan akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan
hematokrit pada saatreabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,
tetapidisebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresiscukup, tanda
vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.[1]

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis
gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak
dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.[1]

31
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan
koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan
tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.[1]

Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada
anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.[1]

Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui
perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan
hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan
cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah
dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan
perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu
tromboplastin parsial, waktu protombin, danfibrinogen degradation products harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID.
Pemeriksaanhematologis tersebut juga menentukan prognosis.[1]

Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secarateratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan padamonitoring adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

32
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volumeintravaskuler
telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belumcukup 1 ml/kg/BB, sedang
jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuatdengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
jumlahdiuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabiladiuresis tetap
belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksidengan baik, maka pemberian
dopamin perlu dipertimbangkan.[1]

Kriteria Memulangkan Pasien :(6)


Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1.Tampak perbaikan secara klinis
2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis
DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian,
yaitu:[2]
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II
tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)

33
Bagan 2.10. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]

Tersangka
Tersangka DBD
DBD
Demam tinggi, mendadak
terus menerus <7 hari
tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,
badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


Tanda syok Periksa uji torniquet
Muntah terus menerus
Kejang Uji torniquet (+) Uji torniquet (-)
Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)
Muntah darah
Berak darah
Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan
<100.000/l >100.000/l Parasetamol
Kontrol tiap hari
Tatalaksana sampai demam hilang
disesuaikan,
(Lihat bagan 3,4,5)
Rawat Inap
(lihat bagan 3)
Rawat Jalan Nilai tanda klinis &
Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht
Parasetamol bila masih demam
Kontrol tiap hari hari sakit ke-3
sampai demam turun
periksa Hb, Ht, trombosit tiap

34
kali

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok:
gelisah, lemah, kaki/tangan
dingin, sakit perut, BAB hitam,
BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik


Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit


Bagan 2.11. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II
tanpa peningkatan hematokrit[2]

DBD derajat
DBD I atau
derajat II tanpa
I atau peningkatan
II tanpa hematokrit
peningkatan hematokrit
Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerus
Atau 1 sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman; air putih, teh manis,
Sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:
Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)
Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombosit
Tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari
Ukur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun
Awasi perdarahan
Periksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

35
Infus ganti RL
Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)


Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit >50.000/l
Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Bagan 2.12.. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan


hematokrit >20%[2]

DBD derajat
DBD I atau
derajat II dengan
I atau peningkatan
II dengan hematokrit
peningkatan >20%
hematokrit >20%
Cairan awal
RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5
6-7 ml/kgBB/jam
Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan


Tidak gelisah Gelisah
Nadi kuat Distress pernafasan
Tek.darah stabil Frek.nadi naik
Diuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik
(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20 mmHg
Ht turun Diuresis </tidak ada
(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

Perbaikan
Sesuaikan tetesan

36
Distress pernafasan Ht turun 3
ml/kgBB/jam Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
IVFD stop setelah 24-48 jam
Apabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar
diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
Indikasi Transfusi pd
Anak
- Syok yang belum teratasi
Perbaikan - Perdarahan masif

Bagan 2.13. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD)[6,2]

DBD
DBD derajat
derajat III &IIIIV& IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit


2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 15 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi


Kesadaran membaik Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma
Tanda perdarahan Dekstran/FFP
Diuresis
37
Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi
Ht stabil dalam 2x Syok teratasi
Pemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar


10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB
dapat diulang sesuai
Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan
setelah syok teratasi

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan penunjang.
Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor,
penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.[3]

Kegiatan pokok
1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita
Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas dilaporkan
secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II. Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara
rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis, pengobatan dan sistem rujukan
yang berlaku.[3]
2. Pemberantasan vektor
Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan,
pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk mencegah
gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam rumah dan
memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi dan memakai
penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan obat yang dibeli di toko seperti
mortein, baygon, raid, hit dll.[3]
Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat umum
secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan dan
pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi keluarga dan

38
pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus sehingga rumah dan
tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras bak
mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur sekurang-kurangnya seminggu
sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban bekas, tempurung,
dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air pada vas bunga dan tempat minum
burung, mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau talang, menutup lubang pohon
atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur pada perangkap semut, dan pendidikan
kesehatan masyarakat.[3]
Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan endemis
tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di dalam dan di
sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau fenitrotion) dalam solar
dengan dosis 438 ml/Ha.[3]

3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi


Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik berkala oleh
petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah sakit/puskesmas/praktik
dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan adalah leaflet, flip chart, slides, dll.[3]
Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita,
pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan organisasi
sosial kemasyarakatan lainnya. [3]
Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target masing-
masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan pemberantasan
sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran
pelaksanaan kegiatan program.[3]

Kegiatan penunjang
Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga melalui
pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku petunjuk, publikasi dll.
Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik, kader, dan
tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas sanitasi puskesmas,
dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana pemberantasan DBD Dinas
Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja di berbagai tingkat mulai dari
puskesmas sampai tingkat pusat.[3]

39
PROGNOSIS
Prognosis dengue tergantung kepada adanya antibodi yang didapat secara pasif atau
didapat yang meningkatkan kecenderungan terjadinya demam berdarah dengue. Pada DBD
kematian terjadi pada 4050% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif, kematian
dapat diturunkan hingga < 1%. Kemampuan bertahan berhubungan dengan terapi suportif
awal.Kadang-kadang terdapat sisa kerusakan otak yang diakibatkan oleh syok berkepanjangan
atau terjadi pendarahan intracranial.

40
BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

III.1. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA


1. Identitas Pasien

1.) Nama :Tn. G


2.) Umur : 44 Tahun
3.) Jenis kelamin : Laki-laki
4.) Status perkawinan :Menikah
5.) Agama : Islam
6.) Suku bangsa : Jawa
7.) Pendidikan : SD
8.) Pekerjaan : Buruh Tani
9.) Alamat lengkap : Dusun Paingan RT 004/ RW 002 Kelurahan Kleteran

Kecamatan Grabag Magelang Jawa Tengah.

2. Identitas Kepala Keluarga

1.) Nama : Tn. G


2.) Umur : 44 Tahun
3.) Jenis kelamin : Laki-laki
4.) Status perkawinan : Menikah
5.) Agama : Islam
6.) Suku bangsa : Jawa
7.) Pendidikan : SD
8.) Pekerjaan : Buruh Tani
9.) Alamat lengkap : Dusun Paingan RT 004/ RW 002 Kelurahan Kleteran

Kecamatan Grabag, Magelang, Jawa Tengah.

III.2. Karakteristik Kedatangan Pasien ke Puskesmas Grabag 1

Penderita datang pertama kali pada 17 Januari 2015. Penderita datang dengan keluhan

demam yang dirasakan sudah 3 hari yang lalu. Demam dirasakan saat pagi hari lalu timbul

lagi saat sore hari (naik turun). Pasien membeli obat di warung dan merasakan demamnya

41
turun, namun setengah jam kemudian demam kembali. Keluhan dirasakan makin

memberat dan pasien memutuskan untuk berobat ke puskesmas Grabag 1.


III.3. Karakteristik Demografis Keluarga
Alamat pasien di Dusun Paingan RT 004/ RW 002 Kelurahan Kleteran Kecamatan

Grabag Magelang, Jawa Tengah. Daerah tempat tinggal pasien merupakan daerah dingin

di bawah kaki gunung. Di sebelah kanan halaman rumah pasien terdapat perkebunan

singkong, kacang-kacangan, dan pohon rambutan. Depan rumah pasien terdapat kandang

ayam dan bebek, disekeliling rumah pasien di kelilingi oleh saluran air. Pasien tinggal

bersama istri dan kedua anaknya.


III.4. Profil Keluarga
Tabel 3.1.Daftar Anggota Keluarga Serumah

Hubungan Status Keteterangan


Umur
No Nama Pendidikan Pekerjaan
(Tahun)
Keluarga Perkawinan Kesehatan
Buruh
1. Giman 44 SD Suami Kawin Sakit
Tani
Ibu

2. Suliyah 41 SD rumah Istri Kawin Sehat

tangga
Miftakul Buruh Belum
3 17 SD Anak Sehat
Rohman Tani Menikah
Zaki Belum Belum Belum
4 9 Anak Sehat
Azkazain tamat SD Bekerja Menikah
Sumber : data primer hasil wawancara dengan penderita

42
Gambar 3.2.Genogram Keluarga
Keterangan :
1. Ayah Mertua : sudah meninggal
2. Ibu Mertua : sudah meninggal
3. Ayah Penderita : sudah meninggal
4. Ibu Penderita : sudah meninggal
5. Penderita (Suami) : demam berdarah dengue (sakit)
6. Istri penderita : sehat
7. Anak Pertama Penderita : sehat
8. Anak Kedua Penderita : sehat

III.5. Resume Penyakit Dan Penatalaksanaan Yang Sudah Dilakukan


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 19 Januari 2015 pukul

15.00 WIB di rumah pasien.

1. Keluhan Utama :
Demam
2. Keluhan Tambahan:
Lemas, mual, muntah, pusing kepala, nafsu makan berkurang.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:

Penderita datang dengan keluhan demam yang dirasakan sudah 3 hari yang lalu.

Demam dirasakan saat pagi hari lalu timbul lagi saat sore hari (naik turun). Pasien

membeli obat di warung dan merasakan demamnya turun, namun setengah jam kemudian

demam kembali. Keluhan dirasakan makin memberat dan pasien memutuskan untuk

berobat ke puskesmas Grabag 1. .Selain itu pasien merasakan mual dan muntah, pasien

43
mengeluhkan sudah 2 kali muntah berisi makanan disertai rasa mual. Badan terasa lemas

dan pusing kepala sejak sehari yang lalu. Nafsu makan pasien pun agak menurun

semenjak demam. Belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAK pasien lancar.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat sakit yang serupa : disangkal


- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat rawat inap : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga:


- Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit darah tinggi
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kencing manis
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita alergi
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular seksual
6. Riwayat Kebiasaan : Setiap pagi hari pasien pergi ke sawah untuk bekerja dengan

menggunakan kaus lengan pendek dan celana pendek, topi tani, serta jarang

menggunakan alas kaki. jalur yang ditempuh pasien lumayan jauh dan melewati

banyak perkebunan singkong dan sayuran lainnya.


7. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital
Tensi : 120/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 38,4 C (per axilla)
BB : 50 kg
TB : 162 cm
BMI : 19,05 (Normoweight)

Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
Mata cekung -/-

44
Telinga: Normotia, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), mukosa lembab (-), sianosis (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks :

1) Cor
a) Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
b) Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat
c) Perkusi : Dalam batas normal
d) Auskultasi : BJ I-II Normal, murmur (-), gallop (-),
2) Pulmo
a) Inspeksi :Normochest, Gerak dinding dada simetris saat

statis dan dinamis


b) Palpasi : Fremitus kanan = kiri
c) Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

Abdomen

1) Inspeksi : Datar
2) Palpasi : Supel, hepar / lien tidak teraba membesar, nyeri tekan

abdomen (-), turgor baik


3) Perkusi : Timpani
4) Auskultasi : Bising usus (+) normal

9. Pemeriksaan Lab
- Hb : 15,3 gr% ( 12 - 16 gr/dl )

- Ht : 47,9 % ( 38 47 %)

- LED : 50 mm/jam ( 0 - 20 mm/jam)

- Leukosit : 5700 /l ( 4.500 - 10.700/l )

- Diff. count :

Lymfosit : 31,8 %

Monosit : 14,0 %

45
Granulosit : 54,2 %

- Trombosit : 100.000 /l (150.000-400.000/l )

11.
13. Diagnosis Kerja
DBD grade I
12. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
a. Tirah Baring
b. Banyak asupan cairan : air putih, jus buah atau susu (minimal 1-2 liter per hari)
c. Diet makan makanan lunak
d. Penjelasan pasien dan keluarga pasien tentang penyakit demam berdarah
2. Medikamentosa

a. Infus RL 10 tpm
b. Cotrimoxazol 3 x 500 mg
c. Ranitidin 2 x 1 amp
d. Paracetamol 3 x 500 mg
e. B-complex : 3x1 tab
3. Monitoring
a. Monitoring keadaan umum : demam
b. Monitoring vital sign : tekanan darah, nadi, respirasi, suhu
c. Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit setiap 6 jam
d. Monitoring tanda-tanda syok
4. Edukasi
a. Menggalakan 3M (Menutup, Menguras, Mengubur)
b. Saat tidur disarankan menggunakan kelambu
c. Untuk menjaga daya tahan tubuh pasien diedukasi untuk makan dan minum teratur.
d. Pasien diberitahu untuk istirahat cukup
e. Keluarga pasien diedukasi untuk waspada bila ada tanda syok dan perdarahan.

13. Saran Pemeriksaan Penunjang :


- Pemeriksaan darah lengkap : hemoglobin, hematokrit dan trombosit

14. Hasil Penatalaksanaan Medis

- Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke rumah pasien pada tanggal 19 Januari

2015, pasien merasa keluhan demam pasien sudah membaik.


- Faktor pendukung : Kesadaran pasien untuk sembuh, minum obat teratur,

peran keluarga untuk mengingatkan makan teratur, minum obat dan istirahat

cukup.

46
- Faktor penghambat : hubungan seksual yang rutin, suami yang belum

memeriksakan diri untuk deteksi IMS dan mencari sumber penularan.


- Indikator keberhasilan : Pasien dan keluarga pasien mengetahui tentang penyakit

menular dan kesadaran untuk memeriksa kondisi kesehatannya secara rutin.

III.7. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga


a. Fungsi Psikologis

Pasien tinggal bersama istrinya dan kedua orang anaknya. Hubungan antara penderita

dengan istri dan kedua orang anaknya baik. Dalam menghadapi masalah di keluarga

baik masalah internal maupun eksternal, keluarga ini biasanya membicarakannya

terlebih dahulu bersama keluarga dan keputusan akhir adalah kepala keluarga hasil

dari musyawarah antar anggota keluarga. Waktu berkumpul dengan istri dan anak-anak

minimal seminggu 2 kali dan digunakan untuk menonton tv atau makan bersama di

rumah.

b. Fungsi Biologis
Pasien tinggal bersama seorang istrinya, dan mereka hidup rukun bersama dan sudah

dikaruniai dua orang anak. Dalam keluarga pasangan tersebut dalam keadaan yang

baik dan tidak ada gangguan dalam fungsi biologis.

c. Fungsi Ekonomi

Sumber penghasilan dari keluarga pasien didapatkan dari hasil kerja suami sebagai

buruh tani dengan penghasilan rata-rata sebulan Rp. 450.000 per bulan (tidak tentu).

Penghasilan tersebut dipakai untuk memenuhi kebutuhan primer (makan, minum,

sandang, papan), dan sekolah anak yang tercukupi dengan baik. Serta kebutuhan

sekunder (ibadah, alat elektronik) sudah tercukupi dengan baik.


d. Fungsi Pendidikan

47
Pendidikan terkhir pasien adalah SD, sama dengan suaminya pendidikan terakhir istri

pasien adalah SD.

e. Fungsi Religius

Pasien adalah seorang muslim yang taat beragama, selalu menjalankan ibadah sholat

lima waktu. Keluarganya aktif mengikuti kegiatan pendalaman agama dalam majelis

talim di mushala dekat rumahnya setiap minggunya.

f. Fungsi Sosial Budaya

Pasien sebagai orang tua selalu memberikan pembekalan agama kepada anak- anaknya

sebagai bekal sebelum masuk ke masyarakat dan diberi kebebasan untuk

bersosialisasi. Kedudukan keluarga di tengah lingkungan sosial adalah warga biasa.


III.8. Pola Konsumsi Makan Pasien

Frekuensi makan ratarata pasien setiap harinya 3x sehari dengan variasi makanan

sebagai berikut: nasi, lauk (ikan, tempe, tahu, telur), sayur (bayam, kangkung, dan sayuran

lainnya). Pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan tiap hari.

III.9. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keluarga


1. Faktor Perilaku

Pasien bekerja seharian di sawah, hanya menggunakan kaus lengan pendek, celana

pendek dan topi tani pergi kesawah setiap hari melewati banyak perkebunan dan

saluran air disekitarnya yang cenderung kurang bersih, saat malam hari tidur pun

pasien tidak menggunakan kelambu atau lotion untuk menghindari gigitan nyamuk.

Bila terdapat anggota keluarga yang sakit maka langsung dibawa ke bidan atau

puskesmas terdekat. Untuk pembiayaan kesehatan pasien menggunakan BPJS.

Pemanfaatan waktu luang dilakukan dengan berkunjung ke rumah tetangganya dan

kegiatan lainnya seperti mengaji atau kerja bakti dalam lingkungan rumah.

48
2. Faktor Non Perilaku

Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup dekat seperti puskesmas. Hal ini

cukup berpengaruh terhadap kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan jika ada

anggota keluarga yang sakit. Jarak rumah ke Puskesmas Grabag 1 kurang lebih 3 km.

Tidak ada keterbatasan sarana untuk pergi berobat, pasien biasa naik ojek motor atau

kendaraan umum untuk sampai ke Puskesmas Grabag 1.


III.10.Identifikasi Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di rumah milik sendiri yang terletak di daerah

pemukiman,bentuk bangunan 1 lantai dan tinggal bersama istri dan kedua orang

anaknya. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 dapur,1 kamar

mandi+WC, dan 1 ruang tamu. Lantai rumah hanya di plester,dinding tembok dari

bata, atap dari genteng.Ventilasi dan penerangan disetiap ruangan cukup, terdapat

jendela di ruang tamu dan ruang tidur. Tidak ada bantuan untuk ventilasi di dalam

rumah seperti kipas angin. Kebersihan dalam rumah baik dengan tata ruangan yang

rapi namun diluar rumah agak kotor karena masih terlihat tumpukan sampah, pipa-

pipa bekas dan ban bekas yang tergenangi oleh air. Listrik 350 watt, sumber air bersih

untuk keperluan sehari-hari dari sumber air gunung, dan juga untuk air minum

didapat dari air pegunungan yang dimasak. Fasilitas MCK dengan model kakus, bak

mandi kadang kadang dikuras. Jarak antara septic tank dengan sumber air minum

lebih dari 10 meter. Kebersihan dapur cukup baik, pembuangan air limbah ke selokan

dan aliran lancar. Di dalam rumah terdapat tempat sampah yang tertutup. Jalan di

depan rumah terbuat dari plester semen. Di depan rumah penderita terdapat pohon

rambutan. Di sekeliling rumah penderita juga banyak perkebunan singkong, kacang

49
dan sayuran. Jika hujan, akan terdapat genangan air yang banyak mengenang di

sekitar rumah penderita sehingga bisa menjadi sarang nyamuk

- Denah Rumah

6 7

5 4
Gambar 3.3.Denah Rumah
Keterangan
1. Teras
2. Ruang tamu dan ruang2 keluarga 3
3. Kamar tidur penderita dan istri
4. Kamar tidur anak pertama dan kedua
5. Ruang makan 1
6. Dapur
7. Kamar mandi

Peta Rumah Dicapai Dari Puskesmas

Dusun Kalikotes

Gambar 3.4. Peta Denah Rumah Pasien

III.11. Diagnostik Holistik


50
1. Aspek Personal

Alasan kedatangan :
Pasien datang berobat ke puskesmas karena pasien mengeluhkan demam sejak 3

hari yang lalu.


Harapan :
Pasien memiliki harapan untuk dapat sembuh dari penyakitnya dan tidak

mengalami keluhan seperti itu lagi nantinya.


Kekhawatiran :

Pasien khawatir akan kesehatan tubuhnya, jika ia terus mengalami keluhan seperti

saat ini.

2. Aspek Klinis
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

disimpulkan sebagai berikut :


- Diagnosis kerja : DHF grade I
- Diagnosis banding : Tifoid
3. Aspek Internal
Genetik :
Tidak terdapat faktor genetik dalam keluhan yang dialami pasien.
Pola makan :

Pola makan pasien sehari-hari belum memenuhi anjuran gizi seimbang.

Kebiasaan :
Pasien memiliki kebiasaan jarang menggunakan pakaian yang menutupi bagian

tangan atau kaki seluruhnya, jarang menggunakan alas kaki padahal pasien

melewati banyak daerah perkebunan dan saluran air yang tergenang. Sehingga

lebih mudah untuk serangga seperti nyamuk untuk menggigit. Saat tidur pun

pasien tidak pernah menggunakan kelambu. Kebersihan dari lingkungan rumah

pasien juga tidak terjaga. Jarang membersihkan halaman rumah.


Spiritual :

51
Pasien percaya bahwa penyakit yang dideritanya adalah ketentuan dari Allah

SWT dan menerimanya, pasien juga tidak lupa terus berdoa agar selalu diberikan

kesehatan dan kesembuhan.


4. Aspek Eksternal
Faktor pendukung kesehatan pasien berasal dari keluarga yaitu adanya dukungan

dari istri pasien yang tinggal serumah dengannya, dalam mengupayakan agar

pasien menjalani pengobatan secara tuntas dan teratur serta menjalankan perilaku

hidup yang bersih dan sehat.


Suami yang bekerja sebagai buruh tani, bekerja seharian dari pagi sampai

menjelang sore hari. Suami pasien menyangkal memiliki keluhan yang sama

namun sebelumnya dan belum pernah memeriksakan diri ke dokter.


Pasien memasak makanan sehari-hari di rumahnya namun menu makanan sehari-

hari belum memenuhi gizi seimbang.


Pasien mengatakan menyisakan sebagian penghasilannya sebagai tabungan.
Pasien memiliki jaminan kesehatan yaitu BPJS.
Pasien masih kurang dalam membiasakan diri untuk menjaga kesehatan

lingkungan rumah dengan membuang sampah pada tempatnya, memperbaiki

genangan air yang ada pada salurang pipa bekas dan ban bekas di sekitar

rumahnya. kebersihan diri pasien juga agak kurang dengan mandi 1 kali sehari

kadang juga tidak mandi dan jarang berganti pakaian.


Ketersediaan sumber air bersih dan WC yang sehat memadai.
Akses menuju sarana pelayanan kesehatan cukup terjangkau dan ditempuh

dengan menggunakan motor ojek atau kendaraan umum lainnya.


5. Derajat Fungsional
Menurut skala pasien termasuk derajat 1 dimana pasien mandiri dalam perawatan

diri dan mampu bekerja di dalam ataupun di luar rumah.

III. 12. Penatalaksanaan Komprehensif

f. Promotif

52
Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang Demam Berdarah Dengue dan bagaimana

cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah untuk mencegah penularan dari

vector penyakit kepada penderita.


g. Preventif
- Membersihkan lingkungan rumah seperti menguras bak mandi 2 kali seminggu,

membersihkan barang-barang yang tidak terpakai, mengindari dan menutup

genangan air yang bias menjadi sarang hidup dari vektor penyakit.
- Menjaga kebersihan diri dengan mandi setiap hari 2 kali sehari dan mengganti

pakaian minimal 2 kali sehari


- Menggunakan celana panjang semata kaki dan kaus yang menutupi seluruh

pergelangan tangan untuk menghindari bagian tubuh pasien tergigit oleh vektor.
- Tidur dengan menggunakan kelambu, atau menggunakan lotion untuk mengindari

gigitan.
h. Kuratif
a. Infus RL 10 tpm
b. Cotrimoxazol 3 x 500 mg
c. Ranitidin 2 x 1 amp
d. Paracetamol 3 x 500 mg
e. B-complex : 3x1 tab
i. Rehabilitatif

Tidak terdapat Lingkungan keterbatasan fungsional pada


Kebersihan lingkungan luar rumah
kurang terjaga
pasien ini Sampah tidak dibuang
ketempatnya

III.13. Diagram Realita yang Ada Pada

Genetik Pelayanan Kesehatan


(-) Derajat Pelayanan kesehatan
kesehatan terjangkau
Tn. G
DBD Keluarga

Perilaku
Pasien tidak menggunakan kelambu dan
lotion anti gigitan nyamuk saat tidur. 53
Pasien tidak menggunakan pakaian yang
menutupi seluruh tubuhnya, sehingga
mudah digigit oleh vektor.
Gambar 3.5. Diagram Realita yang Ada pada Keluarga

Analisis Masalah :
Pasien seorang Buruh tani. Biaya kehidupan sehari-hari didapat dari mata

pencahariannya sehari-hari sebagai buruh tani. Pasien tinggal di daerah

perkampungan, kondisi lingkungan sekitar rumah kurang terjaga dengan kondisi

sampah disekitar area rumah, genangan air pada barang-barang bekas yang ada di

sekitar halaman rumah. Pasien memeriksakan dirinya ke Puskesmas Grabag 1 pada

tanggal 17 Januari tahun 2015. Di ketahui bahwa diagnosa dari penyakitnya adalah

demam berdarah dengue derajat I. Dengan melihat perilaku pasien yang kurang

menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar menjadi salah satu penyebab

terjadinya penyakit ini. Untuk menanggulangi agar keluhannya tidak terus menerus

diperlukan suatu kedisiplinan dari pasien dan keluarganya dalam menjaga

kebersihan diri serta lingkungan sekitar dengan berprilaku hidup sehat.


1. Pasien

a. Pasien disarankan agar selalu menjaga kesehatannya dan datang ke puskesmas

bila sedang sakit.

b. Selain pasien anggota keluarga lain juga harus dapat mendukung dalam

penanggulangan keluhan yang diderita oleh Tn. G yaitu dengan mengingatkan

54
pasien untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang

sehat dan menjaga kebersihan diri serta lingkungan sekitar.


c. Menyarankan untuk menggunakan pakaian bekerja lengan panjang dan celana

panjang supaya terhindar dari gigitan nyamuk, atau menggunakan lotion anti

nyamuk pada saat tidur maupun beraktifitas.


d. Menyarankan agar saat pasien tidur menggunakan kelambu
e. Menyarankan pasien untuk melaksanakan 3M (Menguras, Menutup, dan

Mengubur )

III.14. Risiko, Permasalahan, dan Rencana Pembinaan Kesehatan Keluarga

Tabel 3.6. Masalah kesehatan dan rencana pembinaan

Risiko dan Masalah


No. Rencana pembinaan Sasaran
Kesehatan
1. Penyakit demam Memberikan edukasi mengenai Pasien dan

berdarah dengue pada penyakit demam berdarah dengue yang istri serta

pasien. meliputi:penyebab, faktor kedua

risiko,rencana pengobatan,komplikasi orang

dan pencegahan anaknya

2. Kebiasaan memakai Edukasi dan motivasi pasien tentang Pasien ,istri

kaus lengan pendek manfaat menggunakan celana panjang dan kedua

dan celana selutut saat dan pakaian lengan panjang saat anaknya

pergi ke sawah beraktivitas di ruangan terbuka, salah

satunya untuk menghindari gigitan

nyamuk.
3. Kebiasaan tidur tanpa Edukasi dan motivasi pasien tentang Pasien ,

kelambu, memakai manfaat menggunakan kelambu saat istri dan

lotion tidur yaitu dapat mencegah gigitan kedua anak

55
nyamuk pada malam hari
4. Kebiasaan jarang Edukasi tentang pentingnya menjaga Pasien, istri

membersihkan kebersihan lingkungan, seperti dan anak-

lingkungan sekitar membuang sampah pada tempatnya, anak.

rumah, dan penerapan mengubur barang bekas supaya tidak

3M. bisa dipakai sebagai tempat

berkembang biaknya vector.

III.15. Pembinaan Dan Hasil Kegiatan


Tabel 3.7. Pembinaan dan Hasil Kegiatan

Tanggal Kegiatan yang Keluarga yang Hasil kegiatan

dilakukan terlibat
20-01-2015 Edukasi mengenai Pasien dan istri Pasien dan istri

penyakit demam memahami

berdarah dengue yang penjelasan yang

meliputi penyebab diberikan.

,faktor risiko,rencana

pengobatan komplikasi

dan pencegahan.
20-01-2015 Edukasi keuntungan Pasien, istri dan Pasien, istri dan

memakai pakaian dan anak-anak anak-anak

celana panjang saat (khususnya memahami

beraktifitas suami) penjelasan yang

diberikan.
20-01-2015 Edukasi tentang Pasien, istri, dan Pasien , istri, dan

pentingnya pemakaian anak anak mengerti dan

kelambu saat tidur dan memahami

56
Tanggal Kegiatan yang Keluarga yang Hasil kegiatan

dilakukan terlibat
lotion anti gigitan penjelasan yang

nyamuk. diberikan
20-01-2015 Edukasi tentang Pasien ,istri, dan Suami pasien, istri

pentingnya menjaga anak dan anak mengerti

kebersihan lingkungan, tentang penjelasan

sampah pada tempatnya, yang diberikan.

mengubur barang bekas

supaya tidak bisa

dipakai sebagai tempat

berkembang biaknya

vector.

III.16. Kesimpulan Pembinaan Keluarga


Hasil pembinaan keluarga dilakukan pada hari Rabu tanggal 20 Januari 2015 pada pukul

15.00 WIB. Dari pembinaan keluarga tersebut didapatkan hasil sebagai berikut

1. Tingkat pemahaman : Pemahaman terhadap penyuluhan yang dilakukan cukup baik


2. Hasil Pemeriksaan:
Keadaan Umum : Baik
Keluhan : Tidak ada
TTV : dalam batas normal
3. Faktor pendukung :
- Pasien dan istri dapat memahami dan menangkap penjelasan yang diberikan
- Kesadaran pasien untuk dapat sembuh, sehingga pasien sangat kooperatif untuk

mengubah perilaku yang tidak baik bagi kesehatan, seperti menggunakan pakaian

panjang saat ke sawah, penggunaan kelambu dan lotion anti nyamuk.


- Melakukan kegiatan 3M ( menutup, mengubur dan menguras)
4. Faktor penyulit : tidak ada
5. Indikator keberhasilan :
a. Pengetahuan meningkat mengenai penyakit

57
b. Kesadaran pasien untuk menggunakan pakaian tertutup , lotion, dan kelambu

untuk menghindari gigitan vektor penyakit.


c. Kesadaran pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan

melaksanakan 3M.

BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kesimpulan yang di dapat dari data dan kunjungan rumah pada Tn.
Giman di Paingan RT 004/RW 002 Kleteran, Grabag di dapatkan sebagai berikut :
- Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan Tn. Giman terdiri dari
empat hal yaitu faktor genetik, perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.
Adapun faktor yang paling berpengaruh adalah Lingkungan, dimana pasien memiliki
kebun yang terdapat disamping rumah sehingga memungkinkan banyaknya nyamuk
dan kondisi rumah yang gelap juga tidak dilindungi dengan kassa nyamuk.

58
- Keluarga memiliki peranan penting dalam proses kesembuhan pasien DHF
pada Tn. Giman terutama dalam hal pengawasan minum obat, dan kebersihan rumah
supaya tetap bersih dan terhindar dari vector yaitu nyamuk
- Peran keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan peningkatan
pengetahuan tentang DHF.
IV.2 Saran

1. Kepada keluarga untuk selalu melakukan pengawasan minum obat dan menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan

2. Kepada tenaga kesehatan untuk juga melakukan pendekatan kedokteran keluarga


dalam menangani kasus DHF

3. Penyuluhan, Penyebaran pamflet dan poster kepada masyarakat tentang DHF


berguna untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar lebih sigap dalam
pengenalan gejala dini dan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di


IndonesiaDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta. 2004.
2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.
3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ikatan
Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta, Agustus 2002.
4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian.World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998.

59
5) Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatric. Ed 18. Saunders.
2007.
6) World Health Organization.Dengue hemorrhagic fever. Guideline for Diagnosis,
Treatment, Prevention and Control; WHO : 2009.
7) Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical Manifestation and
Epidemiology. CDC : 2009

LAMPIRAN
60
RAMAH TAMAH BERFOTO BERSAMA TN. G (PENDERITA)

61
TAMPAK DEPAN RUMAH TN. G

TAMPAK SAMPING RUMAH TN. G DENGAN


HAMPARAN PERKEBUNAN SINGKONG, KACANG & SAYURAN

62
KANDANG BURUNG DARA MENEMPEL DENGAN BAGIAN
SAMPING RUMAH PENDERITA

A
B
C

BAGIAN HALAMAN DEPAN RUMAH TN.G (A) KANDANG AYAM, (B) KANDANG
BEBEK, (C) TUMPUKAN SAMPAH

63
KAMAR MANDI PENDERITA

DAPUR PENDERITA DENGAN TUMPUKAN ALAT YANG TIDAK


TERPAKAI LAGI DIBAGIAN ATASNYA

64
TUMPUKAN BAN BEKAS YANG TERGENANG AIR DIDALAMNYA
MERUPAKAN TEMPAT BERKEMBANG BIAK VEKTOR

65

Anda mungkin juga menyukai